Jenis dan Rancangan Penelitian

32 Modifikasi formula yang digunakan: Tabel 3. Modifikasi formula yang digunakan Formula IBU 1 IBU 2 IBU 3 Ibuprofen 1.25 5 5 5 PVP 1.5 2 2.5 HPMC 4,5 4,5 4,5 Propilen glikol 10 10 10 Etanol-Akuades 1:1 1:1 1:1 Etanol 7,14 ml 7,14 ml 7,14 ml Formula dan prosedur pembuatan matrix mengacu penelitian Pudyastuti, et al., 2014. Larutan stok ibuprofen konsentrasi 1.25 dibuat dengan melarutkan ibuprofen sejumlah 5 dari sediaan hydrocolloid matrix 25 mg ke dalam 7,14 mL etanol 96. PVP 1,5 , 2 , atau 2.5 dilarutkan dalam larutan stok ibuprofen diaduk selama ±3 menit. Propilen glikol 10 dicampurkan dalam campuran diaduk hingga homogen. Larutan HPMC dalam pelarut etanol 96 : akuades 1:1 ditambahkan kedalam campuran sedikit demi sedikit hingga homogen. Campuran kemudian disterilkan dengan autoklaf selama 20 menit dengan suhu 121 O C. Kemudian dituang ke cawan petri bertutup lalu dikeringkan dalam oven ± 30 O C selama 3 hari sampai didapat ketebalan yang diinginkan. Matriks kering kemudian dicetak berukuran diameter 1cm dan disimpan pada wadah bersilica gel

3.3.5. Uji Sterilitas

Nutrient Agar Oxoid sebanyak 21 g ditambah 750 mL akuades diaduk homogen dengan batang pengaduk. Media dipanaskan dengan hotplate magnetic stirrer sampai tercampur homogen. Media dituang ke dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 15 mL, kemudian seluruh media dalam tabung reaksi disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit dengan tekanan 1 kgfcm 2 dan suhu 121 o C. Media yang telah steril dituang ke cawan petri bertutup dan dibiarkan memadat. Tiap formula hydrocolloid matrix berukuran 1 cm ditaruh 33 pada media yang sudah memadat sebanyak 3 replikasi, lalu diinkubasi terbalik dalam LAF selama 24 jam.

3.3.6. Uji Penampilan Fisik Organoleptis

Uji penampilan fisik atau organoleptis dilakukan dengan mengamati dan meneliti warna, kejernihan dan kehalusan hydrocolloid matrix yang telah dibuat Shirsand et al., 2012.

3.3.7. Uji pH Larutan Sediaan

Setiap formula hydrocolloid matrix berdiameter 1 cm direndam dalam 20ml akuades pada suhu 36,5 o C - 37,5 o C selama 24 jam. pH larutan selanjutnya diukur dengan pH meter. Hasil pH yang diharapkan masuk pada skala pH kulit manusia normal yaitu 4-7 British Pharmacopoeia, 1993.

3.3.8. Uji Keseragaman Bobot Sediaan

Sebanyak 10 hydrocolloid matrix dari masing-masing formula satu persatu ditimbang dan dihitung rata-rata bobot sediaan British Pharmacopoeia, 1993.

3.3.9. Uji Ketebalan Sediaan

Ketebalan hydrocolloid matrix diukur pada 5 titik berbeda pada keempat sudut dan bagian tengah dengan jangka sorong, kemudian dihitung rata-rata ketebalan sediaan El-gendy et al., 2009. 3.3.10. Uji Persentase Moisture Content Setiap hydrocolloid matrix berdiameter 1 cm dikondisikan dalam sebuah desikator berisi silika selama 24 jam. Setelah itu masing-masing hydrocolloid matrix ditimbang untuk didapatkan bobot matriks tetap.

3.3.11. Uji Persentase Moisture Absorption

Setiap hydrocolloid matrix berdiameter 1 cm yang sudah diuji moisture content diletakkan dalam climatic chamber dengan 80-90 RH dan bersuhu 28 o C selama 24 jam. Setelah itu masing-masing hydrocolloid matrix ditimbang untuk didapatkan bobot matriks setelah penyerapan.

3.3.12. Uji Ketahanan Pelipatan Folding Endurance

Uji ketahanan pelipatan diukur secara manual efisiensi dari plasticizer dan kekuatan dari hydrocolloid matrix yang dibuat. Ketahanan pelipatan 34 ditentukan dengan melipat sediaan matrix secara berulang pada posisi yang sama hingga rusak. Jumlah pelipatan matrix yang dapat dilakukan tanpa merusak matrix merupakan nilai dari ketahanan pelipatan Shirsand et al.,

2012. 3.3.13.

Uji Keseragaman Kandungan Obat dalam Sediaan Sebanyak 5 hydrocolloid matrix dari masing-masing formula digunakan dalam uji ini. Masing-masing matrix dilarutkan dalam 15 mL Metanol dan 35 mL PBS pH 6,4, kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimal menggunakan spektrofotometer UV. Prosedur pengujian merupakan modifikasi dari penelitian Shirsand et al., 2012.

3.3.14. Pembuatan Kurva Baku Ibuprofen

Seri standar ibuprofen dibuat pada rentang konsentrasi 0,2 µgml – 20 µgml, dengan mengambil 0,1; 0,2; 0.3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8 0,9; 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9 ml dari larutan intermediet ibuprofen konsentrasi 20 µgml diencerkan ke dalam labu takar 10 ml. Pelarut yang digunakan yaitu metanol p.a dan PBS pH 6,4. Panjang gelombang maksimum ditentukan diawal menggunakan seri konsentrasi 20µgml, dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis double beam pada rentang 200-400nm. Pengukuran seri dilakukan pada panjang gelombang maksimum yang sudah ditentukan.

3.3.15. Uji Pelepasan Obat Secara In-Vitro

Prosedur pengujian pelepasan obat secara in-vitro merupakan modifikasi dari prosedur pada penelitian Pudyastuti, et al. 2014. Setiap formula hydrocolloid matrix diuji menggunakan franz diffusion cell pada suhu 37 ± 1 o C dengan medium PBS pH 6,4 memenuhi chamber uji. Membran milipore 3 µm yang digunakan harus jenuh di rendam dalam medium selama 1 jam. Larutan aseptor disampling sebanyak 3 ml pada tiap 15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, dan 360 menit. Sampling larutan dibaca dengan spektrofotometer UV-Vis.

3.3.16. Uji Iritabilitas Sediaan

Uji iritabilitas sediaan dilakukan dengan menggunakan 3 kelinci albino dengan bobot 1,8 –2,2 kg. Larutan etil asetat digunakan sebagai standar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 pengiritasi, basis hydrocolloid matrix yang tidak mengandung ibuprofen diuji kemampuan iritabilitasnya pada kulit. Larutan formalin etil asetat diaplikasikan pada permukaan dorsal kiri pada kelinci, dan matrix yang akan diuji diletakkan di permukaan kanan dorsal. Matrix dilepas setelah 4 jam pengaplikasian. Setelah matrix dilepaskan kondisi kulit diamati munculnya eritemaedema selama 72 jam Shirsand et al., 2012. 3.3.17. Uji Stabilitas Hydrocolloid Matrix Semua hydrocolloid matrix diletakkan dalam oven dengan 2 suhu yang berbeda yaitu 37°C dan 45°C. Matrix diobservasi dalam suhu tersebut selama 4 minggu. Dilakukan analisis fisik keseragaman bobot, organoleptis, pH sediaan, folding endurance, ketebalan sediaan, dan persentase moisture content serta persentase moisture absorption juga analisis kandungan obat matrix setiap minggunya. Amjad et al., 2012. 3.3.18. Uji Aktivitas Hydrocolloid Matrix Sebanyak enam tikus putih galur Wistar jantan umur 2-3 bulan dengan berat 150-180g dipilih sebagai hewan uji, kemudian dipisahkan menjadi dua kelompok. 3 tikus kelompok pertama kelompok diabetes memiliki kadar gula darah 250 mgdL yang didapatkan dengan cara menginjeksikan aloksan secara intraperitonial pada dosis 120 mgkgBB, 3 tikus kelompok kedua tidak dikondisikan diabetes sehingga digunakan sebagai kontrol. Semua hewan uji dihilangkan rambut punggungnya dengan mengoleskan krim Veet ® , kemudian didiamkan 5 menit. Krim tersebut lalu dibilas dengan kapas yang dibasahi air hingga bersih. Tikus dibiarkan selama 48 jam sebelum diberi luka eksisi. Selanjutnya, tikus dianestesi dengan menyuntikkan ketamin 0,5 mLkgBB secara intramuscular pada bagian paha. Setelah 30 menit, punggung tikus dibasahi dengan etanol 70, dan dilukai secara eksisi sebanyak 5 luka Gambar 4 dengan biopsy punch berdiameter 5 mm hari ke-0. Hydrocolloid matrix ibuprofen berdiameter 1 cm dilekatkan pada luka eksisi, kemudian setiap 24 jam hydrocolloid matrix selalu diganti baru sampai luka menutup. Setiap penggantian matrix, luka dibersihkan dengan alkohol dan diberikan NaCl, kemudian dideterminasi dan area luka dihitung. Setelah luka sembuh, tikus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI