30
Hasil karya Kassian Cephas banyak digunakan oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda, karena ia juga bekerja pada komisi fotografi di pemerintahan
kolonial. Cephas banyak memotret lokalitas tempatnya tinggal, seperti reruntuhan candi-candi Hindu-Budha Borobudur-Prambanan, berbagai tarian sakral Kraton
Yogyakarta, upacara-upacara tradisional di daerah Kesultanan Yogyakarta, juga berbagai motif batik yang merupakan karya khas Yogyakarta.
43
Lewat Cephas, Indonesia khususnya Jawa direpresentasikan dengan wajah lokal. Ia bisa
dikatakan sebagai salah satu titik penting, awal dimana fotografi benar-benar mulai menyentuh Indonesia yang sebenar-benarnya mata lokal dengan
representasi lokal.
Gambar 5.
Kassian Cephas 1905.
44
2. Perkembangan Dunia Fotografi di Indonesia
Dalam sub-bab ini akan dibahas perkembangan fotografi di Indonesia, ditilik dari genre-genre fotografi yang berkembang pesat di Indonesia. Data-data
dikompilasi dari buku
Refracted Vissions
oleh Karen Strassler, esai
The Chalenge of Space: Photography in Indonesia 1841-1999
oleh Yudhi Soerjoatmodjo, esai Selintas Sejarah Fotografi Indonesia oleh Alexander Supartono, Tesis
43
Yudhi Soerjoatmodjo, The Chalenge of Space: Photography in Indonesia 1841-1999.
44
Diunduh dari http:www.seribukata.com201103kassian-cephas-jurufoto-pribumi-pertama
31
Pascasarjana ISI Yogyakarta oleh Irwandi, buku
Cephas, Yogyakarta : Photography in the Service of the Sultan
oleh Gerrit Knap serta data-data
online.
a. Fotojurnalistik di Indonesia
Menurut Yudhi Soerjoatmodjo dalam esai
The Chalenge of Space: Photography in Indonesia 1841-1999
,
45
foto pertama tentang Indonesia
46
yang dibidik oleh orang Indonesia sendiri adalah foto momen ikonik Indonesia pada 17
Agustus 1945. Ketika itu Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaannya. Dua bersaudara, Frans dan Alex Mendur bersama-sama mengabadikan duo
Proklamator Indonesia
Soekarno-Hatta mengumandangkan
proklamasi
kemerdekaan. Ketika itu sekitar pukul 10.00 di Jalan Pegangsaan Raya.
Gambar 6.
Detik- detik Proklamasi Indonesia 17Agustus’45. Foto oleh Frans Mendur.
47 45
Yudhi Soerjoatmodjo adalah seorang fotografer yang disebut juga oleh sejumlah pengamat fotografi sebagai eseis foto. Yudhi lahir di Solo pada 1963. Ia belajar fotografi di Parsons School
of Design di Paris, Perancis, pada tahun 1986 memulai karirnya sebagai fotografer lepas di majalah Jakarta-Jakarta. Pada 1991-1992 ia bekerja di majalah Tempo dimana ia menghasilkan
sejumlah seni foto tentang imigran Afrika di Perancis dan keruntuhan komunis di Polandia, Cekoslowakia, Hongaria, Rumania dan Uni
Soviet. Pada 1990 ia menerima beasiswa dari pemerintah Inggris untuk mendalami fotografi di sekolah ternama School of Photodocumentary di
Wales, Inggris. Ia menjadi fotografer pada photo agency ETNODATA, dan bekerja sebagai redaktur dan konsultan antara lain di majalah Matra dan Harian Republika serta redaktur foto
untuk antologi sastra Indonesia dalam terjemahan Inggris,Managarie yang diterbitkan Yayasan Lontar
. Yudhi sempat juga bekerja pada Galeri Fotografi Jurnalistik Antara sebagai kurator. sumber www.jakarta.go.id
46
Setelah Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, saat konsep tentang kesatuan bangsa Indonesia dikumandangkan, Indonesia baru benar-benar memproklamirkan keberadaannya sebagai satu
bangsa yang merdeka dan berdaulat saat Proklamasi Kemerdekaan di Jalan Pegangsaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
47
Diunduh dari http:nasional.lintas.mearticlearhamvhy.blogspot.com10-fakta-tentang-
proklamasi-indonesia
32
Momen ikonik yang terabadikan dalam gambar itu, sekaligus menjadi titik tombak sejarah fotojurnalistik di Indonesia. Saat dimana, wajah Indonesia yang
sebenar-benarnya mampu direkam dalam gambar dan direpresentasikan dalam bentuknya yang lebih nyata. Wajah-wajah Indonesia itu tidak lagi menjadi objek
eksotisme visual, tetapi sudah menjadi subjek yang sejajar dengan bangsa lain. Yudhi juga mencatat bahwa pada minggu pertama di bulan September
1945, para fotografer Indonesia yang tadinya bekerja pada kantor berita Domei sebelumnya adalah kantor berita milik Jepang di Jakarta dan Surabaya
membentuk Departemen Foto pada kantor berita Antara. Setahun kemudian, Alex dan Frans Mendur mendirikan IPPHOS Indonesian Press Photo Service bersama
dengan sahabat lama mereka Umbas.
48
Ketika peristiwa 1965 terjadi, dunia pers, khususnya fotojurnalistik mengalami masa kelam. Ketika itu banyak arsip foto kantor berita Antara
dimusnahkan, sehingga Antara baru memiliki lagi biro foto yang dianggap layak pada awal 1980-an. Beruntung bagi IPPHOS yang tetap independen. Arsip foto-
foto mereka pun relatif aman. Memasuki era 1970-an dan 1980-an, kondisi keamanan di Indonesia sudah
stabil dan perang merebut kemerdekaan sudah berlalu. Namun yang menjadi tantangan bagi para fotojurnlis pada era ini adalah ketersediaan „ruang‟ di media
massa untuk mengekspresikan karya mereka. Menurut Yudhi, para fotografer ini harus berjuang untuk memperjuangkan proporsi karya mereka di media massa
dengan para penulis serta desainer.
48
Yudhi Soerjoatmodjo, The Chalenge of Space: Photography in Indonesia 1841-1999.
33
Kemudian di awal 1980-an,
Tempo
sempat memberikan angin segar kepada para fotografer dengan menampilkan rubrik Kamera. Rubrik sebanyak 4
halaman itu menampilkan
photo essay
terpilih. Kemudian, setelah Kamera mendapat tanggapan luar biasa dari khalayak, sejumlah media massa pun
mengikuti
Tempo
dengan menampilkan rubrik sejenis. Tentu ini merupakan berita baik bagi para fotografer, karena ruang berekspresi bagi mereka makin luas.
49
Pada tahun 1992, berdiri sekolah fotografi pertama di Indonesia, di Institut Kesenian Jakarta IKJ. Berbarengan dengan itu, Galeri Foto Jurnalistik Antara
GFJA yang merupakan galeri publik khusus fotografi pertama di Asia didirikan. Oscar Motuloh, yang sempat menjabat sebagai kepala Biro Foto Antara adalah
salah satu tokoh yang mendirikan galeri ini. Dengan berdirinya galeri ini, dunia foto, khususnya fotojurnalistik di
Indonesia makin berkembang. Sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan formal maupun informal dalam bidang fotografi juga makin banyak.
50
Dunia fotografi di Indonesia pun mau tidak mau makin lama semakin maju,
borderless
dan semakin rumit. Apalagi pasca reformasi, saat kran-kran kebebasan pers mulai dilepaskan.
Kementrian Penerangan dihapuskan dan media tidak perlu lagi SIUP.
51
Budaya visual pun mulai menjangkiti Indonesia. Ruang-ruang bagi para fotografer untuk
mengekspresikan karya mereka pun makin luas. Terutama dengan makin
49
Yudhi Soerjoatmojo, The Chalenge of Spac:Photography in Indonesia 1841-1999.
50
Ibidem.
51
SIUP: Surat Ijin Usaha Perdagangan, sebelum masa reformasi setiap perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan usaha perdagangan, salah satunya media massa, wajib
memperoleh surat ini. Sesudah masa itu, perusaahaan media massa tidak diwajibkan memiliki SIUP.
34
banyaknya perusahaan media yang membutuhkan gambar-gambar berita untuk halaman-halaman mereka.
Dengan makin banyaknya perusahaan media serta para awak fotojurnalisnya, baik tetap maupun
freelance
, berbagai organisasi foto pun bermunculan. Khusus untuk para fotojurnalis di Indonesia, salah satu organisasi
yang cukup besar dan mapan adalah Pewarta Foto Indonesia PFI
52
. Sampai tahun 2012 ini, PFI telah berhasil mengadakan dua acara penganugerahan bagi
para pewarta foto Indonesia.
b. Fotografi Komersil dan Amatir di Indonesia
Fotografi komersil di Indonesia berkembang ketika studio foto mulai hadir. Seperti sudah diceritakan sekilas pada bagian Kedatangan Fotografi, salah
satu studio foto yang cukup terkenal ketika itu adalah Woodbury and Page dari tahun 1857 hingga akhir 1900-an. Di studio ini beragam foto, khususnya foto
potret dari sejumlah kalangan diabadikan. Dalam Tesis untuk menyelesaikan program Pascasarjana ISI Yogyakarta,
Irwandi
53
mengatakan bahwa tidak semua fotografer yang datang ke Hindia- Belanda pada awal-awal kedatangan fotografi merupakan orang Belanda. Mereka
52
Pewarta Foto Indonesia adalah organisasi nir-laba yang bertujuan memajukan dan melindungi kepentingan pewarta foto sebagai sebuah profesi yang terhormat, memiliki keterampilan khusus
dan mengemban peran sejarah dalam membuat serta menyiarkan berita foto dan tulisan seluas- luasnya bagi kepentingan masyarakat umum, baik melalui media massa dimana ia bekerja maupun
melalui jaringan-jaringan mandiri. Organisasi ini dideklarasikan pada 22 Maret 1992 dengan nama Focus, dan atas prakarsa pewarta
foto media cetak di Jakarta pada 18 Desember 1998, didirikan menjadi Pewsarta Foto Indonesia. Pewarta Foto Indonesia melindungi hak profesi dan azasi pewarta foto dalam fungsinya sebagai
serikat pekerja yang secara konsisten menyusun dan menegakkan standar etika dan profesi pewarta foto, melakukan advokasi bagi anggotanya dan pewarta foto pada umumnya, memperjuangkan
hubungan kerja yang adil dengan mitra-mitranya, menjalin jaringan kerjasama internasional, serta meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap profesi dan karya pewarta foto melalui kegiatan
pameran, pendidikan, penerbitan dan penghargaan.
http:pewartafoto.orgabout
53
Irwandi, Foto Potret Karya Kassian Cephas: Kajian Estetis, Makna dan Fungsi Sosialnya, Tesis untuk menyelesaikan program pascasarjana Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, 2008.
35
rata-rata berasal dari Jerman dan Inggris. Para fotografer datang ke Batavia dengan tujuan membuka studio foto potret. Namun, sesampainya di Batavia,
mereka diundang pemerintah Belanda untuk menjalankan tugas-tugas pemotretan. Beberapa nama fotografer yang datang ke Hindia-Belanda adalah Jurrian
Munnich, Adolph Schaefer, Isidore Van Kinsbergen, Charles J. Kleingrothe, Onnes Kurkdjian, dan Christiaan Benjamin Niewenhuis.
Karen Strassler dalam
Refracted Visions
mencatat bahwa sejarah fotografi di Indonesia selama ini selalu mengekspos fotografer-fotografer bangsawan Eropa
sebagai perintis perkembangan fotografi di Indonesia. Padahal menurut Strassler, ketika itu, banyak sekali imigran asal Kanton-China yang turut menjadi roda
penggerak perkembangan fotografi di Indonesia.
54
Sementara itu, salah satu fotografer asli Indonesia yang mampu berkiprah di dunia komersial serta bersaing dengan para fotografer dari etnis Eropa serta
China itu adalah Kassian Cephas. Cephas membuka studio foto di rumahnya di Lodji Ketjil sekarang Jalan Mayor Suryotomo pada 1871. Di studionya itu ia
memotret wajah-wajah lokal Hindia-Belanda dengan penuh kewibawaan. Namun menurut Strassler, peristiwa pendudukan Jepang sempat membawa
akhir untuk era studio foto komersil di Indonesia ketika itu. Hampir semua studio foto milik etnis China di Jawa tutup pada masa itu. Di Yogyakarta, studio yang
dibiarkan tetap buka pada masa itu adalah studio Tjen Hauw‟s Liek Kong yang akhirnya menjadi studio paling besar di kota itu pada tahun 1950-an.
Tetapi yang tetap bertahan menemukan bahwa masa sesudah pendudukan Jepang, iklim bisnis dalam fotografi ternyata amat menjanjikan. Apalagi ketika
54
Karen Strassler, Refracted Visions, hal 81.
36
masa kemerdekaan, saat dimana banyak orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia. Pada tahun 1950-an-1960-an, sejumlah studio foto milik warga etnis
Indonesia-China, yang merupakan usaha keluarga dan beroperasi sebelum kemerdekaan, semakin pesat berkembang.
55
Strassler mencatat, pada tahun 1971, Fuji menggandeng
Modern Photo
, untuk menandai keberadaannya di Indonesia. Begitu juga dengan Sakura yang
kemudian dikenal sebagai Konica serta Kodak.
56
Pada era itu, khususnya pada tahun 1980-an, perekonomian Indonesia memang mulai maju pesat. Ketika itu
berbagai industri mulai berkembang. Salah satunya adalah industri media. Berbagai surat kabar serta majalah bermunculan. Persaingan untuk menarik
pembaca pun semakin ketat. Akibatnya, media massa bertransformasi menjadi perusahaan modern yang ingin menarik laba sebesar-besarnya.
Ketika itu, grup majalah
Femina
didirikan oleh sebuah keluarga yang terlahir dari generasi intelektual yang cukup berpengaruh di negeri ini. Dengan
latar pendidikan modern itu, departemen foto dari grup majalah ini mempekerjakan fotografer sebagai staff tetap mereka.
57
Implikasinya, fotografi tidak hanya menjadi insert atau ilustrasi dari majalah-majalah itu. Tetapi telah
menjadi hal penting dan sangat berpengaruh dalam perkembangan majalah yang bersangkutan.
Maka setelah industri media maju pesat, dengan ditandai banyaknya majalah yang mengutamakan budaya visual, berbagai industri yang juga bergerak
dalam bidang visual bermunculan. Misalnya saja industri periklanan. Dalam industri ini, medium fotografi sulit untuk dilepaskan. Mereka pun mempekerjakan
55
Karen Strassler, Refracted Visions, hal 82-84.
56
Ibidem, hal 51.
57
Yudhi Soeryoatmojo, The Chalenge of Space:Photography in Indonesia 1841-1999.
37
para fotografer komersil untuk mencipta visual-visual menarik yang mampu menghipnotis para pembaca.
Salah satu fotografer komersil yang cukup populer di Indonesia adalah Darwis Triadi. Darwis adalah salah satu fotografer yang telah malang melintang
di dunia fotografi komersial Indonesia sejak tahun 80-an.
58
Dengan berbagai portfolionya, Darwis lalu mencipta
Darwis Triadi Photography studio
. Tempatnya berkreasi dan menerima para klien yang hingga saat ini telah
merambah ke berbagai lini. Para klien yang pernah ditangani Darwis diantaranya adalah Nokia, Philips, BCA, Permata Bank, Satelindo, Indofood, Sony Ericsson,
Telkom, LG, Group PT. Unilever, Bank Mandiri, Mustika Ratu, Sari Ayu, Warner Music, Aquarius Music, Sony Music, Summarecon Serpong, Kimia Farma, GT
Radial, dll.
59
Fotografer komersil kenamaan Indonesia lainnya adalah Anton Ismael. Ia mendirikan
Third Eye Studio
pada tahun 2005. Lewat studio ini, Anton melayani berbagai klien besar untuk menggarap iklan atau klip musik. Anton juga sempat
bekerja dengan sejumlah majalah
fashion
, seperti Harper’s Bazaar, Amica, Dewi,
Rolling Stone
dan
Versus Magazine
Gambar 7.
Foto-foto komersil dan fashion karya Anton Ismael
.
60
58
Majalah Fotografi Populer Bulanan: Fotomedia, Nomor 8 tahun VI, Januari 1998, hal 46.
59
Sumber http:www.adarwistriadi.com
60
Diunduh dari http:www.antonismael.comphotocommercialharvest
38
Juga ada Jerry Aurum yang turut mewarnai dunia fotografi komersial di Indonesia. Dengan studionya yang bernama sama, Jerry telah memotret dan
bekerja mencipta visual untuk sejumlah produk kenamaan Indonesia. Ia juga telah mempublikasikan dua buah buku foto yaitu
In My Room
serta
F emalography
yang berisi imaji Jerry tentang para perempuan yang menjadi modelnya.
61
Gambar 8.
Foto komersial Jerry Aurum untuk Panasonic Lumix.
62
Gambar 9.
Foto Komersial Jerry Aurum untuk Plaza Indonesia.
63
Darwis Triadi, Anton Ismael serta Jerry Aurum adalah sedikit gambaran dari banyaknya fotografer
fashion
dan komersil yang mengarungi ranah fotografi Indonesia. Fotografi komersil ini adalah sebuah keniscayaan di jaman yang sangat
konsumtif sekarang ini. Industri atau pemilik modal membutuhkan imaji beragam
61
Diunduh dari http:jerryaurum.combio
.
62
Diunduh dari http:jerryaurum.comcategoryportfolio01-fashion-people
63
Diunduh dari http:jerryaurum.comcategoryportfolio01-fashion-people
39
untuk membagun citra mereka. Selain para pemilik modal, budaya visual yang sudah masuk ke ranah-ranah personal khalayak, membuat citra-citra fotografis
juga jadi begitu penting.
C. IMAJI TUBUH PEREMPUAN DALAM RANAH FOTOGRAFI DI INDONESIA
Dalam sub bab ini akan dibahas tentang bagaimana tubuh perempuan seringkali dijadikan objek untuk dieksploitasi secara visual. Bab ini juga akan
memberi gambaran tentang bagaimana medium ini secara sistematis mengkonstruk imaji tubuh perempuan yang
–dianggap- cantik, serta yang - dianggap- tidak sempurna, misalnya saja ketika perempuan sedang mengalami
kehamilan.
1. Imaji Tubuh Cantik Sempurna