Penjelasan Endo 1985 di atas menekankan bahwa daya antioksidatif dari klorofil atau turunannya adalah cincin porfirin, dan atau adanya ion Mg yang
masih terikat pada tetrapirol yang ada dalam sistem cincin porfirin. Dalam hubungannya dengan penelitian ini yang menggunakan bubuk Cu-turunan
klorofil, dimana Cu menggantikan Mg, dan keelektronegatifan Cu lebih besar dari Mg, maka sistem turunan klorofil Cu-turunan klorofil adalah lebih stabil atau
daya ikatnya lebih kuat antara Cu dengan tetrapirol. Faktor inilah yang diduga mempengaruhi, sehingga perlakuan bubuk Cu-turunan klorofil P3 menyebabkan
kadar MDA kelinci hati lebih kecil dibanding dengan perlakuan bubuk klorofil alami P2, seperti tampak pada Tabel 20.
3. Keadaan Lesi Aterosklerosis pada Aorta Kelinci
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 2 bulan perlakuan, ternyata belum ditemukan plak ateromatosis yang jelas pada aorta, tetapi pada beberapa
lokasi ditemukan akumulasi sel busa di tunika media, seperti tampak pada Gambar 18. Sel busa terjadi karena sebelumnya makrofag menangkap kolesterol-
LDL teroksidasi, sebagai akibat adanya stres oksidatif atau radikal bebas.
2 μm
2 μm
P1
2 μm
P0 P2
Gambar 18 Sel busa di tunika media pada aorta kelinci. Tanda panah menunjukkan lokasi akumulasi sel busa
2 μm
P3
2 μm
P5
2 μm
P4
Jadi proses aterogenesis baru sampai tahap inisiasi sel busa derajat ringan, seperti tampak pada Gambar 18. Hal ini diduga karena lama penelitian yang relatif
singkat dan atau kadar kolesterol yang terkandung dalam pakan relatif rendah 0,1. Penetapan pemberian dosis 0,1 berdasarkan hasil penelitian Meijer et al.
1991, dimana dengan dosis tersebut telah dapat meningkatkan kadar kolesterol total darah sebanyak 835,9 mgdl selama 7 minggu pengujian. Sedangkan dalam
penelitian ini pengujian dilakukan selama 8 minggu, sehingga diharapkan akan terjadi pembentukan plaklesi aterosklerosis.
Tahap inisiasi sel busa ini diamati pada lima bidang pandang pembuluh darah aorta di bagian tunika media. Jumlah sel busa yang terakumulasi di tunika
media perbidang pandang disajikan pada Tabel 21. Pada Tabel tersebut tampak persentase penemuan sel busa pada tunika media tidak berbeda nyata untuk semua
perlakuan kelinci Lampiran 32. Perlakuan P3 lebih cenderung untuk berpeluang tidak mengalami lesi
aterosklerosis, dan sama halnya dengan P2, walaupun masih lebih tinggi dibanding P0. Perlakuan P1 paling berpeluang untuk mengalami lesi
aterosklerosis dibanding perlakuan lainnya, dan P0 mengalami hal sebaliknya. Tingginya persentase sel busa perbidang pandang perlakuan P4 dibanding P3
berkorelasi dengan tingginya kadar MDA yang dimiliki Tabel 20. Artinya bila kadar MDA tinggi, maka peluang ditemukannya sel busa ditunika media per
bidang pandang juga cenderung meningkat. Tabel 21 Persentase ditemukannya sel busa
di tunika media perbidang pandang
Perlakuan Ditemukannya sel busa di tunika
media perbidang pandang P0
20,00 ± 20,00
a
P1 53,33 ± 23,09
a
P2 26,67 ± 30,55
a
P3 26,67 ± 11,55
a
P4 40,00 ± 20,00
a
P5 33,33 ± 30,55
a
Angka dengan huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
α=0,05
Rekapitulasi Profil Lipid Darah dan Risiko Aterosklerosis
Uraian ini menampilkan performa setiap perlakuan, khususnya perlakuan P2, P3, dan P5, dalam hubungannya dengan kadar MDA, dan peluangnya
mengalami lesi aterosklerosis. Pada Tabel 22 tampak bahwa rata-rata kolesterol total, kolesterol-LDL, rasio kolesterol total : kolesterol-HDL, dan kadar MDA
perlakuan P3 adalah lebih kecil dibanding P2, namun lebih rendah dibanding P5. Hal yang tidak konsisten adalah rata-rata kadar trigliserida perlakuan P3
adalah relatif lebih tinggi dibanding P2 dan P5, demikian pula rata-rata kadar kolesterol-HDL perlakuan P3 adalah relatif lebih rendah dibanding P2 dan P5
Seharusnya kadar trigliserida adalah lebih rendah, dan kadar kolesterol-HDL adalah lebih tinggi dibanding perlakuan lain. Tetapi hal ini tidak menjadi masalah,
karena prediktor utama tentang peluang mengalami risiko aterosklerosis adalah rasio kolesterol total:kolesterol-HDL, atau rasio kolesterol total: kolesterol-LDL.
Pada penelitian ini digunakan rasio kolesterol total: kolesterol-HDL. Tabel 22 memperlihatkan bahwa perlakuan P1 paling berpeluang untuk
berisiko aterosklerosis, karena mempunyai rasio kolesterol total: kolesterol-HDL adalah 7,82. Rasio kolesterol total: kolesterol-HDL perlakuan P3 adalah 2,73, P2
adalah 3,01, dan P5 adalah paling rendah yaitu hanya 2,04.
Tabel 22. Rekapitulasi berbagai parameter profil lipid darah kelinci terhadap kadar MDA atau pembentukan lesi aterosklerosis
Parameter P0 P1
P2 P3
P4 P5
Kolesterol total
mgdl 35,12 222,87 102,64 95,24 73,47
68,12 Trigliserida mgdl
44,14 120,72 42,13
57,75 60,53 50,44
Kolesterol-HDL mgdl
20,79 29,77 37,03 36,01 37,24 36,06 Kolesterol-LDL
mgdl 5,51 168,95
57,18 47,68 24,12 21,98 Rasio kolesterol total:HDL
1,70 7,82
3,01 2,73
2,03 2,04
MDA μMg
41,5 72,31 34,10 32,31 50,29 26,10 Penemuan sel busa
20,00 53,33
26,67 26,67
40,00 33,33 Peluang ditemukannya sel busa di tunika media pada perlakuan P3 dan P2
adalah relatif sama, yaitu masing-masing 26,67, dan lebih rendah dibandingkan P5 33,33. Perlakuan P5 seharusnya memiliki persentasi penemuan sel busa di
tunika media yang lebih rendah, karena kadar MDA-nya yang rendah. Hal ini
dapat disebabkan karena terbatasnya penggunaan bidang pandang yang digunakan pada saat pemeriksaan preparat jaringan aorta melalui mikroskop.
Secara umum pada Tabel 22 memperlihatkan bahwa performa profil lipid darah, kadar MDA, dan persentase penemuan sel busa di tunika media dari
perlakuan P3 bubuk Cu-turunan klorofil adalah lebih baik dibanding perlakuan P2 bubuk klorofil alami, tetapi masih relatif kurang baik dibanding perlakuan P5
bubuk klorofil komersial. Perlakuan P5 mempunyai performa yang baik, dapat disebabkan karena bubuk klorofil komersial mempunyai kadar klorofil yang
relatif tinggi, dan kandungan zat fitokimia fenolik dan flavonoid yang dimiliki, seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya.
Senyawa-senyawa polifenol seperti flavonoid dan galat mampu menghambat reaksi oksidasi melalui mekanisme penangkapan radikal radical
scavenging dengan cara menyumbangkan satu elektron pada elektron yang tidak berpasangan dalam radikal bebas sehingga banyaknya radikal bebas menjadi
berkurang Pokorny et al. 2001. Flavonoid dapat bertindak sebagai antioksidan dengan cara menangkap radikal bebas Pokorny et al. 2001.
Secara in vitro, flavonoid merupakan inhibitor yang kuat terhadap peroksidasi lipid, sebagai penangkap spesies oksigen atau nitrogen yang reaktif,
dan juga mampu menghambat aktivitas enzim lipooksigenase dan siklooksigenase Halliwell Gutteridge 2000.
Beberapa studi epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi antioksidan fenolik alami yang terdapat dalam buah, sayur mayur, dan tanaman
serta produk-produknya mempunyai manfaat besar terhadap kesehatan yakni dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit jantung koroner Ghiselli et al.,
1998. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan beberapa vitamin A,C,E dan folat, serat, dan kandungan kimia lain seperti polifenol yang mampu menangkap
radikal bebas Gill et al. 2002.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa: 1. Produk bubuk Cu-turunan klorofil dapat dibuat dengan menambahkan sejumlah
senyawa Cu asetat monohidrat ke dalam ekstrak turunan klorofil 2. Ekstrak klorofil dengan kadar Cu
2+
100 mgl menghasilkan bubuk Cu-turunan klorofil terbaik, berdasarkan nilai pH, kelarutan, dan tingkat kehijauan yang relatif tinggi,
dibanding konsentrasi Cu lainnya 3. Bubuk Cu-turunan klorofil mengandung lemak 7,11, protein 0,89, abu 2,63, air
6,9, karbohidrat 82,44, serat kasar 3,31, dan β-karoten 3,38 mg100 g
4. Zat fitokimia yang dominan terdapat pada bubuk Cu-turunan klorofil selain klorofil, adalah alkaloid, saponin, tanin, steroid, dan glikosida
5. Pemberian bubuk ekstrak Cu-turunan klorofil sebanyak 16,7 mgkg BBhari P3 berbeda nyata dengan kontrol positif P1 dalam menghambat peningkatan kolesterol
total dan kolesterol-LDL darah, namun tidak berbeda nyata dengan klorofil alami, dan klorofil komersial. Pemberian bubuk ekstrak Cu-turunan klorofil sebanyak 16,7
mgkg BBhari P3 tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan P2, P4, dan P5 dalam menghambat peningkatan trigliserida, dan meningkatkan kolesterol-HDL.
6. Daya antioksidasi bubuk Cu-turunan klorofil P3 berbeda nyata dengan kontrol positif P1, dan perlakuan P4, namun tidak berbeda nyata dengan klorofil alami dan
klorofil komersial 7. Pemberian bubuk ekstrak Cu-turunan klorofil sebanyak 16,7 mgkg BBhari P3
lebih berpotensi dalam mencegah pembentukan lesi aterosklerosis atau sel busa di tunika media, dibanding dengan klorofil alami, maupun klorofil komersial. Sel busa
adalah merupakan indikasi awal terjadinya lesi aterosklerosis
Saran
Perlu perpanjangan waktu intervensi pemberian bubuk Cu-turunan klorofil menjadi tiga bulan, bila konsentrasi kolesterol pakan sebesar 0,1, atau jangka waktu
tetap dua bulan, tetapi konsentrasi kolesterol dalam pakan ditingkatkan menjadi 0,2. Perlu penelitian lanjutan tentang pengaruh konsentrasi bubuk Cu-turunan klorofil
terhadap kemungkinannya menjadi prooksidan. Toksisitas akut, maupun kronis, dan uji klinis sebelum bubuk Cu-turunan klorofil diolah menjadi pangan fungsional secara
komersial, perlu juga diuji
DAFTAR PUSTAKA
Arbogast, D., Bailey, G., Breinholt, V., Hendricks, J., and Pereira, C. Dietary Chlorophyllin Is a Potent Inhibitor of Aflatoxin B1 Hepatocarcinogenesis in Rainbow
Trout. Cancer Research., 55 : 57-62, 1995.
Almatsier S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Percetakan PT Gramedia Pustaka Utama
AHA. 2001. Cholesterol dalam http:www.amhrt.org Alsuhendra. 2004. Daya anti-aterosklerosis Zn-turunan klorofil dari daun singkong
Manihot esculenta Crantz pada kelinci percobaan [Disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ananta E. 2000. Pengaruh ekstrak cincau hijau Cyclea barbata L. Miers terhadap
proliferasi alur sel kanker K-562 dan Hela [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[Anonim].1969. Chlorophyll copper complex and chlorophyllin copper complex, sodium and potasium salts. Thirteenth report of the Joint FAOWHO Expert Committee on
Food Additives, FAO Nutr. Meeting Report Series.
[Anonim]. 2008. Cincau. http:id.wikipedia.orgwikiCincau [17 Juli 2008] [Anonim]. 2002. Food Additives in Europe 2000, Status of Safety Assessments of Food
Additives Presently. AOAC Association of Official Analytical Chemists. 1984. Official Methods of
Analysis . Washington D.C.
Apriantono A, Fardiaz D, Puspitasari NH, Yasni S, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB Bogor. IPB Press.
Arisudana IG. 2003. Mempelajari toksisitas subkronis bubuk gel daun cincau hijau Cyclea barbata L
.Meers dan Premna oblongifolia Merr. terhadap tikus percobaan secara in vitro [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Auge N, Pieraggi MT, Thiers JC. 1995. Proliferative and cytotoxic effects of mildly
oxidized low-density lipoproteins on vascular smooth-muscle cells. Biochem.J. 309, 1015-1020.
Aviram M, 1991. Effect of lipoprotein and platelets o macrophage cholesterol metabolism. Dalam: Blood cell biochemistry Volume 2: Megakaryocytes, Platelets,
Macrophage, and Eosinophil. Harris JR ed. Plenum Press. New York. Azima F. 2004. Aktivitas antioksidan dan anti-agregasi platelet ekstrak Cassia Vera
Cinnamomum burmanni Ness ex Blume serta potensinya dalam pencegahan
aterosklerosis pada kelinci. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Backer CA, Brink RCBD.1965. Flora of Java. Wolters and Wolters Noordhoff NV,Groningen.The Netherlands.
Barder HF, de Vogel J, Jansen MCJF, Weijenberg MP, van den Brandt PA, Westenbrink S, van der Meer R, Goldbohm RA. 2006. Heme and Chlorophyll Intake and Risk of
Colorectal Cancer in the Netherlands Cohort Study. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev
154:717–25. Bernard DW, Rodriguez A, Rothblat GH, Glick JM. 1990. Influence of high density
lipoprotein on esterified cholesterol stores in macrophages and hepatoma cells. Arteriosclerosis
10 : 135-144. Beynen AC.1988. Animal model for cholesterol metabolism studies. In New
developments in biosciences: Their implications for laboratory animal science Proceedings of the third symposium of the federation of European laboratory animal
science animal associations, held in Amsterdam, The Netherlands, 1 – 5 June 1987.
Bianca K. 1993. Pengaruh penambahan ZnCl
2
di dalam pembuatan ekstrak warna dari campuran daun suji Pleomele angustifolia dan daun pandan Pandanus amarylifollus
Roxb. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Brown L, Rosner B, Willet WW, Sacks FM. 1999, Cholesterol-lowering effects of dietary fiber: a meta-analysis. Am J Clin Nutr 30 69:30–42.
Buttriss J, Hughes J. 2000. An update on copper: contribution of MAFF-funded research. Nutrition Bulletin
25:271-280. BPOM. 2001. Kebijakan Pengembangan Obat AlamHerbal Medicine Indonesia. Jakarta:
Badan POM. BPOM. 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor
HK.00.05.23.3644 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan.
Jakarta: BPOM. Breinholt VJ, Hendrick C. Pereira, D. Arbagost and Bailey G. 1995. Dietary
chlorophyllin is a potent inhibitor of alfatoxin B1 hepatocarcinogenesis in rainbow trout. Cancer-Res 55 1 : 57-62.
Canjura FL, Watkins RH, Schwartz. 1999. Color improvement and metallo-chlorophyll complexes in continuous flow aseptically processed peas. J.l of Food Sci. 64 6: 987-
990. Chen LM, Kao CH.1999. Effect of excess copper on rice leaves: evidence for
involvement of lipid peroxidation. Bot. Bull.Acad.Sin 40:283-287. Cheng KL, Ueno K, Imamura T. 1982. Handbook of Organic Analytical Reagents. CRC
Press, Boca Raton, Florida. Clydesdale, FM., Lin YD, and Francis FJ. 1969. Organic acid profiles of thermally
processed, stored spinach puree. J. Food Sci 36: 240-242. Conti M, Morand PC. Levillain P and Lemonniera A. 1991. Improve fluorometric
determination of malonaldehyde. Journal of Clinical Chemistry 37: 1273-1275. DEPKES RI. 2008. RISKESDAS 2007, Laporan Nasional. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. DEPTAN. 2007. Road Map Tanaman Biofarmaka Peta Jalan Pengembangan Produksi
Tanaman Biofarmaka Tahun 2007-2020. Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan
Biofarmaka Dirjen Hortikultura. Jakarta. DiSilvestro RA. 2005. Handbook of Minerals as Nutritional Supplements.
CRC PRESS Boca Raton London New York Washington, D.C.
Egner PA, Stansbury KH, Snyder EP, Rogers ME, Hintz PA, Kensler TW.2000. Identification and characterization of chlorine e4 ethyl ester in sera individuals
participating in the chlorophyllin chemoprevention trial. Chem. Res. Toxicol. 13: 900- 906
Egner PA, Wang JB, Zhu YR, Zhang BC, Wu Y, Zhang QN, Qian GS, Kuang SY, Gange SJ, Jacobson LP, Helzlsouer KJ, Balley GS, Groopman JD, Kensler JW. 2001.
Chlorophyllin intervention reduces aflatoxin-DNA adducts in individuals at high risk for liver cancer. PNAS Vol.98 No.25: 14601-14606.
Endo YR. Usuki, dan T. Kaneda. 1985. Antioxidant effects of chlorophyll and pheophytin on the autooxidation of oils in the dark. II. The mechanism of
antioxidative action of chlorophyll. JAOCS 62: 1387 – 1390. Eskin, NAM.1979. Plant Pigment Flavors and Textures: The Chemistry and
Biochemistry of Selected Compounds . Academic Press, New York.
Estenbauer H. Rothemeder MD. Waeg G. 1991. Role of vitamin E in preventing the oxidant of low density lipoprotein. The American Journal of Clinical Nutrition 53:
314-321.
Faboya OO. 2006. Chlorophyll changes in some green leafy vegetables during cooking. J. of the Science of Food and Agriculture.
36 Issue 8, Pages 740 - 744
Faridah DN, Kusnandar F., Herawati D., Kusumaningrum HD., Wulandari N., Indrasti D., 2008. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fateta IPB. Bogor. Fernandes TM. Gomes BB. Marquez UML. 2007. Apparent absorption of chlorophyll
from spinach in an assay with dogs. Department of Food and Experimental Nutrition,
Faculty of Pharmaceutical Sciences, University of São Paulo . Ferruzzi MG., Bohm V, Courtney PD Schwartz. SJ. 2002. Antioxidant and antimutagenic
activity of dietary chlorophyll derivatives determined by radical scavenging and bacterial reverse mutagenesis assays. J. Food Sci. 67 6: 2589-2994.
Ferruzzi MG, Failla ML, Schwartz SJ. 2001. Assessment of degradation and intestinal cell uptake of carotenoid and chlorophyll derivates from spinach puree using an in
vitro digestion and caco-2 human cell Model. J.Agric. Food Chem. 49: 2082-2089. Ferruzzi MG, Bohm V, Courtney PD. Schwartz SJ. 2006. Antioxidant and Antimutagenic
Activity of Dietary Chlorophyll Derivatives Determined by Radical Scavenging and Bacterial Reverse Mutagenesis Assays. J.Food Science 67: 2589-2595 [Abstract]
Ferruzzi MG, Schwartz SJ. Thermal degradation of commercial grade sodium copper chlorophyllin. J. Agric. Food Chem., 53 18, 7098 -7102
Finking G. 2003.The cholesterol-fed rabbit as a model for atherosclerosis research. .Atherosclerosis , Volume 135 , Issue 1 , Pages 1 – 7.
Freeman MW, Junge C. 2008. Kolesterol Rendah Jantung Sehat. Joeliani LE, penerjemah; Simatupang A, editor. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Terjemahan
dari: Lowering Your Cholesterol. Ghaffari MA, Ghiasvand T. 2006. Effect of Lycopene on formation of low density
lipoprotein-copper complex in copper catalyzed peroxidation of low density lipoprotein, as in vitro experiment. Iranian Biomedical Journal 10 4: 191-196.
Ghosh J, Mishra TK, Rao YN, Aggarwal SK. 2006. Oxidised LDL, HDL cholesterol, LDL cholesterol levels in patients of coronary artery disease. Indian Journal of
Clinical Biochemistry 21 1: 181-184.
Gill MI, Tomas FAB, Pierce BH, Kader AA. 2002. Antioxidant capacities, phenolic compounds, carotenoids, and vitamin C contents of nectarine, peach, and plum
cultivars from california, J. Agric. Food Chem,50, 4976-4982. Gokce N, Frei B. 1996. Basic research in antioxidant inhibition of steps in atherogenosis.
J.Cardiovask. Risk 3, 352-357.
Gross J. 1991. Pigments in Vegetables: Chlophylls and Carotenoids. Van Nostrand Reinhold, New York.
Halliwell B. 1991. Reactive oxygen species in living sistem: source, biochemistry, and role in human disease. Am.J. Med. 91, 3-14.
Halliwell B. 1994. Free radicals, antioxidants, and human disease: curiosity, cause, or consequence. The Lancet 344, 721-724.
Halliwell B, Gutteridge JMC, Cross CE. 1992. Free radical antioxidant in human diseases: where are we now? J.Lab.Clin. Med. 119 5: 598-620.
Halliwell, B and Gutteridge, J.M.C., 2000, Free Radical in Biology and Medicine, Oxford University Press, New York.
Hamada T. 1995. Antioxidant and prooxidant roles of copper in Tween 20-induced hemolysis of hamster and pig erythrocytes containing marginal vitamin E. Cellular
and Molecular Life Sciences CMLS Volume 51, Number 6.
Handayani DM. 2000. Pengaruh ekstrak cincau hijau terhadap produksi radikal bebas makrofag mencit secara in vitro [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Handleman GJ, Pryor WA. 1998. Evaluation of antioxidant status in humans. Dalam Antioxidant Status, Diet, Nutrition, and Health
. Papas A. Ed., Boca Raton, London, New York, Washington DC: CRC Press. p.39-62
Hanna N. 1982. Role of natural killer cells in control of cancer metastasis. Cancer Metastasis Review
. 1: 45-64. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan: K.Padmawinata dabn I. Soediro. ITB
Bandung. Hasegawa RM, Hirose T, Kato A, Hagiwara P, Boonyaphiphat, Nagao M, Ito N, Shirai
T.1995. Inhibitory effect of chlorophyllin on PhIP-induced mammary carcinogenesis in female F344 rats. Carcinogenesis 16 9 : 2243-2246.
Herberman RB, Holden HT. 1978. Natural cell-mediated immunity. Advance of cancer research
27: 305-377. Herianto, Limantara L. 2005. Kandungan Klorofil In Vivo Sawi Jabung Brassica juncea
L. Czern. Coss. Selama Proses Pengolahan dan Penyimpanan Sayur Asin. Seminar Nasional MIPA Universitas Indonesia Depok, 24-26 Nopember 2005.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III.Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.
Hutchings JB. 1994. Food Colour and Appearance. Blackie Academic Professional. London: p.367-376
Ibrahim MA. Elbehairy AM. Ghoneim MA. and Amer HA.2007. Protective effect of curcumin ang chlorophyllin against DNA mutation induced by cyclophosphamide or
benzoapyrene. Z.Naturforsch.62c, 215-222. Jacobus A. 2003. Pengaruh konsumsi bubuk gel daun cincau hijau Cyclea barbata L.
Miers dan Premna oblongifolia Merr. terhadap
β-carotene dalam hati tikus percobaan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Javitt NB. 1994. Bile acid synthesis from Cholesterol: regulatory and auxiliary pathways. FASEB J.
8:1308-1311. Jensen GS, Ginsberg DI, Drapeau C. 2001. Blue-Green Algae as an Immuno-Enhancer
and Biomodulator. JANA 34: 24-30. Jialal I dan Devaraj S. 1996. Low Density lipoprotein-oxidation, antioxidants, and
atherosklerosis: a clinical biochemistry perspective. Clin. Chemistry. 42, 498-506.
Johnson R, McNutt P, MacMahon S, and Robson R. 1997. Use of the Friedewald
Formula to Estimate LDL-Cholesterol in Patients with Chronic Renal Failure on Dialysis. Clinical Chemistry 43: 2183-2184.
Jokinen MP, Clarkson TB, Prichard RW. 1985. Recent advances in molecular pathology: animal model in atherosclerosis research. Experimental and Molecular Pathology, 42:
1 – 28. Kahkonen MP et al. 1999. Antioxidant activity of plant extracts containing phenolic
compounds. Journal of Agriculture and Food Chemistry 47: 3954-3962. Kanae Y, Yuuko N, Motomi K, Mitsuo N.1991. Effect of Chlorophyll on Plasma Lipids
in Rats. Journal of home economics of Japan .7.:589-594. Keller PM, Sowinsha V, Tasetti F, Heisel A, Hajri S, Evrard J, Marescaux M,
Aprahamian.1996. Photodynamic imaging of a rat pancreatic cancer with pheophorbide a. Photochem-Photobio., 63 6 : 860 – 867.
King MW. 2006.Cholesterol. dalam http:www.web.indstate.edu.thememwkingcholesterol.html.
King RA. 2002. New Insights: What co we know about soy’s physiological and
functional mechanism? Di dalam: Thaha et al. ed. Pangan dan gizi di era desentralisasi: Masalah dan strategi pemecahannya. Penerbit DPP Pergizi Pangan
Indonesia bekerjasama dengan Pusat Pangan, Gizi dan Kesehata UNHAS.
Koessitoresmi A. 2002. Kapasitas antioksidan ekstrak batang dan daun cincau hijau Cyclea barbata
L. Miers pada sel limfosit manusia secara in vitro [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Kotani M, Yamauchi N, Ueda Y, Imahori Y, Chachin K. 1999. Chlorophyll Degradation
in Boiled Broccoli Florets during Storage in the Light. Food Science and Technology Research
. Vol. 5, No. 1: pp.35-38. Kusharto CM, Tanziha I, Januwati M. 2008. Produk Ekstrak Klorofil dari Berbagai Daun
Tanaman untuk Meningkatkan Respon Imun dan Aplikasinya sebagai Anti- Aterosklerosis.
Laporan Penelitian LPPM IPB Bogor. Kusumaningsih DR. 2003. Mempelajari pembuatan minuman instan dari ekstrak daun
cincau hijau Cyclea barbata Miers. dan Premna oblongifolia Merr [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Laurance DR, Bacharah. 1964.Evaluation of Drug Activities. Pharmacometries. Vol I. Academic Press. London and New York.
LaBorde LF dan von Elbe JH. 1994. Chlorophyll degradation and zinc complex formation with chlorophyll derivatives in heated green vegetables. J.Agric.Food
Chem . 42 5: 1100-1103.
Lemieux I, Lamarche B, Couillard C, Pascot A, Cantin B, Bergeron J, Dagenais GR, Després JP. 2001. Total CholesterolHDL cholesterol ratio vs LDL cholesterolHDL
Cholesterol ratio as indices of ischemic heart disease risk in Men. Arch Intern Med.
161:2685-2692. Li Y, Du EY, Zou EC. 2009. Effects of pH on antioxidant and antimicrobial properties
of tea saponins. Eur Food Res Technol, 228:1023–1028 Limantara L. 2004. Menambang Klorofil, Si Emas Hijau. dalam Prosiding Seminar
Nasional Aplikasi Sains dan Matematika dalam Industri, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Linder MC. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Parakkasi A, Penerjemah; UI-Press Jakarta: Terjemahan dari: Nutritional Biohemistry and Metabolism.
Mahmud M.1994. Pemurnian Klorofil Daun Suji Pleomele angustifolia N.E.Brown [Skripsi]. Jurusan Kimia FMIPA. Institut Pertanian Bogor.
Mahan LK, Stump SE. 2004. Food, Nutrition, Diet Therapy. II Edition. Philadelphia. Saunders.
Malole MBM, dan Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium.
PAU Bioteknologi IPB. Bogor.
Marinetti GV. 1990. Disorder of Lipid Metabolism. Plenum Press. New York and London.
Marliyati SA. 2005. Pemanfaatan sterol lembaga gandum Triticum sp. untuk pencegahan aterosklerosis [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. Marquez UML, Barros RMC, Sinnecker P. 2005. Antioxidant activity of chlorophylls
and their derivates. Food Research International 38: 885-891. Marx JL. 1985. Oxygen Free Radical Linked to Many Disease. Science 235: 529-531.
Matsuura H. 2001. Saponins in Garlic as Modifiers of the Risk of Cardiovascular Disease.
Journal of Nutrition. 2001;131:1000S-1005S.
Meijer GW. et al., 1991. LDL Turnover and LDL-Receptor. In Meijer GW. Cholesterol Metabolism in Inbred Rabbits with Low or High Cholesterolemic Response to Dietary
Cholesterol Characterization of An Animal Model. University of Utrecht, Netherlands. Minawati C. 1985. Mempelajari cara ekstraksi dan stabilitasi minuman sari cincau hijau
Premna oblongifolia Merr. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Moon CK, Kang NY, Yun YP, Lee SH, Lee HA, Kang TL. 1984. Effects of Red ginseng-
crude saponin on plasma lipid levels in rats fed on a diet high in cholesterol and triglyceride. J. Arch.Pharm.Res.71. 41-45.
Morrow JD, Frei B, dan Longmire AW. 1995. Increase in circulating products of lipid peroxidation F2-isoprostan in smoker. N. Eng.J. Med. 4, 1198-1203.
Mortensen A. 2006. Carotenoids and other pigments as natural colorants. Pure Appl. Chem.
, Vol. 78, No. 8, pp. 1477–1491. Muslimah LT, 2004. Formula minuman fungsional dari serbuk cincau hijau Premna
oblongifolia Merr. dengan penambahan CMC atau gum Arab, serta evaluasi mutunya
selama penyimpanan [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Myant NB. 1990. LDL: Physical and Chemical Characteristics Chapter 5, in
Cholesterol Metabolism, LDL, and the LDL Receptor. Academic Press. New York.
Nabet FB, 1996. Zat Gizi Antioksidan Penangkap Senyawa Radikal Pangan dalam Sistem Biologis, dalam Zakaria FZ, Dewanti R, Yasni S eds.
Prosiding Senyawa Radikal dan Sistem Pangan. Pusat-pusat studi Pangan dan Gizi IPB dan Kedutaan
Besar dan Kedutaan Besar Perancis, Jakarta: hlm II-1-II-20.
Noghuci N dan Niki E.1999. Chemistry of Active Oxygen Species and Antioxidants, CRC Press-New York.
Nurgrahenny D. 2003. Pengaruh Seduhan Tea Cincau Hijau Cyclea barbata L. Miers dan Premna oblongifolia
Merr. terhadap Kadar Sitokrom P-420 dan Aktivitas Glutation S- Transferase dari Hati Tikus [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Oxtoby DW, Gillis HP, Nachtrieb NH. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern, Edisi
keempat Jilid I, Achmadi SS, penerjemah; Simarmata SL, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Pandoyo AS. 2000. Uji Aktivitas biologis ekstrak tanaman cincau hijau terhadap proliferasi sel limposit darah tepi manusia secara in vitro [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Percival M. 1998. Antioxidants. Clinical nutrition insights
Petrovi L, Nikoli G, Markovi D. 2006. In vitro complexes of copper and zinc with chlorophyll. J. Serb. Chem. Soc. 71 5 501–512
Piliang WG, Al Haj SD. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume II. Bogor: IPB Press. Pokorni J, Yanishlieva N, Gordon M. 2001, Antioxidant in Food; Practical Applications,
CRC Press, New York. Posey D, Dutfield. 1996. Traditional Resource Right: International Instruments for
Protection and Compensation for Indegenous and Local Communities . IUNC-The
World Conversation Union.Gland-Zwitzerland-Cambridge. Posmyk MM,
Kontek R, Janas KM .2008. Antioxidant Enzymes Activity and Phenolic Compounds Content in Red Cabbage Seedlings Exposed to Copper Stress
. Department of Ecophysiology and Plant Development, University of Lodz, Banacha.
http:www.sciencedirekt.comscience?. Potter NN.1973. Food Science. 3
th
eds. AVI Publ.Co., Westport, Connecticut. Praff DE, Hudson BJF. 1990. Natural antioxidants not exploited commercially. Di dalam
Hudson BJF ed. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London. Prakash A, 2001. Antioxidant activity, Medallion laboratories analytical progress. Vol.
19, No. 2. Prangdimurti E. 2007. Kapasitas antioksidan dan daya hipokolesterolemik ekstrak daun
suji Pleomele angustifolia N.E. Brown [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Prasetyawati RC. 2003. Evaluasi daya antioksidatif oleoresin jahe Zingiber officinale terhadap aktivitas superoksida dismutase SOD hati tikus yang mengalami perlakuan
stres [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pratt, W.B., Omdahl, J.L., and Sorenson, J.R. 1985. Lack of effects of copper gluconate
supplementation, Am. J. Clin. Nutr., 42, 681. Pryor WA, Stanley JP, Blair E. 1976. Autooxidation of Polyunsaturated Fatty Acids.
II.A Suggested Mechanism for the Formation of TBA-Like Material from Prostaglandin-Like Endoperoxides: Lipids 11: 370-379.
Rael LT et al. 2004. Lipid peroxidation and the thiobarbituric acid assay:
standardization of the assay when using saturated and unsaturated fatty acids. Journal of Biochemistry and Molecular Biology
, Vol. 37, No. 6, November 2004, 749-752. Rafi M, Zaim MA. 2009. Penuntun Praktikum Spektroskopi II. Institut Pertanian Bogor.
Raharjo S dan Sofos. 1993. Methodology for Measuring Malonaldehyde as a Product of
Lipid Peroxidation in Muscle Tissues: a Review. Meat Scien. 35: 145-169. Rahayu P. Limantara L. 2005. Kandungan klorofil in vivo daun seledri Apium
graveolens, Linn. dan daun kemangi Ocimum basilicum, L.f. citratum Back selama
masa penyimpanan. Dalam Seminar Nasional MIPA 2005 UI Depok, 24-26 Nopember 2005.
Reber EF, Willigan DA.1954. The effects of a chlorophyll derivative when included in a ration fed rats II. Reproduction, blood, and tissue studies. American Journal of
Veterinary Research 15, 643-646.
Refici VA, Khachadurian AK. 1992. The inhibition of low density lipoprotein oxidation by 17-
β-estradiol. Metabolism 41: 1110-1114. Sadikin M. 2001. Pelacakan Dampak Radikal Bebas terhadap Makromolekul. Dalam
Kumpulan Makalah Pelatihan Radikal Bebas dan Antioksidan dalam Kesehatan .
Fakultas Kedokteran UI.Jakarta. Sarkar, D., Sharma, A., and Talukder, G. Chlorophyll and chlorophyllin as modifiers of
genotoxic effects. Mutation Research., 318 : 239-247, 1994. Schuler P. 1990. Natural Antioxidants Exploited Commercially. Di dalam Hudson BJF
ed. Food Antioxidants. London: Elsevier Applied Science.
Shim H, Harris ZL. 2003. Genetic Defects in Copper Metabolism. J. Nutr. 133:1527S-
1531S.
Singh RP, Murthy KNC, Jayaprakasha GK. 2002. Studies on the antioxidant activity of pomegranate Punica granatum peel and seed extracts using in vitro models. J.
Agric.Food Chem. 50: 81-86.
Siswantoro D. 2008. Kajian aktivitas tanin dengan penisilin terhadap bakteri Streptococcus Pyogenes
dan Pasteurella Multocida secara in vitro. http:adln.lib.unair.ac.id.
Soeatmaji DW. 1998. Peran stress oksidatif dalam patogenesis angiopati mikro dan makro DM. Medica 5 24: 318-325.
Soeharto I. 2001. Kolesterol dan Lemak Jahat,Kolesterol dan Lemak Baik dan Proses Terjadinya Serangan Jantung dan Stroke
. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, suatu pendekatan biometrik.
Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Steer 2007. Structure and Reaction of Chlorophyll.
http:www.ch.ic.uklocalprojectssteerchloro.htm [6-8-2007]. Stocker R. 1994. Lipoprotein oxidation: mechanistic aspects methodological and clinical
relevance. Curr. Opin. Lipidol.5, 422-433. Sulistiyani S, Clair RW. 1997. Effect of 17-
β estradiol on metabolism of acetylated low- density lipoprotein by THP-1 macrophage in culture. Aterosclerosis, Thrombosis, and
Vascular 17 9: 1691-1700.
Sunanto. 1995. Budidaya Cincau.Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Tassetti V, Hajri A, Sowinska M, Evrard S, Heisel F, Cheng LQ, Miche JA, Marescaux J,
Aprahamian. 1997. In vivo laser-induced fluorescence imaging of a rat pancreatic cancer with pheophorbide-a.Photochem-Photobiol. 65 6: 997-1006.
Tonucci LH, von Elbe JH. 1992. Kinetics of formation of zinc complex of chlorophyll derivates. J.Agric. Food Chem. 40 12:2341-2344.
Tribble DL. 1995. Lipoprotein oxidation in dyslipidemia insight into general mechanisms affecting lipoproteins oxidative behaviour. Curr. Opin.Lipidol. 6, 196-208.
Untoro A. 1985. Mempelajari beberapa sifat dasar dalam pembentukan gel dari cincau hijau Premna oblongifolia Merr. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Vlad M, Bordas E, Caseanu E, Usa G, Creteanu E, Polinicenco C. 1995. Effect of
chlorophyllin on experimental atherosclerosis. Biol.Trace Elem.Res. 48 1: 99-109.
Von Elbe JH, Huang AS, Attoe EL, Nank WK. 1986. Pigmen composition and color of conventional and Veri-Green canned. J.Agric. Food Chem. 341: 52-54.
Wijaya A. 1996. Radikal Bebas dan Parameter Status Antioksidan. Dalam Forum Diagnosticum. Lab Klinik Prodia 1: 1-12.
Yoshikawa T, Naito Y, Kondo M. 1997. Free radicals and diseases. Di dalam Hiramatsu M, Yoshikawa T, Inoue M, editor. Food and Free Radicals. Preceedings of the First
Symposium on Food and Free Radicals; Yamagata, 16 Jun 1994. New York. Plenum Press.
Young IS, McEneny. 2001. Lipoprotein oxidation and atherosclerosis. Biochemical Society Transactions.
Volume 29, part 2 Zakaria FR, Susanto H, Hartoyo A. 2000. Pengaruh Konsumsi Jahe Zingiber officinale
Roscoe terhadap Kadar Malonaldehid dan Vitamin E Plasma pada Mahasiswa Pesantren Ulil Albaab Kedung Badak Bogor. Dalam Jurnal Teknologi Pangan dan
Industri Pangan . 11 1: 36-40.
Zakaria FR. 1996. Sintesis senyawa radikal dan elektrofil dalam dan oleh komponen pangan. Di dalam: Prosiding Seminar senyawa radikal dan sistem pangan: reaksi
biomolekuler, dampak terhadap kesehatan dan penangkalan . Kerjasama PSPGIPB
dengan Kedutaan Besar Prancis, Jakarta. Zhang LL, Lin YM. 2009. Antioxidant tannins from Syzygium cumini fruit. African
Journal of Biotechnology Vol. 8 10, 2301-2309.
Zvezdanovi ć J. Marković D. Nikolić G. 2007. Different possibilities for the formation of
complexes of copper and zinc with chlorophyll inside photosynthetic organelles: chloroplasts and thylakoids. J. Serb. Chem. Soc. 72 11 1053–1062
LAMPIRAN
Lampiran 1a Prosedur daya absorpsi dan fluoresensi dari bubuk Cu- turunan klorofil
Sekitar 0,04 g bubuk Cu-turunan klorofil dilarutkan dalam 4 ml etanol 95, kemudian dimasukkan ke dalam kuvet, dan dilewatkan sejumlah sinar, dan
selanjutnya diukur absorbansi dan fluoresensinya, kemudian mengamati adanya pergeseran panjang gelombang.
Lampiran 1b Identifikasi gugus fungsi beberapa senyawa organik Rafi dan Zaim 2009
Masukkan 100-200 mg KBr ke dalam mortar dan masukkan 1-2 mg senyawa yang dipakai. Campurkan dengan baik hingga seragam dengan cepat
karena KBr dapat pula menyerap air. Hal ini dapat menyebabkan saat mengempa tidak akan menghasilkan pellet yang baik. Tempatkan pellet ke dalam wadah
sampel dan lakukan pembuatan spektrum FTIR dengan parameter yang akan diberikan oleh asisten. Bandingkan perkiraan serapan IR yang seharusnya ada
berdasarkan struktur dengan spektrum hasil analisis.
Lampiran 2 Perhitungan rendemen AOAC 1984
Besarnya rendemen dihitung berdasarkan persen berat bubuk Cu-turunan klorofil mengandung dekstrin yang dihasilkan terhadap bobot daun cincau
Rendemen =
100 ker
x Beratdaun
ing Bubuk
Lampiran 3 Prosedur uji pH Alsuhendra 2004
Sebanyak 1 gram bahan bubuk Cu-turunan klorofil dilarutkan dalam 20 mL air destilata, diaduk dengan shaker selama 10 menit dengan kecepatan mot
250menit hingga homogen. Kemudian diukur pH-nya menggunakan pH meter.
Lampiran 4 Prosedur analisis kelarutan
Sebanyak 0,75 gram bubuk dilarutkan dengan 150 mL akuades,diaduk kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42 dengan penyaring vakum.
Sebelumnya kertas saring dikeringkan pada suhu 105
o
C selama 30 menit di dalam oven, dan ditimbang. Setelah penyaringan, kertas saring dan endapan dikeringkan
105
o
C selama 3 jam, didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang.
Kelarutan = 100- 100
100 100
x xa
kadarair b
c −
−
Keterangan: b= bobot kertas saring
c= bobot endapan dan kertas saring a=bobot contoh
Lampiran 5 Prosedur kerja analisis warna dengan kromameter Faridah et
al. 2008
Persiapan Alat 1. Persiapkan alat dan masukkan steker
2. Lakukan kalibrasi alat: a. Tekan ”CALIBRATE”, masukkan data Kalibrasi Y, x, dan Y yang terdapat
pada penutup bagian dalam plat kalibrasi b.Letakkan measuring head pada plat kalibrasi berwarna putih. Tekan
”MEASURE” atau tekan tombol pada measuring head c. Tiga kali pengukuran akan dilakukan, dan measuring head jangan digeser
sampai ketiga pengukuran selesai. Data kalibrasi akan disimpan dalam memori
Pengukuran Contoh 1. Lakukan measuring head pada contoh yang akan diukur, dan tekan
“MEASURE” atau tekan tombol pada measuring head 2. Lakukan pengukuran pada 5 titik permukaan contoh
3. Catatcetak hasil pengukuran dengan berbagai sistem notasi
Lampiran 6 Prosedur analisis proksimat Azima 2004 a. Kadar Air
Sebanyak 2-3 gram sampel ditimbang di dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Setelah itu dipanaskan dalam oven dengan
temperatur 105
o
C sampai beratnya konstan, kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang beratnya. Kadar air ditentukan dengan
rumus: Kadar air =
100 x
gr sampel
berat gr
akhir sampel
berat -
gr awal
sampel berat
atau Kadar air = 100
x gr
sampel berat
gr berat
Kehilangan b. Kadar Abu
Cawan porselin untuk pengabuan dipanaskan, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang beratnya. Selanjutnya ditimbang sampel sebanyak
5 gram dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya tadi, kemudian dibakar dalam tanur pengabuan sampai berwarna abu-abu pada suhu sekitar
600
o
C, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit, dan selanjunya ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus:
Kadar air = 100
x gr
sampel berat
gr abu
Berat c. Kadar Protein
Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian ditambahkan campuran selenium CuSO
4
+ Na
2
SO
4
1 : 9 sebanyak 2 gram dan H
2
SO
4
pekat sebanyak 15 mL. Selanjutnya didekstruksi dalam lemari asam selama 1 jam atau sampai
terbentuk warna bening hijau muda. Kemudian dipindahkan pada alat destilasi, selanjuntnya dilakukan destilasi. Destilat ditampung dengan asam borat 4
sebanyak 10 mL dan 3 tetes indikator Conway. Destilat yang diperoleh dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai warna merah muda. Cara yang sama dilakukan terhadap
blanko. Kadar protein dihitung dengan rumus: Kadar protein =
100 x
gr sampel
berat 6,25
x HCl
N x
14 x
blanko -
sampel HCl
mL
d. Kadar Lemak Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Labu Soxhlet
dikeringkan dan ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang, lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat Soxhlet, kemudian kondensor
dipasang diatasnya, dan labu lemak diisi dengan pelarut petroleum eter. Refluks dilakukan selama 5 jam, setelah itu pelarut yang ada dalam labu destilasi di
tampung. Labu dan lemak dikeringkan dalam oven pada temperatur 105
o
C, didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.
Kadar lemak = 100
x gr
sampel berat
gr lemak
Berat e. Kadar Serat
Timbang 2 gram sampel kering, lalu ekstraksi lemaknya dengan metode Soxhlet, kemudian pindahkan ke dalam Erlenmeyer 600 mL. Tambahkan 200 mL
larutan H
2
SO
4
mendidih dan ditutup dengan pendingin balik, dididihkan selama 30 menit dengan kadang kala digoyang-goyang. Saring suspensi dengan kertas
saring dan residu yang tertinggal di dalam Erlenmeyer dicuci dengan akuades mendidih. Cuci residu kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam lagi.
Pindahkan residu dari kertas saring ke dalam Erlemeyer kembali dan sisanya dicuci dengan NaOH 0,313 N mendidih sebanyak 200 mL sampai semua residu
masuk ke dalam Erlenmeyer. Didihkan dengan pendingin balik sambil kadang kala digoyang-goyangkan selama 30 menit. Saring dengan kertas saring yang
diketahui beratnya. Cuci residu dengan akuades mendidih dan kemudian dengan 15 mL alkohol 95. Keringkan kertas pada temperatur 110
o
C sampai berat konstan. Dinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kadar serat kasar = 100
x gr
sampel berat
gr residu
Berat Lampiran 7 Prosedur analisa
β-karoten bubuk Cu-turunan klorofil menggunakan metode HPLC
a. Ditimbang sekitar 10 gram sampel dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL, ditambahkan 1 gram askorbat dan 25 mL akuabides, kemudian dikocok
menggunakan stirer hingga homogen.
b. Tambahkan 50 mL etanol dari 10 mL larutan KOH 60, lalu kocok kembali menggunakan stirer selama 1 jam.
c. Tambahkan 60 mL petroleum eter:dietileter 1:1 dan dikocok lagi dengan dengan stirer selama 1 jam. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu
pemisah 500 mL, lalu dikocok dan dibiarkan sampai larutan terpisah sempurna.
d. Lapisan bagian atas petroleum eter dipindahkan ke dalam labu kocok lain, kemudian tambahkan 25 mL petroleum eter : dietil eter 1:1 dan dikocok
selama 30 menit. Larutan dimasukkan ke dalam labu pemisah, dikocok dan dibiarkan memisah. Kemudian digabungkan lapisan bagian atas ke dalam labu
pemisah perlakuan ini kembali diulang satu kali. Lalu larutan tersebut dicuci dengan akuades hingga bebas basa.
e. Larutan dipindahkan ke dalam labu dasar bulat berleher asah dan diuapkan dengan vacum evaporator hingga kering. Lalu residu dilarutkan dengan
propanol. Larutan disaring dengan Sep-pak catridge C18, dan diinjeksikan ke dalam HPLC
f. Selanjutnya larutan standar dibuat menggunakan larutan stok standar β-
karoten 100 mgmL. Ditimbang 0,01 gram β-karoten ke dalam Erlenmeyer,
kemudian diperlakukan sama dengan contoh sampai diperoleh larutan residu yang ditambahkan propanol. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 mL lalu ditera dengan propanol. Dibuat larutan deret standar disesuaikan dengan konsentrasi contoh. Larutan disaring dengan Sep-pak
catridge C18, dan diinjeksikan ke dalam HPLC. Kadar β-karoten mgkg
dalam contoh dihitung dengan rumus:
Wsp rotenxfp
xCstbetaka Ast
Asp Csp
= Keterangan:
Csp = kadar contoh Ast = area standar
Asp = area contoh Cst = kadar
β-karoten mgkg
Fp = faktor pengenceran Wsp = bobot contoh g
Lampiran 8 Uji fitokimia Materia Medica Indonesia
a. Uji Alkaloid Materia Medica Indonesia Setengah gram sampel ditambah 1 ml HCl 2N, kemudian ditambahkan 9 ml
akuades panas, dan dipanaskan selama 2 menit, selanjutnya dinginkan. Filtratnya disaring dan dibagi menjadi 4 bagian, dan dimasukkan ke dalam
tabung, masing-masing tabung 1 ditambahkan pereaksi Bauchardat dan akan terbentuk endapan coklat-hitam. Tabung 2 ditambah pereaksi Dragendorf, dan
terbentuk endapan putih. Tabung 3 ditambah pereaksi Hager, dan akan terbentuk endapan kuning. Tabung 4 masing-masing ditambah pereaksi
Meyer, methanol, pereaksi Bauchardat, dan terbentuk endapan coklat-hitam. b Uji Saponin Materia Medica Indonesia.
Setengah gram sampel ditambah 10 ml air panas, didinginkan , dikocok sampai muncul buih. Kemudian didiamkan 2 menit dan diberikan 1 tetes HCl
2 N, dikocok lagi sampai terbentuk buih yang mantap selama 10 menit. c. Uji Tanin Materia Medica Indonesia.
Satu gram sampel ditambah 10 ml air panas selama 1 jam, didinginkan, disaring, dan filtratnya ditetesi FeCl
3
1, dan akan terbentuk warna biru tua, atau hitam kehijauan.
d. Uji Fenolik dan Flavonoid Hard Bond Setengah g sampel + 2 ml metanol, dipanaskan sebentar, didinginkan, di
saring, dan filtratnya dibagi 2 bagian, masing-masing tabung 1 ditambah NaOH 10. Bila muncul warna merah berarti ada senyawa fenol
hidroquinon. Sedangkan tabung 2 ditambah dengan H
2
SO
4
pekat. Bila timbul warna merah, berarti ada senyawa flavonoid.
e. Uji Triterpenoid dan Steroid. Setengah gram contoh ditambah 2 ml etanol, dipanaskan sebentar, dinginkan ,
saring, filtrat diuapkan sampai kental, ditambahkan eter, kemudian ditambah 3 tetes asam asam asetat anhidrat dan 1 tetes H
2
SO
4
pekat. Bila triterpenoid ada,
maka terbentuk warna merah atau ungu. Sedangkan bila terbentuk warna hijau, maka steroid positif adanya.
f. Uji Glikosida Materia Medica Indonesia Timbang 3 gram contoh ke dalam labu colf 50 ml ditambah 30 ml campuran
21 ml etanol dan 9 ml air. Selanjutnya dipanaskan selama 10 menit sampai mendidih, dinginkan, disaring filtratnya dan kemudian ditambah 25 ml timbal
asetat 5, dan diamkan 5 menit. Kemudian disaring ke dalam corong pemisah dan ditambahkan campuran kloroform dan isopropanol dengan 3 x 3 ml.
Lapisan bawah dimasukkan ke dalam cawan pinggan penguap, dipanaskan pada suhu 40°C. Setelah cairan kental ditambah 2 ml metanol ke dalam tabung
reaksi menjadi 5 bagian, masing-masing sbagai berikut: a. Isi tabung 1 uapkan hingga kering, ditambah 10 tetes H
2
SO
4
pekat, kemudian ditambah 5 ml asam asetat anhidrat, dan bila terbentuk
warna biru hijau, berarti positif ada glikosida b. Isi tabung 2 diuapkan hingga kering, ditambah 2 ml air, kemudian
ditambah 5 tetes pereaksi Molish, dan 2 ml H
2
SO
4
. Bila terbentuk cincin ungu, berarti positif glikosida
c. Isi tabung 3 ditambah 2,9 ml metanol ditambah Baljet. Bila terbentuk warna merah jingga, berarti positif glikosida
d. Isi tabung 4 ditambah 2 ml KOH 0,1 N dan 2 ml Kadede. Bila terbentuk warna merah ungu – biru ungu, berarti positif ada glikosida
e. Isi tabung 5 uapkan hingga kering dan tambah 3 ml asam asetat glasial, dipanaskan sebentar, didinginkan dan ditambah 1 tetes FeCl
3
1 dan 3 ml H
2
SO
4
pekat. Selanjutnya dipanaskan sampai terbentuk cincin ungu
Keterangan untuk hasil diberi peringkat dengan simbol sebagai berikut : Hasil negatif = -
Hasil positif lemah = + Hasil positif kuat = ++
Hasil positif kuat sekali= +++ Hasil positif sangat kuat=++++
Lampiran 9 Perhitungan dosis Cu-turunan klorofil Laurance Bacharah 1964, diacu
dalam Alsuhendra 2004, dan kesetaraan antara jumlah daun yang akan dikonsumsi dengan kadar klorofil
yang terdapat dalam bubuk Cu-turunan klorofil a. Perhitungan dosis Cu-turunan klorofil
Konsentrasi Cu-turunan klorofil ditentukan beradasarkan konsumsi klorofil yang direkomendasikan untuk manusia, sesuai dengan anjuran yang telah
dipasarkan Cu-chlorophyllin. Banyaknya klorofil yang diberikan pada kelinci terlebih dahulu dikonversikan dari jumlah kebutuhan manusia dengan
mempertimbangkan bobot badan dan luas permukaan tubuh manusia dan kelinci Konsumsi Cu-chlorophyllin
: 300 mghari Berat molekul Cu-chlorophyllin
: 425.898 gmol Faktor konversi luas permukaan
: 0.07 dengan BB manusia 70 kg Rata-rata BB manusia dewasa: 60 kg
Rata-rata BB kelinci dewasa : 1.47 kg Dosis Perlakuan P3
: 300 mg x 0.07 x 7060 x 11.47 kg = 16.7 mgkg Dosis Perlakuan P4
: 3 x 16.7 mgkg = 50.1 mgkg
Dosis Cu-turunan klorofil dalam bubuk : 28
Jumlah bubuk Cu-turunan klorofil : 10028x 16.7 mgkg= 59.6 mgkg BB P3 Jumlah bubuk Cu-turunan klorofil : 3 x 59.6 mgkg= 178.8 mgkg BB P4
Jadi untuk setiap kg kelinci P3 diberikan 59.6 mg bubuk Cu-turunan klorofil, dan untuk P4 diberikan sebanyak 178.8 mg.
Cara mendapatkan dosis bubuk Cu-turunan klorofil : 28
Sekitar 50 gram daun diekstrak dengan etanol. dihasilkan ektrak sebanyak 250 mL. Sejumlah ekstrak tersebut dikeringkan dengan fresh dryer dan dihasilkan
bubuk dengan berat 2.9 Berat dekstrin 3 bv dalam 250 mL ekstrak = 3 gr100 mL x 250 mL= 7.5
gram
Jadi berat bubuk ekstrak + dekstrin = 2.9 + 7.5 gram = 10.4 gram
Jadi dosis Bubuk Cu-turunan klorofil = 2.9 gr10.4 gr x 100 = 27.8846 = 28 dan rendemen bubuk klorofil tanpa dekstrin
= 8
, 5
100 gr
50 gr
2,9 100
x daun
berat kering
ekstrak berat
= =
x
b. Kesetaraan antara jumlah daun yang akan dikonsumsi dengan kadar klorofil yang terdapat dalam bubuk Cu-turunan klorofil
Kadar klorofil yang terdapat dalam bubuk Cu-turunan klorofil yang
dicampurkan ke dalam pakan kelinci adalah 3986 ppm. Setelah dicampurkan ke
dalam pakan hingga massa pakan adalah 100 g rata-rata tingkat konsumsi kelinci setiap hari, kadar klorofilnya menjadi 4,75 mgkg. Kadar klorofil yang terakhir
inilah yang berpengaruh langsung terhadap profil lipid darah, dan kapasitas antioksidan.
Kadar klorofil dalam daun cincau hijau adalah 1709 ppm. Artinya dalam 1
kg daun terdapat klorofil sebanyak 1709 mg. Supaya setara dengan kadar klorofil dalam bubuk Cu-turunan klorofil, maka kita akan mengonsumsi daun cincau
dengan asumsi bahwa daun cincau bisa dimakan langsunglalapan, adalah
sebesar 3986 ppm1709 ppm = 2,332 x 1 kg = 2,33 kg.
Lampiran 10 Prosedur penentuan kadar kolesterol total a.
Analisis kolesterol total
Analisis kolesterol total serum ditentukan dengan kit Fluitest chol REF 4241 LOT D393 dari Biocon Jerman menggunakan metode CHOD-PAP yang
ditentukan merupakan uji kolorimetrik enzimatik. Indikator quinoneimine terbentuk dari hasil reaksi antara hidrogen peroksida dan 4-aminoantipyrine
dengan adanya fenol dan peroksidase.
Prinsip Uji
Kolesterol dan kolesterol ester dilepaskan dari lipoprotein dengan enzim. Selanjutnya dioksidasi secara enzimatik seperti reaksi berikut:
kolesterol esterase Kolesterol ester + H
2
O Æ Cholesterol + asam lemak Kolesterol oksidase
Kolesterol + O
2
Æ Cholesten 3-on + H
2
O
2
Peroksidase 2H
2
O
2
+ 4-amino O
2
Æ quinoneimine + 4 H
2
O
Reagen
Reagen R1 reagen enzim mengandung: fenol, kolesterol oksidase, kolesterol esterase, peroksidase, dan 4-aminoantipyrine. Sedangkan reagen R4 stándar
mengandung colesterol. Reagen ini stabil bila disimpan pada suhu +2 sampai 8
o
C.
Prosedur
Panjang gelombang : 500 nm, Hg 546 nm Suhu
: +37
o
C Kuvet kaca
: 1 cm
Pengukuran terhadap blanko dilakukan satu kali untuk satu seri pemeriksaan Dipipet ke dalam
kuvet Reagen blanko
Standar Standar
Standar Sampel
Reagen -
- 1000
μl 10
μl -
1000 μl
- 10
μl 1000
μl Campur dengan baik, diukur sesudah diinkubasi pada 37
o
C selama 5 menit. Dibaca absorbansi sampel dan standar terhadap reagen blanko dalam waktu 60
menit
Lampiran 11. Prosedur penentuan kadar kolesterol-HDL
Analisis HDL kolesterol serum ditentukan dengan kit Fluitest HDL-CHOL REF 410 LOT D312 dari Biocon Jerman menggunakan metode presipitasi
pengendapan.
Prinsip Uji
Dengan pemberian asam fosfotungstat dan magnesium klorida ke dalam sampel, maka kilomikron, VLDL dan LDL akan mengendap. Setelah
disentripugasi di dalam cairan supernatan mengandung fraksi HDL, katanya ditentukan dengan metode enzimatik.
Reagen
Reagen mengandung asam fosfotungstat 0,55 mmolL dan magnesium klorida 25 menit mmolL. Reagen ini stabil apabila disimpan pada suhu +15
sampai +25
o
C.
Prosedur 1.Presipitasi
Dipipet ke dalam kuvet Makro
Semimikro Sampel
Reagen presipitasi tanpa pengenceran Reagen presipitasi tpengenceran
500 μL
1000 μL
- 200
μL -
500 μL
Dicampur dengan baik, diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar. Disentrifus selama 2 menit pada 10000g atau 10 menit pada 4000g. Selanjutnya supernatan
yang jernih dipisahkan dari endapan dalam waktu satu jam dan konsentrasi kolesterol diukur dengan metode CHOD-PAP
2. Penentuan Kolesterol