Adaptasi Tanaman Rawa TINJAUAN PUSTAKA

N maupun penurunan penyerapannya. Pada kondisi tergenang ketersediaan N dalam bentuk nitrat sangat rendah karena proses denitrifikasi, nitrat diubah menjadi N 2 , NO, N 2 O, atau NO 2 yang menguap ke udara. Pada proses denitrifikasi, nitrat digunakan oleh bakteri aerob sebagai penerima elektron dalam proses respirasi. Genangan berdampak negatif terhadap ketersediaan N, tetapi ada pula keuntungan dari timbulnya genangan yaitu peningkatan ketersediaan P, K, Ca, Si, Fe, S, Mo, Ni, Zn, Pb, Co. Genangan berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimiawi antara lain respirasi, permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N. Genangan juga menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu dan hal ini akan memacu pembentukan akar adventif pada bagian di dekat permukaan tanah pada tanaman yang tahan genangan. Kematian akar menjadi penyebab kekahatan N dan cekaman kekeringan fisiologis. Pada tanaman legum, genangan tidak hanya menghambat pertumbuhan akar maupun tajuk juga menghambat perkembangan dan fungsi bintil akar. Fungsi bintil akar terganggu karena terhambatnya aktifitas enzim nitrogenase dan pigmen leghaemoglobin, kemampuan fiksasi N 2 akan menurun Purnobasuki 2011.

2.5 Adaptasi Tanaman Rawa

Hutan rawa adalah hutan yang tumbuh pada tanah alluvial yang selalu tergenang air tawar dengan ciri-ciri adanya tempat tumbuh beraerasi air dan udara yang buruk. Ciri hutan rawa yang lebih khas adalah tumbuhnya banyak pohon berakar lutut yang tunasnya terendam air. Pohon-pohon ini tajuknya berlapis-lapis dan mampu mencapai tinggi 50–60 m, seperti Adina sp, Alstonia sp, Gonystylus bancanus ramin, yang banyak di eksploitasi sebagai bahan baku pembuatan perabotan rumah tangga, Vatica rassak rasak, Gluta renghas rengas, Shorea balangeran balangeran dan Dyera costulaca jelutung, Dyera lowii, Pentaspadon motleti , Campnosperma macrophylla Arief 2001. Hutan rawa di Indonesia banyak tersebar di Sumatera Barat Way Kambas, Jawa Barat Rawa Danu, dan Kalimantan Sampit dan Kutai yang umumnya berada di belakang hutan payau dengan batas yang tidak tegas dan sering tergenang air tawar karena daerahnya rendah Arief 2001. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, rawa diartikan sebagai tanah yang rendah umumnya di daerah pantai dan digenangi air, biasanya banyak terdapat tumbuhan air. Penggenangan air di rawa dapat bersifat musiman ataupun permanen. Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Jenis- jenis floranya antara lain: durian burung Durio carinatus, ramin Gonystylus sp. , terentang Camnosperma sp., kayu putih Melaleuca sp., sagu Metroxylon sp. , rotan, pandan, palem-paleman dan berbagai jenis lainnya. Faunanya antara lain : harimau Panthera tigris, Orang utan Pongo pygmaeus, rusa Cervus unicolor , buaya Crocodylus porosus, babi hutan Sus scrofa, badak, gajah, musang air dan berbagai jenis ikan. Luas rawa di Indonesia diperkirakan lebih dari 23 juta hektar. Peran dan manfaat hutan rawa : sumber cadangan air, dapat menyerap dan menyimpan kelebihan air dari daerah sekitarnya dan akan mengeluarkan cadangan air tersebut pada saat daerah sekitarnya kering; mencegah terjadinya banjir; mencegah intrusi air laut ke dalam air tanah dan sungai; sumber energi; sumber makanan nabati maupun hewani Arief 2001. Berdasarkan penyebab genangannya, lahan rawa dibagi menjadi tiga, yaitu rawa pasang surut, rawa lebak rawa non pasang surut dan rawak lebak peralihan. 1. Rawa pasang surut Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Tingginya air pasang dibedakan menjadi dua, yaitu pasang besar dan pasang kecil. Pasang kecil, terjadi secara harian 1–2 kali sehari. 2. Rawa lebak Rawa lebak adalah lahan rawa yang genangannya terjadi karena luapan air sungai dan atau air hujan di daerah cekungan pedalaman. Genangannya umumnya terjadi pada musim hujan dan menyusut pada musim kemarau. 3. Rawa lebak peralihan Lahan rawa lebak yang pasang surutnya air laut masih terasa di saluran primer atau di sungai. Pada lahan seperti ini, endapan laut dicirikan oleh adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada kedalaman 80–120 cm di bawah permukaan tanah. Menurut Saraswati 2011, hal mendasar yang mempengaruhi aktivitas adaptasi bagi tumbuhan adalah ketersediaan air. Ketika jumlah air sedikit maka tumbuhan akan merespon dengan menutup stomata yang menyebabkan layunya bagian-bagian tumbuhan itu sendiri. Bagi tanaman yang tumbuh di daerah rawa beradaptasi dengan memiliki daun yang besar karena kondisi rawa yang lembab dan kandungan airnya tinggi. Selain itu memiliki ruang udara yang besar dalam struktur internal untuk menyimpan udara. Hal ini dikarenakan tanah pada umumnya mengalami water logging genangan air sehingga cenderung anaerob dan kekurangan oksigen. Pada tanaman yang seluruhnya berada terendam air atau hydrophytes akan menggantung lemas ketika dalam lingkungan yang tidak ada air. Pada dasarnya air di sekeliling tumbuhan akan memperkuat jaringan di batang dan petiol daun sehingga tidak membutuhkan penguatan mekanis. Hal ini merugikan dalam hal fleksibilitas jika terjadi perubahan permukaan air atau gerakan air. Semua sel termodifikasi untuk menyerap air, nutrisi dan gas terlarut langsung dari air sekitarnya. Sehingga akar hanya berfungsi untuk melekat pada sedimen, selain itu xylem juga kurang berfungsi. Bagian rongga tumbuhan berisi udara yang berfungsi memperpanjang daun dan batang Saraswati 2011. Menurut Mulyani 2006, tumbuhan rawa biasanya memiliki akar napas yang disebut pneumatofor, sebagai adaptasi dengan kehidupan rawa yang kurang oksigen.

BAB III METODOLOGI

3.1 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010–April 2011, bertempat di rumah kaca Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, media tanam tanah, pasir, kompos, pupuk NPK 5 gram, inokulum mikoriza mycofer gigaspora dan margarita 5 gram, aquades, KOH 10, larutan staining, larutan HCl 2 dan benih longkida N. orientalis. Benih longkida berasal dari pohon-pohon longkida yang tumbuh di rawa-rawa di sekitar kampus Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Alat yang digunakan adalah pinset, kaliper, sprayer, alat tulis, penggaris, kamera digital, kertas label, spidol, polybag 15 x 20, potray, bak penggenangan, tabung film, pengaduk, gunting, object glass, cover glass, saringan bertingkat, mikroskop. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Perkecambahan benih Longkida Tempat perkecambahan benih berupa mika kue berukuran 30x30 cm 3 dengan diberi tutup untuk mengurangi evapotranspirasi dan menjaga kelembaban media. Media yang digunakan untuk mengecambahkan benih longkida adalah pasir. Pasir tersebut di ayak dengan ayakan berukuran 1x1 mm 2 dan disterilisasi dengan cara disangrai selama ± 1 jam agar media terbebas dari jamur maupun penyakit. Media tersebut di masukkan kedalam mika kue setebal 3 cm dan disiram air untuk meningkatkan kelembaban media perkecambahan. Benih longkida di taburkan diatas media tersebut dengan campuran pasir terlebih dahulu dengan perbandingan antara benih dan pasir sebesar 1: 10.