Pengaruh Pemberian Inokulum Mikoriza dan Pemupukan NPK terhadap Pertumbuhan Semai Longkida (Nauclea orientalis L.) pada Kondisi Tergenang dan Tidak Tergenang

(1)

ABSTRACT

PUSPITASARI KURNIAWATI. The Influence of Mycorrhizal Inoculum and NPK Fertilization toward The Growing of Longkida (Nauclea orientalis L.) in Water-Log and Non-Water-Log Conditions. Supervised by IRDIKA MANSUR.

Mining activities cause many problems, one of them is a puddle on former mining land. It is necessary to do some research to select what species of plant that can survive in a puddle. Longkida (Nauclea orientalis L.) is a species that can live in the swamp, so it is potentially used to plant in water-log area. However, knowledge about cultivation techniques and the growth of this species in water-log or not-water-water-logged area is not available yet. In this research, Arbuskular Mycorrhizal Fungi (AMF) and NPK fertilizer are used to increase the growth of longkida seedling in water-log or not water-log area.

This research uses an experiment with a Completely Randomized Design (CRD) with three treatments: control, 5 gram mycorrhizal inoculums (mycofer of gigaspora and margarita) and 5 gram NPK fertilizer. Each treatment had 4 replicates of 3 units of seedlingper replicate on water-logged and non-water-logged conditions. The parameters measured were high, diameter, number of leaves, figh weight of plants, dry weight of plants, root shoot ratio, plant water content, and root colonization by AMF.

The results showed that applying mycorrhizal inoculums in water-log conditions have measured plant height and diameter growth, respectively amout 25.25% and 17.24% of control, but mycorrhizal inoculums did not a noticeable effect on the number of leaves, figth weigth plant and dry weight. In not water-log conditions, mycorrhizal inoculums did not significantly affect height growth, diameter and number of leaves, cause an increase for total fresh weight of 143.33%, and total dry weight of 173.68% of control. NPK fertilizer dose 5 gram did not significantly affect to longkida growth in water-log or non-water-log conditions. Mycorrhizal inoculum effectively used for growth longkida on water-log and non-water-water-log.


(2)

ABSTRAK

PUSPITASARI KURNIAWATI. Pengaruh Pemberian Inokulum Mikoriza dan Pemupukan NPK terhadap Pertumbuhan Semai Longkida (Nauclea orientalis L.) pada Kondisi Tergenang dan Tidak Tergenang. Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR.

Aktivitas pertambangan banyak menyebabkan permasalahan salah satunya adalah genangan pada lahan bekas tambang. Dalam upaya mereklamasi lahan bekas tambang atas permasalahan genangan, maka perlu dilakukan penelitian mengenai jenis tanaman yang mampu bertahan pada genangan. Longkida (Nauclea orientalis L.) merupakan jenis yang dapat hidup di rawa-rawa, sehingga berpotensi untuk ditanam di lahan tergenang. Namun pengetahuan mengenai teknik budidaya dan pertumbuhan jenis ini pada kondisi tergenang maupun tidak tergenang belum tersedia. Dalam penelitian ini Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan pupuk NPK digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan bibit longkida dalam kondisi tergenang maupun tidak tergenang.

Penelitian ini menggunakan percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan yaitu kontrol, inokulum mikoriza mycofer (gigaspora margarita) 5 gram dan pupuk NPK 5 gram. Masing-masing perlakuan memiliki 4 ulangan, dan masing-masing ulangan terdiri dari 3 unit tanaman pada kondisi tergenang dan tidak tergenang. Parameter yang diamati adalah tinggi, diameter, jumlah daun, berat basah tanaman, berat kering tanaman, nisbah pucuk akar, kadar air tanaman, serta kolonisasi akar oleh FMA.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian inokulum mikoriza pada kondisi tergenang menyebabkan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman mengalami peningkatan, masing-masing sebesar 25,25% dan 17,24% terhadap kontrol, namun pemberian inokulum mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun, berat basah tanaman dan berat kering tanaman. Pada kondisi tidak tergenang, pemberian inokulum mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, diameter dan jumlah daun, menyebabkan peningkatan terhadap berat basah total sebesar 143,33%, serta berat kering total sebesar 173,68% terhadap kontrol. Pemberian pupuk NPK sampai dosis 5 gram/tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan longkida dalam kondisi tergenang maupun tidak tergenang. Inokulum mikoriza efektif digunakan untuk pertumbuhan longkida pada kondisi tergenang maupun tidak tergenang. Kata Kunci: Nauclea orientalis, penggenangan, mikoriza, NPK


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Aktivitas penambangan mempunyai efek merusak pada kawasan hutan di Indonesia. Penambangan di Indonesia umumnya merupakan tambang permukaan, dimana untuk mencapai bahan galian berupa mineral dan batubara, seluruh tanaman yang ada di permukaan tanah dibersihkan, tanah dan batuan penutup dipindahkan ke suatu tempat. Setelah pengambilan bahan galian, tanah dan batuan penutup digunakan untuk menutup lubang-lubang bekas tambang kemudian tanah digunakan untuk melapisi batuan penutup hingga layak untuk dilakukan revegetasi. Menurut Mansur (2010), lahan bekas tambang yang ditinggalkan tidak tertata dan tidak tertanami menyebabkan lahan tersebut akan terdegradasi, tidak produktif, dan menjadi marjinal. Permasalahan yang dihadapi perusahaan pertambangan dalam mereklamasi lahan bekas tambang berbeda-beda. Permasalahan yang berhubungan dengan kesuburan dan kemasaman tanah (sifat kimia tanah), tekstur tanah (sifat fisik), kelerengan dan juga genangan. Operasi penambangan akan menghasilkan areal-areal yang secara periodik tergenang jika penataan lahan pasca penambangan tidak dilakukan dengan benar. Genangan-genangan dapat menyebabkan kematian pada bibit yang telah ditanam. Usaha-usaha reklamasi lahan bekas tambang telah mengalami perkembangan yang pesat karena perhatian pemerintah yang bertambah besar, kesadaran masyarakat yang bertambah tinggi terhadap kualitas lingkungannya, serta komitmen perusahaan pertambangan yang terus bertambah (Mansur 2010).

Dalam upaya mereklamasi lahan bekas tambang atas permasalahan lahan tergenang, maka perlu dilakukan penelitian mengenai jenis tanaman yang mampu

beradaptasi pada genangan dan memiliki nilai ekonomi. Menurut Orwa et al.

(2009), longkida (Nauclea orientalis L.) dari family Rubiaceae merupakan jenis

pohon yang mampu tumbuh di lahan basah serta tergolong tanaman yang cepat tumbuh dan memiliki banyak kegunaan. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan furniture, buah dan daunnya berkhasiat sebagai obat. Karena mampu tumbuh di


(4)

lahan yang basah, maka longkida cocok untuk ditanam sebagai kontrol erosi, reklamasi lahan basah, dan perbaikan tanah.

Fungi mikoriza arbuskula merupakan mikroorganisme yang bersimbiosis dengan akar tanaman tingkat tinggi, termasuk pohon, dan meningkatkan kemampuan pohon untuk tumbuh di lahan-lahan yang kritis seperti lahan bekas tambang. Kesuburan tanah diindikasikan dengan ketersediaannya unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang lengkap. Unsur hara dan senyawa-senyawa yang terkandung dalam tanah semakin lama semakin berkurang karena sejalan dengan proses penambangan. Oleh karena itu pemanfaatan pupuk NPK dan fungi mikoriza arbuskula dalam kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang sangat di perlukan (Mansur 2010).

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi apakah penggenangan menyebabkan perubahan kecepatan tumbuh pada longkida serta untuk mengetahui pengaruh inokulum mikoriza dan pemupukan NPK terhadap pertumbuhan longkida pada kondisi tergenang dan tidak tergenang.

1.3Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis pohon lokal untuk reklamasi lahan basah di Indonesia serta informasi tentang budidaya longkida.


(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Longkida (Nauclea orientalis L.) 2.1.1 Klasifikasi Longkida

Berdasarkan taksonominya longkida (N. orientalis) digolongkan sebagai

berikut (Turner dan Wasson 1997): Kingdom: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) SubKelas: Asteridae

Ordo: Rubiales

Famili: Rubiaceae (suku kopi-kopian)

Genus: Nauclea

Spesies: Nauclea orientalis L.

Menurut Orwa et al. (2009) N. orientalis berasal dari nama latin yaitu

naucula yang berarti sebuah kapal kecil dan orientalis julukan tertentu dari latin dan berhubungan ke timur. Habitat longkida adalah tumbuh di daerah basah, di rawa-rawa serta sepanjang tepi sungai. Longkida biasanya disebut sebagai spesies perintis. Pohon ini tumbuh secara bervariasi dari yang menengah hingga tinggi. Pohon tumbuh dengan baik, batang silindris yang tingginya mencapai 30 m serta memiliki diameter hingga 100 cm. Batang longkida tumbuh tanpa topangan. Kulit kayu berkerut, berwarna kuning oranye dengan kemerahan yang sedikit terlihat.

Kayu longkida dapat dimanfaatkan sebagai bahan furniture dan kayu ukir.

Daunnya berbentuk hati dan berwarna hijau mengkilat serta dimanfaatkan sebagai obat tradisional oleh masyarakat di sekitar daerah rawa. Buahnya yang berbentuk seperti bola golf namun pahit juga dimanfaatkan sebagai obat-obatan oleh masyarakat. Longkida memiliki stipule yang besar dan biji yang kecil dengan ukuran 1,5 x 1,0 mm.


(6)

2.2 Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Kata mikoriza berasal dari bahasa Yunani yaitu myces (fungi) dan rhiza (akar) (Setiadi 1989). Jadi mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara fungi dan perakaran tumbuhan tingkat tinggi. Simbiosis ini terjadi saling menguntungkan, fungi memperoleh karbohidrat dan unsur pertumbuhan lain dari tanaman inang, sebaliknya fungi memberi keuntungan kepada tanaman inang, dengan cara membantu tanaman dalam menyerap unsur hara terutama unsur P. Hifa fungi mikoriza dapat meningkatkan pengambilan P dengan cara memperluas daerah penyerapan dari sistem perakaran tanaman sehingga dapat dimanfaatkan untuk menambang residu P yang menumpuk dalam tanah. Pengaruh FMA terhadap pertumbuhan, serapan P dan hasil tanaman dipengaruhi oleh jenis dan varietas tanaman, jenis tanah, jenis FMA, jenis pupuk, serta faktor lingkungan (Kabirun 2002).

Pada umumnya dapat dibedakan tiga bentuk mikoriza, yaitu berdasarkan terbentuk atau tidak terbentuknya selubung hifa pada mikoriza. Bila pada permukaan luar terbentuk selubung jalinan hifa fungi maka struktur tersebut disebut ektomikoriza. Apabila fungi pembentuk mikoriza berkembang hanya di dalam sel-sel korteks akar dan tidak terbentuk selubung hifa pada akar, maka struktur yang terbentuk disebut endomikoriza. Ada pula struktur yang memiliki kedua ciri tersebut, yaitu adanya fungi di dalam sel-sel korteks dan juga terbentuknya selubung hingga pada permukaan akar. Struktur demikian disebut ektendomikoriza (Hadi 1998).

Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksinya pada system perakaran

inang (host) mikoriza dikelompokan kedalam dua golongan besar yaitu

ektomikoriza dan endomikoriza. Di dalam kelompok endomikoriza terdapat enam subtype yaitu: mikoriza arbuskula, ectendo, monotropoid, ericoid, dan orchid. (Setiadi 1999). Mikoriza memiliki beberapa peran penting sebagai berikut:

1. Sebagai pelindung khayati (bio-protection)

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) mampu meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan pathogen luar tanah. FMA juga dapat membantu pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah yang tercemar logam berat seperti pada lahan-lahan pasca tambang. Dengan demikian FMA,


(7)

selain berguna untuk bio-protection, juga berfungsi penting sebagai bio-remediator bagi tanah yang tercemar logam berat. Selain itu tipe fungi ini juga mampu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan.

2. Perbaikan nutrisi dan peningkatan pertumbuhan tanaman

Fungi ini memiliki kemampuan untuk berasosiasi hamper 90% jenis tanaman dan telah terbukti mampu memperbaiki nutrisi dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. FMA yang menginfeksi system perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman mampu meningkatkan kapasitas penyerapan unsure hara utama dapat diserah oleh tanaman bermikoriza serta unsure-unsur mikro seperti Cu, Zn, dan Bo.

3. Sinergis dengan mikroorganisme lain

FMA pada tanaman leguminose diperlukan karena pembentukan

bintil akar dan efektifitas penambahan nitrogen oleh bakteri rizhobium

yang terdapat didalamnya dapat ditingkatkan. FMA juga dapat bersinergis dengan mikroba potensial lainnya, seperti bakteri penambat N bebas dan bakteri pelarut fosfat. Serta sinergis dengan jasad-jasad renik selulotik

seperti Trichoderma sp. Berdasarkan kemampuan tersebut, maka FMA

dapat berfungsi untuk meningkatkan biodiversitas mikroba potensial di sekitar perakaran tanaman.

4. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan

FMA berperan penting dalam mempertahankan keanekaragaman tumbuhan dengan cara transfer nutrisi dari satu akar tanaman ke akar tanaman yang lain yang berdekatan melalui struktur yang disebut “brige hypha”. Sehingga aplikasi FMA tidak terbatas pada pola tanamna monokultur, tetapi dapat diintegrasikan dalam unit manajemen pola tanaman campuran.

5. Terlibat dalam siklus bio-geo-kimia

FMA di alam dapat mempercepat terjadinya suksesi secara alami pada habitat yang mendapat gangguan ekstrim. Keberadaan FMA juga mutlak diperlukan karena berperan penting dalam mengefektifkan daur


(8)

paling baik untuk mempertahankan stabilitas ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati.

Istilah mikoriza sering digunakan untuk menjelaskan hubungan saling ketergantungan antara tanaman inang yang menerima hara mineral dan fungi yang memperoleh senyawa karbon dari hasil fotosintesis tanaman inang. Asosiasi antara fungi dari Glomales (zygomycetes) dengan tanaman inang disebut dengan arbuskula atau fungi mikoriza arbuskula, yang paling banyak terjadi pada spesies tanaman penting dan sangat berperan dapat meningkatkan status hara tanaman mikotropik pada tanah dengan konsentrasi hara yang terbatas, khususnya fosfat (Lambais dan Mehdi 1995).

Penggunaan FMA tidak membutuhkan biaya yang besar menurut Husna (1998) karena : a) teknologi produksinya murah, b) semua bahan tersedia di dalam negeri, c) dapat diproduksi dengan mudah dilapangan, d) pemberian cukup sekali seumur hidup tanaman dan memiliki kemampuan memberikan manfaat pada rotasi tanaman berikutnya, e) tidak menimbulkan polusi dan f) tidak merusak struktur tanah.

Fungsi akar dalam memanfaatkan air dan unsur hara dapat ditingkatkan salah satunya dengan memberikan mikroorganisme seperti mikoriza. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) sejenis jamur yang bersimbiosis dengan akar tanaman yang mampu meningkatkan serapan unsur hara dan meningkatkan efisiensi penggunaan air tanah sehingga mempunyai laju pertumbuhan vegetatif yang lebih cepat dan resisten terhadap serangan patogen (Santoso 1994). Setiadi (1991) menyebutkan bahwa peningkatan pertumbuhan oleh mikoriza karena mikoriza dapat meningkatkan serapan N, P dan, K. Kehadiran mikoriza pada tanah dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air, meningkatkan nilai tegangan osmotik sel-sel tanaman pada tanah yang kadar airnya cukup rendah, sehingga tanaman dapat melangsungkan kehidupannya (Santoso 1994).

Faktor lingkungan adalah sangat berpengaruh terhadap perkembangan FMA. Biasanya lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman juga cocok untuk perkembangan spora fungi. Fungi mikoriza arbuskula dapat hidup dari lingkungan berdrainase baik hingga lahan-lahan yang tergenang seperti lahan sawah. Bahkan pada lingkungan yang sangat miskin atau lingkungan yang


(9)

tercemar limbah berbahaya FMA masih mampu untuk berkembang (Soelaiman dan Hirata 1995).

Manfaat FMA menurut Nuhamara (1993) antara lain meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxsin, dan menjamin terselenggaranya proses biogemis namun demikian respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh karakteristik tanaman dan FMA tetapi juga oleh kondisi tanah dimana tanaman itu berada. Efektifitas FMA ditentukan oleh faktor abiotik seperti pH, kadar air, konsentrasi hara, suhu, pengolahan tanah dan pemberian pupuk serta pestisida. Faktor biotik seperti interaksi FMA dengan akar, tanaman inangnya, tipe perakaran tanaman inangnya, dan kompetisi antar fungi itu sendiri.

2.2.1 Aplikasi Penggunaan FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula)

Telah banyak dibuktikan bahwa FMA mampu memperbaiki penyerapan unsur hara dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Menurut hasil penelitian Maryadi (2002) dalam Husna (2007) melaporkan bahwa tanaman jati berasosiasi baik dengan FMA. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya beberepa genus di rizosper (baca = perakaran tanaman) jati. Genus yang ditemukan adalah Glomus, Scelerocistys dan Gigaspora. Eksplorasi FMA telah dilakukan pada tanaman jati di 3 (tiga) daerah yakni Kota Kendari, Kabupaten Muna dan Buton pada tahun 2003 dan 2004. Hasil penelitian Husna (2207) juga menunjukan bahwa FMA dapat ditemukan pada rhizosper tanaman jati. Secara umum ditemukan 4 (empat) genus yaitu Glomus, Acaulospora, Gigaspora dan Scutellospora. Menurut hasil

penelitian Anggin (2010), pemberian mikoriza jenis Glomus sp. secara signifikan

meningkatkan pertumbuhan semai jelutung. Mikoriza memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan semai jelutung dan dapat digunakan untuk rekomendasi dalam aplikasi pupuk hayati.

2.3 Pupuk NPK

Kesuburan tanah diindikasikan dengan ketersediaannya kandungan hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang lengkap. Unsur hara dan


(10)

senyawa-senyawa yang terkandung dalam tanah semakin lama semakin berkurang karena sejalan dengan proses alam maupun campur tangan manusia, oleh sebab itulah perlu dilakukan pemupukan. Dari sekian banyak jenis unsur dalam tanah, hanya 16 unsur atau senyawa yang dibutuhkan oleh tanaman untuk menghasilkan pertumbuhan yang normal. Dari 16 unsur tersebut 3 unsur berasal dari udara yaitu

C (karbon), H (hydrogen) dan O2 (oksigen) sementara ke-13 unsur lainnya berasal

dari dalam tanah yaitu N (nitrogen), P (phosphor), K (kalium), Ca (kalsium), Mg (magnesium), S (sulfur), Cl (klor), Fe (Besi), Mn (mangan), Cu (tembaga), Zn (seng), Bo (boron), dan Mo (Moblibdenum). Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang mengandung tiga unsur yaitu N, P, dan K (Lingga 1998).

Pupuk NPK disebut sebagai pupuk majemuk lengkap atau Complete

Fertilizer. Pada permulaan dikenalnya (sebelum Perang Dunia ke II), pupuk ini berkadar rendah, jumlah kadar ketiga unsur itu hanya sekitar 20%. Perbaikan-perbaikan dalam arti kegunaannya telah dilakukan oleh pabrik pembuatnya sehingga pupuk majemuk lengkap yang diperdagangkan kini mempunyai jumlah kadar ketiga unsurnya lebih tinggi, sekitar 30% sampai 60% (Sutedjo 2008).

Menurut Novizan (2002) unsur hara makro diperlukan tanaman dalam jumlah yang lebih besar. Unsur hara makro terdiri dari Nitrogen (N), Phospor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S).

2.3.1 Nitrogen (N)

Nitrogen merupakan unsur hara penentu produksi atau sebagai faktor pembatas produksi Sanchez (1979) dalam Maretina (2010). Ketersediaan unsur N

di alam atau atmosfir cukup banyak namun kendalanya karena sifatnya mobile

(dinamis) sehingga tanaman sangat sukar memanfaatkannya. Sumbangan N tanaman disamping dari dari pupuk buatan umumnya berasal dari proses aktivitas jasad mikro yang ada di dalam tanah dalam perombakan bahan organik. Bahan organik mengandung protein, karbohidrat dan lemak. Protein adalah bahan organik yang mengandung N oleh mikroba dihancurkan untuk mendapatkan energi dan unsur hara. Proses pelapukan bahan organik oleh mikroba dapat terjadi melalui proteolis, ammonifikasi, nitrifikasi (Delwiche 1970 dalam Musfal 2008).

Menurut Lewakabessy et al. (2003) nitrogen diserap tanaman dalam


(11)

alami seperti unsur hara lainnya. Nitrogen yang ada di dalam tanah dapat hilang karena terjadinya peguapan, pencucian oleh air, atau terbawa bersama tanaman pada saat panen. Ammonium di dalam tanah relatif stabil dibandingkan nitrat namun ammonium lebih gampang terfiksasi oleh mineral liat seperti Illit, Fermikulit dan Montmorillonit. Pada keadaan basah ammonium yang terfiksasi dengan mudah dilepaskan kembali karena proses mengambangnya tanah. Kebutuhan tanaman umumnya lebih banyak dalam bentuk nitrat dan sedikit sekali tanaman yang mengambil N dalam bentuk ammonium. Bentuk ammonium umumnya akan diambil tanaman pada kondisi pH tanah berkisar netral. Sedangkan nitrat pada pH tanah di bawah netral. Kebanyakan tanah-tanah pada iklim tropis umumnya adalah mempunyai pH dibawah netral. Dengan demikian tanaman pada iklim tropis lebih banyak mengambil N dalam bentuk nitrat. Pemberian pupuk N dalam bentuk ammonium seperti pupuk Ammonium Sulfat (ZA) tidaklah menjadi suatu kendala karena ammonium di dalam tanah melalui proses nitrifikasi akan dirubah menjadi bentuk nitrat (Mengel dan Kirby 1979 dalam Musfal 2008)

Tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya mengakibatkan pertumbuhan lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daun-daun tua cepat menguning dan mati (Dwidjoseputro 1984). Menurut Hardjowigeno (2003) kelebihan nitrogen dapat menyebabkan batang-batang menjadi lemah dan mudah roboh, dan dapat mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit. Hal yang perlu dipertimbangkan ketika menggunakan pupuk nitrogen adalah nitrogen dalam bentuk nitrat sangat cepat tersedia bagi tanaman. Oleh karena itu, gunakan pada saat sumber nitrogen sangat dibutuhkan, khususnya pada tanah yang kanduangan bahan organiknya sedikit (Novizan 2002).

2.3.2 Phosfor (P)

Phosfor di dalam tanah dapat digolongkan dalam beberapa bentuk yaitu bentuk P-organik, anorganik, dan yang ada dalam larutan tanah. P anorganik didalam tanah jumlahnya rata-rata lebih banyak dibandingkan P organik. P anorganik di dalam tanah dapat pula dibagi dalam bentuk keterikatannya yaitu dalam bentuk Ca-P, Fe-P dan Al-P (Buckman dan Brady 1964 dalam Mustaf 2008). Selanjutnya menurut Buckman dan Brady (1964) dalam Musfal (2008),


(12)

ketersediaan P anorganik di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh perubahan pH tanah, artinya semakin naik pH sampai pada batas netral maka ketersediaan P akan meningkat pula. Keadaan sebaliknya terjadi bila mana terjadinya penurunan pH tanah maka ketersediaan P akan menurun pula. Terjadinya penurunan P disebabkan karena pada pH rendah konsentrasi Al dan Fe akan meningkat dan terfiksasinya P oleh kedua unsur tersebut akan semakin meningkat pula. Terjadinya penurunan ketersediaan P pada pH tanah diatas netral atau alkalis hal ini disebabkan terfiksasinya P oleh Ca membentuk endapan. Dari golongan Ca ini yang terpenting adalah mineral flour apatit, golongan ini adalah yang sukar larut. Mineral flour apatit terdapat di dalam tanah yang sudah mengalami proses pelapukan lanjut pada horizon bawah.

Phosfor sebagian besar berasal dari pelapukan batu-batuan mineral alami, sisanya berasal dari pelapukan bahan organik. Walaupun kandungan phospor dalam tanah melimpah, tanaman masih mungkin kekurangan phosfor karena sebagian besar phosfor terikat secara kimia oleh unsur lain sehingga menjadi senyawa yang sukar larut dalam air (Novizan 2002). Penggunaan pupuk yang mengandung phosfor dapat berperan penting terhadap tanaman di daerah tropis karena sedikitnya ketersediaan phosfor dalam tanah. Efisien yang rendah dari pemanfaatan phosfor menyebabkan pemberian pupuk secara bertahap menjadi lebih disarankan (Maretina 2010).

Beberapa peranan P yang penting ialah dalam proses fotosintesa, perubahan-perubahan karbohidrat dan senyawa-senyawa yang berhubungan dengannya, glikolisis, meabolisme asam amino, metabolisme lemak, metabolisme sulfur, oksidasi biologis dan sejumlah reaksi dalam proses hidup phosfor betul-betul merupakan unsur yang sangat penting dalam proses transfer energi, suatu proses vital dalam hidup dan pertumbuhan (Leiwakabessy 2003). Unsur phosfor bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar khususnya akar benih dan tanaman muda, sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu proses asimilasi dan pernapasan sekaligus mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah (Lingga 2008). Tanaman yang kekurangan unsur P gejalanya antara lain pembentukan buah/dan biji berkurang, kerdil, daun


(13)

berwarna keunguan atau kemerahan (kurang sehat), dan perkembangan akar lambat, terlihat jelas pada tanaman yang masih muda (Hardjowigeno 2003).

2.3.4 Kalium (K)

Kalium adalah unsur hara terpenting ketiga setelah N dan P. Ketersediaannya di tanah ditentukan oleh jenis dan jumlah mineral primer serta tingkat pelapukannya. Pada umumnya ketersediaan K di tanah dapat digolongkan dalam bentuk lambat tersedia, cepat tersedia dan tidak tersedia (Buckman dan Brady 1964 dalam Musfal 2008).

Kalium mempunyai peranan yang penting dalam proses-proses fisiologis

menurut Hakim et al. (1986) seperti: (1) metabolisme karbohidrat, pembentukan,

pemecahan dan translokasi pati, (2) metabolisme nitrogen dan sintesa protein, (3) mengawasi dan mengatur aktivitas beragam unsur mineral, (4) netralisasi asam-asam organik yang penting bagi proses fisiologis, (5) mengaktifkan berbagai enzim, (6) mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, dan (7) mengatur pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan air. Kalium disini tidak terlibat sebagai komponen penyusun tetapi hanya sebagai bentuk anorganik saja.

Tanaman menyerap kalium lebih banyak dari pada unsur hara lainnya

kecuali nitrogen. Kalium di dalam jaringan tanaman tetap berbentuk ion K+. Tidak

ditemukan dalam bentuk senyawa organik. Kalium bersifat mudah bergerak sehingga siap dipindahkan dari satu organ ke organ lain yang membutuhkan. Secara umum peran kalium berhubungan dengan proses metabolisme seperti fotosintesis dan respirasi. Peran kalium antara lain translokasi (pemindahan) gula pada pembentukan pati dan protein, membantu proses membuka dan menutup stomata (mulut daun), efisiensi penggunaan air (ketahanan terhadap kekeringan), memperluas pertumbuahan akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama penyakit, memperkuat tubuh tanaman (Novizan 2002).

Menurut Leiwakabessy (2003) pengaruh kekurangan kalium secara keseluruhan baik terhadap pertumbuhan maupun terhadap kualitasnya merupakan akibat pengaruhnya terhadap proses-proses fisiologis. Proses fotosintesis dapat berkurang bila kandungan kaliumnya rendah dan pada saat respirasi bertambah besar. Hal ini akan menekan persediaan karbohidrat yang tentu akan mengurangi pertumbuhan tanaman. Peranan kalium dan hubungannya dengan kandungan air


(14)

dalam tanaman adalah penting dalam mempertahankan turgor tanaman itu yang sangat diperlukan agar proses-proses fotosintesa dan proses-proses metabolisme lainnya dapat berkurang dengan baik.

2.4 Hubungan Genangan dan Tanaman

Menurut Purnobasuki (2011), kandungan air pada tanaman bervariasi antara 70%–90% tergantung umur, jaringan tertentu dan lingkungannya. Air berfungsi sebagai pelarut dan medium reaksi biokimia, medium transpor senyawa, memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan sel dan pembesaran sel), sebagai bahan baku fotosintesis, dan menjaga agar suhu tanaman tetap konstan. Air mampu membatasi pertumbuhan tanaman, jika jumlahnya terlalu banyak (menimbulkan genangan) sering menimbulkan cekaman aerasi. Sebaliknya jika jumlah air terlalu sedikit, sering menimbulkan cekaman kekeringan. Diperlukan upaya pengaturan lengas tanah supaya optimum melalui pembuatan saluran drainase (mencegah terjadinya genangan) maupun saluran irigasi (mencegah cekaman kekeringan).

Genangan air terjadi apabila kandungan lengas melebihi kapasitas lapang. Adapun dampak yang ditimbulkan oleh genangan menurut Purnobasuki (2011) yaitu menurunkan pertukaran gas antara tanah dan udara yang mengakibatkan

menurunnya ketersediaan O2 bagi akar, menghambat pasokan O2 bagi akar dan

mikroorganisme (mendorong udara keluar dari pori tanah maupun menghambat laju difusi). Pada kondisi genangan, sebagian besar tanaman pertumbuhan akarnya

terhambat bila 10% volume pori yang berisi udara dan laju difusi O2 kurang dari

0,2 ug/cm2/menit. Keadaan lingkungan kekurangan O2 disebut hipoksia, dan

keadaan lingkungan tanpa O2 disebut anoksia (mengalami cekaman aerasi).

Kondisi anoksia tercapai pada jangka waktu 6–8 jam setelah genangan, karena O2

terdesak oleh air dan sisa O2 dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Pada kondisi

tergenang, kandungan O2 yang tersisa di tanah lebih cepat habis bila ada tanaman.

Genangan air mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Struktur tanah rusak, daya rekat agregat lemah, penurunan potensial redoks, peningkatan pH tanah masam, penurunan pH tanah basa, perubahan daya hantar dan kekuatan ion, serta perubahan keseimbangan hara. Tanaman yang tergenang menunjukkan gejala klorosis khas kahat N. Kekahatan N terjadi karena penurunan ketersediaan


(15)

N maupun penurunan penyerapannya. Pada kondisi tergenang ketersediaan N dalam bentuk nitrat sangat rendah karena proses denitrifikasi, nitrat diubah

menjadi N2, NO, N2O, atau NO2 yang menguap ke udara. Pada proses

denitrifikasi, nitrat digunakan oleh bakteri aerob sebagai penerima elektron dalam proses respirasi. Genangan berdampak negatif terhadap ketersediaan N, tetapi ada pula keuntungan dari timbulnya genangan yaitu peningkatan ketersediaan P, K, Ca, Si, Fe, S, Mo, Ni, Zn, Pb, Co. Genangan berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimiawi antara lain respirasi, permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N. Genangan juga menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu dan hal ini akan memacu pembentukan akar adventif pada bagian di dekat permukaan tanah pada tanaman yang tahan genangan. Kematian akar menjadi penyebab kekahatan N dan cekaman kekeringan fisiologis. Pada tanaman legum, genangan tidak hanya menghambat pertumbuhan akar maupun tajuk juga menghambat perkembangan dan fungsi bintil akar. Fungsi bintil akar terganggu karena terhambatnya aktifitas enzim nitrogenase dan pigmen

leghaemoglobin, kemampuan fiksasi N2 akan menurun (Purnobasuki 2011).

2.5 Adaptasi Tanaman Rawa

Hutan rawa adalah hutan yang tumbuh pada tanah alluvial yang selalu tergenang air tawar dengan ciri-ciri adanya tempat tumbuh beraerasi air dan udara yang buruk. Ciri hutan rawa yang lebih khas adalah tumbuhnya banyak pohon berakar lutut yang tunasnya terendam air. Pohon-pohon ini tajuknya berlapis-lapis

dan mampu mencapai tinggi 50–60 m, seperti Adina sp, Alstonia sp, Gonystylus

bancanus (ramin), yang banyak di eksploitasi sebagai bahan baku pembuatan

perabotan rumah tangga, Vatica rassak (rasak), Gluta renghas (rengas), Shorea

balangeran (balangeran) dan Dyera costulaca (jelutung), Dyera lowii, Pentaspadon motleti, Campnosperma macrophylla (Arief 2001).

Hutan rawa di Indonesia banyak tersebar di Sumatera Barat (Way Kambas), Jawa Barat (Rawa Danu), dan Kalimantan (Sampit dan Kutai) yang umumnya berada di belakang hutan payau dengan batas yang tidak tegas dan sering tergenang air tawar karena daerahnya rendah (Arief 2001).

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, rawa diartikan sebagai tanah yang rendah (umumnya di daerah pantai) dan digenangi air, biasanya banyak terdapat


(16)

tumbuhan air. Penggenangan air di rawa dapat bersifat musiman ataupun permanen. Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya.

Jenis-jenis floranya antara lain: durian burung (Durio carinatus), ramin (Gonystylus

sp.), terentang (Camnosperma sp.), kayu putih (Melaleuca sp.), sagu (Metroxylon

sp.), rotan, pandan, palem-paleman dan berbagai jenis lainnya. Faunanya antara

lain : harimau (Panthera tigris), Orang utan (Pongo pygmaeus), rusa (Cervus

unicolor), buaya (Crocodylus porosus), babi hutan (Sus scrofa), badak, gajah, musang air dan berbagai jenis ikan.

Luas rawa di Indonesia diperkirakan lebih dari 23 juta hektar. Peran dan manfaat hutan rawa : sumber cadangan air, dapat menyerap dan menyimpan kelebihan air dari daerah sekitarnya dan akan mengeluarkan cadangan air tersebut pada saat daerah sekitarnya kering; mencegah terjadinya banjir; mencegah intrusi air laut ke dalam air tanah dan sungai; sumber energi; sumber makanan nabati maupun hewani (Arief 2001).

Berdasarkan penyebab genangannya, lahan rawa dibagi menjadi tiga, yaitu rawa pasang surut, rawa lebak (rawa non pasang surut) dan rawak lebak peralihan.

1. Rawa pasang surut

Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Tingginya air pasang dibedakan menjadi dua, yaitu pasang besar dan pasang kecil. Pasang kecil, terjadi secara harian (1–2 kali sehari).

2. Rawa lebak

Rawa lebak adalah lahan rawa yang genangannya terjadi karena luapan air sungai dan atau air hujan di daerah cekungan pedalaman. Genangannya umumnya terjadi pada musim hujan dan menyusut pada musim kemarau.

3. Rawa lebak peralihan

Lahan rawa lebak yang pasang surutnya air laut masih terasa di saluran primer atau di sungai. Pada lahan seperti ini, endapan laut dicirikan oleh adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada kedalaman 80–120 cm di bawah permukaan tanah.

Menurut Saraswati (2011), hal mendasar yang mempengaruhi aktivitas adaptasi bagi tumbuhan adalah ketersediaan air. Ketika jumlah air sedikit maka


(17)

tumbuhan akan merespon dengan menutup stomata yang menyebabkan layunya bagian-bagian tumbuhan itu sendiri. Bagi tanaman yang tumbuh di daerah rawa beradaptasi dengan memiliki daun yang besar karena kondisi rawa yang lembab dan kandungan airnya tinggi. Selain itu memiliki ruang udara yang besar dalam struktur internal untuk menyimpan udara. Hal ini dikarenakan tanah pada

umumnya mengalami water logging (genangan air) sehingga cenderung anaerob

dan kekurangan oksigen.

Pada tanaman yang seluruhnya berada terendam air atau hydrophytes akan menggantung lemas ketika dalam lingkungan yang tidak ada air. Pada dasarnya air di sekeliling tumbuhan akan memperkuat jaringan di batang dan petiol daun sehingga tidak membutuhkan penguatan mekanis. Hal ini merugikan dalam hal fleksibilitas jika terjadi perubahan permukaan air atau gerakan air. Semua sel termodifikasi untuk menyerap air, nutrisi dan gas terlarut langsung dari air sekitarnya. Sehingga akar hanya berfungsi untuk melekat pada sedimen, selain itu xylem juga kurang berfungsi. Bagian rongga tumbuhan berisi udara yang berfungsi memperpanjang daun dan batang (Saraswati 2011). Menurut Mulyani (2006), tumbuhan rawa biasanya memiliki akar napas yang disebut pneumatofor, sebagai adaptasi dengan kehidupan rawa yang kurang oksigen.


(18)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010–April 2011, bertempat di rumah kaca Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, media tanam (tanah,

pasir, kompos), pupuk NPK 5 gram, inokulum mikoriza mycofer (gigaspora dan

margarita) 5 gram, aquades, KOH 10%, larutan staining, larutan HCl 2% dan

benih longkida (N. orientalis). Benih longkida berasal dari pohon-pohon longkida

yang tumbuh di rawa-rawa di sekitar kampus Universitas Haluoleo, Kendari,

Sulawesi Tenggara. Alat yang digunakan adalah pinset, kaliper, sprayer, alat tulis,

penggaris, kamera digital, kertas label, spidol, polybag 15 x 20, potray, bak

penggenangan, tabung film, pengaduk, gunting, object glass, cover glass, saringan

bertingkat, mikroskop.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Perkecambahan benih Longkida

Tempat perkecambahan benih berupa mika kue berukuran 30x30 cm3

dengan diberi tutup untuk mengurangi evapotranspirasi dan menjaga kelembaban media. Media yang digunakan untuk mengecambahkan benih longkida adalah

pasir. Pasir tersebut di ayak dengan ayakan berukuran 1x1 mm2 dan disterilisasi

dengan cara disangrai selama ± 1 jam agar media terbebas dari jamur maupun penyakit. Media tersebut di masukkan kedalam mika kue setebal 3 cm dan disiram air untuk meningkatkan kelembaban media perkecambahan. Benih longkida di taburkan diatas media tersebut dengan campuran pasir terlebih dahulu dengan perbandingan antara benih dan pasir sebesar 1: 10.


(19)

3

d

3.3.2 Penya

Med dengan perb

Gam

Gam

apihan

dia yang digu bandingan 2

mbar 1 Penca

Gambar 2 M

mbar 3 Perk

unakan dalam : 1 : 1. Peny

ampuran ben

Media pasir d

kecambahan

m penyapiha yapihan dilak

nih dengan p

dalam mika

benih longk

an adalah tan kukan dua ta

pasir

kida

nah, pasir, d ahap, pertam

dan kompos ma longkida


(20)

d m d d i d N h 3 p p d d m l disapih ked mencapai ±

dalam polyb

dan memilik inokulum m dilakukan d NPK diberik hari untuk m

3.3.3 Pengg

Peng pemberian m polybag dan digenang da dari dasar b minggu sete longkida dal

dalam potra

1 cm serta

bag berukura

ki tinggi ± 3 mikoriza dil

engan cara m kan di seke mengurangi l

G

genangan

ggenangan d mikoriza 5 n tanpa pe alam air setin

bak pengge elah tanam, lam bak pen

ay pada sa

memiliki 2– an 15 cm x cm serta m akukan pad memberikan eliling batan

laju evapotra

Gambar 4 Se

dilakukan se gram setia erlakuan. Bi nggi 3 cm d

nangan). Bi memiliki t ggenangan d

aat longkida –3 helai daun

20 cm pada emiliki daun da saat pen n mikoriza k ng longkida.

anspirasi kec

mai Longkid

etelah longki ap polybag, ibit longkid diatas permuk

ibit yang d tinggi rata-r dilakukan se

a berumur n. Penyapih a saat longk n sebanyak ±

yapihan tah kelubang tan Penyapihan cambah yang

da siap sapih

ida diberi p pemberian da yang sud

kaan media digenangi kir

rata ± 3–6 ecara acak.

1 minggu, an kedua di ida berumur ± 5–6 helai. hap kedua. nam. Sedang n dilakukan g disapih. h perlakuan ya NPK 5 gr dah diberi tanam (setin ra-kira beru cm. Penemp tingginya lakukan ke r 3 minggu Pemberian Proses ini gkan pupuk pada sore aitu dengan ram setiap perlakuan, nggi 23 cm umur ± 10


(21)

3 p 2 P p d p 3 d b a a 3 p 3.3.4 Pemel Peme penyemprota 2 minggu se Pemeliharaa penyiraman, dilakukan se penyiraman 3.3.5 Pengu Param daun, pH air basah total, akar dan ka akar longki sebagai berik 3.3.5.1 Ting Peng pengukuran setelah peny Gambar liharaan eliharaan t an fungisida ekali untuk m an tanaman

, penyempro etiap hari (p adalah untu

ukuran dan

meter yang r genangan, j berat kering adar air tana ida. Adapun kut : ggi semai gukuran ting dilakukan s yapihan deng

r 5 Bibit lon

anaman lon a setiap 2 m

mempertaha n longkida

otan fungisid pagi dan sor uk menjaga k

pengamata

diukur adal jumlah stom g akar, berat aman, serta n teknis p

ggi semai dil setiap 2 ming gan menggun ngkida dalam ngkida pad inggu sekali ankan tinggi pada kon da, dan pen re) dengan m kelembaban b

an

lah tinggi ta mata, berat ba

kering pucu pemeriksaa pengukuran

akukan sege ggu sekali h nakan mistar

m kondisi dig

da kondisi i, memberik genangan d ndisi tidak nyiangan sec menggunaka bibit. anaman, diam asah akar, be uk, berat ker an kolonisas dan pengam

era setelah p hingga longk

r mulai dari genangi

tergenang kan tambahan dalam bak pe k tergenang

cara rutin. P an sprayer, t

meter tanam erat basah pu

ing total, nis i fungi mik matan yang

enyapihan, s kida berumur pangkal bat

dilakukan n air setiap enggenang. g meliputi Penyiraman tujuan dari man, jumlah ucuk, berat sbah pucuk koriza pada dilakukan selanjutnya r 8 minggu ang hingga


(22)

titik tumbuh pucuk semai, pangkal batang setiap tanaman ditandai dengan spidol warna hitam untuk memudahkan pengukuran tinggi tanaman.

3.3.5.2 Diameter semai

Pengukuran diameter semai dilakukan dengan menggunakan kaliper, diukur pada ketinggian ± 3 cm diatas pangkal batang, untuk memudahkan pengukuran, setiap batang tanaman ditandai dengan spidol warna putih. Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu sekali mulai dari setelah penyapihan hingga tanaman berumur 8 minggu setelah penyapihan.

3.3.5.3 Jumlah daun semai

Pengukuran jumlah daun dilakukan setiap dua minggu sekali dengan cara menghitung jumlah daun pada semai secara manual. Pengukuran dilakukan segera setelah penyapihan hingga tanaman berumur 8 minggu setelah penyapihan.

3.3.5.4Pengukuran pH air

1. Pengukuran dengan kertas lakmus

Pengukuran pH air dilakukan setiap 2 minggu sekali, pada saat sebelum dan sesudah dilakukan penambahan air genangan. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunan kertas lakmus (7–14). Pengukuran dilakukan dengan cara mencelupkan kertas lakmus ke dalam bak penggenangan selama 15 menit, kemudian diangkat dan dikering anginkan kemudian mencocokan perubahan warna kertas lakmus tersebut dengan standart warna yang tersedia.

2. Pengukuran dengan pH meter digital

Sebelum pengukuran dilakukan, pH meter di kalibrasi terlebih dahulu dengan cara mencelupkan pada larutan buffer pH 4 dan pH 7. Kemudian pH meter dicelupkan pada air genangan yang diukur dengan kedalaman ± 5 cm dan secara otomatis alat akan bekerja mengukur. Pada saat pertama dicelupkan angka yang ditunjukkan oleh display masih berubah-ubah, tunggulah kira-kira 2 sampai 3 menit sampai angka digital stabil.

3.3.5.5Jumlah Stomata

Pengamatan jumlah stomata daun hanya dilakukan satu kali diakhir penelitian. Pengamatan dilakukan menggunakan kuteks yang ditempelkan di


(23)

bawah permukaan daun, setelah itu dilepaskan dan melakukan pengamatan di bawah mikroskop. Pengamatan hanya dilakukan pada masing-masing tanaman tergenang dan tidak tergenang. adapun langkah – langkah mengamati jumlah stomata sebagai berikut:

1. Mengoleskan kuteks bening pada sisi bawah daun dan dibiarkan beberapa

menit hingga kutek kering.

2. Menarik kuteks yang telah mengering dengan bantuan pinset secara

hati-hati dan meletakkan diatas gelas obyek dan menutup kembali dengan menggunakan kaca penutup.

3. Mengamatinya dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran 10 x 40

dan kemudian dihitung jumlah stomata/mm2 luas bidang pandang (mm2

luas daun).

4. Menghitung luas bidang pandang (10 x 40) dengan meletakkan penggaris

plastik berskala mm diatas meja obyek dan mengamati pada pembesaran 10 x 10.

5. Menghitung kerapatan stomata dan jumlah stomata dengan rumus sebagai

berikut:

Kerapatan stomata = jumlah stomata /luas bidang pandang Jumlah stomata = kerapatan stomata x luas daun

3.3.5.6Berat Basah Akar dan Pucuk

Pengukuran berat basah akar dan pucuk dilakukan setelah pengamatan selama 8 minggu selesai. Setelah dipanen, bagian tanaman yang berupa akar dan pucuk dipisahkan, kemudian masing-masing bagian ditimbang dengan timbangan Carturius.

3.3.5.7Berat Basah Total

Pengukuran berat basah total dilakukan bersamaan setelah panen. Berat basah total diperoleh dari jumlah berat basah bagian akar dan pucuk, seperti pada rumus berikut:

Berat Basah Total (BBT) = Berat Basah Pucuk (BBP) + Berat Basah akar (BBA)  


(24)

3.3.5.8Berat Kering Akar dan Pucuk

Pengukuran berat kering akar dan pucuk dilakukan setelah pengamatan tinggi dan diameter selama 8 minggu selesai. Setelah dipanen, bagian tanaman yang berupa akar dan pucuk dipisahkan kemudian dibungkus kertas koran untuk dioven pada suhu 100° C selama 24 jam atau sampai beratnya konstan. Setelah dioven maka dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat kering akar dan pucuk tanaman dengan menggunakan timbangan Carturius.

3.3.5.7 Pengukuran Berat Kering Total

Pengukuran berat kering total (BKT) ini dilakukan pada akhir pengamatan bersamaan dengan pengukuran Nisbah pucuk akar (NPA). Berat kering total (BKT) diperoleh dengan menjumlahkan secara langsung berat kering bagian pucuk dengan berat kering bagian akar, seperti pada rumus berikut:

Berat Kering Total (BKT) = Berat Kering Pucuk (BKP) + Berat Kering akar (BKA)

3.3.5.8Nisbah Pucuk Akar

Nisbah pucuk akar ditentukan dengan membandingkan berat kering pucuk semai dengan berat kering akar semai dalam bentuk persen (%), seperti pada rumus berikut: Nisbah Pucuk Akar = Berat Kering Pucuk x 100%

Berat Kering Akar

3.3.5.9Kadar Air Tanaman

Kadar air tanaman ditentukan dengan membandingkan berat basah total dengan berat kering total dalam bentuk persen (%), seperti pada rumus berikut :

Kadar Air Tanaman = Berat Basah Total – Berat Kering Total x 100%

Berat Basah Total

3.3.5.10 Pemeriksaan Kolonisasi Akar oleh FMA

Pemeriksaan kolonisasi akar dilakukan dengan cara mengambil contoh

akar yang muda (serabut) secara acak dari polybag kemudian dilakukan proses

pembersihan dan pewarnaan akar. Menurut Setiadi et al. (1992), pemeriksaan


(25)

1. Akar diambil dari polybag, kemudian contoh akar dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan semua kotoran yang menempel dan melepaskan semua miselium eksternal fungi.

2. Bagian akar muda (serabut) diambil dan dimasukan ke dalam tabung

film dan direndam dalam larutan KOH 10%, dibiarkan sampai akar bewarna kuning bersih selama ± 2 minggu (setiap hari ganti KOH).

3. Setelah akar berwarna kuning bersih kemudian larutan KOH 10%

dibuang dan akar dibilas dengan air sampai bersih.

4. Akar diasamkan dengan menggunakan HCl 2%, dibiarkan selama

semalam sampai akar berwarna kuning jernih.

5. Larutan HCl dibuang dan diganti dengan larutan staining (gliserol,

asam laktat dan aquades dengan perbandingan 2:2:1 dan ditambah Tryphan blue sebanyak 0,05%), kemudian dibiarkan selama semalam.

6. Larutan staining dibuang dan diganti dengan larutan destaining

(larutan staining tanpa Tryphan blue) dan dibiarkan selama semalam.

7. Akar di potong-potong sepanjang ± 1cm, lalu disusun pada gelas

obyek (1 gelas obyek untuk 10 potong akar), setiap 5 potong akar

ditutup dengan cover glass, selanjutnya diamati dengan mikroskop

stereo.

3.3.5.11 Pengamatan Hama dan Penyakit

Pengamatan hama dan penyakit dilakukan setiap hari pada setiap tanaman dalam kondisi tergenang maupun tidak tergenang. Pengamatan dilakukan dengan cara manual yaitu mengamati bibit satu persatu dengan kasat mata.

3.3.6 Rancangan Percobaan

Dalam penelitian ini dilakukan dua percobaan, percobaan pertama bibit longkida tidak digenangi, sedangkan pada percobaan kedua bibit longkida digenangi. Dalam kedua percobaan ini rancangan percobaan yang digunakan

adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu peubah bebas (independent

variable) yang disebut perlakuan. Terdapat 3 perlakuan yaitu kontrol, pemberian mikoriza dan pemberian pupuk NPK pada kondisi digenangi serta tidak digenangi. Dengan 4 kali ulangan, setiap ulangan terdapat 3 unit dengan 3 perlakuan. Kombinasi perlakuan yang diujicobakan sebagai berikut:


(26)

1. Kondisi digenangi:

L1 = Longkida (kontrol)

M1 = Longkida dengan mikoriza

N1 = Longkida dengan pupuk NPK

2. Kondisi tidak digenangi:

L2 = Longkida (kontrol)

M2 = Longkida dengan mikoriza

N2 = Longkida dengan pupuk NPK

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap peubah yang diamati, dilakukan analisis yang diperoleh dari pengolahan data dengan model rancangan sebagai berikut (Mattjik 2006):

Yij = µ + Pi + єij

i = 1, 2, 3,…………,p dan j = 1, 2, 3,…………,u Dimana :

Yij : Pengamatan perlakuan ke-i dan ulagan ke-j

µ : Rataan Umum

Pi : Pengaruh perlakukan ke-i dan

Єij : Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

3.3.7 Analisis Data

Data hasil pengukuran dianalisis menggunakan Microsoft office excel dan software SPSS 16.0. Analisis sidik ragam dengan uji F terhadap variabel yang diamati dilakukan dengan mengetahui pengaruh berbagai perlakuan yang diberikan. Dengan hipotesis sebagai berikut :

Ho: Kelompok memiliki nilai rata-rata yang sama H1: Kelompok memiliki nilai rata-rata yang berbeda Untuk pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah: Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima

Jika F hitung > F tabel, maka Ho ditolak Atau

Jika Sig > α, maka Ho diterima


(27)

Jika hasil analisis sidik ragam Uji F terdapat pengaruh yang nyata, maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan Uji Duncan untuk mengetahui perlakuan yang terbaik.


(28)

26   

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter, jumlah daun, berat basah akar, berat basah pucuk, berat basah total, berat kering akar, berat kering pucuk, berat kering total, nisbah pucuk akar, kadar air tanaman, jumlah stomata, pH genangan, pengamatan hama dan penyakit dalam kondisi tergenang dan tidak tergenang. Pemeriksaan kolonisasi fungi mikoriza pada akar bibit longkida dilakukan pada akhir penelitian. Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi dapat di lihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam

Parameter Tergenang Tidak Tergenang

Mikoriza NPK Mikoriza NPK

Pertumbuhan tinggi * tn tn tn

Pertumbuhan diameter * tn tn tn

Jumlah daun tn tn tn tn

Berat basah akar tn tn tn tn

Berat basah pucuk tn tn * tn

Berat basah total tn tn * tn

Berat kering akar tn tn * tn

Berat kering pucuk tn tn * tn

Berat Kering total tn tn * tn

Nisbah pucuk akar tn tn tn tn

Kadar air tanaman tn tn tn tn

Keterangan: *= Berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5% , tn= tidak nyata

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman longkida pada kondisi tergenang maupun tidak tergenang. Dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa pada parameter pertumbuhan tinggi dan pertumbuhan diameter, yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman longkida adalah perlakuan pemberian mikoriza pada kondisi yang tergenang. Sedangkan pemberian pupuk NPK tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman longkida. Pada kondisi tidak tergenang, perlakuan tidak mempengaruhi parameter pertumbuhan, namun mempengaruhi berat basah pucuk, berat basah total, berat kering akar, berat kering pucuk, dan berat kering total.


(29)

27   

4.1.1 Pertumbuhan Longkida Pada Kondisi Tergenang

Hasil sidik ragam (Tabel 1) menunjukan bahwa pada kondisi tergenang, perlakuan mikoriza berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman longkida. Sedangkan perlakuan pupuk NPK tidak berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan longkida. Pertumbuhan tinggi, diameter dan jumlah daun setiap minggu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil sidik ragam pertumbuhan longkida setiap minggu pada kondisi tergenang

Parameter Minggu ke-2 Minggu ke-4 Minggu ke-6 Minggu ke-8

Tinggi * * * tn

Diameter * * * *

Jumlah Daun tn tn tn tn

Keterangan: *= Berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5% , tn= tidak nyata 4.1.1.1 Pertumbuhan Tinggi

Hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukan bahwa perlakuan pada kondisi tergenang memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan tinggi tanaman longkida. Untuk mengetahui perlakuan yang terbaik, maka dilakukan uji Duncan. Tabel 3 Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi longkida pada kondisi

tergenang

Perlakuan Tinggi (cm) Peningkatan Terhadap

Kontrol (%)

Kontrol 9,03b 0,00

Mikoriza 11,31a 25,25

NPK 8,78b -2,77

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada taraf uji F 0,05

Hasil uji Duncan pada Tabel 3 menunjukan bahwa masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman longkida pada kondisi tergenang. Pemberian mikoriza menghasilkan rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman longkida sebesar 11,31 cm dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kontrol menghasilkan rata-rata pertumbuhan tinggi sebesar 9,03 cm sedangkan pemberian pupuk NPK menghasilkan rata-rata pertumbuhan tinggi sebesar 8,78 cm. Tabel 3 juga menunjukan bahwa perlakuan mikoriza memberikan peningkatan terhadap kontrol tertinggi jika dibandingkan dengan pemberian pupuk NPK yaitu sebesar 25,25%.


(30)

  G n m D T K t m D p P m Gambar 6 Hasi nyata terhad minggu ke-Duncan. Tabel 4 H

lo Perlakua Kontrol Mikoriz NPK Keterangan :

Gam tergenang se minggu sek Duncan (Tab pada minggu Peningkatan minggu ke-6 Kon Mik NPK T ing gi ( cm )

Diagram p kondisi terg l sidik ragam dap pertumbu -6, untuk m

Hasil uji Du ongkida seti an

Min a

: Huruf yang berbeda ny mbar 6 menya

etiap pengam kali selama

bel 4), perla u ke-4 dan m n tinggi pad

6 sebesar 12, Ming ntrol 1 oriza 1 K 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 peningkatan genang m pada Tabe

uhan tinggi mengetahui p

uncan penga iap minggu p nggu ke-2

1,19a

1,49a

0,53b

g sama dibe yata pada taraf

ajikan pertum matan. Penga

8 minggu akuan mikori

minggu ke-6 a minggu k ,36 cm.

gu ke 2 M

,19 ,49 ,53

pertumbuha

el 2 menunju longkida pad perlakuan y

aruh perlaku pada kondisi Tin Minggu ke-4 3,58b 5,28a 2,62b elakang angk f uji F 0,05 mbuhan ting amatan pertu (5 kali pen iza mengalam 6 jika diband ke-4 adalah Minggu ke 4

3,58 5,28 2,62

an tinggi ta

ukan bahwa p da minggu k yang terbaik uan terhada i tergenang nggi (cm) 4 Minggu 8,03 12,36 8,9 ka menunjuka ggi tanaman umbuhan tin ngukuran). mi peningka dingkan den 5,28 cm, pe Minggu ke 8,03 12,36 8,91 anaman long perlakuan be ke-2, minggu k, maka dila

ap pertumbu ke-6 Min 3b 6a 1b an pengaruh longkida pa nggi dilakuk Berdasarkan atan tinggi ya ngan kontrol eningkatan t

6 Minggu 11,3 16,2 15,7 gkida pada erpengaruh u ke- 4 dan akukan uji uhan tinggi nggu ke-8 11,35a 16,28a 15,73a yang tidak ada kondisi kan setiap 2 n hasil uji

ang terbaik l dan NPK. tinggi pada u ke 8 35 28 73


(31)

29   

4.1.1.2 Pertumbuhan Diameter

Hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukan bahwa perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter tanaman longkida pada kondisi tergenang. Untuk mengetahui perlakuan yang terbaik maka dilakukan uji Duncan. Tabel 5 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap diameter tanaman

longkida pada kondisi tergenang

Perlakuan Diameter (cm) Peningkatan Terhadap

Kontrol (%)

Kontrol 0,29b 0,00

Mikoriza 0,34a 17,24

NPK 0,31ab 6,89

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada taraf uji F 0,05

Hasil uji Duncan pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa perlakuan pemberian mikoriza menghasilkan rata-rata diameter sebesar 0,34 cm, pupuk NPK menghasilkan rata-rata diameter sebesar 0,31 cm, dan kontrol menghasilkan rata-rata diameter yaitu 0,29 cm. Pada Tabel diatas menunjukan bahwa pemberian mikoriza tidak berbeda nyata terhadap pemberian pupuk NPK tetapi berbeda nyata dengan kontrol.

Hasil sidik ragam pada Tabel 2 menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter longkida setiap minggu, untuk mengetahui perlakuan yang terbaik, maka dilakukan uji Duncan.

Tabel 6 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan diameter longkida setiap minggu pada kondisi tergenang

Perlakuan Diameter (cm)

Minggu ke-2 Minggu ke-4 Minggu ke-6 Minggu ke-8

Kontrol 0,03c 0,08b 0,12b 0,18b

Mikoriza 0,07a 0,16a 0,24a 0,32a

NPK 0,05b 0,13a 0,22a 0,30a

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada taraf uji F 0,05

Gambar 7 menyajikan pertumbuhan diameter tanaman longkida pada kondisi tergenang setiap pengamatan. Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 6), perlakuan mikoriza memiliki peningkatan pertumbuhan diameter yang terbaik pada minggu ke-2 jika dibandingkan dengan perlakuan NPK dan kontrol. Peningkatan diameter longkida perlakuan mikoriza pada pengukuran minggu ke-2 adalah 0,07 cm.


(32)

  G 4 p p k m m d j d m k Gambar 7 4.1.1.3Pertu Pada pupuk NPK pertumbuhan Gam kondisi terge menunjukan setiap ming minggu ke-6 daun adalah jumlah daun daun menga minggu ke-6 ke-8 terjadi Kon Mik NPK 0 0 0 0 0 0 0 0 Diameter (cm) Diagram pe kondisi terg umbuhan Jum a hasil sidik K dan mikori n jumlah dau mbar 8 meny

enang setiap n bahwa per ggunya. Jum 6 yaitu seba sebanyak -1 n pada kond alami penur 6 terjadi pen penurunan j Ming ntrol 0 koriza 0 K 0 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35

eningkatan p genang

mlah Daun ragam (Tab za tidak ber un tanaman yajikan pertu p pengamata

rlakuan tida mlah daun t

anyak -2 hel 1 helai. Perla disi tergena runan pada nurunan jum umlah daun

ggu ke 2 M

0,03 0,07 0,05

pertumbuhan

el 1) menun rpengaruh ny longkida pa umbuhan jum an. Berdasark ak berpenga tanaman kon

lai, dan pad akuan mikor ang, sedangk minggu ke-mlah daun se

sebanyak -2 Minggu ke 4

0,08 0,16 0,13

n diameter ta

njukan bahw yata pada tar

da kondisi te mlah daun ta kan hasil sid aruh nyata t ntrol menga da minggu k riza tidak me kan pada pe

-4 yaitu seb banyak -3 h 2 helai. Minggu k 0,12 0,24 0,22 anaman long a perlakuan raf uji F 0,0 ergenang.

anaman long dik ragam pa

terhadap jum alami penur ke-8 penurun

enyebabkan erlakuan NP banyak -1 h helai, dan pa

ke 6 Mingg

0 0 0 gkida pada pemberian 05 terhadap gkida pada ada Tabel 2 mlah daun runan pada nan jumlah penurunan PK, jumlah helai, pada ada minggu

gu ke 8 ,18 ,32 ,30


(33)

  G 4 d p G Gambar 8 4.1.1.4Bera Hasi dan NPK tid pada kondis Gambar 9 Kon Miko NPK Jumlah Dau n (h elai) Terge Berat

Basah Akar (gram

)

Diagram pe pada kondi at Basah Aka l sidik raga dak berpeng i tergenang. Diagram ra kondisi terg Ming ntrol oriza K -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 K enang eningkatan isi tergenang ar (BBA) am pada Tab

aruh nyata p

ata-rata bera genang

ggu ke 2 M

1 2 0 Kontrol 1,55 pertumbuha g

bel 1 menun pada taraf uj

at basah aka Minggu ke 4

0 1 -1

Mikoriz 2,75

an jumlah da

njukan bahw ji F 0,05 terh

ar (BBA) ta Minggu k -2 0 -3 za aun tanaman wa perlakuan hadap berat anaman long

ke 6 Ming

NPK 3,25 n longkida n mikoriza basah akar gkida pada ggu ke 8

-1 1 -2


(34)

  4 d p G 4 d ( G 4.1.1.5 Bera Hasi dan NPK ti pucuk (BBP

Gambar 10 4.1.1.5Bera Hasi dan NPK tid (BBT) pada Gambar 11 Terg Berat Basah Puc u k (gra m ) 1 1 1 BB BB Berat Basah Total (gram )

at Basah Puc l sidik raga idak berpen P) pada kond

Diagram ra kondisi terg at Basah Tota l sidik raga dak berpeng kondisi terg Diagram r kondisi ter 0 1 2 3 4 5 6 7 8 K genang 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 Kon BP 3, BA 1, uk (BBP) am pada Tab

garuh nyata disi tergenang

ata-rata bera genang al (BBT) am pada Tab

aruh nyata p genang. rata-rata ber rgenang Kontrol 3,93 ntrol ,93 ,55

bel 1 menun a pada taraf

g.

at basah puc

bel 1 menun pada taraf uj

rat basah tot Mikoriz 5,25 Mikoriza 5,25 2,75 njukan bahw f uji F 0,05

cuk (BBP) ta

njukan bahw i F 0,05 terh

tal (BBT) ta za N 7 3 wa perlakuan terhadap b anaman long wa perlakuan hadap berat anaman long NPK 7,75 NPK 7,75 3,25 n mikoriza berat basah gkida pada n mikoriza basah total gkida pada


(35)

  4 d ( G 4 d p G 4.1.1.6Bera Hasi dan NPK tid (BKA) pada

Gambar 12 4.1.1.7Bera Hasi dan NPK ti pucuk (BKP Gambar 13 Ter Ber at Ker ing Ak ar (g ram) Terge Bera t Ker ing Puc uk ( gra m )

at Kering Ak l sidik raga dak berpenga a kondisi terg

Diagram r kondisi ter at Kering Puc l sidik raga idak berpeng P) pada kond

Diagram ra kondisi terg 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 rgenang 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 K enang kar (BKA) am pada Tab

aruh nyata p genang.

ata-rata bera rgenang cuk (BKP) am pada Tab

garuh nyata disi tergenan ata-rata bera genang Kontrol 0,25 Kontrol 0,71

bel 1 menun pada taraf uji

at kering ak

bel 1 menun a pada taraf

g.

at kering puc Mikor

0,39

Mikoriz 0,73

njukan bahw i F 0,05 terh

kar (BKA) ta

njukan bahw f uji F 0,05

cuk (BKP) t riza

9

za

wa perlakuan hadap berat k

anaman long wa perlakuan terhadap be tanaman lon NPK 0,41 NPK 1,04 n mikoriza kering akar gkida pada n mikoriza erat kering gkida pada


(36)

  4 d t G 4 m t G 4.1.1.8Bera Hasi dan NPK tid tergenang. Gambar 14 4.1.1.9Nisb Hasi mikoriza da tanaman lon Gambar 15 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 BK BK Berat Kering Total (gram ) Ter N isb ah Puc u k Ak ar (%)

at Kering Tot l sidik raga dak berpenga

Diagram r kondisi ter bah Pucuk Ak

l sidik raga an pupuk NP ngkida pada k

Diagram ra kondisi terg 0 2 4 6 8 1 2 4 6 8 2 Kon KP 0,7 KA 0,2 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 genang tal (BKT) am pada Tab

aruh nyata t

rata-rata bera rgenang kar (NPA) am (Tabel PK tidak be kondisi terge ata-rata nisb genang ntrol 71 25 Kontrol 2,58

bel 1 menun erhadap bera

at kering tot

1) menunju erpengaruh n

enang.

bah pucuk ak Mikoriza 0,73 0,39 Mikoriz 2,38 njukan bahw at kering tot

tal (BKT) ta

ukan bahwa nyata terhad

kar (NPA) t za

wa perlakuan tal (BKT) pa

anaman long

perlakuan dap nisbah p

anaman long NPK 1,04 0,41 NPK 2,63 n mikoriza ada kondisi gkida pada pemberian pucuk akar gkida pada


(37)

  4 m l G 4 t b t t j T K 4 n 4.1.1.10 Ka Hasi mikoriza da longkida pad Gambar 16 4.1.2 Pert Hasi tergenang, p berat basah tanaman lon terhadap pa jumlah daun Tabel 7 H

tid Parameter Tinggi Diameter Jumlah Da Keterangan: * 4.1.2.1 Pertu Berd nyata terhad Terg Kad ar Air T an am an (% )

adar Air Tan l sidik raga an pupuk NP

da kondisi te

Diagram ra kondisi terg

umbuhan T

l sidik rag perlakuan m

total, berat ngkida. Sed arameter per n longkida se asil sidik ra dak tergenan Mingg

aun

*= Berbeda n umbuhan Tin dasarkan sidi dap pertumb 82 83 84 85 86 87 88 K enang aman am (Tabel PK tidak be ergenang. ata-rata kada genang Tanaman Lo am (Tabel mikoriza ber

t kering aka dangkan perl rtumbuhan etiap minggu agam pertum ng

gu ke-2 M

* * tn

nyata menurut nggi

ik ragam (Ta buhan tingg Kontrol

86,55

1) menunju erpengaruh n

ar air tanam

ongkida pad

1) menunj rpengaruh ny ar, berat ker

lakuan pupu longkida. P u dapat dilih mbuhan long

Minggu ke-4 * tn tn t uji F pada ta

abel 1), perl gi pada kon Mikoriz

86,88

ukan bahwa nyata terhad

man (KAT) t

da Kondisi

ukan bahw yata terhada ring pucuk uk NPK tid Pertumbuhan at pada Tabe gkida setiap Minggu

tn tn tn araf 5% , tn= t

akuan tidak ndisi tidak t

za

perlakuan dap kadar a

anaman long

Tidak Terg

a pada kon ap berat bas dan berat k dak berpeng n tinggi, dia

el 7. minggu pa ke-6 Min

tidak nyata

memberikan tergenang. G

NPK 85,25 pemberian ir tanaman gkida pada genang ndisi tidak sah pucuk, kering total aruh nyata ameter dan ada kondisi nggu ke-8 tn tn tn n pengaruh Gambar 17


(38)

  m p G n m T K d d 4 n menyajikan pengamatan selama 8 mi

Gambar 17 Hasi nyata terhad mengetahui Tabel 8 H

lo Perlakua Kontrol Mikoriz NPK Keterangan :

Pada dengan perl dengan pem 4.1.2.2Pertu Berd nyata terhad Kon Mik NPK T ingg i (c m ) pertumbuha n. Pengamata nggu. Diagram p kondisi tid l sidik ragam dap pertumb

perlakuan y Hasil uji Du

ongkida seti an

Mi a

: Huruf yang berbeda ny a Tabel 8 m lakuan miko mberian NPK umbuhan Di dasarkan has dap pertumb Ming ntrol 2 koriza 3 K 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

an tinggi tan an pertumbu

peningkatan dak tergenan m pada Tabe buhan tinggi yang terbaik, uncan penga iap minggu p inggu ke-2

2,63b

3,94a

1,28c

g sama dibe yata pada taraf menunjukan b

oriza memil K dan kontrol

ameter sil sidik rag buhan diame

ggu ke 2 M

2,63 3,94 1,28 naman longk uhan tinggi n pertumbuh ng

el 7 menunju i pada ming maka dilaku aruh perlaku pada kondisi Tin Minggu ke 4,78ab 5,88a 2,93b elakang angk f uji F 0,05 bahwa pada liki peningk l yaitu sebes

gam (Tabel eter pada ko Minggu ke 4

4,78 5,88 2,93

kida pada ko dilakukan s

han tinggi ta

ukan bahwa p ggu ke-2 dan ukan uji Dun uan terhada i tidak tergen nggi (cm) e-4 Mingg 5,7 6,9 4,2 ka menunjuka minggu ke katan yang t

ar 3,94 cm.

1), perlaku ondisi tidak Minggu k 5,77 6,59 4,28 ondisi tergen setiap 2 min

anaman long

perlakuan be n minggu k ncan. ap pertumbu

nang

gu ke-6 Mi

77a 95a 28a an pengaruh -2 pertumbu terbaik, berb

uan tidak be tergenang. G

ke 6 Mingg

7, 8, 6, nang setiap nggu sekali gkida pada erpengaruh e-4. Untuk uhan tinggi inggu ke-8 7,15a 8,53a 6,16a yang tidak uhan tinggi beda nyata erpengaruh Gambar 18

gu ke 8 ,15 ,53 ,16


(39)

  m G n p T K p m menyajikan setiap penga Gambar 18 Hasi nyata terhad perlakuan ya Tabel 9 Ha lo Perlakua Kontrol Mikoriza NPK Keterangan :

Pada pada minggu mikoriza ya Kon Mik NPK 0 0 0 0 0 0 Diameter (cm) pertumbuh amatan. Diagram pe kondisi tida l sidik ragam dap pertumb ang terbaik, asil uji Dun ongkida setia

an

Mi

: Huruf yang berbeda ny a Tabel 9 m u ke-2 adala aitu sebesar Ming ntrol 0 koriza 0 K 0 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 an diameter eningkatan p ak tergenang m pada Tabe buhan diam maka dilaku ncan pengaru ap minggu pa

nggu ke-2

0,04a

0,06a

0,01b

g sama dibe yata pada taraf menunjukan b

ah sebesar 0 0,06 cm. S

ggu ke 2 M

0,04 0,06 0,01 r tanaman pertumbuhan g

el 7 menunju meter pada

ukan uji Dun uh perlakuan ada kondisi t

Diam Minggu ke 0,12a 0,11a 0,08a elakang angk f uji F 0,05 bahwa penin 0,04 cm tidak Sedangkan p Minggu ke 4

0,12 0,11 0,08

longkida pa

n diameter t ukan bahwa p

minggu ke-ncan.

n terhadap p tidak tergena meter (cm) e-4 Minggu 0,1 0,1 0,0 ka menunjuka ngkatan diam k berbeda n perlakuan NP Minggu ke 0,17 0,16 0,09 ada kondisi tanaman lon perlakuan be -2. Untuk m

pertumbuha ang

u ke-6 Min

7a 6a 09a an pengaruh meter tanam nyata dengan PK pada mi

e 6 Mingg

0,1 0,2 0,1 tergenang gkida pada erpengaruh mengetahui n diameter nggu ke-8 0,19a 0,21a 0,11a yang tidak man kontrol n perlakuan inggu ke-2 gu ke 8

19 21 11


(40)

  m p 4 p d G p p 4 N k memiliki pe perlakuan m 4.1.2.3Pertu Pada pupuk NPK daun tanama Gambar 19 Hasi perlakuan m pertumbuhan 4.1.2.4Bera

Hasil NPK tidak b kondisi terge Kon Mik NPK Jumlah da un (h elai) eningkatan mikoriza dan umbuhan jum a hasil sidik K dan mikori an longkida p

Diagram p pada kond l sidik rag mikoriza da n jumlah dau at Basah Aka

sidik ragam berpengaruh enang. Gamb Ming ntrol koriza K 0 1 2 3 4 5 6 7 diameter ya kontrol yaitu mlah daun ragam (Tab za tidak ber pada kondis

peningkatan disi tidak terg gam setiap

an pemberia un longkida ar (BBA) m pada Tabel

nyata pada mbar 20 menu

ggu ke 2 M

2 2 3

ang paling u sebesar 0,0

el 1) menun rpengaruh ny si tergenang.

pertumbuha genang

minggu pa an NPK tid

pada kondis

1 menunjuk taraf uji F 0 unjukan bera Minggu ke 4

2 4 4 buruk jika 01 cm. njukan bahw yata terhadap

an jumlah d

ada Tabel 7 dak berpen si tidak terge

kan bahwa p ,05 terhadap at basah akar Minggu k 4 5 4 dibandingk a perlakuan p pertumbuh daun tanama 7 menunjuk garuh nyata enang. perlakuan mi p berat basah r setiap perla

ke 6 Mingg

kan dengan pemberian han jumlah an longkida kan bahwa a terhadap ikoriza dan h akar pada akuan.

gu ke 8 6 6 6


(41)

  G 4 m p y T K b P N b Gambar 20 4.1.2.5Bera Hasi mikoriza dan pada kondis yang terbaik Tabel 10 Perlak Kontro Mikor NPK Keterangan :

Pada berbeda nya Perlakuan m NPK memil basah pucuk Tidak T B era t B as ah Akar (gra m ) Diagram r kondisi tid at Basah Puc

l sidik ragam n pupuk NPK si tidak terge k dilakukan u Hasil uji D tanaman lon kuan

ol riza

: Huruf yang berbeda ny a Tabel 10 m ata dengan ko mikoriza mem liki berat ba k yang paling

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 Tergenang rata-rata ber dak tergenan cuk (BBP)

m pada Tab K memberik enang, pada uji lanjut Du Duncan peng ngkida pada Berat Ba (gr 6 15 10 g sama dibe yata pada taraf menunjukan ontrol, namu miliki berat b asah pucuk g buruk yaitu

Kontrol 1,55

rat basah ak ng

bel 1 menunj kan pengaruh taraf uji F 0 uncan. garuh perlak kondisi tidak sah Pucuk ram) ,00b ,25a ,50ab elakang angk f uji F 0,05

bahwa bera un tidak berb basah pucuk

sebesar 10, u sebesar 6,0

Miko 3,2

kar (BBA) ta

jukan bahwa h nyata terha 0,05. Untuk

kuan terhad k tergenang Pen

ka menunjuka

at basah puc beda nyata d k sebesar 15,2

,50 gram. K 00 gram. oriza 25

anaman long

a perlakuan adap berat ba

mengetahui

ap berat ba ingkatan Terh Kontrol (%) 0,00 154,17 75,00 an pengaruh uk perlakua dengan perlak

25 gram dan Kontrol mem NPK 2,75 gkida pada pemberian asah pucuk i perlakuan asah pucuk hadap ) yang tidak an mikoriza kuan NPK. n perlakuan miliki berat


(42)

40   

4.1.2.6Berat Basah Total (BBT)

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa, pemberian mikoriza dan pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap berat basah total pada kondisi tidak tergenang. Untuk mengetahui perlakuan yang terbaik dilakukan uji lanjut Duncan.

Tabel 11 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap berat basah total tanaman longkida pada kondisi tidak tergenang

Perlakuan Berat Basah Total

(gram)

Peningkatan Terhadap Kontrol (%)

Kontrol 7,50b 0,00

Mikoriza 18,25a 143,33

NPK 13,25ab 76,67

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada taraf uji F 0,05

Pada Tabel 11 menunjukan bahwa berat basah total perlakuan mikoriza berbeda nyata dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan NPK. Perlakuan mikoriza memiliki berat basah total sebesar 18,25 gram dan perlakuan NPK memiliki berat basah total sebesar 13,25 gram. Kontrol memiliki berat basah pucuk yang paling buruk yaitu sebesar 7,50 gram.

4.1.2.7Berat Kering Akar (BKA)

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa, pemberian mikoriza dan pupuk NPK memberikan pengaruh nyata terhadap berat kering akar pada kondisi tidak tergenang. Untuk mengetahui perlakuan yang terbaik dilakukan uji lanjut Duncan. Tabel 12 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap berat kering akar

tanaman longkida pada kondisi tidak tergenang

Perlakuan Berat Kering Akar

(gram)

Peningkatan Terhadap Kontrol (%)

Kontrol 0,16b 0,00

Mikoriza 0,46a 187,50

NPK 0,33ab 106,25

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada taraf uji F 0,05

Pada Tabel 12 dapat diketahui bahwa pemberian mikoriza tidak berbeda nyata dengan pemberian pupuk NPK, namun pemberian mikoriza berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan mikoriza memiliki rata-rata berat kering akar sebesar 0,46 gram, longkida dengan pemberian pupuk NPK memiliki rata-rata sebesar


(43)

41   

0,33 gram. Sedangkan kontrol memiliki rata-rata terburuk jika dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu sebesar 0,16 gram.

4.1.2.8Berat Kering Pucuk (BKP)

Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel 1, perlakuan pemberian mikoriza dan NPK memberikan pengaruh nyata nyata terhadap berat kering pucuk pada kondisi tidak tergenang, pada taraf uji F 0,05. Dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perlakuan yang terbaik.

Tabel 13 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap berat kering pucuk tanaman longkida pada kondisi tidak tergenang

Perlakuan Berat Kering Pucuk (gram) Peningkatan Terhadap

Kontrol (%)

Kontrol 0,59b 0,00

Mikoriza 1,62a 174,57

NPK 1,09ab 84,75

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada taraf uji F 0,05

Pada Tabel 13 dapat diketahui bahwa pemberian mikoriza tidak berbeda nyata dengan pemberian pupuk NPK, tetapi pemberian mikoriza berbeda nyata dengan kontrol. Kontrol menghasilkan rata-rata berat kering pucuk terendah jika dibandingkan dengan perlakuan mikoriza yaitu 0,59 gram. Sedangkan mikoriza memiliki rata-rata yang lebih besar dari pada kontrol yaitu 1,62 gram, pemberian pupuk NPK menghasilkan rata-rata berat kering pucuk sebesar 1,09 gram.

4.1.2.9Berat Kering Total (BKT)

Hasil sidik ragam (Tabel 1) menunjukan bahwa perlakuan mikoriza dan pupuk NPK memberikan pengaruh nyata terhadap berat kering total tanaman longkida pada kondisi tidak tergenang. Untuk mengetahui perlakuan yang terbaik maka dilakukan uji Duncan.

Tabel 14 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap berat kering total tanaman longkida pada kondisi tidak tergenang

Perlakuan Berat Kering Total

(gram)

Peningkatan Terhadap Kontrol (%)

Kontrol 0,76b 0,00

Mikoriza 2,08a 173,68

NPK 1,42ab 86,84

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada taraf uji F 0,05


(44)

  m N m m j b 4 m t G 4 m k Pemb mikoriza tid NPK mengh memiliki ra memiliki rat juga menunj berat kering 4.1.2.10 N Hasi mikoriza da tanaman lon Gambar 21 4.1.2.11 Ka Hasi mikoriza da kadar air tan Tidak N isb ah Pu cuk Ak ar (%) berian miko dak berbeda hasilkan rat ata-rata pali ta-rata palin jukan pemb total sebesa Nisbah Pucuk l sidik raga an pupuk NP ngkida pada k

Diagram ra kondisi tida adar Air Tan

l sidik raga n pupuk NP naman longk 0 1 2 3 4 5 k Tergenang oriza berbed nyata deng ta-rata berat

ng tinggi y ng kecil diba erian mikor ar 173,68% d k Akar (NPA am (Tabel PK tidak be kondisi terge

ata-rata nisb ak tergenang

aman (KAT am (Tabel PK tidak ber kida pada kon

Kontrol 4,46

da nyata de gan pemberia t kering tot yaitu sebesa andingkan l iza dan pup dan 86,84% A)

1) menunju erpengaruh n

enang.

bah pucuk ak g

T)

1) menunju rpengaruh ny

ndisi tidak te Mik 3

engan kontr an pupuk N tal sebesar ar 2,08 gram

ainnya yaitu uk NPK me terhadap kon

ukan bahwa nyata terhad

kar (NPA) t

ukan bahwa yata pada tar ergenang. koriza 3,55 rol. Tetapi NPK. Pember 1,42 gram. m, sedangk u 0,75 gram emberikan p

ntrol.

perlakuan dap nisbah p

anaman long

perlakuan raf uji F 0,0

NPK 3,69 pemberian rian pupuk . Mikoriza kan kontrol m. Tabel 14

peningkatan pemberian pucuk akar gkida pada pemberian 05 terhadap


(45)

  G 4 d p d G p d Gambar 22

4.1.3pH Ai

Peng dengan kon pengamatan dapat dilihat

Gambar 23 D Ga perlakuan p dibandingka Tidak Kad ar Air (%) Kon Mik NPK pH G en ang an Diagram ra kondisi tid ir Genangan gukuran pH ndisi tergen n). Setiap mi t pada Gamb

Diagram ken ambar 23 m pemberian m an dengan p

85 86 87 88 89 90 k Tergenang Mingg 0 ntrol 6,9 koriza 6,9 K 6,9 0 2 4 6 8 10 ata-rata kada dak tergenan n air genanga nang. Pengu

inggu air ge bar 23.

naikan pH ai menunjukan mikoriza me perlakuan la Kontrol 89,67 gu ke 0 Ming 2 91 91 91 6

ar air tanam ng

an hanya di ukuran dilak enangan men

ir genangan bahwa air emiliki ken in yaitu 1,8 Mik 88 ggu ke 2 Ming 8 8 8 8 6 6

man (KAT) t

i lakukan p kukan 2 m

ngalami pen

setiap penga genangan p naikan pH y 88, pada per

koriza 8,59 ggu ke 4 Min 8,16 8 8,5 8 6,53 7 anaman long ada tanaman minggu seka ningkatan pH amatan pada tanam yang lebih rlakuan kon NPK 88,97 nggu ke 6 Min 8,49 8,66 7,33 gkida pada n longkida ali (5 kali

H air yang

man dengan besar jika ntrol terjadi nggu ke 8 8,68 8,79 7,51


(46)

  k N y 4 t l T 4 t G kenaikan pH NPK menga yaitu sebesa

4.1.4 Jumla

Pada tergenang l longkida pad Tabel 15 Ke

4.1.5 Hama

Ham tergenang d Gambar 24 d

Gam

G

H sebesar 1, alami kenaik ar 0,60.

ah Stomata

a Tabel 9 me lebih banya

da kondisi ti erapatan Sto Kondisi Tergenan Tidak Te

a dan Penya

ma dan peny dan tidak ter

dan 25.

mbar 24 Lon

Gambar 25 L

77, sedangk kan pH yang

enunjukan b ak jika diba

idak tergenan omata

ng ergenang

kit

yakit yang te rgenang ada

ngkida terken

Logkida terk

kan pH air g g lebih keci

ahwa stoma andingkan d

ng.

erlihat pada alah kutu pu

na hama dala

kena hama d

genangan de il dibanding

ata tanaman l dengan jum Kerapa 302 278 tanaman lo utih seperti

am kondisi t

dalam kondis engan perlak gkan perlaku longkida pad mlah stomata atan Stomata

2,55 /mm2

8,66 /mm2

ongkida dala yang ditunj tidak tergena si tergenang kuan pupuk uan lainnya da keadaan a tanaman am kondisi jukan pada ang


(47)

 

4

h a p

V

G    

G

4.1.6 Kolon

Infek hifa atau sa akar tanama perlakuan m

Vesikel

Gambar 26

Gambar 27

nisasi Fungi

ksi akar dap lah satu dia an longkida mikoriza.

Akar longk (perbesara

Akar lon tergenang

Mikoriza A

pat ditunjuka antaranya. G

a dalam kon

kida yang te an 400 kali)

ngkida yang g (perbesara

Arbuskula (F

an dengan a Gambar 26 d ndisi tergen

erkena infek

g terkena in an 400 kali)

FMA) pada

adanya arbus dan 27 menu nang dan tid

ksi FMA da

nfeksi FMA

a Akar

skula, vesike unjukan adan dak tergenan

alam kondisi

Vesi

A dalam kon

el, struktur nya infeksi ng dengan

i tergenang

ikel


(48)

46   

4.2 Pembahasan

Longkida merupakan tanaman yang belum banyak dikenal oleh masyarakat. Longkida disebut sebagai tanaman perintis, biasanya hidup di sepanjang sungai ataupun dekat sungai, hal ini menunjukan bahwa longkida merupakan tanaman yang tahan terhadap genangan. Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan dengan memberikan perlakuan penggenangan pada tanaman longkida serta memberi perlakuan mikoriza dan pupuk NPK. Penelitian ini sangat penting dilakukan karena bertujuan untuk mengetahui budidaya pertumbuhan longkida.

Pertumbuhan bibit longkida diukur berdasarkan parameter tertentu, parameter yang diamati pada penelitian ini antara lain pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter, jumlah daun, berat basah akar, berat basah pucuk, berat basah total, berat basah akar, berat basah pucuk, berat basah total, berat kering akar, berat kering pucuk, berat kering total, nisbah pucuk akar, kadar air tanaman, jumlah stomata, pH genangan, dan kolonisasi FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada akar. Karena secara teknis sulit untuk dilakukan, maka penelitian dipisahkan secara sub penelitian dimana sub penelitian tersebut adalah perlakuan pada kondisi tergenang dan perlakuan pada kondisi tidak tergenang.

Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel 1, penggenangan, perlakuan mikoriza, dan pemberian pupuk NPK memberikan pengaruh nyata yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan bibit longkida. Pemberian mikoriza bertujuan untuk membantu penyerapan unsur hara dari dalam media tanam sedangkan pemberian pupuk diharapkan dapat menstimulir pertumbuhan pucuk tanaman. Penggenangan tanaman dimaksudkan untuk membandingkan apakah pengaruh pertumbuhan tanaman akan sama atau menjadi lebih baik dari pada pertumbuhan tanaman dalam kondisi tidak tergenang. Menurut Islami dan Utomo (1995) tanaman dapat tumbuh serta mampu memberi hasil baik jika tumbuh pada tanah yang cukup kuat menunjang tegaknya tanaman, tidak mempunyai lapisan penghambat perkembangan akar, aerasi baik, kemasaman disekitar netral, tidak mempunyai kelarutan garam yang tinggi, cukup tersedia unsur hara dan air dalam kondisi seimbang.


(1)

Lampiran 14 Hasil sidik ragam untuk parameter jumlah daun pada kondisi tidak tergenang

Descriptives

Perlakuan N Mean Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

Kontrol 12 13.00 1.907 .550 11.79 14.21 10 16

Mikoriza 12 12.42 1.379 .398 11.54 13.29 10 14

NPK 12 11.92 1.505 .434 10.96 12.87 10 16

Total 36 12.44 1.629 .272 11.89 13.00 10 16

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 7.056 2 3.528 1.356 .272

Within Groups 85.833 33 2.601

Total 92.889 35

Lampiran 15 Hasil sidik ragam untuk parameter berat basah akar kondisi tidak tergenang

Descriptives

Perlakuan N Mean Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

Kontrol 4 1.5000 .57735 .28868 .5813 2.4187 1.00 2.00

Mikoriza 4 3.0000 .81650 .40825 1.7008 4.2992 2.00 4.00

NPK 4 2.7500 1.25831 .62915 .7478 4.7522 1.00 4.00

Total 12 2.4167 1.08362 .31282 1.7282 3.1052 1.00 4.00

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 5.167 2 2.583 3.000 .100

Within Groups 7.750 9 .861


(2)

Lampiran 16 Hasil sidik ragam dan hasil uji Duncan untuk parameter berat basah pucuk pada kondisi tidak tergenang

Descriptives

Perlakuan N Mean Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

Kontrol 4 6.0000 2.30940 1.15470 2.3252 9.6748 4.00 8.00

Mikoriza 4 15.2500 4.03113 2.01556 8.8356 21.6644 11.00 20.00

NPK 4 10.5000 4.04145 2.02073 4.0691 16.9309 7.00 16.00

Total 12 10.5833 5.08935 1.46917 7.3497 13.8170 4.00 20.00

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 171.167 2 85.583 6.771 .016

Within Groups 113.750 9 12.639

Total 284.917 11

Post Hoc Tests Homogeneous Subsets

Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Kontrol 4 6.0000

NPK 4 10.5000 10.5000

Mikoriza 4 15.2500

Sig. .107 .091

Lampiran 17 Hasil sidik ragam dan hasil uji Duncan untuk parameter berat basah total pada kondisi tidak tergenang

Descriptives

Perlakuan N Mean Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

Kontrol 4 7.5000 2.88675 1.44338 2.9065 12.0935 5.00 10.00

Mikoriza 4 18.2500 4.57347 2.28674 10.9726 25.5274 13.00 23.00

NPK 4 13.2500 5.12348 2.56174 5.0974 21.4026 8.00 20.00

Total 12 13.0000 6.01513 1.73642 9.1782 16.8218 5.00 23.00


(3)

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 231.500 2 115.750 6.257 .020

Within Groups 166.500 9 18.500

Total 398.000 11

Post Hoc Tests Homogeneous Subsets

Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Kontrol 4 7.5000

NPK 4 13.2500 13.2500

Mikoriza 4 18.2500

Sig. .091 .135

Lampiran 18 Hasil sidik ragam dan hasil uji Duncan untuk parameter berat kering akar pada kondisi tidak tergenang

Descriptives

Perlakuan N Mean Std.

Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

Kontrol 4 .1575 .09142 .04571 .0120 .3030 .07 .28

Mikoriza 4 .4600 .14024 .07012 .2369 .6831 .34 .65

NPK 4 .3325 .17308 .08654 .0571 .6079 .18 .54

Total 12 .3167 .18052 .05211 .2020 .4314 .07 .65

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .185 2 .092 4.773 .039

Within Groups .174 9 .019


(4)

Post Hoc Tests Homogeneous Subsets

Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Kontrol 4 .1575

NPK 4 .3325 .3325

Mikoriza 4 .4600

Sig. .109 .227

Lampiran 19 Hasil sidik ragam dan hasil uji Duncan untuk parameter berat kering pucuk pada kondisi tidak tergenang

Descriptives

Perlakuan N Mean

Std. Deviati

on

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

Kontrol 4 .5975 .20614 .10307 .2695 .9255 .41 .89

Mikoriza 4 1.6225 .48747 .24373 .8468 2.3982 1.14 2.10

NPK 4 1.0900 .40008 .20004 .4534 1.7266 .67 1.63

Total 12 1.1033 .55783 .16103 .7489 1.4578 .41 2.10

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2.102 2 1.051 7.164 .014

Within Groups 1.321 9 .147

Total 3.423 11

Post Hoc Tests Homogeneous Subsets

Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Kontrol 4 .5975

NPK 4 1.0900 1.0900

Mikoriza 4 1.6225


(5)

Lampiran 20 Hasil sidik ragam dan hasil uji Duncan untuk parameter berat kering total pada kondisi tidak tergenang

Descriptives

Perlakuan N Mean Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

Kontrol 4 .7550 .25384 .12692 .3511 1.1589 .48 1.06

Mikoriza 4 2.0825 .60720 .30360 1.1163 3.0487 1.48 2.63

NPK 4 1.4225 .51461 .25731 .6036 2.2414 .87 2.04

Total 12 1.4200 .71468 .20631 .9659 1.8741 .48 2.63

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 3.525 2 1.762 7.575 .012

Within Groups 2.094 9 .233

Total 5.618 11

Post Hoc Tests Homogeneous Subsets

Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Kontrol 4 .7550

NPK 4 1.4225 1.4225

Mikoriza 4 2.0825

Sig. .082 .085

Lampiran 21 Hasil sidik ragam untuk parameter nisbah pucuk akar pada kondisi tidak tergenang

Descriptives

Perlakuan N Mean Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

Kontrol 4 4.4675 1.68300 .84150 1.7895 7.1455 2.04 5.86

Mikoriza 4 3.5525 .57541 .28770 2.6369 4.4681 3.05 4.38

NPK 4 3.6925 1.42808 .71404 1.4201 5.9649 2.00 5.44


(6)

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.943 2 .972 .560 .590

Within Groups 15.609 9 1.734

Total 17.552 11

Lampiran 22 Hasil sidik ragam untuk parameter kadar air pada kondisi tidak tergenang

Descriptives

Perlakuan N Mean Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

Kontrol 4 89.6750 1.74236 .87118 86.9025 92.4475 87.40 91.50

Mikoriza 4 88.5984 1.57013 .78507 86.0999 91.0968 87.38 90.75

NPK 4 88.9780 2.70269 1.35134 84.6774 93.2786 85.27 91.71

Total 12 89.0838 1.92596 .55598 87.8601 90.3075 85.27 91.71

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2.385 2 1.193 .279 .763

Within Groups 38.417 9 4.269