terbentuk akan semakin besar dan menandakan aktivitas enzim yang terjadi juga besar. Pada penelitian Panuju 2003, ditemukan 25 isolat proteolitik dari sumber
air Pemandian Air Panas Cimanggu Ciwidey, Bandung yang diisolasi pada media SMA yang mengandung 2 susu skim. Isolat dengan indeks proteolitik terbesar
adalah CW 3-16 dengan IP sebesar 3,60. Susu skim digunakan sebagai sumber substrat. Susu skim mengandung
kasein sebagai protein susu dimana akan dihidrolisis oleh mikroorganisme proteolitik menjadi peptida dan asam amino yang larut sehingga pada koloni
dikelilingi zona bening, menunjukkan mikroba tersebut mempunyai aktivitas proteolitik. Zona bening yang terbentuk di sekitar koloni bakteri merupakan tanda
hilangnya partikel kasein di media skim milk agar. Adanya bakteri proteolitik ekstraseluler, kasein akan terhidrolisis menjadi peptida-peptida dan asam amino
yang larut Fardiaz, 1992. Bacillus
sp. merupakan salah satu jenis bakteri yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan protease. Enzim ekstraseluler Bacillus sp. sangat efisien
dalam memecah berbagai senyawa karbohidrat, lipid dan protein rantai panjang menjadi unit-unit rantai pendek atau senyawa-senyawa yang lebih sederhana.
Setiap spesies bakteri memiliki batas toleransi tertentu terhadap parameter lingkungan tertentu. Fleksibilitas mikroba dalam beradaptasi pada lingkungan
yang berbeda terlihat ekspresi genetik yang berubah Baehaki, 2011.
4.3 Aktivitas Keratinolitik Secara Kualitatif
Isolat proteolitik yang telah diperoleh selanjutnya diuji kemampuannya dalam menghidrolisis keratin. Masing-masing isolat ditumbuhkan dalam media FMA
yang mengandung 1 tepung bulu Agrahari Wadhwa, 2010, yang bertujuan untuk mendapatkan isolat yang potensial dalam memecah keratin pada bulu ayam
sebagai sumber karbon dan nitrogen bagi pertumbuhannya. Selanjutnya isolat diinkubasi pada suhu 30
o
C selama ±24 jam. Hasil isolasi menunjukkan bahwa seluruh isolat bakteri dapat menghidrolisis keratin yang ditandai dengan
terbentuknya zona bening di sekitar koloni. Uji aktivitas keratinolitik dilakukan dengan mengukur kemampuan bakteri dalam memecah keratin dengan
membandingkan besar zona bening di sekitar koloni dengan besar diameter koloni. Hasil aktivitas keratinolitik secara kualitatif dapat dilihat pada Gambar 2.
1,18 1,45
1,02 1,27
1,25 1,4
3,91
1,3 1,57
3,4
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5 4
4,5
FU1 FU2
FU3 FU4
FU5 FU6
FU7 FU8
FU9 FU10
In d
ek s Keratin
o litik
Isolat Bakteri
Gambar 2. Indeks Keratinolitik Isolat Bakteri Keratinolitik secara Kualitatif Indeks keratinolitik isolat bakteri yang berasal dari feses ular sanca
bervariasi antara 1,02-3,91. Isolat yang memiliki indeks keratinolitik yang terbesar adalah FU7 yaitu sebesar 3,91 dan FU10 yang memiliki indeks
keratinolitik sebesar 3,4. Isolat yang memiliki indeks keratinolitik terkecil adalah FU3 dengan indeks keratinolitik sebesar 1,02. Data selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 11 hal. 39. Adanya perbedaan nilai indeks keratinolitik, memungkinkan bakteri memiliki aktivitas enzim dan sifat fisiologi yang berbeda
dari masing-masing isolat. Terbentuknya zona bening di sekitar koloni mikroorganisme pada medium
padat yang mengandung keratin disebabkan oleh mikroorganisme yang menghasilkan keratinase. Keratinase disekresikan pada medium kemudian
menghidrolisis substrat keratin sehingga menyebabkan medium di sekitar koloni kelihatan bening Friedrich et al., 1999. Dari penelitian Yue et al. 2011, bakteri
Bacillus sp. 50-3 yang diisolasi dari feses kadal Calotes versicolor mampu
membentuk diameter zona bening sekitar 6 kali lipat lebih besar dari diameter koloni pada media FMA.
Pembentukan zona bening pada setiap isolat sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pH, konsentrasi enzim dan substrat, suhu serta
adanya aktivator dan inhibitor Lehninger, 2005. Pada umumnya, setiap enzim
memiliki aktivitas maksimum pada suhu tertentu, aktivitas enzim akan semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya suhu sampai suhu optimum tercapai.
Peningkatan suhu akan mempengaruhi perubahan konformasi substrat sehinggasisi aktif substrat mengalami hambatan untuk memasuki sisi aktif enzim
dan menyebabkan turunnya aktivitas enzim Baehaki et al., 2011.
4.4 Potensi Bakteri Keratinolitik dari Feses Ular Sanca Python sp.