2.4 Diagnosa Tuberkulosis
Diagnosa penyakit TB secara umum dapat ditegakkan dengan : anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
darah, dahak, cairan otak, pemeriksaan patologi anatomi PA, rontgen dada foto thorax, dan uji tuberkulin.
16
Pada pasien asimtomatik, umumnya dideteksi dengan positifnya uji tuberkulin dan foto x-ray yang menunjukkan adanya TB. Diagnosis
pada pasien simtomatik, dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik. Namun, di Indonesia, pada saat ini, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan
diagnosis TB pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis karena tingginya prevalensi TB.
16
Uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan
Mycobacterium tuberculosis. Di lain pihak, pada penderita HIVAIDS, malnutrisi berat, TB milier dan Morbili dapat menunjukkan hasil uji tuberkulin yang negatif
meskipun orang tersebut menderita Tuberkulosis.
17
Tes khusus untuk mendiagnosa TB disebut PCR Polymerase Chain Reaction yang digunakan untuk mendeteksi
material genetik bakteri. Tes ini sangat sensitif dimana dapat mendeteksi jumlah yang sangat kecil dari bakteri TB dan spesifik hanya untuk mendeteksi bakteri TB.
18
2.5 Patogenesis keterlibatan rongga mulut pada penyakit TB
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang paru-paru namun juga memiliki kemampuan untuk menyerang hampir seluruh bagian dari tubuh
termasuk rongga mulut.
5
Penyakit ini bersifat aerobik dan menyebar dari satu orang ke orang lain dan umumnya memerlukan kontak yang berulang untuk
Universitas Sumatera Utara
penyebarannya.
5
Penyakit TB berkembang ketika sistem imun tidak dapat melawan infeksi bakteri tersebut.
5
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk
atau HIVAIDS.
5
Bentuk primer dari penyakit TB paling sering mengenai paru. Namun pada banyak pasien, infeksi tersebut tidak menyebar, dan seiring dengan meningkatnya
daya tahan tubuh pasien, maka bagian tubuh yang mengalami infeksi mengalami penyembuhan berupa fibrosis dan kalsifikasi.
18-19
Pada sedikit pasien, penyakit paru yang berkelanjutan, menyebar ke organ lain melalui self-inoculation melalui sputum
yang terinfeksi, darah atau sistem limfatik yang mengakibatkan bentuk sekunder dari penyakit TB.
5
Lesi TB rongga mulut, dapat berupa infeksi primer dan sekunder dari infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.
2-5
Patogenesis biasanya karena inokulasi sendiri melalui sputum yang terinfeksi tetapi dapat juga terjadi melalui aliran darah.
Inokulasi langsung sering melibatkan gingiva, soket gigi dan lipatan bukal.
5
Kasus yang paling sering dari TB di rongga mulut disebabkan infeksi sekunder dari TB paru. Permukaan mukosa oral yang sehat relatif resisten terhadap
kuman Mycobacterium tuberculosis karena saliva juga mempunyai efek bakteriostatik. Saliva mempunyai efek proteksi yang dapat mencegah terjadinya lesi
TB rongga mulut, walaupun banyak basil yang berkontak dengan permukaan mukosa rongga mulut yang khas pada kasus TB paru.
5
Luka kecil pada mukosa merupakan tempat yang disenangi oleh mikroorganisme. Faktor predisposisi lain termasuk oral
hygiene yang jelek, ekstraksi gigi dan leukoplakia.
5
Universitas Sumatera Utara
2.6 Evaluasi dan penanggulangan gigi dan mulut pada penderita TB