PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PKn MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 11 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

(1)

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

(Skripsi)

Oleh

M.S Maulina

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh M.S. MAULINA

0913064002

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Pada

Program Studi PPKn Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(3)

Judul Penelitian : Peningkatan Motivasi Belajar PKn Melalui

Pembelajaran Kooperatif (Tipe Pendekatan Struktural

Think-Pair-Share) Pada Siswa Kelas VIII A SMP N 11 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012

Nama Mahasiswa : MS. Maulina

NPM : 0903064002

Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Menyetujui

1. Komisi Pembimbing,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Holilulloh, M.Si. M. Mona Adha, S.Pd, M.Pd

NIP 196107111987031003 NIP 197911172005011002

2. Mengetahui ,

Ketua Jurusan P. IPS, Ketua Program Studi PKn,

Drs. Buchori Asyik, M.Si. Drs. Holilulloh, M.Si.


(4)

(5)

1. Tim Penguji

Ketua :Drs. Holilulloh, M.Si. ...

Sekretaris :M. Mona Adha, S.Pd,M.Pd. ...

Penguji

Bukan Pembimbing :Dr. Irawan Suntoro. M.S, ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP. 19600315 198503 1 003


(6)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

1. Nama : M.S. Maulina

2. NPM : 0903064002

3. Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 4. Jur/ Fakultas : Pend.IPS/ FKIP UNILA

5. Alamat : Jl. Pangeran Tirtayasa Perumdam II Sriwijaya Blok C No.12 Sukabumi, Bandar Lampung

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yag secara tertulis diacudalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

.

Bandar lampung, 14 April 2012 Materai 6000

M.S. Maulina NPM. 0903064002


(7)

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1963 di Bandar Lampung, merupakan anak kelima dari dua belas bersaudara pasangan Bapak Muhammad Senen ( Almarhum) dan Ibu Hj. Nuraina.

Pada Tahun 1976 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Persit Kartika II Bandar Lampung, selanjutnya penulis melanjutnya ke Sekolah Menengah Pertama YPRI Bandar Lampung yang di tamatkan pada tahun 1980, dan melanjutkan kejenjang Sekolah Menengah Atas PGRI I Bandar Lampung yang berhasil ditamatkan pada tahun 1983. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Universitas Lampung Program Diploma 1 jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Civic Hukum selesai tahun 1984. Pada Tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program S1 Kependidikan Bagi Guru Dalam Jabatan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan berhasil meraih glar Sarjana Pendidikan pada Tahun 2012.


(8)

Skripsi ini kupersembahkan untuk

Suamiku tercinta yang telah mendukung dan memberikan semangat

saya untuk selalu maju dan tidak putus asa

Bapak dan Ibuku (alm) tercinta yang telah mendukung dan

mendoakan saya dalam menyelesaikan kuliah

Anak-anakku tersayang (Carolin Maryam, Zimar Becja, Nanda Mita

Yani, Revi Clarina) yang selalu memberi semangat dan dukungan

untuk cepat menyelesaikan kuliahku

Kakak dan adik,saudaraku yang selalu memberikan dukungan dan

bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliah

Pembimbing skripsi Bapak Drs.Holilulloh M.Si.dan Bapak M. Mona

Adha S.Pd., M.Pd yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan

skripsi

Bapak/ Ibu dosen program studi Pendidikan Kewarganegaraan yang

telah memberikan bantuan untuk terselesainya skripsi ini

Bapak Kepala Sekolah dan Dewan guru SMP N II Bandar Lampung

yang telah memberi kesempatan dan dukungan moril

Almamater tercinta

Unversitas Lampung


(9)

Percayalah, dimana ada kemauan disitu akan terbentang

jalan yang kemudahan untuk kita.

(M.S. Maulina)

Ketahuilah bahwa bersama kesabaran ada kemenangan

Bersama kesusahan ada jalan keluar dan bersama

Kesulitan ada kemudahan

(H.R Tarmidzi)


(10)

SANWACANA

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat serta Hidayah_Nya kepada peniliti, sehingga dengan kekuatan dan nikmat kesehatan peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dengan Menerapkan Model Pembelajaran Think-Pair-Share(TPS) pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 11 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012 dengan baik.

Peneliti menyadari keberhasilan dalam penyusunan ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Toha B.S Jaya, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Buchori Asyik,M.Si selaku Pembantu Dekan III dan juga sekaligus Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(11)

5. Bapak Drs. Holilulloh, M.Si., selaku Ketua Program Studi PKn sekaligus sebagai pembimbing akademik, pembimbing I skripsi yang telah banyak memberikan, bimbingan, pengarahan dan nasehat hingga penulisan skripsi ini selesai.

6. Bapak M. Mona Adha, S.Pd., M.Pd., selaku pembimbing II yang senantiasa memberikan bimbingan, pengarahan, ilmu dan saran dengan penuh kesabaran hingga penulisan skripsi ini selesai.

7. Bapak Dr. Irawan Suntoro, M.S., selaku pembahas I dan penguji utama yang telah memberikan arahan, nasehat dan ilmu dan saran yang bersifat membangun kepada penulis.

8. Bapak-bapak staf administrasi Program Studi PPKn FKIP Unila (Pak Susilo, Pak Ali) yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menempuh kuliah.

9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi PPKn yang telah memberikan bimbingan dan arahannya serta bekal kepada peneliti dalam menyusun skripsi.

10. Hj. Rosdihawati S.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 11 Bandar Lampung yang telah memberikan ijin untuk melanjutkan studi S1 dalam jabatan serta ijin dalam melaksanakan penelitian di sekolah.

11. Ibu Dwi, selaku guru mitra PKn SMP Negeri 11 Bandar Lampung yang telah membantu dalam proses pengumpulan data untuk penelitian ini.

12. Rekan-rekan mahasiswa S1 dalam jabatan Jurusan IPS Program Studi PPKn terimakasih atas persahabatan, semangat, dan bantuanya semoga kita semua sukses dan selalu dalam limpahan rahmatNya, Amin.


(12)

13. Rekan-rekan guru di SMP Negeri 11 Bandar Lampung yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

14. Siswa-siswi SMP SMP Negeri 11 Bandar Lampung yang telah membantu kelancaran penelitian.

15. Semua pihak yang telah membantu baik moral maupun material yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan yang berlipat ganda atas bantuan dan amal baiknya, Amin.

Saya sebagai peneliti menyadari atas keterbatasan kemampuan yang saya miliki, sehingga skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan.

Bandar lampung, April 2012 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... ...i

ABSTRAK... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERNYATAAN... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

MOTTO... viii

SANWACANA... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

F. Ruang Lingkup... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran ... 11

B. Pembelajaraan KooperatifThink Pair Share ... 16

C. Motivasi Belajar ... 32

D. Tinjauan Mata Pelajaran PKn ... 36

III.METODOLOGI PENELITIAN A. Metodelogi Penelitian ... 42

B. Faktor Yang Diteliti ... 43

C. Operasional Penelitian ... 44

D. Teknik Pengumulan Data ... 47

E. Teknik Analisis Data... 48


(14)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 52

1. Siklus Kesatu 1.1. Perencanaan Siklus I ... 62

1.2. Pelaksanaan Siklus I... 63

1.3. Observasi Siklus I ... 64

1.4. Refleksi Siklus I ... 68

1.5. Rekomendasi Siklus I... 70

2. Siklus Kedua 2.1. Perencanaan Siklus II... 72

2.2. Pelaksanaan Siklus II ... 72

2.3. Observasi Siklus II ... 74

2.4. Refleksi Siklus II... 78

2.5. Rekomendasi Siklus II ... 80

3. Siklus Ketiga 3.1. Perencanaan Siklus III ... 82

3.2. Pelaksanaan Siklus III ... 82

3.3. Observasi Siklus III ... 85

3.4. Refleksi Siklus III... ... 89

3.5. Rekomendasi Siklus III ... 90

B. Pembahasan ... 90

1. Siklus I ... 91

2. Siklus 2... 95

3. Siklus 3... 99

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA...105 LAMPIRAN ...


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.1 Hasil Wawancara Dengan Siswa di SMP N 11

Bandar Lampung... ... 4

Tabel 1.2 Aktivitas Belajar Siswa... 5

Tabel 2.1 SK dan KD PKn Kelas VIII Semester Ganjil ... 40

Tabel 3.1 Kisi–kisi observasi aktivitas guru ... 49

Tabel 3.2: Kisi-Kisi Observasi Motivasi Belajar Siswa ... 51

Tabel 4.1 Rangkuman Motivasi Belajar Siswa ... 55

Tabel 4.2 Rangkuman Persentase Motivasi Belajar Siswa Persiklus ... 56

Tabel 4.3 Aktivitas Belajar Siswa Kelas VIII A SMP N 11 Bandar Lampung Dengan Menerapkan Model TPS pada Pelajaran PKn Tahun Pelajaran 2011-2012... 58

Tabel 4.4. Hasil Pengamatan Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran Dengan Menerapkan Model TPS pada Pelajaran PKn ... 60

Tabel 4.5 Hasil Observasi Siklus I... 64

Tabel 4.6 Hasil Observasi Siklus II ... 74


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Model Penelitian Tindakan Kelas ... 54 2. Grafik peningkatan motivasi belajar siswa dengan menerapkan

model TPS pada pelajaran PKn ... 57 3. Grafik peningkatan aktivitas belajar siswa dengan

menerapkan model TPS pada pelajaran PKn ... 59 4. Grafik peningkatan aktifitas guru dalam


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk mewujudkan terciptanya sumber daya manusia yang produktif sebagai pelaku pembangunan. Keberhasilan pendidikan itu ditentukan oleh kemampuan guru dalam memahami tujuan pendidikan yang dicapai, dan keterlibatan orangtua dalam kegiatan pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung.

Belajar merupakan kegiatan yang berproses, dan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah, maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

Belajar adalah “istilah kunci” yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan,

sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Menurut Syah

Muhibbin (2004:59), bahwa ”dalam perubahan dan kemampuan untuk berubah

merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Karena dengan belajar, maka manusia dapat berkembang lebih jauh daripada makhluk lainnya,


(18)

dengan kemampuan berkembang melalui belajar itu pun manusia secara bebas dapat mengeksploitasi, memilih, dan menetapkan keputusan – keputusan penting untuk

kehidupannya.”

Selanjutnya dengan belajar maka individu mengalami proses perubahan tingkah laku pada setiap individu yang meliputi pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan yang didapat melalui pengalaman, atau latihan dan berlangsung secara aktif dengan lingkungan belajarnya. Perubahan itu merupakan kecakapan baru yang terjadi kerena adanya usaha secara sengaja melalui kegiatan pembelajaran. Program sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, bertujuan untuk membantu keluarga dalam mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak atau siswa, agar menjadi manusia seutuhnya. Pembentukan pribadi menjadi manusia seutuhnya akan dapat diwujudkan jika siswa memperoleh kesempatan dalam pendidikan. Pengalaman itu sebagian diperoleh siswa secara langsung maupun tidak langsung melalui materi pelajaran sebagaimana yang ditetapkan dalam kurikulum.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran yang kurang tepat yang dilakukan oleh guru akan berdampak pada kurang berkembangnya peserta didik. Salah satu faktor penyebab tidak berkembangnya peserta didik adalah metode pembelajaran yang kurang tepat, yakni guru tidak mengembangkan metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Untuk itu, mutu pembelajaran sangat ditentukan oleh metode atau cara yang dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar. Metode yang baik dapat mengubah sistem pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center) menjadi sistem pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center). Proses pembelajaran


(19)

dimana siswa sebagai pusatnya akan membuat suasana belajar semakin hidup sehingga siswa dapat berdikusi dan bekerjasama dengan temannya.

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran wajib yang harus ditempuh oleh peserta didik dimana mata pelajaran tersebut banyak memuat nilai normatif daripada konsep, sehingga pendidik banyak menggunakan metode ceramah. Setelah diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan, maka mata pelajaran tersebut banyak mengalami perubahan, muatan materi yang terkandung di dalamnya juga banyak memuat konsep dan tidak lagi bersifat normatif.

Sekalipun banyak mengalami perubahan, tetapi pendekatan dan metode yang dilakukan pendidik tidak mengalami perubahan, hal ini mungkin disebabkan kebiasaan pendidik dalam memberikan materi pelajaran, sehingga tampak peserta didik hanya secara pasif mendengarkan ceramah yang diberikan oleh pendidik.

Siswa SMP pada umumnya mengangap Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu bidang mata pelajaran yang tergolong membosankan. Siswa kurang semangat dalam belajar dan sering tidak mempehatikan penjelasan dari guru, akibatnya nilai PKn siswa tergolong masih rendah.

Berdasarkan hasil observasi awal di SMP Negeri 11 Bandar Lampung Kelas VIII A diketahui bahwa proses pembelajaran PKn yang dilakukan oleh guru masih menggunakan metode ceramah dimana guru menjelaskan materi pelajaran di depan kelas, memberi contoh soal, mengerjakan lembar kerja siswa (LKS), dan diakhiri


(20)

dengan pemberian tugas rumah (PR). Dalam memberikan materi pembelajaran guru lebih menitikberatkan pada pemberian informasi, latihan soal. Hal ini menyebabkan cara belajar siswa tidak berlangsung dengan efektif dan bermakna, siswa tidak terlibat langsung dalam pembelajaran dan hanya menerima materi yang diberikan oleh guru. Selain itu aktivitas siswa hanya terbatas pada mendengar dan mencatat materi yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran tidak melibatkan siswa pada aspek nyata seperti mengaitkan materi yang dipelajari dengan kejadian yang ada dalam kehidupan sekitar. Dalam hal ini guru hanya melihat dari segi kognitif dan kurang memperhatikan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran.

Keadaan seperti ini pada akhirnya membawa dampak kepada suasana belajar yang tidak menyenangkan bagi siswa, siswa merasa bosan pada materi yang diberikan oleh guru. Siswa menjadi malas untuk melakukan aktivitas-aktivitas belajar. hal ini terlihat dari hasil wawancara yang dilakukan kepada siswa yang terlihat dari tabel 1.1 seperti berikut :

Tabel 1.1 Hasil Wawancara Dengan Siswa di SMP N 11 Bandar Lampung No

Indikator Hasil Wawancara JMLHSiswa

Ya Tidak

1

Apakah anda belajar/ membaca materi terlebih dahulu sebelum belajar dikelas

15 ( 44,12%)

19

(55,88%) 34 2 Apakah anda memahami pelajaranyang telah lalu 10

(29,41%)

24

(70,59%) 34 3

Apakah anda tertarik belajar dengan metode /model yang digunakan guru 13 ( 44,12%) 19 (55,88%) 34 4

Apakah anda aktif dalam kegiatan kerja kelompok atau pada

pembelajaran berlangsung (29,41%)10 (70,59%)24


(21)

5

Apakah anda mengalami kesulitan

dalam belajar dikelas (23,53% )8 (76,47%)25 34 Sumber : Observasi di SMP N 11 Bandar Lampung

Berdasarkan hasil wawancara pada tabel I.1 nampak jelas kondisi siswa di SMP Negeri 11 Bandar Lampung, Kesiapan belajar siswa, kerjasama dan ketertarikan siswa dalam model pembelajaran yang diterapkan sangat rendah sehingga siswa mengalami kesulitan mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah.

Selanjutnya berdasarkan dari hasil pengamatan aktivitas belajar siswa dapat diketahui yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.2 : Aktivitas Belajar Siswa

No Aktivitas Belajar Aktif Kurang

Aktif

Tidak aktif 1 Kemampuan Mengajukan

Pertanyaan

2 Kemampuan Menjawab Pertanyaan

3 Kemampuan Mengemukakan Pendapat

4 Kemampuan Memberikan Argumentasi

5 Kemampuan memberikan kritik 

6 Kemapuan Berfikif 

Sumber : Observasi di SMP N 11 Bandar Lampung

Berdasarkan uraian di atas, rendahnya motivasi belajar diduga karena guru menggunakan model pembelajaran yang kurang tepat dalam pembelajarannya. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal, maka perlu adanya perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut adalah


(22)

yaitu pembelajaran dengan pendekatan kooperatif, khususnya tipe pendekatan strukturalThink-Paire-Share.

Pembelajaran kooperatif telah menjadi salah satu pembaharuan dalam pergerakan reformasi pendidikan. Pembelajaran kooperatif sebenarnya merangkumi banyak jenis bentuk pengajaran pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan secara kumpulan kecil supaya peserta didik dapat bekerjasama dalam kumpulan untuk mempelajari isi kandungan pelajaran dengan pelbagai kemahiran sosial. Pada dasarnya, pembelajaran kooperatif melibatkan pelajar bekerjasama dalam mencapai satu-satu objektif pembelajaran

Model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Paire Share (TPS) sangat mudah dan sederhana untuk dilaksanakan disemua jenjang pendidikan. Metode ini melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar secara langsung untuk melatih keaktifan siswa dalam pembelajaran, melatih siswa berdiskusi dalam memecahkan masalah, dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Model TPS juga dapat melatih siswa untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, terampil dalam berdiskusi dengan pasangannya serta dapat melatih keberanian siswa untuk mengemukakan pendapatnya di depan kelas.

Berangkat dari konsepsi ini diharapkan hasil pembelajaran akan lebih bermakna. Proses pembelajarannya akan berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mangalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam pembelajaran kooperatif ini, siswa didorong untuk mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya dan bagaimana mencapainya. Diharapkan mereka sadar bahwa yang mereka pelajari itu berguna bagi hidupnya. Dengan demikian mereka


(23)

akan menempatkan dirinya sebagai pihak yang memerlukan bekal untuk hidupnya nanti.

Selanjutnya, dalam pembelajaran PKn dengan menggunakan model TPS diharapkan siswa menjadi aktif sehingga dapat mengingat pelajaran dengan baik dan hasil belajar siswa meningkat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk lebih mengetahui penggunaan model pembelajaran TPS dalam meningkatkan motivasi belajar pada mata pelajaran PKn siswa kelas VIII A SMP Negeri 11 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Siswa mengalami kesulitan memahami materi pelajaran. 2. Respon siswa rendah.

3. Motivasi belajar siswa rendah.

4. Kemampuan berpikir siswa rendah/siswa kurang kreaktif. 5. Aktivitas belajar siswa rendah.

6. Pembelajara masih berpusat pada guru.

7. Guru masih menggunkan metode pembelajaran konvensional. 8. Guru belum pernah menggunakan model pembelajaran TPS.


(24)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas, maka masalah-masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada :

1) Motivasi belajar siswa

2) Pembelajaran kooperatifThink-Pair-Share.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan amasalah dalam penelitian ini adalah Apakah model pembelajaran kooperatifThink-Pair-Share

dapat meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 11 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012.

E. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini digunakan untuk menjelaskan apakah penggunaan model pembelajaran model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share dapat meningkatkan motivasi belajar PKn Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 11 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012.

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis untuk mengembangkan konsep ilmu pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan yang mengkaji tentang Pendidikan Pancasila dan


(25)

kewarganegaraan dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah.

b. Kegunaan Praktis

Penelitian ini berguna untuk guru mata pelajaran PKn khususnya di SMP dalam meningkatkan kemampuan dan kemauan guru dalam menggunakan berbagai model pembelajaran salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share, sekaligus sebagai panduan untuk melatih ketrampilan dalam dalam melakukan perbaikan pembelajaran. Penelitian ini juga berguna untuk siswa agar lebih meningkatkan kecintaan terhadap Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

F. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup Ilmu

Penelitian ini termasuk ruang lingkup pendidkan khususnya pendidikan kewarganegaraan dengan wilayah kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yan membahas tentang pelaksanaan model pembelajaran model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share dalam upaya meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa.

2. Ruang Lingkup Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran model pembelajaran kooperatifThink-Pair-Sharedan motivasi belajar siswa.


(26)

3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 11 Bandar Lampung.

4. Ruang Lingkup Wilayah

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 11 Bandar Lampung.

5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini adalah sejak dikeluarkan surat izin penelitian pendahuluan oleh Dekan FKIP Unila sampai dengan penelitian ini selesai.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembejaran

Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap orang, baik disadari maupun tidak selalu melaksanakan aktivitas belajar. Kegiatan harian yang dimulai dari bangun tidur sampai dengan tidur kembali akan selalu diwarnai oleh aktivitas belajar. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang dibawanya sejak lahir. Aktualisasi potensi ini sangat berguna bagi manusia untuk dapat menyesuaikan diri demi pemenuhan kebutuhannya.

Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, Purwanto (2003:84) menyimpulkan definisi belajar dari beberapa ahli diantaranya:

a. Hilgard dan Bower dalam buku Theories of Learning (Dalam Purwanto, 2003:84) mengemukakan belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya).


(28)

b. Gagne dalam buku The Conditions of Learning (Dalam Purwanto, 2003:84) menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke dalam waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.

c. Morgan dalam buku Introduction to Psycology (Dalam Purwanto, 2003:84) mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

d. Witherington dalam buku Educational Psycology (Dalam Purwanto, 2003:84) mengemukakan belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau pengertian.

Sementara Darsono (2000:3-4) juga menyimpulkan definisi belajar sebagai suatu perubahan dari beberapa ahli di antaranya :

a. Morris L. Bigge dalam buku Learning Theories for Theacers (Dalam Darsono, 2000:3-4) mengemukakan belajar adalah perubahan yang menetap dalam kehidupan seseorang yang tidak diwariskan secara genetis. Perubahan itu terjadi pada pemahaman (insight), perilaku, persepsi, motivasi atau campuran dari semuanya secara sistematis sebagai akibat pengalaman dalam situasi tertentu.

b. Marle J. Moskowitz dan Arthur R. Orgel dalam bukuGeneral Psychology


(29)

perilaku sebagai hasil langsung dari pengalaman dan bukan akibat hubungan-hubungan dalam sistem syaraf yang dibawa sejak lahir.

c. James O. Whittaker dalam buku Introduction to Psycholog (Dalam Darsono, 2000:3-4) mendefinisikan belajar sebagai proses yang menimbulkan atau merubah perilaku melalui latihan atau pengalaman. Perubahan itu tidak termasuk perubahan fisik, kematangan, karena sakit, kelelahan, dan pengaruh obat-obatan.

d. Aaron Quinn Sartain dkk dalam buku Psychology: Understanding Human Behavior (Dalam Darsono, 2000:3-4) medefinisikan belajar sebagai suatu perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman. Yang termasuk dalam perubahan ini antara lain cara merespon suatu sinyal, cara mengusai suatu ketrampilan dan mengembangkan sikap terhadap suatu objek.

e. W.S Wingkel dalam buku Psikologi Pengajaran (Dalam Darsono, 2000:3-4) mengemukakan belajar adalah suatu interaksi mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, dan nilai-nilai.

Selain definisi di atas, ada beberapa definisi belajar secara khusus yaitu “definisi belajar yang didasarkan pada aliran psikologi tertentu” (Darsono 2000:5) di

antaranya :

a. Belajar menurut aliran Behavioristik

Belajar merupakan “proses perubahan perilaku karena adanya pemberian

stimulus yang berakibat terjadinya tingkah laku yang dapat diobservasi

dan diukur” (Darsono 2000:5). Supaya tingkah laku (respon) yang diinginkan terjadi, diperlukan latihan dan hadiah (reward) atau penguatan


(30)

(reinforcement). Jika hubungan antara stimulus dan respon sudah terjadi akibat latihan dan hadiah atau penguatan, maka peristiwa belajar sudah terjadi.

b. Belajar menurut aliran Kognitif

Belajar adalah “peristiwa internal, artinya belajar baru dapat terjadi bila ada kemampuan dalam diri orang yang belajar” (Darsono 2000: 15). Agar

terjadi perubahan, harus terjadi proses berfikir yakni proses pengolahan informasi dalam diri seseorang, yang kemudian respon berupa tindakan. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada cara-cara seseorang menggunakan pikirannya untuk belajar, mengingat, dan menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disimpan di dalam pikirannya secara efektif.

c. Belajar menurut aliran Gestalt

Belajar adalah “bagaimana seseorang memandang suatu objek (persepsi)

dan kemampuan mengatur atau mengorganisir objek yang dipersepsi (khususnya yang kompleks), sehingga menjadi suatu bentuk bermakna

atau mudah dipahami” (Darsono 2000:16). Bila orang sudah mampu mempersepsi suatu objek (stimulus) menjadi suatu gestalt, orang itu akan memperoleh insight (pemikiran). Kalau insight sudah terjadi, berarti proses belajar sudah terjadi.

d. Belajar menurut aliran Konstruktivistik

Belajar adalah “lebih dari sekedar mengingat” (Anni 2004:49). Teori

belajar ini menyatakan bahwa guru bukanlah orang yang mampu memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa yang harus


(31)

mengkonstruksikan pengetahuan di dalam memorinya sendiri. Hal ini memberikan implikasi bahwa siswa harus terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas, menurut Purwanto (2003:85) dapat dikemukakan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian belajar yaitu :

1) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang baik, tetapi juga ada kemungkinan kepada tingkah laku yang lebih buruk.

2) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi. 3) Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap,

harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.

4) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut aspek kepribadian baik fisik maupun psikis seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/ berfikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun sikap.


(32)

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk mengadakan perubahan dalam dirinya secara keseluruhan baik berupa pengalaman, keterampilan, sikap dan tingkah laku sebagai akibat dari latihan serta interaksi dengan lingkungannya.

B. Pembelajaran KooperatifThink-Pair-Share

Metode pembelajaran seringkali dibicarakan dan menarik untuk dikaji di kalangan pendidikan. Hal ini mengingat efektifitas kegiatan pembelajaran banyak dipengaruhi oleh penggunaan metode pembelajaran secara tepat, penggunaan satu metode pembelajaran untuk segala tujuan pembelajaran tidak akan efektif. Metode pembelajaran merupakan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Atwi Suparman (1993;56) metode pembelajaran adalah cara mengajar mengorganisasikan materi pelajaran kepada siswa agar terjadi proses belajar secara efektif dan efisien. Metode pembelajaran mencakup rentetan kegiatan mulai dari pengprganisasian materi pembelajaran, pemilihan cara penyampaian termasuk media pembelajaran dan kegiatan pengelolaan proses pembelajaran siswa.

Menurut Romiszoski (1981: 306), bahwa prosedur pemilihan metode pembelajaran adalah sebagai berikut: (1) menetapkan berdasarkan tujuan, apakah pembelajaran tersebut berkaitan dengan penyampaian informasi atau keterampilan atau gabungan keduanya, (2) mempertimbangkan kategori dari apa yang diajarkan, apakah pengetahuan atau keterampilan, (3) menetapkan metode apa yang paling sesuai untuk mencapai tujuan, apakah eksposisi atau


(33)

penjajagan, (4) mempertimbangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain: guru, buku, media pembelajaran, (5) memilih metode yang paling sesuai dan dapat diterapkan. Menurut Dick dan Carey (1990; 164), metode pembelajaran yang akan dipilih tentu harus disesuaikan dengan tujuan dan karakteristik materi pelajaran yang akan diajarkan, hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah karakteristik siswa, pengalaman, dan harapannya tentang pelajaran yang diterimanya.

Penerapan model dan metode pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, karena dengan model pembelajaran itu guru dapat menciptakan kondisi belajar yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Soekamto dalam Trianto (2009:22) mengatakan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Kemudian, penggunaan model pembelajaran yang dipilih dan dipergunakan dengan baik oleh guru dapat mendorong siswa untuk aktif mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas. Pemilihan model pembelajaran harus dilandaskan pada pertimbangan yang menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang tidak hanya menerima secara pasif dengan apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus menempatkan siswanya sebagai insan yang secara alami memiliki pengalaman, pengetahuan, keinginan dan pikiran yang dapat dimanfaatkan untuk belajar, baik secara individu maupun kelompok.


(34)

Menurut Hasan dalam Wantik (http:// wantik. wordpress. com/ 2008.09/03/ makalah-seminar/), suatu model pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut.

1. Semakin kecil upaya yang dilakukan oleh guru, dan semakin besar aktiitas belajar peserta didik

2. Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan peserta didik belajar

3. Sesuai dengan perkembangan, gaya, dan lingkungan belajar siswa 4. Dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru.

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Konstruktivisme yang berakar pada psikologi kognitif, menjelaskan bahwa siswa belajar sebagai hasil dari pembentukan makna dari pengalaman. Peran utama guru ialah membantu siswa membentuk hubungan antara apa yang dipelajari dan apa yang sudah diketahui siswa. Bila prinsip-prinsip konstruktivisme benar-benar digunakan di ruang kelas, maka guru harus mengatahui apa telah diketahui dan diyakini siswa sebelum memulai unit pelajaran baru. Yusuf, (2003: 7)

Pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dimana dalam sistem ini guru bertindak sebagai

fasilitator” (Lie, 2002:2). Dengan demikian, pembelajaran kooperatif harus mengarahkan siswa untuk belajar dalam kelompok dimana guru sebagai fasilitator harus mampu mengkondisikan siswa untuk dapat bekerja dalam kelompok masing-masing. Hal ini sesuai dengan pernyataan Eggen and Kauchak dalam Trianto (2009:58) yang mengatakan “Pembelajaran kooperatif


(35)

merupakan sebuah kelommpok strategi pengajaran yang melibatkan siswa

bekerja secara kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.” Dalam pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih mudah menemukan dan menangani konsep-konsep yang sukar jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.

Selanjutnya, Slavin dalam Etin dan Raharjo (2007:4) mengatakan bahwa :

Cooperative Learningadalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Ahli lain mengatakan pengertian pembelajaran kooperatif:

Cooperative Learningmengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

(Etin dan Raharajo, 2007:4)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah salah satu strategi pembelajaran yang mana didalamnya terdapat cara belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen baik dari segi kemampuan maupun jenis kelamin dll, yang memilki tujuan yang sama yaitu untuk dapat memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas bersama.

Sebagai tambahan, Slavin dalam Trianto (2009:57) menyatakan belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan


(36)

materi. Sedangkan Johnson & Johnson dalam Trianto (2009:57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.

Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin dalam Trianto (2009:61) yaitu:

a. Penghargaan kelompok

b. Tanggung jawab individual (individual accountability)

c. Kesempatan yang sama untuk berhasil (a goal opportunities for succes) Sedangkan untuk mencapai hasil yang maksimal dari model pembelajaran tersebut, ada lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan. Kelima unsur tersebut dijelaskan oleh Johnson & Johnson dan Sutton dalam Trianto (2009:60) sebagai berikut.

1. Saling ketergantungan positif antara siswa 2. Interaksi antara siswa yang semakin meningkat 3. Tanggung jawab individual

4. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil 5. Evaluasi proses kelompok

Menurut Slavin dalam As’ari (2003:6), ada dua aspek yang melandasi keberhasilan pembelajaran kooperatif, yaitu:

1. Aspek motivasi

Pada dasarnya aspek motivasi ada di dalam konteks pemberian

penghargaan kepada kelompok. Adanya penilaian yang didasarkan atas keberhasilan kelompok mampu menciptakan situasi dimana setiap anggota kelompok mengupayakan agar tujuan kelompoknya tercapai lebih dahulu. Hal ini mengakibatkan setiap anggota kelompok terdorong untuk

mengajak, mendukung, dan membantu koleganya untuk menyelesaikan tugas dengan baik.


(37)

Asumsi dasar dari teori perkembangan kognitif adalah bahwa interaksi antar siswa di sekitar tugas-tugas yang sesuai akan meningkatkan ketuntasan mereka tentang penguasaan konsep-konsep penting.

Sudah dijelaskan di atas tentang tujuan pembelajran kooperatif yang memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik Dalam pembelajaran kooperatif, siswa yang berkemampuan rendah mendapat kesempatan untuk belajar dari temannya yang lebih memahami materi yang diajarkan. Siswa yang menguasai materi dengan baik berkesempatan untuk menjadi tutor bagi temannya sehingga pemahamannya lebih baik. Pengelolaan kelas dalam model Cooperatif Learning seperti ini bertujuan untuk membina siswa dalam mengembangkan niat dan kiat bekerjasama dan berinteraksi dengan siswa yang lainnya. Menurut Lie (2004: 43) metode pembelajaran kooperatif memakai pengelompokan secara heterogen karena beberapa alasan, yaitu:

1. Kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar (peertutoring) dan saling mendukung.

2. Kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, etnik, dan gender.

3. Kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas, karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru men-dapatkan satu asisten untuk tiap pasangan dalam kelompoknya.

Sedangkan Trianto (2009: 43) mengatakan: “kelompok belajar kooperatif adalah kelompok yang heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memerlukan bantuan.” Jadi, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok itu sendiri.


(38)

Berdasarakan penjelasan di atas, terdapat beberapa keuntungan pembelajaran kooperatif menurut Nurhadi (2004: 116) adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.

3. Memudahkan siswa untuk melakukan penyesuaian sosial.

4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.

5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.

6. Membantu persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.

7. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan

8. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

9. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.

10. Meningkatkan ketersediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.

11. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.

Pembelajaran kooperatif yang dilakukan dalam kelompok ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya kepada temannya yang lebih memahami. Sehingga kerjasama ini mampu memberikan keuntungan seperti yang diungkapkan Nurhadi di atas. Meskipun banyak keuntungan yang timbul dalam pembelajaran kooperatif, Soewarso dalam Larasati (2005:19) menyatakan bahwa, pembelajaran kooperatif juga memiliki beberapa kelemahan, kelemahan tersebut meliputi :

1) Pembelajaran kooperatif bukanlah obat paling mujarab untuk memecahkan masalah yang timbul dalam kelompok kecil

2) Adanya ketergantungan sehingga siswa yang lambat berfikir tidak dapat berlatih belajar mandiri


(39)

3) Pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang lama sehingga target pencapaian kurikulum tidak dapat dipenuhi

4) Pembelajaran kooperatif tidak dapat menerapkan materi pelajaran secara cepat

5) Penilaian terhadap individu dan kelompok dan pemberian hadiah menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai pembelajaran kooperatif dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang yang heterogen baik dari suku, jenis kelamin, latar belakang serta kemampuan akademisnya dan bekerja bersama-sama menyelesaikan masalah dalam proses pembelajaran dan berinteraksi untuk menguasai materi pembelajaran yang di dalamnya mencakup unsur-unsur saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

Dalam kelompok belajar tersebut, sikap, nilai dan moral dikembangkan secara mendasar (Hasan, 1996). Belajar secara kelompok dalam model pembelajaran ini merupakan miniatur masyarakat yang diterapkan dalam kehidupan di kelas maka siswa akan terlatih untuk mengembangkan dan melatih mereka menjadi anggota masyarakat yang baik. Ada empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru, yang diuraikan sebagai berikut.

1. Student Team Achievement Divisian (STAD)

STAD merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD juga mengacu kepada


(40)

belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah m,enjadi kelompok dengan anggota 4 -5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pembelajaran dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, bersatu sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau 2 minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan itu tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor siswa yang lalu. Setiap minggu pada lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertnggi, siswa yang mencpai skor sempurna pada kuis-kuis itu, Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu.

2. Jigsaw

Jigsaw telah dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aroson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan 5 atau 6 anggota kelompok belajar hetrogen. Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuj teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang


(41)

diberikan itu. Dalam Jigsaw versi Slavin, skor tim menggunakan prosedur skoring yang sama dengan STAD. Tim dan individu dengan skor-tinggi mendapat pengakuan dalam lembar pengakuan mingguan atau dengan cara lain.

3. Investigasi Kelompok (IK).

Investigasi kelompok mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit diterapkan. Modelini dikembangkan pertama kalioleh Thelan. Dalam perkembangan selanjutnya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dan kawan-kawan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya enyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik. Dalam penerapan IK ini guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siawa yang heterogen. Dalam beberapa kasus bgaimanapun juga kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas. Sharan dkk (1984) telah menetapkan enam tahap IK sebagai berikut: Pemilihan Topik. Siswa memilih subtopik khusus di dalam sauatu daerah masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru.Selanjutnya


(42)

siswa diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secar akademis maupun etnis. Perencanaan Kooperatif. Siswa dan guru merencanakan prosedur pembeljaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten deng subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama. mpelentasi. Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan. Analis dan sintesis, siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh pada tahap ketga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas. Presentasi hasil final. Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru. Evaluasi. Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.


(43)

4. Pendekatan Struktural.

Pendekatan terakhir di dalam pembeljaran kooperatif telh dikembangkan oleh Spencer Kagen dkk (Kagen, 1993). Meskipun memiliki banyak persamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resirasi di mana guru mengajuka pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling memantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, daripada penghargaan individual. Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok. Dua macam struktur yang terkenl adalah

think-pair-share dan numbered-head-together,yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhapat isi tertentu. Sedangkan active listening dan time token, merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial. Berikut ini akan diuraikan terlebih dahulu think-pair-share. Think-pair-share. Strategi think-pair-share tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu tunggu. Pendekatan khusus diuraikan di sini mula-mula dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Ini merupakan cara yang efektif untuk


(44)

mengubah pola diskursus di dalam kelas. Strategi ini menantang asumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam seting seluruh kelompok.

Model pembelajaranThink Pair Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Nurhadi, dkk., 2003:66). Setelah guru menyajikan suatu topik atau siswa selesai membaca suatu tugas, selanjutnya guru meminta siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dalam topik atau bacaan tersebut.

Beberapa tahap dalam pembelajaran model Think Pair Share menurut Ibrahim (2000: 26-27) dalam Yoanita (2011) adalah sebagai berikut:

1) Tahap 1 (Berpikir atauThinking)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri.

2) Tahap 2 (Berpasangan atauPairing)

Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lainnya untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Pada tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, meyakinkan, dan unik. Biasanya guru memberi waktu 5 menit untuk berpasangan.


(45)

3) Tahap 3 (Berbagi atauSharing)

Pada tahap ketiga, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Langkah-langkah dalam pembelajaran Think Pair Share adalah (1) guru membagi siswa dalam kelompok dan memberikan tugas kepada semua kelompok, (2) setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru secara mandiri, (3) kemudian siswa berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya dan mendiskusikan jawaban dengan pasanganya, dan (4) kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berdua. Dalam model pembelajaran Think Pair Share, siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok lainnya (Lie, 2005:58) dalam (Yoanita :2011). Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Keunggulan lain modelThink Pair Share ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Sedangkan model klasikal, mungkin hanya satu siswa yang maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas. Model Think Pair Share dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Dalam pembelajaran Pkn dengan menerapkan model pembelajaranThink Pair Share

diharapkan siswa menjadi lebih aktif dan daya ingat siswa mengenai apa yang dipelajarinya menjadi lebih lama.


(46)

Model Think Pair Share memberikan keuntungan kepada siswa secara individu untuk mengembangkan pemikiranya masing-masing selama waktu tertentu sehingga kualitas jawabannya menjadi lebih baik. Menurut Maesuri (2002:37) manfaat model pembelajaran Think Pair Share adalah (1) siswa menggunakan waktu lebih banyak untuk mengerjakan tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran dengan model

Think Pair Share, siswa akan banyak yang mengangkat tangan untuk menjawab setelah mereka berlatih dengan pasangannya. Para siswa bisa mengingat lebih baik dan kualitas jawaban juga akan lebih baik dan (2) guru juga mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir ketika menggunakan model Think Pair Share. Guru dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa, dan dapat mengajukan pertanyaan ketingkat yang lebih tinggi.

Beberapa kelebihan dengan menggunakan model Think Pair Share pada pembelajaran di kelas adalah (1) siswa dapat belajar dengan teman satu dan lainnya, (2) siswa bertanggung jawab untuk berbagi ide, (3) siswa akan diminta untuk berbagi ide-ide pasangan pasangan lain atau seluruh kelompok, (4) setiap siswa dalam kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk berbagi, (5) siswa akan secara aktif terlibat dalam tujuan berbicara dan mendengarkan, dan (6) memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Lie dalam Yoanita (2004:57)

Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan mengadopsi model pembelajaran


(47)

Think Pair Share dalam mata pelajaran PKn, maka seorang guru dapat menempuh tahapan pembelajaran sebagai berikut:

a) Guru menentukan suatu pokok bahasan yang akan disajikan kepada siswanya denganmengadopsimodel pembelajaranThink Pair Share

b) Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model pembelajaran Think Pair Share, sebagai suatu variasi model pembelajaran

c) Guru menyiapkan materi bahan ajar yang harus dikerjakan kelompok d) Guru membentuk kelompok-kelompok kecil dengan anggota 4-5 siswa e) Kelompok dibuat heterogen tingkat kepandaiannya dengan

mempertimbangkan keharmonisan kerja kelompok

f) Guru menjelaskan materi baru secara singkat, kemudian memberikan soal latihan dalam bentuk lembar kerja siswa (LKS)

g) Siswa diminta untuk mengerjakan soal secara mandiri untuk beberapa saat (tahapthinking)

h) Siswa mendiskusikan hasil pemikirannya sendiri dengan pasangannya, sehingga didapatkan jawaban soal yang merupakan hasil diskusi dalam pasangan yang nantinya akan digunakan sebagai bahan berbagi dengan kelompoknya (tahappairing)

i) Guru memberi kesempatan kepada kelompok untuk melaporkan hasil diskusinya di depan kelas, diikuti dengan kelompok lain yang memperoleh hasil yang berbeda sehingga terjadi proses berbagi pada diskusi kelas (tahapsharing).


(48)

C. Tinjauan Tentang Motivasi Belajar

Motivasi dapat diartikan sebagai yang menjadi alternative atau keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki segera tercapai” (Sadirman,2004:71) “fungsi

motivasi :

1. Mendorong manusia untuk berbuat, sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.

2 Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang ingin dicapai. 3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang

harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.”

Motivasi belajar dapat menimbulkan rasa senang dan semangat dalam kegiatan belajar sehingga siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan mendorong mereka untuk melakukan kegiatan belajar dalam skala yang tinggi pula. Dengan motivasi yang baik, dalam belajar akan menunjukkan perolehan hasil yang baik dalam pencapaian prestasi belajar.

“Dalam literatur Psikologi, terdapat dua tipe motivasi sebagai berikut : 1. Motif Intrinsik

Motif Intrinsik adalah motif yang mendorong seseorang melakukan sesuatu kegiatan tertentu.

2. Motif Ekstrinsik

Motif Ekstrinsik adalah motif yang mendorong seseorang melakukan kegiatan tertentu, tetapi motif tersebut terlepas atau tidak berhubungan

langsung dengan kegiatan yang ditekuni itu”. (ThursanHakim,2005:28 ) Dalam Kegiatan Belajar Mengajar peranan motivasi baik bersifat ekstrinsik sangat diperlukan. Motivasi dalam proses pembelajaran sangat diharapkan bagi pelajar dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar.


(49)

Dua Jenis Motivasi yang sama juga dikemukakan oleh Sardiman, yaitu :

a. Motif intrinsik, yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

b. Motif Ekstrinsik, adalah motif-motif yang aktif karena adanya rangsangan

dari luar.” ( Sardiman,2004:87-89 )

Berdasarkan dari pendapat diatas maka disimpulkan bahwa motivasi adalah sesuatu kekuatan atau keadaan yang mendorong ayau membangkitkan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan.

Sedangkan untuk membangkitkan motif-motif ekstrinsik itu dapat dilakukan dengan memiliki berbagai keinginan yang perlu dimiliki untuk membangkitkan motifasi belajar diantaranya sebagai berikut :

a. Keinginan untuk mendapatkan nilai yang baik

b. Keinginan untuk menjadi juara kelas atau juara umum c. Keinginan naik kelas atau lulus ujian

d. Keinginan untuk menjaga harga diri, gengsi, misal ingin untuk dianggap sebagai orang pandai

e. Keinginan untuk menang bersaing dengan orang lain

f. Keinginan untuk menjadi siswa atau mahasiswa yang teladan

g. Keinginan untuk dapat memenuhi persyaratan dlam memasuki pendidikan lanjut

h. Keinginan untuk menjadi sarjana

i. Keinginan untuk dikagumi sebagai orang yang berprestasi

j. Keinginan untuk menutupi atau mengimbangi kekurangan tertentu dalam diri sendiri

k. Keinginan untuk melaksanakan anjuran atau dorongan dari orang lain seperti orang tua, kakak, teman akrab, guru dan orang lain yang disenangi ( Thursan Hakim,2005:30 )

Hal ini serupa dengan yang dikatakan Sardiman, ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar sekolah :

a. Memberikan angka b. Hadiah


(50)

d. Ego-ivolvemen e. Memberi ulangan f. Mengetahui hasil g. Pujian

h. Hukuman

i. Hasrat untuk belajar j. Minat

k. Tujuan yang dilakukan ( Sardiman,2001:89-93 )

Cara membangkitkan motivasi belajar yang telah diuraikan diatas,selain perlu diterapkan oleh siswa juga perlu dikembangkan lebih jauh agar motivasi siswa tersebut semakin lama semakin kuat dan stabil. Setiap siswa biasa memiliki hambatan dan kesulitan dalam proses belajar dapat diatasi atau setidaknya dapat mencegah agar tidak terjadi hal yang merugikan bagi siswa.

Menurut Morgan dalam Soemanto, (1987: 34 ) mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek-aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states), tingkah laku yang didorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior) dan tujuan dari tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior)

Menurut Teori Motivasi Prestasi dari Mc. Clelland Konsep penting lain dari teori motivasi yang didasarkan dari kekuatan yang ada pada diri manusia adalah motivasi prestasi menurut Mc Clelland, seseorang dianggap mempunyai apabila dia mempunyai keinginan berprestasi lebih baik daripada yang lain pada banyak situasi. Mc. Clelland menguatkan pada tiga kebutuhan menurut Reksohadiprojo dan Handoko (1996 : 85) yaitu :

1. Kebutuhan prestasi tercermin dari keinginan mengambil tugas yang dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi atas perbuatan-perbuatannya. Ia menentukan tujuan yang wajar dapat memperhitungkan resiko dan ia berusaha melakukan sesuatu secara kreatif dan inovatif.


(51)

2. Kebutuhan afiliasi, kebutuhan ini ditujukan dengan adanya bersahabat. 3. Kebutuhan kekuasaan, kebutuhan ini tercermin pada seseorang yang ingin

mempunyai pengaruh atas orang lain, dia peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dan ia mencoba menguasai orang lain dengan mengatur perilakunya dan membuat orang lain terkesan kepadanya, serta selalu menjaga reputasi dan kedudukannya.

Berdasarkan uraian di atas dapai disimpulkan bahwa motivasi adalah merupakan proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya suatu kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan tertentu, baik yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusias.

D. Tinjauan Tentang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) 1) Pengertian PKn

Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan pengetahuan dan sikap terhadap pribadi dan perilaku peserta didik. Peserta didik berasal dari latar belakang kehidupan yang berbeda, baik agama, sosio kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa. Hal ini bertujuan agar warganegara Indonesia menjadi cerdas, terampil, kreatif, dan inovatif serta mempunyai karakter yang khas sebagai bangsa Indonesia yang dilandasi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Dalam UUD 1945 ketentuan tentang Pendidikan Nasional diatur menurut pasal 31 ayat 3 dan ayat 5. Ayat 3 berbunyi”Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan suatu sistem Pendidikan Nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang”. Ayat 5 berbunyi ”Pemerintah memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan


(52)

menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan serta kesejahteraan umat manusia”.

Menurut pasal 39 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dalam Cholisin (2001:1) bahwa “Pendidikan

Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga negara dengan pemerintah agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa

dan negara”.

Menurut Tim Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah (2006:11), Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan melalui:

1) Civic Intellegence

Yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional, mupun sosial.

2) Civic Responsibility

Yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warg negara yang bertanggung jawab.

3) Civic Participation

Yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawabnya, baik secara individual, sosial, maupun sebagai pemimpin hari depan.


(53)

Menurut pendapat S. Sumarsono (2002: 6) “Pendidikan Kewarganegaraan adalah usaha untuk membekali peserta didik dengan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara, agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

CICED (Center For Indonesian Civic Education) dalam Cholisin (2001:1) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan kewarganegaraan adalah :

“Pendidikan Kewarganegaraan merupakan proses transformasi yang

membantu membangun masyarakat yang heterogen menjadi satu kesatuan masyarakat Indonesia, mengembangkan warga negara Indonesia yang memiliki pengetahuan dan kepercayaan terhadap Tuhan, memiliki kesadaran yang tinggi terhadap hak dan kewajiban, berkesadaran hukum, memiliki sensitivitas politik, berpartisipasi politik, dan masyarakat madani (Civic Society)”.

Adapun substansi kajian PKn terdiri dari:

1. Dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge)

Mencakup bidang politik, hukum, dan moral. Secara rinci materi pendidikan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintah berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, sejarah nasional, hak asasi manusia, hak sipil, dan hak politik.

2. Dimensi keterampilan kewarganegaraan (civics skills)

Meliputi keterampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya: berperan serta dan aktif mewujudkan masyarakat


(54)

madani, proses pengambilan keputusan politik, keterampilan mengadakan koalisi, kerja sama, mengelola konflik, keterampilan hidup dan sebagainya.

3. Dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics values)

Mencakup percaya diri, komitmen, penguasaan atas nilai religius, norma, dan nilai luhur, nilai keadilan, demokratis, toleransi, kebebasan individual, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, perlindungan terhadap minoritas dan sebagainya

Dimensi-dimensi tersebut tidak dapat berdiri sendiri dan merupakan suatu kesatuan yang utuh dan bulat, karena pendidikan kewarganegaraan dipandang sebagai mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam membentuk warga negara yang baik, berakhlak, dan bertanggung jawab sesuai dengan Falsafah dan Konstitusi Negara Kesatuan Repubik Indonesia.

2) Visi dan Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Tim Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2006:11), visi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan proses pendidikan yang integral di sekolah untuk pengembangan kemampuan dan kepribadian warga negara yang cerdas, partisipasif, dan bertanggung jawabyang pada gilirannya akan menjadi landasan untuk berkembangnya masyarakat Indonesia yang demokratis.


(55)

Berdasarkan kepada visi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, maka dapat dikembangkan misi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai berikut:

1) Mengembangkan kerangka berpikir baru yang dapat dijadikan landasan yang rasional untuk menyusun pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan intelektual kearah pembentukan warga negara yang demokratis.

2) Menyusun substansi pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan demokratis yang berlandaskan pada latar belakang sosial budaya serta dalamkonteks politik, kenegaraan, dan landasan konstitusi yang dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi Indonesia.

3) Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Selain mengajukan visi dan misi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan Tim Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah (2006:11) juga mengajukan fungsi pendidikan kewarganegaraan yaitu sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

Menurut Tim Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah (2006:12), tujuan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai berikut:


(56)

1) Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dpat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam pencaturan dunia secara langsung atau tidak langsung degan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

4) Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)

Adapun yang menjadi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran PKn pada kelas VIII semester ganjil Sekolah Menengah Pertama (SMP), seperti yang terlihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 SK dan KD PKn Kelas VIII Semester Ganjil

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila

1.1 Menjelaskan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara

1.2 Menguraikan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara

1.3 Menunjukkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara

1.4 Menampilkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan


(57)

2. Memahami berbagai konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia

2.1 Menjelaskan berbagai konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia 2.2 Menganalisis

penyimpangan-penyimpangan terhadap konstitusi yang berlaku di Indonesia

2.3 Menunjukkan hasil-hasil amandemen UUD 1945

2.4 Menampilkan sikap positif terhadap pelaksanaan UUD 1945 hasil amandemen

3. Menampilkan ketaatan terhadap perundang-undangan nasional

3.1 Mengidentifikasi tata urutan peraturan perundang-undangan nasional

3.2 Mendeskripsikan proses pembuatan peraturan perundang-undangan nasional

3.3 Mentaati peraturan perundang-undangan nasional

3.4 Mengidentifikasi kasus korupsi dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia

3.5 Mendeskripsikan pengertian anti korupsi dan instrumen (hukum dan kelembagaan) anti korupsi di Indonesia


(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode Classroom Action Research ( Penelitian Tindakan Kelas ) yang berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang diterapkan pada suatu subyek penelitian di kelas tersebut.

Pada awalnya penelitian tindakan menjadi salah satu model penelitian yang dilakukan pada bidang pekerjaan tertentu dimana peneliti melakukan pekerjaannya, baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun pengelolaan sumber daya manusia. Salah satu contoh pekerjaan utama dalam bidang pendidikan adalah mengajar di kelas, menangani bimbingan dan konseling, dan mengelola sekolah. Dengan demikian yang menjadi subyek penelitian adalah situasi di kelas, individu siswa atau di sekolah. Para guru atau kepala sekolah dapat melakukan kegiatan penelitiannya tanpa harus pergi ke tempat lain seperti para peneliti konvensional pada umumnya.

Secara lebih luas penelitian tindakan diartikan sebagai penelitian yang berorientasi pada penerapan tindakan dengan tujuan peningkatan mutu atau pemecahan masalah pada sekelompok subyek yang diteliti dan mengamati


(59)

tingkat keberhasilan atau akibat tindakannya, untuk kemudian diberikan tindakan lanjutan yang bersifat penyempurnaan tindakan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.

Dalam konteks pekerjaan guru maka penelitian tindakan yang dilakukannya disebut Penelitian Tindakan Kelas, dengan demikian Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu kegiatan penelitian dengan mencermati sebuah kegiatan belajar yang diberikan tindakan, yang secara sengaja dimunculkan dalam sebuah kelas, yang bertujuan memecahkan masalah atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas tersebut. Tindakan yang secara sengaja dimunculkan tersebut diberikan oleh guru atau berdasarkan arahan guru yang kemudian dilakukan oleh siswa. Dalam hal ini arti Kelas tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik, yaitu kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama juga (Suharsimi: 2005).

B. Faktor yang Diteliti

Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah :

1) Penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TPS, yakni yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil (antara 3-4 siswa) dimana masing-masing anggota kelompok tersebut bertanggung jawab terhadap keberhasilan diri dan anggota lainya, anggota kelompok dipilih berdasarkan perbedaan kemampuan akademik. Dan diakhiri pelajaran diadakan suatu pertandingan atau tournament.


(60)

2) Motivasi belajar, adalah suatu daya penggerak baik yang berasal dari individu maupun yang berasal dari luar individu yang mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas guna mencapai tujuan yang di inginkan. Indikatornya meliputi durasi kegiatan (berapa lama kemampuan pengguna waktu untuk melakukan kegiatan), frekuensi kegiatan (berapa selang kegiatan itu dilaksanakan dalam periode waktu tertentu), presistensi (ketepatan pada tujuan kegiatan belajar), ketabahan, keuletan, kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan, target, cita-cita, pengorbanan untuk mencapai tujuan, arah sikap untuk mencapai tujuan.

C. Operasional Penelitian

Model penelitian tindak kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Stephan Kemmis dan Robin Mc Taggart. Model penelitian ini terbagi menjadi beberapa siklus atau putaran dimana setiap siklus terdiri dari empat komponen yang meliputi perencanaan (planing), tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (refecting). Setelah dilakukan refleksi kemudian diikuti dengan adanya perencanaan ulang yang dilaksanakan dalam bentuk siklus tersendiri.

Rangkaian rencana tindakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(61)

Gambar 2.1 Proses Penelitian Tindakan

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang bersifat siklus yang terbagi menjadi tiga siklus. Dimana pergantian siklus dilakukan pada setiap berakhirnya satu sub pokok bahasan, dan setiap siklusnya terdiri dari empat tahap kegiatan sesuai dengan model yang dikembangkan oleh Stephan Kemmis dan Robin Mc Taggart, yaitu :

1. Tahap perencanaan (plannig) 2. Tahap tindakan (acting)

3. Tahap pengamatan (observing) 4. Tahap refleksi (refleting)

Tahap-tahap dari tiap siklus diuraikan sebagai berikut : 1) Perencanaan

a. Identifikasi masalah dan penetapan alternative pemecahan masalah. b. Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar

mengajar.

Pengamatan Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Tindakan

Perencanaan

Pengamatan

SIKLUS II Tindakan Refleksi


(62)

c. Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. d. Memilih bahan pelajaran yang sesuai

e. Menentukan skenario pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan menerapkan model pembelajaran TPS.

f. Mempersiapkan sumber, bahan, dan alat bantu yang dibutuhkan g. Menyusun lembar kerja siswa.

h. Mengembangkan format evaluasi.

i. Mengembangkan format observasi pembelajaran.

2) Pelaksanaan/ Tindakan A. Pendahuluan

1. Apresepsi

Guru membuka pertemuan dengan salam, memeriksa kehadiran siswa dan kebersihan kelas.

2. Motivasi

Penjajagan kesiapan belajar peserta didik dengan memberikan pertanyaan.

Guru menyampaikan kopetensi yang indin dicapai dan guru menginformasikan model pembelajaran yang akan diterapkan yaitu TPS

B. Kegiatan inti

1) Tahap 1 (Berpikir atauThinking)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri.


(63)

2) Tahap 2 (Berpasangan atauPairing)

Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lainnya untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Pada tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, meyakinkan, dan unik. Biasanya guru memberi waktu 5 menit untuk berpasangan.

3) Tahap 3 (Berbagi atauSharing)

Pada tahap ketiga, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

C. Penutup

Bersama siswa membuat rangkuman materi yang sudah dipelajariGuru memberikan post tes atau umpan balik

Guru menutup pelajaran.

3) Pengamatan Obsevasi

Pengamatan adalah kegiatan mendekontasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang dipersiapkan peneliti.


(1)

2. 61 - 80% adalah motivasi siswa baik 3. 41 - 60% adalah motivasi siswa cukup 4. 21 - 40% adalah motivasi siswa kurang 5. 0 - 20% adalah motivasi kurang sekali

Adapun kisi-kisi instrumen observasi pengamatan motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2: Kisi-Kisi Observasi Motivasi Belajar Siswa

No Indikator Skor Jumlah

1 2 3 4 5

1 Antusiasme dalam mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru 2 Berani mengajukan pertanyaan 3 Berani menjawab pertanyaan/

mengemukakan pendapat 4 Antusiasme dalam berdiskusi 5 Berani tampil dan percaya diri 6 Memperhatikan penjelasan teman

Jumlah Skor Prosentase aktifitas siswa

Kategori aktifitas siswa

F. Kriteria Keberhasilan

Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini dinyatakan berhasil apabila siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi sebanyak 75% dari total jumlah siswa.


(2)

103

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dari penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Think Pair Shere (TPS) pada Mata Pelajaran PKn dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VIII A SMP Negeri 11 Bandar Lampung.

2. Berdasarkan hasil penelitian selama proses pembelajaran yang terdiri dari beberapa siklus, maka dapat diketahui langkah-langkah dalam proses pembelajaran TPS yang dapat meningkatkan motivasi belajar PKn siswa adalah sebagai berikut :

a) TahapThinking

- Guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran dengan model TPS secara jelas

- Guru menyampaikan indikator pelajaran dengan jelas.

- Guru bertindak sebagai fasilitator dengan memberikan pertanyaan dengan soal latihan dalam bentuk Lembar Kerja Siswa.

- Guru Meminta siswa diminta untuk mengerjakan soal secara mandiri selama beberapa waktu.


(3)

b) TahapPairing

- Guru membentuk kelompok diskusi yang heterogen agar tidak ada kelompok yang didominasi oleh siswa yang pandai.

- Guru meminta siswa untuk mendiskusikan hasil pemikirannya sendiri dengan pasangannya. sehingga diperoleh jawaban yang merupakan hasil diskusi dengan pasangan yang akan digunakan sebagai bahan berbagi dengan kelompoknya.

- Guru memotivasi siswa untuk menumbuhkan rasa percaya diri sehingga siswa tidak merasa malu dalam mengemukakan pendapat. - Guru memandu diskusi, sehingga siswa dapat menggunakan waktu

dengan efisien dalam berdiskusi.

c) Pada tahapSharing

- Guru memberi kesempatan kepada kelompok untuk melaporkan hasil diskusinya di depan kelas, diikuti dengan kelompok lain yang memperoleh hasil yang berbeda sehingga terjadi proses berbagi pada diskusi kelas.

- Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan dan membuat rangkuman materi.

- Guru bersama dengan siswa membahas jawaban-jawaban dari tiap-tiap kelompok.

- Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan dan membuat rangkuman materi.


(4)

105

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitihan tindakan kelas yang telah dilakukan maka penulis menyarankan agar :

1) Guru dalam kegiatan pembelajaran menyampaikan materi atau konsep Pendidikan Kewarganegaraan menerapkan model pembelajaran, contohnya Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Shere (TPS))

untuk mengembangkan dan menambah variasi dan strategi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Model pembelajaran ini berdampak pada peningkatan motivasi dan aktifitas belajar siswa.

2) Guru dalam melaksanakan proses pembelajaran hendaknya berperan sebagai fasilitator dan motivator yang mampu menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggungjawab dalam melakukan proses pembelajaran.

3) Pihak sekolah hendaknya memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan motivasi, keaktifan siswa dan dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik.

4) Sebaiknya dilakukan penelitian tindakan kelas yang lebih khusus mengenai pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Shere (TPS) terhadap motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.


(5)

Anwar, H. 2007.Pendidikan Inovatif. http://n1245.wordpress.com. Diakses tanggal 25 Juni 2011

Arikunto, Suharsimi. 2007.Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta Arikunto, Suharsimi. 2001.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara.

Jakarta

Aqib, Zainal.2006.Penelitian Tindakan Kelas. CV. Yrama Widya. Bandung. Daryanto. 1997.Evaluasi Pendidikan. Reneka Cipta. Jakarta.

Depdiknas. 2002.Pendidikan Konstektual. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat pendidikan lanjutan pertama.

Dimyati dan Mudjiono. 1999.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Rineka Cipta.

Dimyati dan Mujiono. 1999.Belajar Dan Pembelajaran. Reneka Cipta. Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2001.Proses Belajar Mengajar. PT. Bumi Aksara. Jakarta Holil, Anwar. 2007.Model Pembelajaran Kooperatif ( http://

anwarholil.blogspot.com ) unduh 2 mei 2011

Jamrah Saiful Bahri, Drs. 2002.Rahasia Sukses Belajar.Jakarta : Rineka Cipta. Kagan. 2009.Manfaat Pembelajaran Kooperatif. (http:// www.google.com,

19 Feb.2009) unduh 2 mei 2011

Lundgren, Linda. 2009. Pembelajaran Kooperatif. (http:// www.google.com, 19 Feb.2009) unduh 2 mei 2011

Maslow- Mc. Clelland. 2011.Teori Motivasi Maslow-Mc. Clelland.


(6)

(http://skripsi- manajemen.blogspot.com/2011/02/teori-motivasi-maslow-mcclelland.html). Unduh 2 Oktober 2011

Nasution, S. 2005.Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar,

Jakarta: Bumi Aksara.

Oemar Hamalik. 1995.Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Pranita,T. 2010.Teori Belajar Konstruktivisme. http://edukasi.kompasiana.com.

Diakses pada tanggal 23 Juni 2010.

Sagala Saiful H., Drs. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta

Sagala, Syaiful. 2003.Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Djamarah, Syaiful Bahri. 2000.Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Reneka Cipta. Jakarta.

Sardiman, A.M. 2004.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Slavin, RE. 1995.Cooperative Learning: Theory, Research and Praktice. Boston. Ally and Boston Publisher.

Sungkowo. 2003.Pendekatan Kontekstual. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta

Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. 2006.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bina Aksara.

Sukarni, A. 2009.Metode Pembelajaran dan Model Pembelajaran Kooperatif. http://www.aneetha_soeka.student.fkip.uns.ac.id.Diakses tanggal 24 Juni 2011.

Uns.Makalah Model Pembelajaranhttp://dnsant.student.fkip.uns.ac.id. Diakses tanggal 26 Juni 2011.

Wahab, Abdul Azis. 2007.Metode dan Model-Model Mengajar. CV. Al-Fabet. Bandung.

Yoanita, E .2011.Model Pembelajaran Think Pair and Share


Dokumen yang terkait

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENTS TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 7 82

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PKn MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 11 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 14 72

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VIII DI SMP NEGERI 2 SEKAMPUNG

0 7 17

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I TEGINENENG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 13 74

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I TEGINENENG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

4 37 79

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT MELALUI TEKNIK PELATIHAN SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI I PAGELARANTAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 8 63

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA INDAH MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VII-A SMP MUHAMMADIYAH BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 6 62

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2013/2014

0 6 79

PENINGKATAN MINAT BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 11 84

145 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 RA’AS

0 0 24