2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kasus-kasus perdarahan di Indonesia cukup tinggi. Diperkirakan terdapat 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya, paling
sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal WHO, 1998. Begitu juga di Kabupaten Sukoharjo kematian akibat perdarahan post
partum paling tinggi dibanding preeklampsia dan infeksi profil DINKESSOS Kab Sukoharjo. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam
setelah melahirkan dan merupakan akibat dari masalah yang timbul selama kala III. Pemerintah mengadakan pelatihan APN yang salah satunya di
Kabupaten Sukoharjo. Pelatihan tersebut diikuti oleh bidan DI dan DIII. Bidan DIII berasal dari SMA akan memperoleh kesempatan pendidikan lebih banyak
dari DI yang bersal dari SMP. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik kualitas pemahamanya Tirta Raharja, 2005. Bidan DIII akan
lebih baik pemahamanya dibandingkan dengan Bidan DI dalam mengikuti pelatihan APN yang dilakukan dalam rentang waktu yang sama yaitu 2
minggu, padahal bidan DI lebih banyak jumlahnya yang ikut APN dari pada DIII kemungkinan hal inilah yang berakibat tidak berhasilnya program
pemerintah untuk menangani permasalahan. Di Indonesia perdarahan postpartum merupakan penyebab kematian
ibu yang paling sering, sehingga masih menjadi masalah utama. Sampai saat ini kematian ibu di Indonesia merupakan kematian tertinggi di Asia Tenggara
Manuba, 1998. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT pada tahun 1985 angka kematian ibu sebesar 450 per 100.000 kelahiran hidup
Djadja Suwandono,2001. Meskipun telah dilakukan upaya yang intensif dengan dibarengi dengan menurunnya angka kematian ibu di setiap rumah
sakit, praktek bidan swasta dan di masyarakat, namun sampai saat ini kematian ibu di Indonesia masih berkisar 307 per 100.000 kelahiran hidup
SDKI, 2003. Angka ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian ibu di negara-negara Asia Tenggara pada tahun 1998 Depkes RI,
1998, Manuaba, 1998.
3 Perbandingan angka kematian ibu di Indonesia dan negara Asia
Tenggara dapat dilihat pada tabel di bawah ini Manuaba, 1998.
Tabel 1. Perbandingan angka kematian ibu di beberapa negara Asia Tenggara tahun 1998.
Negara Kematian ibu100.000 kelahiran hidup
Singapura 5
Malaysia 69
Thailand 100
Myanmar 120
Philipina 142
Indonesia 390
Waspodo, dkk 1999 mengemukakan ada tiga penyebab utama kematian ibu di Indonesia yakni : perdarahan 40 persen, infeksi 30 persen, dan eklampsia
20 persen. Prendivile, dkk 2000 mengatakan bahwa penyebab kematian ibu dari kasus obstetrik di Afrika Barat adalah perdarahan 3,05 per 100 kelahiran
hidup, sedangkan lainnya penyebabnya adalah ruptur uteri, hipertensi dalam kehamilan, eklampsia dan sepsis. Kasus perdarahan umumnya terjadi karena
atonia uteri, retensio plasenta, kasus ini sebenarnya dapat dicegah dan dihindari sedini mungkin.
Sampai saat ini ada berbagai upaya untuk mencegah perdarahan postpartum
diantaranya peningkatan
kualitas pelayanan
antenatal, peningkatan kualitas pertolongan persalinan, peningkatan penanganan
komplikasi persalinan, peningkatan mutu pendidikan dokter, bidan dan tenaga kesehatan lainnya, penerapan standar pelayanan kesehatan dan penggunaan
obat-obatan untuk pencegahan perdarahan postpartum. Salah satu upaya untuk mencegah perdarahan postpartum dengan menerapkan manajemen aktif kala
III dalam pertolongan persalinan. Sesuai dengan obstetrik modern, pimpinan kala III persalinan tidak lagi menunggu, tetapi dilakukan secara aktif
Prendivile, 2000. Upaya-upaya tersebut telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan sosial Kabupaten Sukoharjo dalam memasyarakatkan
penerapan pertolongan persalinan menurut DEPKES RI tahun 2000 kepada
4 setiap bidan yang melakukan pertolongan persalinan khususnya penerapan
managemen aktif kala III. Upaya lain yaitu dilakukan pelatihan APN yang didalamnya terdapat pengetahuan tentang manajement aktif kala III.
Berdasarkan data profil kesehatan di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2008 kasus-kasus perdarahan post partum cukup tinggi bahkan kasus
kematian maternal akibat perdarahan post partum paling tinggi dibandingkan dengan preeclampsia dan infeksi. Kematian ibu selama bulan Januari 2008
sampai Desember 2008 sejumlah 9 kasus, 5 diantaranya meninggal akibat perdarahan post partum. Hal ini tidak jauh berbeda dengan profil 2007.
Dinkessos Kabupaten Sukoharjo sejak tahun sebelumnya sampai dengan 2006 telah mengadakan pelatihan APN. Setiap bidan dianjurkan mengikuti APN
yang didalamnya diajarkan cara penerapan manajemen aktif kala III. Bidan yang mengikuti pelatihan APN mempunyai perbedaan strata yaitu DI dan
DIII. Kemungkinan strata pendidikan bidan akan berpengaruh terhadap pemahaman manajement aktif kala III hasil pelatihan APN. Menurut Simon
dan Morton 1995 semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat perkembangan dan kemampuan dalam memahami
pengetahuan. hal tersebut dapat berpengaruh terhadap pengetahuan bidan tentang manajaemen aktif kala III sebagai hasil dari APN yang telah
difasilitasi oleh Dinkessos kabupaten Sukoharjo. Bidan DI kompetensinya ditekankan pada obstetri fisiologis yang nantinya akan menggantikan posisi
dukun. Sedangkan bidan DIII kompetensinya adalah mempelajari keseluruhan obstetri ginekologi dan bertindak sebagai pelaksana asuhan kebidanan atas
instruksi dokter. Bidan DI adalah berasal dari SMP atau SPK sedangkan DIII bersal dari SMA. Sehingga kesempatan untuk memperoleh pendidikan lebih
banyak dan lama pada DIII. Jumlah bidan keseluruhan di Kabupaten Sukoharjo adalah 300 bidan, tetapi yang telah mengikuti APN dan belum DIII
adalah 102 bidan. Sedangkan yang sudah DIII dan telah mengikuti APN adalah 60 bidan. Jumlah bidan yang telah ikut D III adalah 114 bidan
sedangkan yang belum D III adalah 186 bidan tersebar di wilayah Sukoharjo. Dengan banyaknya bidan DI dibanding DIII yang ikut APN, maka program
5 pemerintah berupa APN kurang berhasil karena kualitas pemahaman bidan
DIII lebih baik dari pada bidan DI.
1.2 Perumusan Masalah