Hubungan Karakteristik Petugas Kesehatan Dengan Pelaksanaan Manajemen Laktasi Pada Pelayanan Perinatal Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Mutia Sari Kabupaten Bengkalis Tahun 2007
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETUGAS KESEHATAN DENGAN
PELAKSANAAN MANAJEMEN LAKTASI PADA PELAANAN
PERINATAL DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MUTIA SARI
KABUPATEN BENGKALIS
TAHUN 2007
TESIS
Oleh
LATIFAH
057013013/AKK
S
E K O L A H
P A
S
C
A SAR J AN
A
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
(2)
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETUGAS KESEHATAN DENGAN
PELAKSANAAN MANAJEMEN LAKTASI PADA PELAYANAN
PERINATAL DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MUTIA SARI
KABUPATEN BENGKALIS TAHUN 2007
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
Dalam Program Studi Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit
Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh :
LATIFAH
057013013/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
Judul Tesis
: Hubungan Karakteristik Petugas Kesehatan
Dengan Pelaksanaan Manajemen laktasi Pada
Pelayanan Perinatal Di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Mutia Sari Kabupaten Bengkalis Tahun
2007
Nama Mahasiswa
: Latifah
Nomor Pokok
: 057013013
Program Studi
: Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi
: Administrasi Rumah Sakit
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Aman Nasution MPH)
Ketua
(Dra. Jumirah, MKes)
Anggota
Ketua Program Studi,
Direktur SPs USU,
(Dr. Drs. Surya Utama, MS)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
Tanggal Lulus : 14 Januari 2008
(4)
Telah diuji
:
Pada Tanggal
: 14 Januari 2008
Panitia Penguji Tesis
:
Ketua
: Prof. dr. Aman Nasution, MPH
Anggota
: Dra. Jumirah, M.Kes.
Dr. Dra. Ida Yustina, MSi.
dr. Yusniwarti Yusad, MSi.
(5)
PERNYATAAN
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETUGAS KESEHATAN DENGAN
PELAKSANAAN MANAJEMEN LAKTASI PADA PELAYANAN
PERINATAL DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MUTIA SARI
KABUPATEN BENGKALIS TAHUN 2007
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Januari 2008
(6)
ABSTRAK
Manajemen laktasi adalah salah satu cara atau usaha yang digunakan bertujuan untuk keberhasilan menyusui, fenomena di rumah sakit bayi baru lahir cenderung diberikan susu formula. Dari survei di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari Kabupaten Bengkalis pada Februari 2007 diketahui bahwa pelaksanaan manajemen laktasi kurang dilaksanakan, ini dapat dibuktikan bahwa selama tahun 2006 terdapat 80 % bayi lahir mendapatkan susu formula.
Tujuan penelitian untuk menganalisa hubungan karakteristik petugas rumah sakit pada pelayanan perinatal dengan pelaksanaan manajemen laktasi tersebut. Jenis penelitian ini adalah survei analitik. Populasi adalah seluruh petugas yang melaksanakan pelayanan perinatal yaitu sebanyak 14 orang. Sampel diambil secara total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi ; analisa data menggunakan uji statistik korelasi Spearman.
Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden diketahui 57,1% responden berumur 30-39 tahun, 38,6% berpendidikan tinggi, 28,6% berpengetahuan baik, 50 % masa kerja rendah, 64,3% berpenghasilan kurang dari Rp. 920.000,- dan 71,4 % belum pernah mendapatkan pelatihan manajemen laktasi dan hanya 28,6 % yang melaksanakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal berkategori tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan sub variabel karakteristik yang berhubungan dengan pelaksanaan manajemen laktasi antara lain pendidikan, masa kerja, penghasilan, pelatihan manajemen laktasi, dan pengetahuan.
Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk mengupayakan program peningkatan pengetahuan petugas tentang manajemen laktasi dengan mengadakan pelatihan, kursus dan seminar. Rumah sakit perlu menformulasikan kebijakan manajemen laktasi agar bayi yang lahir di rumah sakit mendapatkan hanya ASI saja. Kata kunci : Karakteristik petugas, manajemen laktasi, Pelayanan Perinatal.
(7)
ABSTRACT
Lactation management is one of the ways used to ben successful in breasfeeding because, in general, a newly born baby has been given susu formula
(formula milk). Based on the survey done in the mother and child hospital of Mutiara
Sari in February 2007, it was found out that the implementation of lactation management was less implemented and it had been proven that 80% of the newly born babies in 2006 were given susu formula.
The purpose of this analytical survey study is to examine whether or not there is a relationship between the characteristic of the personnel who implement the lactation management in prenatal service and the implementation of the lactation management in prenatal service itself. The population for this study was all of the 14 personnel who implement the lactation management in prenatal service and through the total sampling technique all of them were selected as the samples for this study. The data needed for this study was obtained were analyzed through the Spearman Correlation statistical test.
The result of this respondents’ characteristics-based study shows that 57.1% of the respondents are of 30-39 years old, 38.6% are high education graduates, 28.6% have high knowledge, 50% are with short length of service, 64.3% are with income under Rp. 920,000.00 per month, 71.4% have never been given training on lactation management, and only 28.6% have implemented lactation management in prenatal service of high category. Thus, there is a relationship between the characteristics of respondents such as education, length of service, income, training on lactation management, and knowledge and the implementation of lactation management.
It is suggested that the management of this hospital initiate a program to improve personnel’s knowledge of lactation management by providing trainings, courses and seminars and make a written policy of lactation managemen implementation and implement it.
(8)
RIWAYAT HIDUP
Nama : L A T I F A H
Tempat / Tgl. Lahir : Pekanbaru, 03 Mei 1965
Agama : Islam
Riwayat Pendidikan
1971-1977 = SD Negeri 29 Pekanbaru 1977-1981 = SMP Negeri 2 Pekanbaru 1981-1984 = SMA Negeri 2 Pekanbaru
1984-1987 = D3 Keperawatan Depkes Padang
2002-2004 = Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan
2005-2007 = Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Medan
Riwayat Pekerjaan
1989-1991 = Staf Fungsional RSU dr. M. Jamil Padang 1991-1993 = Staf Dinas Kesehatan Propinsi Riau Pekanbaru 1993-1997 = Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis 1997-2004 = Staf Puskesmas Kec. Tebing Tinggi Selat Panjang
(9)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan berkat rahmat dan karuniaNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini, yang mana merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan.
Selama penelitian dan penyusunan tesis ini yang berjudul : Hubungan
Karakteristik Petugas Kesehatan Dengan Pelaksanaan Manajemen Laktasi Pada Pelayanan Perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari Kab. Bengkalis 2007, penulis telah banyak mendapatkan bantuan moril maupun materil
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. dr. Aman Nasution, MPH dan Ibu Dra. Jumirah, M.Kes yang telah membimbing dari awal sampai selesainya penulisan tesis ini. Selanjutnya ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara .
2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Sekolah Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Dr. Dra. Ida Yustina, Msi dan Ibu dr. Yusniwarti, M.Kes selaku Dosen
Pembanding tesis.
4. Seluruh Dosen dan Staf di Program Magíster Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
(10)
5. Bapak Drs. H. Syamsurizal, MM selaku Bupati Bengkalis yang telah memberikan izin melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana USU Medan.
6. Bapak dr. Suhatman, MARS, selaku Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari.
7. Ibu Mutia Sari, Amd.Keb, selaku Kepala Ruangan Kamar Bersalin dan Staf yang telah memberikan bantuannya.
8. Teristimewa buat suamiku tercinta Nazly, SH, Msi dan Anak-anakku tercinta Lovana Puresty Wulandary dan Fazly Mahatma Putra Gautama Negara yang selama ini telah mendampingi dan bersedia ditinggalkan selama penulis mengikuti pendidikan di Pascasarjana USU Medan.
9. Teman-teman di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya di Magister Administrasi Rumah Sakit yang selama ini telah berjuang bersama-sama.
10. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun penulisan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis mengharapkan tesis ini bermanfaat di masa datang. Amin.
Medan, Agustus 2007 Penulis
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
TAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Hipotesis ... 7
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Fisiologis Laktasi ... 8
2.2. Manajemen Laktasi ... 10
2.3. Cara menyusui bayi yang baik dan benar ... 12
2.4. Cara pengamatan menyusui yang baik dan benar ... 13
2.5. Manfaat ASI ... 14
2.6. Perilaku Kesehatan... 15
2.7. Landasan Teori ... 16
2.8. Kerangka Konsep ... 17
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 19
3.1. Jenis Penelitian ... 19
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 19
3.3. Populasi dan Sampel ... 19
3.4. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 20
3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 22
3.6. Variabel dan Defenisi Operasional ... 22
3.7. Metode Pengukuran ... 23
(12)
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 28
4.1. Deskripsi umum lokasi penelitian ... 28
4.2. Deskripsi karakteristik responden ... 29
4.2.1. Karakteristik responden berdasarkan Umur ... 29
4.2.2. Karakteristik responden berdasarkan Pendidikan ... 30
4.2.3. Karakteristik responden berdasarkan Pengetahuan ... 30
4.2.4. Karakteristik responden berdasarkan Masa Kerja ... 31
4.2.5. Karakteristik responden berdasarkan Penghasilan ... 32
4.2.6. Karakteristik responden berdasarkan Pelatihan Manajemen Laktasi ... 33
4.3. Distribusi pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal……….………….. 34
4.4. Distribusi responden berdasarkan kategori Pelaksanaan manajemen laktasi pada Pelayanan perinatal……….………. 36
4.5. Hasil Analisa Data ... 36
BAB 5. PEMBAHASAN ... 38
5.1. Pengaruh karakteristik umur terhadap pelaksanaan Manajemen laktasi pada pelayanan perinatal ………... 39
5.2. Pengaruh karakteristik pendidikan terhadap pelaksanaan Manajemen laktasi pada pelayanan perinatal ... 40
5.3. Pengaruh karakteristik pengetahuan terhadap pelaksanaan Manajemen laktasi pada pelayanan perinatal ... 41
5.4. Pengaruh karakteristik masa kerja terhadap pelaksanaan Manajemen laktasi pada pelayanan perinatal ... 43
5.5. Pengaruh karakteristik penghasilan terhadap pelaksanaan Manajemen laktasi pada pelayanan perinatal……... 44
5.6. Pengaruh karakteristik pelatihan manajemen laktasi terhadap pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal ... 46
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
6.1. Kesimpulan ... 48
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1. Hasil uji validitas dan realibilitas kuesioner karakteristik responden dan pelaksanaan manajemen laktasi
pada pelayanan perinatal ... 21 3.2. Aspek pengukuran variabel Pengetahuan ... 24 3.3. Aspek Pengukuran variabel dependen ... 26 4.1. Distribusi responden berdasarkan umur di
Rumah sakit Ibu dan Anak Mutia Sari bulan Juli 2007... 29 4.2. Distribusi responden berdasarkan pendidikan di
Rumah sakit Ibu dan Anak Mutia Sari bulan Juli 2007 ... 30 4.3. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan di
Rumah sakit Ibu dan Anak Mutia Sari bulan Juli 2007 ... 31 4.4. Distribusi responden berdasarkan masa kerja di
Rumah sakit Ibu dan Anak Mutia Sari bulan Juli 2007 ... 32 4.5. Distribusi responden berdasarkan penghasilan di
Rumah sakit Ibu dan Anak Mutia Sari bulan Juli 2007... 32 4.6. Distribusi responden berdasarkan pelatihan
Manajemen laktasi di Rumah sakit Ibu dan Anak
Mutia Sari bulan Juli 2007 ... 33 4.7. Distribusi pelaksanaan manajemen laktasi di Rumah sakit Ibu
dan Anak Mutia Sari bulan Juli 2007... 34 4.8. Distribusi pelaksanaan manajemen laktasi berdasarkan kategori
di Rumah sakit Ibu dan Anak Mutia Sari bulan Juli 2007 ... 36 4.9. Hasil uji korelasi Spearman hubungan karakteristik petugas
Kesehatan dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan
(14)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.7. Kerangka Konsep ... 17
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar Halaman
1. Output Master Data Validitas dan Reliabilitas ... 54
2. Master Data... 56
3. Output Tabel Distribusi ... 57
4. Output Uji Korelasi Spearman ... 64
5. Kuesioner Penelitian ... 65
6. Jadwal Penelitian ... 74
(16)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anak merupakan generasi penerus bangsa yang menjadi sumber daya bangsa dimasa datang, untuk itu perlu mendapatkan perhatian yang khusus agar terjamin kelangsungan dan perkembangan baik fisik maupun mental sehingga proses tumbuh kembang dapat berlangsung secara optimal untuk proses tersebut, maka perlu dipenuhi kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisik, biomedik, stimulasi serta kebutuhan emosi. (Depkes 2004).
ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi karena mengandung gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Pemberian ASI sejak usia dini, terutama ASI eksklusif yaitu pemberian hanya ASI saja mulai bayi baru lahir sampai bayi berusia enam bulan. ASI dapat menjadikan pertumbuhan dan perkembangan otak bayi dengan sempurna. ASI dapat meningkatkan system kekebalan tubuh, dan mencegah penyakit diare, penyakit saluran pernafasan, penyakit telinga, penyakit saluran kencing, menyusui menyebabkan pengeluaran hormone pertumbuhan dan membangun hubungan saling percaya antara bayi dan ibu (Dep.Kes RI. 2002).
Program pemberian ASI merupakan prioritas karena mempunyai dampak yang sangat luas terhadap status gizi dan kesehatan bayi, manfaat dan keunggulan ASI perlu ditunjang dengan pemberian ASI yang benar yaitu pemberian hanya ASI
(17)
Rendahnya pemberian ASI eksklusif dapat memicu tingginya angka kesakitan dan kematian neonatal maupun bayi ini dapat dilihat dari angka kematian dan angka kesakitan bayi di Indonesia cukup tinggi sesuai dengan data kematian bayi tahun 2000 adalah 47/1000 kelahiran dan 4.000.000 bayi lahir setiap tahun dimana 300.000 meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, salah satu cara yang mudah untuk menurunkan angka ini adalah dengan pemberian ASI terutama ASI eksklusif. Hasil penelitian Dep.Kes 2001 di Bogor menunjukkan anak yang diberi ASI eksklusif tidak ada yang menderita gizi buruk. Pemberian ASI di Indonesia belum dilaksanakan sepenuhnya. Upaya peningkatan prilaku menyusui pada Ibu yang memiliki bayi masih dirasa kurang. Permasalahan yang utama adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung PP-ASI, gencarnya promosi PASI (Depkes, 2004).
Penelitian di Bogor dihasilkan bahwa pencapaian ASI eksklusif sampai 4 bulan 52,5% (SDKI 1991), SDKI 1994), 52% (SDKI 1997) termasuk kategori tidak mencukupi (WHO). Bayi menyusui 1 jam I 8,3% termasuk kategoti tidak mencukupi (WHO). Bayi baru lahir mendapat ASI 1 jam setelah lahir 8% dan mendapat ASI pada hari I (53%). Proporsi anak mendapat ASI pada hari I menurun dengan meningkatnya tingkat pendidikan ibu. Rata-rata lamanya pemberian ASI eksklusif 1,7 bulan, menunjukkan konsumsi MP-ASI sudah mulai diberikan secara dini, pada bayi <2 bulan 35% dan bayi 2-3 bulan 37%. (Suryantini, 2006).
Cakupan ASI eksklusif yang ditargetkan dalam Propenas dan Strategi Nasional PP-ASI adalah sebesar 80%. Hal ini menunjukkan keadaan yang
(18)
memprihatinkan yang perlu upaya serius kearah berbagai hal yang dapat meningkatkan keberhasilan program ASI Eksklusif.
Sejumlah ibu yang baru memiliki bayi mengaku terpaksa memberikan susu formula lantaran harus kembali bekerja. Produksi ASI pun menurun lantaran kelelahan setelah seharian bekerja. Selain itu, banyak diantara mereka yang mengalami gangguan dalam menyusui, seperti bayi tidak mau disusui, saluran ASI tersumbat. Sebenarnya ibu bekerja dapat memberikan ASI pada bayinya secara eksklusif yaitu dengan cara memeras ASI dengan menggunakan tangan atau pompa dan menyimpannya pada lemari pendingin. (Susilawati, 2005).
Untuk Propinsi Riau khususnya Kabupaten Bengkalis dengan melihat profil Dinas Kesehatan tahun 2003 dan 2004 bayi yang mendapat ASI eksklusif hanya 21% dan 26% ini dapat memicu gizi buruk pada bayi dan balita di Kabupaten Bengkalis.
Para ibu sering tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini dari semestinya. Sangat disayangkan di Indonesia kenyataannya penggunaan ASI belum seperti apa yang diharapkan. Menyusui eksklusif dari tahun ke tahun mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya adalah adanya tantangan yang cukup besar pada upaya pelayanan kesehatan terutama di Rumah Sakit (iming-iming berupa bonus atau rangsangan dari produsen formula), penyuluhan terhadap prilaku masyarakat untuk menunjang pemberian ASI masih kurang optimal dan efisien, faktor ibu sendiri, sosial budaya dan faktor- faktor lain yang turut berperan seperti pelayanan kesehatan dan lingkungan. Faktor lain misalnya
(19)
pada kemampuan menyusui, perilaku menyusui yang kurang mendukung dengan membuang kolostrum karena dianggap tidak bersih dan kotor, ibu terlalu dini menyapih bayinya, produksi ASI yang tidak mencukupi, pengenalan susu botol/susu formula PASI terlalu dini, memperkenalkan MP-ASI terlalu dini, begitu gencarnya promosi produk PASI baik ke masyarakat luas maupun ke provider, kesulitan bayi menghisap karena puting susu si ibu yang tidak menunjang, ibu bekerja di luar rumah, kurangnya kesempatan bagi petugas kesehatan untuk mengikuti perkembangan ilmu kesehatan tentang pemberian ASI dan manajemen laktasi, adanya kemudahan mendapatkan susu formula/botol susu/dot di Rumah Sakit / RB, sikap petugas kesehatan yang kurang mengusahakan kemampuan si ibu untuk menyusui bayinya dengan bersikap kurang memberi KIE tentang ASI eksklusif secara dini dan lengkap (Suryantini, 2006).
Menurut hasil penelitian Nadrah (2004) beberapa sebab terjadinya penurunan penggunaan ASI eksklusif juga dapat disebabkan antara lain : a) kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil kemajuan tekhnologi pembuatan makanan bayi seperti pembuatan tepung makanan bayi, susu buatan untuk bayi, mendorong ibu untuk mengganti ASI dengan makana olahan lain, b) para ibu sering keluar rumah baik karena bekerja maupun karena tugas-tugas sosial, c) adanya anggapan bahwa memberikan susu botol kepada bayi sebagai suatu simbol bagi kehidupan tingkat sosial yang lebih tinggi, terdidik dan mengikuti perkembangan zaman, d) pengaruh melahirkan diklinik bersalin atau rumah sakit, dimana belum semua petugas paramedic diberi pesan dan informasi agar menganjurkan setiap ibu untuk menyusui
(20)
bayi mereka, serta praktek yang keliru dengan memberikan susu botol kepada bayi yang baru lahir.
Menurut Harianja (2001) sering juga ibu yang tidak menyusui bayinya karena terpaksa seperti persalinan yang patologis juga karena faktor lain seperti terjadinya bendungan ASI yang mengakibatkan ibu merasa sakit sewaktu bayinya menyusu, luka-luka pada puting susu, kelainan pada puting susu dan adanya penyakit kronis tertentu yang merupakan alasan untuk tidak menganjurkan ibu menyusui bayinya, Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan terdepan mempunyai peranan yang cukup besar di dalam pelaksanaan ASI eksklusif.
Pelaksaanan program ASI eksklusif melalui kegiatan manajemen laktasi yang bertujuan untuk meningkatkan upaya pemberian ASI secara baik dan benar diantaranya melalui penyuluhan dan konseling kepada ibu melahirkan, agar ibu mampu dan mau menyusui dengan cara yang benar. Pelaksaan manajemen laktasi merupakan salah satu program PP-ASI dimulai pada saat kehamilan (antenatal) yang diteruskan pada masa perinatal dan masa menyusui selanjutnya (post neonatal), dampak manajemen laktasi pada perinatal sangat besar karena merupakan keadaan yang strategis dimana seorang ibu bersalin memerlukan pelayanan petugas kesehatan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya cara menyusui bayi, namun sangat disayangkan hal ini terabaikan seperti yang dibuktikan dari hasil penelitian ternyata ibu dianjurkan oleh petugas kesehatan untuk memberikan susu formula pada minggu pertama kelahiran. (Depkes RI, 2001).
(21)
Ini dapat dibuktikan hasil dari survey yang dilakukan (Harianja, 2002) di ruang bersalin rumah sakit umum Dr. Pringadi ditemukan sebanyak 614 bayi lahir tahun 2001 ternyata 70% bayi mendapatkan susu formula pada minggu pertama kelahiran.
Rumah Sakit Ibu Dan Anak Mutia Sari adalah Rumah Sakit yang terletak di Kabupaten Bengkalis yang mempunyai spesialisasi pertolongan persalinan dimana pada bulan Januari s/d Oktober 2006 jumlah persalinan mencapai 691 orang, namun sangat disayangkan dari hasil studi pendahuluan didapati manajemen laktasi pada pelayanan perinatal tidak dilaksanakan rendahnya pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal satu penyebab gagalnya pemberian ASI yang dapat memicu gizi buruk pada bayi di Kabupaten Bengkalis.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan, penulis merasa perlu menganalisis pengaruh karakteristik petugas kesehatan terhadap pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari Kabupaten Bengkalis.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian latarbelakang diatas dapat dirumuskan permasalahan penelitian bagaimana hubungan karakteristik petugas kesehatan dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari Kabupaten Bengkalis.
(22)
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisa hubungan karakteristik petugas kesehatan yang meliputi umur, pendidikan, pengetahuan, masa kerja, penghasilan dan pelatihan manajemen laktasi dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari Kabupaten Bengkalis. 2007.
1.4. Hipotesis
Adanya hubungan signifikan antara karakteristik petugas yang meliputi : umur, pendidikan, pengetahuan, masa kerja, penghasilan, pelatihan manajemen laktasi, petugas kesehatan dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari Kabupaten Bengkalis. 2007.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Sebagai bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit dalam usaha peningkatan pelaksanaan manajemen laktasi.
1.5.2. Mengetahui bagaimana hubungan karakteristik petugas kesehatan dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari Kabupaten Bengkalis.
(23)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fisiologis Laktasi
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi dan pengeluaran ASI. Payudara mulai dibentuk sejak embrio berukur 18-19 minggu, dan baru selesai ketika mulai menstruasi, dengan terebentuknya hormon estrogen dan progesteron yang berfungsi untuk maturasi alveoli. Sedangkan hormon prolaktin adalah hormon yang berfungsi untuk produksi ASI disamping hormon lain seperti insulin, tiroksin dan sebagainya.
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi Air Susu Ibu biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progesteron turun drastis sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini, terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah prolaktin oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI makin lancar. Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi, refleks prolaktin dan refleks aliran timbul akibat perangsangan puting susu oleh hisapan bayi. (Manajemen Laktasi, 2004).
(24)
1. Refleks prolaktin
Seperti telah dijelaskan dimuka, dalam puting susu terdapat banyak ujung saraf sensoris. Bila ini dirangsang, timbul impuls yang menuju hipotalamus selanjutnya ke kelenjar hipofisis bagian depan sehingga kelenjar ini mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon inilah yang berperan dalam produksi ASI di tingkat alveoli. Dengan demikian mudah dipahami bahwa makin sering rangsangan penyusunan makin banyak pula produksi ASI.
2. Refleks aliran (let down reflex)
Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan sampai ke kelenjar hipofisis depan, tetapi juga ke kelenjar hipofisis bagian belakang, yang mengeluarkan hormone oksitosin. Hormon ini berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar. Makin sering menyusui, pengosongan alveolus dan saluran makin baik sehingga kemungkinan terjadinya bendungan susu makin kecil, dan menyusui akan makin lancar. Saluran ASI yang mengalami bendungan tidak hanya mengganggu penyusunan, tetapi juga berakibat mudah terkena infeksi. (Manajemen Laktasi, 2004).
(25)
2.2. Manajemen Laktasi
Manajemen laktasi adalah tatalaksana yang dilakukan untuk menunjang keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya dimulai pada antenatal, segera setelah bayi lahir, neonatal (perinatal) dan post natal. (Depkes, 2004).
2.2.1. Manajemen Laktasi yang dilakukan pada Masa Antenatal
Manajemen laktasi yang dilakukan pada masa antenatal yaitu pelayanan pada ibu hamil. Setiap ibu hamil datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk periksa kehamilannya maka dilakukan manajemen laktasi dengan urutan sebagai berikut :
b. Pemeriksaan kesehatan atau fisik yang dimulai dengan anamnesa.
c. Pemeriksaan kehamilan dimulai dengan anamnesa, dilanjutkan inspeksi, palpasi dengan Leopold untuk dapat memperkirakan kepastian kehamilan, umur kehamilan, posisi janin, letak janin, perkiraan kelahiran.
d. Pemeriksaan payudara dilanjutkan perawatan, yang paling penting adalah puting, untuk mempersiapkan menyusui apabila sudah melahirkan.
e. Melakukan pemantauan kenaikan BB dengan menimbang BB ibu hamil tersebut, yang terpenting adalah kenaikan sebelum dan sesudah hamil sampai trimester III. Selama trimester I terjadi kenaikan BB sebesar 0,7-1,4 kg tiap minggu dan selama trimester I dan III kenaikan BB menjadi lebih banyak yaitu 0,35-0,4 kg seminggu. Selama kehamilan kenaikkan BB sekitar 7-12 kg. f. Diberikan KIE mengenai ASI dan kecukupan gizi. Mengenai ASI misalnya
(26)
rawat gabung, bahaya dari susu formula atau susu botol. Mengenai gizi misalnya dalam makanan sehari-hari, termasuk mencegah kekurangan zat besi. Jumlah makanan sehari-hari perlu ditambah mulai kehamilan trimester II menjadi 1-2 porsi dari jumlah makanan pada saat sebelum hamil. (Depkes, 2001).
2.2.2. Manajemen Laktasi yang dilakukan pada masa perinatal
Pada saat melahirkan, dalam waktu 30 menit seletah melahirkan, ibu dibantu dan dimotivasi agar mulai kontak dengan bayi dari mulai menyusui bayi. Karena saat ini bayi dalam keadaan paling peka terhadap rangsangan, selanjutnya bayi akan mencari payudara ibu secara naluriah. Peran petugas disini adalah membantu kontak ibu dengan bayi sedini mungkin untuk memberikan rasa aman dan kehangatan.
Pada masa neonatal, bayi hanya diberi ASI saja tanpa diberi minuman apapun, ibu selalu dekat dengan bayi atau rawat gabung, menyusui tanpa dijadwal atau setiap kali meminta, melaksanakan cara menyusui yang baik dan benar. (Modul manajemen laktasi, 2004).
2.2.3. Manajemen Laktasi Selanjutnya (Post Neonatal)
a. Menyusui dilanjutkan secara eksklusif selama 4-6 bulan pertama usia bayi, yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa makanan atau minuman lainnya.
(27)
b. Memperhatikan kecukupan gizi dalam makanan ibu menyusui sehari-hari, dimana menyusui perlu makan 11/2 kali lebih makan dari biasanya (4-6 piring) dan minum minimal 10 gelas sehari.
c. Cukup istirahat/tidur siang/berbaring 1-2 jam, menjaga ketenangan pikiran dan menghindarkan ketenangan fisik yang berlebihan agar produksi ASI tidak terhambat.
d. Mengatasi bila ada masalah menyusui (payudara bengkak, bayi tidak mau menyusu, puting lecet, dll)
e. Memperhatikan kecukupan gizi makanan bayi, terutama setelah bayi berumur 4 bulan, selain ASI berikan MP-ASI yang cukup, baik kualitas maupun kuantitas secara bertahap. (Modul manajemen laktasi, 2004).
2.3. Cara menyusui bayi yang baik dan benar
a. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudia dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
b. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara. Ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu dan bokong bayi terletak pada lengan. Kepala bayi tidak boleh tertengadah dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu. Satu tangan bayi diletakkan
(28)
dibelakang badan ibu, dan yang satu di depan, perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi). Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
c. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang dibawah. Jangan menekan puting susu atau areolanya saja.
d. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflek) dengan cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi.
e. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi, usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam mulut bayi, sehingga puting susu berada dibawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak dibawah areola. (Modul manajemen laktasi, 2004).
2.4. Cara pengamatan menyusui yang baik dan benar
Setelah bayi mulai menghisap, payudara tak perlu dipegang atau disangga lagi. Untuk mengetahui bayi telah menyusu dengan teknik yang benar, perhatikan bila : bayi tampak tenang, badan bayi menempel pada perut ibu, mulut bayi terbuka lebar, dagu bayi menempel pada payudara ibu, sebagian besar areola masuk kedalam mulut bayi, areola bagian bawah lebih banyak yang masuk, bayi nampak mengisap kuat
(29)
terletak pada satu garis lurus, kepala agak menengadah. (Modul manajemen laktasi, 2004).
2.5. Manfaat Air Susu Ibu
Manfaat ASI pada bayi yaitu zat-zat gizi yang ada pada ASI sesuai dengan kebutuhan bayi dan mudah dicerna oleh pencernaan bayi, ASI mengandung zat protektif guna meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit, ASI tidak menimbulkan alergi pada bayi, ASI mempunyai efek psikologis, ASI menjadikan pertumbuhan bayi dengan sempurna, ASI dapat mengurangi kariesdentis dan Air Susu Ibu dapat mengurangi kejadian moloklusi. (Modul Manajemen Laktasi, 2004).
Manfaat pemberian ASI bagi ibu dengan memberikan ASI pada bayi dapat mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan, dan bagi ibu menyusui secara eksklusif dapat menunda kehamilan, dengan memberikan ASI mempengaruhi aspek psikologis terhadap ibu. (Modu Manajemen Laktasi, 2004).
Manfaat pemberian ASI pada keluarga. Aspek ekonomis, aspek psikologis, aspek sekunder. (Modul Manajemen Laktasi, 2004).
Manfaat ASI bagi Negara, menurunkan angka kesulitan dan kematian dan mengurangi subsidi untuk Rumah Sakit, mengurangi devisa untuk membeli susu formula dan meningkatkan kwalitas sumber daya manusia. (Modul Manajemen Laktasi, 2004).
(30)
2.6. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit. Sistem pelayanan kesehatan, makanan serta minuman (Notoatmodjo, 1993). Mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagai berikut :
a. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk mencegah penyakit.
b. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan antara perilaku kesehatan dan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal. Cukup banyak model-model pelaksanaan pelayanan kesehatan yang dikembangkan, seperti model kependudukan, model sumberdaya masyarakat, model organisasi dan lain-lain sesuai dengan variabel-variabel yang digunakan dalam masing-masing model.
Anderson (1985) mengembangkan model system pelaksanaan kesehatan berupa model kepercayaan kesehatan (health belief model) yang didasarkan teori lapangan
(31)
a. Komponen predisposisi, menggambarkan kecenderungan individu yang berbeda-beda dalam melaksanakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal. Komponen ini terdiri dari : umur, pendidikan, pengetahuan.
b. Komponen enabling, menunjukkan kemampuan individu untuk melaksanakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di dalam komponen ini termasuk faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian misalnya penghasilan atau pendapatan.
c. Komponen need (kebutuhan), merupakan faktor yang mendasari dan merupakan stimulus langsung bagi individu untuk melaksanakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal apabila faktor-faktor predisposisi dan enabling itu ada. Termasuk komponen kebutuhan ini adalah hal-hal yang dirasakan. (seperti pelatihan manajemen laktasi.
2.7. Landasan Teori
Petugas kesehatan memegang peranan penting dalam mensukseskan program ASI eksklusif. Kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan dapat menyebabkan kurangnya tenaga yang dapat menjelaskan/mendorong tentang manfaat pemberian ASI. Namun dapat pula justru petugas kesehatan memberikan penerangan yang salah dengan menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng. (Depkes, 2004).
Faktor karakteristik petugas kesehatan merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan untuk dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan manajemen
(32)
laktasi dengan demikian apabila karakteristis petugas itu baik tentunya akan dapat dilakukan peningkatan pelaksanaan manajemen laktasi.
Menurut Anderson (1985), faktor karakteristik yang mempengaruhi pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal adalah komponen predisposisi, komponen kemungkinan dan komponen kebutuhan. Wibowo (1992), mengembangkan model Anderson (1985), dengan meneliti faktor-faktor karakteristik petugas kesehatan. Pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal oleh petugas kesehatan menurut Wibowo (1992) juga dipengaruhi oleh faktor
predisposing, Enabling, Need. Termasuk faktor predisposing adalah umur,
pendidikan, pengetahuan. Sedangkan yang termasuk enabling adalah sumber penghasilan/pendapatan dan masa kerja. Adapun yang termasuk need adalah pelatihan manajemen laktasi.
2.8. Kerangka Konsep
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas penelitian ini digambarkan dalam kerangka konsep seperti berikut :
Variabel independen Variabel dependen
Karakteristik petugas kesehatan
- umur Pelaksanaan
- pendidikan terakhir manajemen laktasi pada - pengetahuan pelayanan perinatal
- masa kerja (+)
(33)
Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dijelaskan defenisi konsep sebagai berikut : karakteristik petugas kesehatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari yang meliputi : umur, pendidikan terakhir, pengetahuan, masa kerja, penghasilan, pelatihan manajemen laktasi berhubungan dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal atau dapat digambarkan bila karakteristik petugas kesehatan baik maka manajemen laktasi pada pelayanan perinatal dapat terlaksana dengan baik.
(34)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey dengan pendekatan analitik untuk mengetahui hubungan karakteristik petugas kesehatan dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari Kabupaten Bengkalis.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari Kabupaten Bengkalis. Yang mana Rumah Sakit ini satu-satunya Rumah Sakit yang mempunyai spesialisasi ibu dan anak dimana Rumah Sakit ini mempunyai dr. spesialisasi anak dan dr. spesialisasi obstetri ginekologi. Rumah Sakit ini terletak di Kabupaten Bengkalis bagian daratan serta mudah dijangkau oleh masyarakat banyak. Waktu penelitian April s/d Juli 2007.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh petugas yang melaksanakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal yaitu petugas kesehatan yang bertugas di kamar bersalin dan kebidanan sebanyak 14 orang. Sedangkan sampel diambil secara
(35)
3.4. Uji Validitas dan Reliabilitas
Untuk mengetahui sejauhmana kesamaan antara yang diukur peneliti dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan, maka dilakukan uji validitas terhadap kuisioner yang telah dipersiapkan dengan formula Alpha Cronbach sebagai berikut :
N (∑xy) - (∑x∑y) r =
{[N ∑x2 – (∑x)2] . [N∑y2 . (∑y)2]}1/2 dimana :
x = skor tiap-tiap variabel y = skor total tiap responden N = jumlah responden
Untuk mengetahui sejauhmana konsistensi hasil penelitian jika kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang, maka dilakukan uji realibilitas terhadap kuesioner yang telah dipersiapkan dengan formula Alpha Cronbach sebagai berikut :
M (Vt . Vx) dimana : Vt = variasi total
Rtt = Vx = variasi butir-butir
(36)
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Karakteristis Responden dan Pelaksanaan Manajemen Laktasi Pada Pelayanan Perinatal
Variabel Butir Pertanyaan
Corrected Item – Total
Correlation
Status Alpha Cronbach X1 (Umur) X2 (Pendidikan) X3 (Pengetahuan) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 0,831 0,772 0,098 0,943 0,910 0,321 0,816 0,804 0,899 0,909 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid 0,927 0,930 0,953 0,920 0,922 0,946 0,927 0,928 0,932 0,923 X4 (Masa Kerja) X5 (Penghasilan) X6 (PML) Y (Pelaksanaan Manajemen Laktasi pada Pelayanan Perinatal) ML1 ML2 ML3 ML4 ML5 ML6 ML7 ML8 ML9 ML10 0,951 0,951 0,887 0,922 0,922 0,947 0,906 0,948 0,425 0,976 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid 0,970 0,970 0,972 0,971 0,971 0,970 0,971 0,970 0,987 0,969
(37)
Berdasarkan tabel 3.1. diatas diketahui bahwa butir-butir pertanyaan untuk varibal karakteristik petugas dan pelaksaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal seluruhnya memenuhi persyaratan (Valid). Karena nilai r-hitung semua butir pertanyaan lebih besar dari r-tabel dengan jumlah responden 14 sebesar 0,903 serta reliabel memenuhi persyaratan yakni cronbach alpha lebih besar dari 0,60 (Gozhali, 2001). Dengan demikian dapat digunakan dalam penelitian.
3.5. Tehnik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data diperoleh dengan dua cara yaitu :
3.5.1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara dan observasi kerja petugas kesehatan yang bertugas dikamar bersalin dan kebidanan.
3.5.2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen rumah sakit yang berhubungan dengan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal.
3.6. Variabel dan Defenisi Operasional
Karakteristik adalah identitas atau ciri khas yang dimiliki seseorang yang dapat berasal dari dalam dirinya sendiri atau dari luar dirinya sendiri yang dapat membedakan dirinya dengan orang lain yang meliputi : umur, pendidikan, pengetahuan, masa kerja, penghasilan, pelatihan manajemen laktasi dengan defenisi sebagai berikut :
(38)
d. Umur adalah lamanya masa hidup yang dihitung mulai sejak lahir sampai ulang tahun terakhir pada saat wawancara.
e. Pendidikan adalah tingkat keberhasilan seseorang yang diperoleh dalam pendidikan formal yang ditempuhnya.
f. Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
g. Masa kerja adalah jumlah tahun petugas kesehatan bekerja pada rumah sakit yang sama dan tugas yang sama.
h. Penghasilan adalah upah dalam bentuk uang yang diterima oleh petugas secara keseluruhan dari hasil kerja yang dilaksanakan selama satu bulan. i. Pelatihan manajemen laktasi adalah jenis pendidikan non formal yang
pernah diikuti petugas kesehatan khususnya tentang manajemen laktasi. g. Pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal adalah usaha
yang dilakukan dalam hal menunjang keberhasilan menyusui pada masa persalinan dan neonatus.
3.7. Metode Pengukuran
3.7.1. Pengukuran variable karakteristik petugas kesehatan menggunakan skala ordinal yang dikategorikan menjadi :
(39)
Umur :
1. Rendah : bila usia petugas 20 – 29 tahun 2. Sedang : bila usia petugas 30 – 39 tahun 3. Tinggi : bila usia petugas > 40 tahun
Pendidikan :
1. Rendah : bila petugas kesehatan tamat SPKC/SMP/sederajat 2. Sedang : bila petugas kesehatan tamat D1 Kebidanan/sederajat
3. Tinggi : bila petugas kesehatan tamat D3 Kebidanan/perguruan tinggi
Pengetahuan :
3.2. Aspek Pengukuran Variabel Pengetahuan
Variabel Kategori
Bobot nilai 1 Variabel =
1 Indikator
Bobot nilai 1 Variabel = 10 Indikator
Skala ukur
Skor (nilai) Pengetahuan
1. Tinggi 2. Sedang 3.
Rendah
3 2 1
30
Interval
23-30 12-22 < 12
Masa Kerja :
1. Rendah : bila petugas kesehatan bekerja ditempat yang sama dan tugas yang sama < 2 tahun
2. Sedang : bila petugas kesehatan bekerja ditempat yang sama dan tugas yang sama 3 - 4 tahun
(40)
3. Tinggi : bila petugas kesehatan bekerja ditempat yang sama dan tugas yang sama > 4 tahun
Penghasilan :
1. bila penghasilan petugas kesehatan < Rp. 920.000 2. bila penghasilan petugas kesehatan > Rp. 920.000
Pelatihan:
1. Rendah : bila petugas belum pernah mendapat pelatihan tentang manajemen laktasi.
2. Sedang : bila bila petugas mendapat pelatihan tentang manajemen laktasi satu kali
3. Tinggi : bila petugas mendapat pelatihan tentang manajemen laktasi > 2 kali
3.7.2. Pengukuran Variabel Pelaksanaan Manajemen Laktasi pada Pelayanan Perinatal diukur melalui 10 pertanyaan, yang disertai observasi terhadap pelaksanaan yang dilakukan dengan menggunakan skala interval dengan teknik pilihan jawaban a,b dan c
a diberi nilai 3 jika responden menjawab ya dan melakukan tindakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal pada seluruh pasien yang ditolong oleh responden tersebut
(41)
dilakukan tindakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal
c. diberi nilai 1 jika responden menjawab tidak dan tidak melakukan tindakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal terhadap pasien yang ditolong responden.
Total nilai tertinggi adalah 30, terendah 10 berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh, maka dapat dikategorikan sebagai berikut :
Tinggi bila petugas melaksanakan manajemen laktasi > 75 % Sedang bila petugas melaksanakan manajemen laktasi 40 – 75 % Rendah bila petugas melaksanakan manajemen laktasi < 40 %
Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Dependen
Variabel Kategori
Bobot nilai 1 Variabel =
1 Indikator
Bobot nilai 1 Variabel = 10 Indikator Skala ukur Skor (nilai) Pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal 1. Tinggi 2. Sedang 3. Rendah 3 2 1 30 Interval 23-30 12-22 < 12
3.8. Metode Analisa Data
Metode analisa data menggunakan uji korelasi Spearman ∝ = 0,05, bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik petugas kesehatan dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari Kabupaten Bengkalis.
(42)
Rumus yang digunakan adalah : 6 D2
rho = 1-
N(N2 – 1)
rho = Koefisien Korelasi
D = Difference (perbedaan antar jenjang (rank)
N = Jumlah responden ∝ = Tingkat Kesalahan 5% (0,05)
(43)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari merupakan salah satu rumah sakit swasta yang berada di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis, rumah sakit ini mulai beroperasi tahun 2002 yang sebelumnya merupakan Klinik Bersalin Mutia Sari, berdiri diatas lahan kira-kira 1,5 hektar dengan luas bangunan kira-kira 3000 m2 dengan dua lantai. Pada saat penelitian dilakukan rumah sakit ini sedang membangun menambah bangunan baru yang sedang dikerjakan.
Dilihat dari jumlah persalinan di rumah sakit ini setiap tahun terjadi peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2004 jumlah persalinan sebesar 783 persalinan, dimana jumlah persalinan normal sebanyak 494 persalinan dan persalinan patologis yaitu persalinan yang dilakukan dengan menggunakan alat misalnya vacum dan sectio caesarea sebanyak 289 persalinan. Tahun 2005 berjumlah 829 persalinan, dimana jumlah persalinan norman sebesar 458 persalinan dan persalinan patologis sebanyak 371 persalinan. Tahun 2006 jumlah persalinan sebanyak 917 persalinan, dimana jumlah persalinan normal sebanyak 681 persalinan dan persalinan patologis sebanyak 236 persalinan setiap bulannya kunjungan persalinan patologis ada yang dirujuk ke tempat lain hal ini disebabkan masih kurangnya tenaga spesialis kandungan yang ada di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari.
(44)
Pada bulan Juli 2007 jumlah tenaga yang ada di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari sebanyak 91 orang yang terdiri dari supervisor 2 orang, administrasi 5 orang, bidan 14 orang, perawat 22 orang, parmasi 6 orang, keuangan 3 orang, cleaning service/dapur 10 orang, supir/satpam 8 orang, laboratorium (analis) 8 orang, rontgen 3 orang, gizi 2 orang, spesialis bedah 1 orang, spesialis kandungan 1 orang, spesialis anak 1 orang, spesialis penyakit dalam 1 orang dan dokter umum 4 orang.
4.2. Deskripsi Karakteristik Responden
4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur merupakan salah satu karakteristik petugas yang berperan dalam melaksanaan pelayanan kesehatan karena umur dapat mempengaruhi hasil kerja seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Selama penelitian diketahui umur petugas sebagai berikut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari bulan Juli 2007
No. Umur (Tahun) Jumlah Persen
1 2 3
20 – 29 30 – 39 > 40
4 8 2
28,6 57,1 14,3
TOTAL 14 100,0
(45)
4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor terpenting dalam modernisasi terutama yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan, sikap bahkan prilaku manusia, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin tinggi tingkat harapan terhadap pelayanan kesehatan. Pada tabel dibawah ini dapat kita lihat pendidikan petugas kesehatan yang melaksanakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal.
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari bulan Juli 2007
No. Pendidikan Jumlah Persen
1 2
Bidan / D1 Kebidanan D3 Kebidanan
9 5
64,3 35,7
TOTAL 14 100,0
Dari tabel 4.2. diketahui jumlah responden terbanyak berpendidikan bidan / D1 kebidanan berjumlah 64,3 % dan D3 kebidanan sebesar 35,7 % sementara yang berpendidikan rendah (SPKC/SMP/sederajat) tidak satupun petugas yang ada.
4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan
Pengetahuan tentang manajemen laktasi sering didapati pada pendidikan informal seperti seminar dan kursus-kursus tentang manajemen laktasi hal ini guna menambah ilmu petugas khususnya tentang manajemen laktasi diharapkan
(46)
meningkatkan pelaksanaan manajemen laktasi. Pada tabel dibawah ini dapat kita lihat kategori pengetahuan petugas yang melaksanakan manajemen laktasi.
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari bulan Juli 2007
No. Pengetahuan Jumlah Persen
1
2
sedang tinggi
10 4
71,4 28,6
TOTAL 14 100
Dari tabel diatas dijumpai petugas kesehatan yang melaksanakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal ternyata yang berpengetahuan tinggi tentang manajemen laktasi hanya 4 orang (28,6 %) dan pengetahun sedang 10 orang (71,4 %) dan tidak satupun yang berpengetahuan rendah tentang manajemen laktasi pada pelayanan perinatal.
4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja
Masa kerja mempunyai nilai positif terhadap asuhan keperawatan semakin lama masa kerja semakin meningkat pengalaman kerja dan semakin baik hasil kerja. Pada tabel dibawah ini dapat kita lihat karakteristik petugas berdasarkan masa kerja.
(47)
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari bulan Juli 2007
No. Masa Kerja Jumlah Persen
1 2 3
< 2 tahun 3 - 4 tahun > 4 tahun
7 3 4
50% 21,4% 28,6%
TOTAL 14 100,0
Dari tabel 4.4. diatas terlihat masa kerja responden di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari yang terbanyak adalah masa kerja < 2 tahun sementara responden yang masa kerja > 4 tahun berjumlah 28,6 responden.
4.2.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan
Tujuan seorang bekerja adalah untuk mendapatkan penghasilan sebagai kompensasi dari pekerjaan yang dilakukan. Kesesuaian dan kecukupan penghasilan akan dapat mempengaruhi seseorang dalam bekerja. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat karakteristik petugas pelaksana manajemen laktasi berdasalkan penghasilan. Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Mutia Sari bulan Juli 2007
No. Penghasilan Jumlah Persen
1 2
< Rp. 920.000 > Rp. 920.000
9 5
64,3 35,7
(48)
Dari tabel 4.5 diatas diketahui petugas kesehatan yang melaksanakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal dilihat dari penghasilan ternyata sebagian besar petugas berpenghasilan < Rp. 920.000 yaitu 9 orang (64,3 %) sedangkan berpenghasilan > Rp. 920.000 hanya 5 orang (35,7 %).
4.2.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Pelatihan Manajemen Laktasi
Pelatihan manajemen laktasi dilakukan guna untuk mengantisipasi kurangnya pengetahuan petugas, oleh sebab itu pelatihan manajemen laktasi sedapat mungkin seluruh bidan pernah mengikutinya. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat karakteristik petugas berdasarkan pelatihan manajemen laktasi.
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan Manajemen Laktasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari bulan Juli 2007
N0. Pelatihan Manajemen Laktasi Jumlah Persen
1 2
Tidak pernah Pernah
10 4
71,4 28,6
TOTAL 14 100,0
Dari tabel 4.6. diatas diketahui ternyata 71,4 % petugas tidak pernah mendapatkan pelatihan manajemen laktasi dan hanya 28,6% petugas yang mendapatkan pelatihan manajemen laktasi.
(49)
4.3. Distribusi Pelaksanaan Manajemen Laktasi Pada Pelayanan Perinatal
Pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal dilakukan mulai dari ibu bersalin masuk sampai ibu bersalin keluar dari rumah sakit. Hal ini dilakukan pelayanan kesehatan pada ibu bersalin dan bayinya. Adapun pelayanan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.7. Distribusi Pelaksanaan Manajemen Laktasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari Kabupaten Bengkalis tahun 2007.
Tidak
Kadang-
kadang Ya
No Pelaksanaan manajemen laktasi
Jlh % Jlh % Jlh %
1. Kebersihan payudara 8 57,1 2 14,3 4 28,8
2. Memberikan bayi segera mungkin untuk disusui
8 57,1 2 14,3 4 28,6
3. Memberikan ASI saja pada bayi
8 57,1 2 14,3 4 28,6
4. Tidak menjadwalkan pemberian ASI
9 64,3 1 7,1 4 28,6
5. Penyuluhan cara menyusui 9 64,3 1 7,1 4 28,6 6. Penyuluhan kerugian PASI 9 64,3 1 7,1 4 28,6 7. Melarang pemberian PASI 8 57,1 3 21,4 3 21,4 8. Tidak memberikan PASI 10 71,4 1 7,1 3 21,4
9. Rawat gabung 4 28,6 - - 10 71,4
10. Anjuran ASI eksklusif imunisasi
10 71,4 - - 4 28,6
Dari tabel diatas diketahui 57,1 % petugas yang tidak membersihkan kebersihan payudara 14,3 % yang kadang-kadang membersihkan dan 28,6 % yang membersihkan kebersihan payudara. 57,1 % petugas tidak memberikan bayi kepada
(50)
ibunya untuk disusui 14,3 % petugas yang kadang-kadang memberikan dan 28,6 % petugas yang memberikan bayi kepada ibunya untuk disusui. 57,1 % petugas tidak menganjurkan pemberian ASI saja pada ibu dan keluarga, 14,3 % yang kadang-kadang memberikan dan 28,6 % yang memberikan ASI saja pada bayi. 64,3 % petugas yang tidak memberikan anjuran tentang penjadwalan pemberian ASI, 7,1 % yang kadang-kadang dan 28,6 % yang menganjurkan tidak menjadwalkan pemberian ASI. 64,3 % petugas yang tidak mengajarkan cara menyusui, 1,7 % kadang-kadang mengajarkan dan 28,6 % petugas yang mengajarkan cara menyusui. 64,3 % petugas tidak memberikan penyuluhan tentang kerugian PASI hanya 28,6 % petugas yang memberikan penyuluhan tentang kerugian PASI. 57,1 % petugas yang tidak melarang pemberian PASI pada bayi, 21,4 % petugas yang kadang-kadang melarang pemberian PASI dan 21,4 % petugas yang melarang pemberian PASI. 71,4 % petugas memberikan PASI di rumah sakit, 7,1 % petugas yang kadang-kadang yang memberikan PASI di rumah sakit sedangkan 21,4 % petugas yang tidak memberikan PASI di rumah sakit. 28,6 % petugas yang tidak melakukan rawat gabung sedangkan 71,4 % yang melakukan rawat gabung selama bayi dan ibu di rumah sakit. 71,4 % petugas yang tidak menganjurkan ASI eksklusif dan imunisasi hanya 28,6 % petugas yang menganjurkan ASI eksklusif dan imunisasi.
(51)
4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pelaksanaan Manajemen Laktasi Pada Pelayanan Perinatal
Pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keberhasilan ibu dalam memberikan ASI terutama ASI eksklusif pada bayi. Pada tabel dibawah ini dapat kita lihat kategori pelaksanaan manajemen laktasi oleh petugas kesehatan.
Tabel 4.8. Distribusi Pelaksanaan Manajemen Laktasi Berdasarkan Kategori di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari bulan Juli 2007
No. Pelaksanaan Manajemen Laktasi Pada Pelayanan Perinatal
Jumlah Persen
1 2 3
Rendah Sedang Tinggi
3 7 4
21,4 50,0 28,6
TOTAL 14 100,0
Secara keseluruhan aspek pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal berkategori tinggi sebesar 4 orang (28,6 %), berkategori sedang 7 orang (50,0 %), dan berkategori rendah 3 orang (21,4 %).
4.5. Hasil Analisa Statistik
Untuk melihat hubungan karakteristik petugas yang meliputi umur, pendidikan terakhir, pengetahuan, masa kerja, penghasilan dan pelatihan manajemen laktasi dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah
(52)
Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari dilakukan analisis statistik menggunakan uji korelasi Spearman.
Tabel. 4.9. Hasil uji korelasi Spearman hubungan karakteristik petugas kesehatan dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari pada bulan Juli 2007.
Pelaksanaan Manajemen Laktasi Karakteristik
Koefisien Spearman Signifikan
1. Umur 0,182 0,534
2. Pendidikan 0,772 0,001
3. Pengetahuan 0,835 0,000
4. Masa Kerja 0,734 0,003
5. Penghasilan 0,560 0,037
6. Pelatihan Manajemen Lakatasi 0,734 0,003
Dari table 4.9 diatas terlihat bahwa : 6 variabel karakteristik responden berhubungan secara signifikan dengan pelaksanaan manajemen laktasi yaitu : pendidikan, pengetahuan, masa kerja, penghasilan, dan pelatihan manajemen laktasi ( (α<0,05). Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik pula pelaksanaan manajemen laktasi, semakin luas tingkat pengetahuan maka semakin sempurna atau baik pelaksanaan manajemen laktasi, semakin lama masa kerja semakin lancar pelaksanaan manajemen laktasi, semakin besar penghasilan yang diperoleh semakin baik pelaksanaan manajemen laktasi dan semakin sering mendapatkan pelatihan manajemen laktasi, maka semakin baik pelaksanaan manajemen laktasi. Sedangkan variable umur tidak berhubungan secara signifikan dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal (α>0,05).
(53)
BAB V PEMBAHASAN
Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari mempunyai spesialisasi ibu dan anak, yang mana kunjungan persalinan meningkat setiap tahunnya namun karena ketersediaan Dr. spesialis kandungan tidak mencukupi maka persalinan yang patologis selalu dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan lain.
Karakteristik petugas yang melaksanakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari pada bulan Juli 2007 sebagian besar berusia 30-39 tahun, berpendidikan D1 kebidanan, masa kerja < 2 tahun, petugas yang berpenghasilan dibawah Rp. 920.000,- belum pernah mengikuti pelatihan manajemen laktasi, dan pengetahuan petugas tentang manajemen laktasi berkategori tinggi hanya 28,6%.
Pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari hanya 28,6 % petugas melaksanakannya dengan baik, tidak terlaksananya pelayanan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal dikarenaken oleh kinerja petugas yang kurang profesional baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Yang mana semua ini dapat dicapai oleh petugas dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab dan tugas yang diberikan. Ini dapat terjadi dikarenaken antara lain beban kerja petugas yang berlebihan, ketidaktahuan petugas dalam melaksanakan tugasnya serta tidak adanya aturan dan
(54)
kebijakan yang dibuat oleh atasan atau rumah sakit sehingga petugas dalam melaksanakan tugasnya semaunya saja (Depkes, 2004).
5.1. Hubungan Karakteristik Umur Dengan Pelaksanaan Manajemen Laktasi Pada Pelayanan Perinatal
Umur merupakan salah satu karakteristik petugas yang berperan dalam melaksanakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari, karena umur dapat mempengaruhi hasil kerja seseorang dalam melaksanakan tugasnya, akan tetapi dari uji hasil statistik Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara umur dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal diketahui koefisien 0,182. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh keseluruhan petugas berusia produktif sehingga menyebabkan lemahnya hubungan antara umur dan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari.
Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan diketahui umur petugas 4 orang berumur 20-29 tahun, 8 orang berumur 30-39 tahun dan 2 orang berumur > 40 tahun tidak satupun petugas berusia mendekati usia pensiun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Sa’at (2003) yang mengatakan bahwa usia mempunyai kaitan erat dengan kedewasaan teknis dalam arti ketrampilan dalam melaksanakan tugas dan kedewasaan psikologis, hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa prestasi kerja meningkat bersamaan dengan
(55)
tahun mempunyai motivasi kerja yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan yang lebih tua.
5.2. Hubungan Karakteristik Pendidikan Dengan Pelaksanaan Manajemen Laktasi Pelayanan Perinatal.
Pendidikan disini adalah pendidikan formal yang ditempuh di bangku sekolah. Selama melakukan penelitian terhadap responden ternyata sebagian besar responden berpendidikan D1 kebidanan atau berpendidikan sedang yaitu 9 orang (64,3 %) dan 5 orang (35,7 %) responden berpendidikan bidan/D3 kebidanan atau berpendidikan tinggi, dan tidak satupun responden berpendidikan rendah. (tabel. 4.2.).
Berdasarkan uji Spearman diperoleh bahwa hubungan karakteristik pendidikan dengan pelaksanaan manajemen laktasi sangat kuat koefesien 0,772. Keadaan ini menunjukkan semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal.
Hasil penelitian Ernawati (2005) mengatakan bahwa pendidikan merupakan faktor penting dalam modernisasi terutama yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan, sikap bahkan nilai dan prilaku manusia. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin tinggi tingkat harapan terhadap pelayanan akan makin besar untuk menimbulkan kepuasan pada dirinya.
Pada tahun sebelumnya pendidikan bidan hanya sebatas pada pendidikan sekolah perawat selama 3 tahun ditambah pendidikan bidan 1 tahun. Mengingat
(56)
besarnya tanggung jawab dan beban kerja bidan dalam melayani masyarakat maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) bekerjasama dengan pemerintah mengupayakan peningkatan pendidikan bagi bidan agar pelayanan yang diberikan lebih berkualitas dan dapat berperan sebagai tenaga kesehatan profesional. Berdasarkan KepMen Kes. RI No. 4118/Kep/Dinkes/IX/1997 tentang pedoman umum penyelenggarakan program bidan D3 kebidanan, maka dimulai pembukaan D3 kebidanan dengan menggunakan kurikulum nasional yang ditetapkan melalui KepMen Pendidikan dan kebudayaan RI No. 009/U/1996 pendidikan formal yang telah dirancang dan diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta dengan di dukung IBI adalah program D3 dan D4 kebidanan.
Hal ini sejalan pula dengan pendapat Kaplan dan Norton yang dikutip Dahlian (2006) artinya penilaian terhadap kualitas petugas juga disertai pendidikan, pendidikan yang tinggi akan memberikan nilai berkualitas baik terhadap pelayanan yang diberikan dan sebaliknya pendidikan rendah akan memberikan nilai yang berkualitas kurang memuaskan terhadap layanan kesehatan.
5.3. Hubungan Karakteristik Pengetahuan Dengan Pelaksanaan Manajemen Laktasi Pada Pelayanan Perinatal.
Dari hasil uji Spearman diperoleh koefisien 0,835 berarti adanya hubungan yang kuat antara pengetahuan dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal keadaan ini menunjukkan semakin tinggi pengetahuan petugas
(57)
tentang manajemen laktasi smakin baik pula pelaksanaan manajemen laktasi yang dilakukan.
Dari hasil penelitian dilapangan terdapat 4 orang (28,6 %) petugas yang berpengetahuan tinggi dan melaksanakan hampir keseluruhan kegiatan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal dan 10 orang (71,4 %) petugas yang berpengetahuan sedang tentang pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal. (tabel 4.3.).
Pengetahuan petugas kesehatan tentang manajemen laktasi sering didapati pada pendidikan informal seperti seminar-seminar khusus tentang manajemen laktasi guna menambah ilmu petugas khususnya tentang manajemen laktasi hal ini salah satu cara guna meningkatkan pelaksanaan manajemen laktasi (Depkes RI. 2004).
Bidan yang menguasai dan mengetahui bidang kerjanya akan lebih mudah dalam mengatasi masalah pasien, sehingga akan terbina hubungan komunikasi yang baik diantara petugas dan pasien. Pengetahuan bidan dapat dilihat dari caranya menghadapi pasien dan kedewasaannya dalam berbicara. Penguasaan petugas terhadap bidang kerjanya membuat pasien merasa bahwa petugas tersebut dipercaya untuk melakukan pelayanan medis Ernawati (2005). Pengetahuan tentang persalinan dapat dimiliki bidan melalui peningkatan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi seperti D3 kebidanan dan D4 kebidanan dan melalui pendidikan informal berupa pelatihan, seminar dan lokakarya. Semakin tinggi pengetahuan bidan dalam hal manajemen laktasi semakin baik tingkat pelayanan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal dengan pengetahuan yang baik diharapkan petugas dapat melaksanakan pelayanan manajemen laktasi dengan baik. Dengan pengetahuan
(58)
petugas dapat membuat perencanaan yang lebih tepat mengenai kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan Herman (1999).
Ini juga didukung oleh hasil penelitian Asmiyati (2001) ada hubungan antara pengetahuan dengan manajemen laktasi, semakin tinggi pengetahuan petugas tentang manajemen laktasi semakin tinggi pelaksanaan manajemen laktasi yang dilakukan.
5.4. Hubungan Karakteristik Masa Kerja Dengan Pelaksanaan Manajemen Laktasi Pada Pelayanan Perinatal.
Berdasarkan hasil penelitian didapati masa kerja petugas yang terbanyak yaitu masa kerjanya < 2 tahun sebanyak 7 orang (50,0 %) dan masa kerja 3-4 tahun sebanyak 3 orang (21,4 %) dan masa kerja > 4 tahun 4 orang (tabel 4.4.).
Setelah dilakukan uji statistik Spearman diperoleh koefisien = 0,734 yang berarti ada hubungan kuat masa kerja dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal. Hal ini tidak dapat dipungkiri, semakin dan sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama semakin mudah ia untuk melakukannya atau mengulangi pekerjaan tersebut.
Hasil penelitian Rosmentina (2005) yang mengatakan bahwa pengalaman kerja bidan mempunyai nilai positif pada kepuasan pasien terhadap asuhan keperawatan, pengalaman 4-5 tahun lebih baik dari yang kurang 2 tahun dan lebih baik lagi diatas 5 tahun, perbedaan ini terjadi kemungkinan oleh karena semakin lama
(59)
orang bidan bertugas di kamar bersalin dan anak bekerja lebih dari 4 tahun dilihat dari hasil pelaksanaannya tentang manajemen laktasi pada pelayanan perinatal berkategori baik dengan lamanya bekerja tersebut tentunya sudah sering melakukan tindakan yang sama kemungkinan semakin mampu melakukan pelayanan yang lebih baik dan benar. Hal ini dibenarkan pula oleh Dahlian (2006) yang dapat diambil kesimpulan bahwa lamanya seseorang bekerja pada tempat yang sama dapat mempengaruhi kinerja petugas tersebut.
5.5. Hubungan Karakteristik Penghasilan Dengan Pelaksanaan Manajemen Laktasi Pada Pelayanan Perinatal.
Menurut Rosmentina (2005) penghasilan atau imbalan dapat digunakan sebagai motifasi prestasi bidan dalam melaksanakan tugas, dengan penghasilan yang baik petugas akan termotifasi untuk mencapai tingkat prestasi yang tinggi.
Tujuan seseorang bekerja adalah untuk mendapatkan penghasilan (gaji/upah) sebagai kompensasi dari pekerjaan yang dilakukannya, kesesuaian dan kecukupan penghasilan yang diperoleh dengan kebutuhan hidup akan mempengaruhi orang dalam bekerja. Apabila penghasilan cukup maka orang tersebut akan bekerja dengan baik sesuai beban kerja yang diserahkan kepadanya sebaliknya apabila penghasilan tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya mungkin akan berusaha mencari pekerjaan lain.
(60)
Diketahui dari hasil penelitian bahwa petugas yang berpenghasilan > Rp. 920.000 hanya 5 orang (35,7 %) dan berpenghasilan < Rp. 920.000 sebanyak 9 orang (64,3 %) (tabel 4.5.).
Hasil uji statistik Spearman diperoleh koefisien = 0,560 yang artinya ada hubungan anatara penghasilan dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari, keadaan ini menunjukkan semakin besar penghasilan akan semakin meningkatkan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Budiawan (2001) yang mana dapat disimpulkan salah satu keberhasilan pelayanan kesehatan pada pelanggan dapat dipengaruhi oleh penghasilan petugas pemberi pelayanan. Hal ini juga di dukung Harianja (2002) yang mana penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi menjelaskan dari 614 bayi lahir tahun 2001 ternyata 70 % bayi mendapatkan susu formula. Keadaan ini salah satu cara untuk menambah penghasilan yang diperoleh dari produsen susu formula yang digunakan sebagaimana diakui juga oleh petugas yang melaksanakan manajemen laktasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari adapun pemberian susu formula pada bayi agar mendapatkan tambahan penghasilan dari produsen susu yang ada. Hal yang sama dengan pendapat Gitosudarmo, (2000) yang mengatakan faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan, mengarahkan prilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Salah satunya adalah imbalan sehingga kesesuaian penghasilan yang diterima petugas mempengaruhi
(61)
motifasi kerja. Apabila petugas kesehatan merasa adanya kesesuaian penghasilan yang diterima maka dapat memberikan pelayanan kepada pasien dengan baik.
5.6. Hubungan pelatihan manajemen laktasi dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal
Berdasarkan pemikiran pengambilan kebijakan dibidang manajemen laktasi harus sudah pernah mendapatkan pelatihan tentang manajemen laktasi karena materi ini tidak didapati secara keseluruhan dibangku sekolah, upaya untuk mengantisipasi kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan tersebut maka diharuskan untuk mengikuti pelatihan tentang manajemen laktasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa sebagian besar petugas belum pernah mendapatkan pelatihan tentang manajemen laktasi yaitu 10 orang (71,4 %) dan 4 orang (28,6%) petugas pernah mendapatkan pelatihan manajemen laktasi (tabel 4.6.).
Setelah dilakukan uji statistik Spearman diperoleh nilai koefisien = 0,734 menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara pelatihan manajemen laktasi dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal. Keadaan ini menunjukkan bahwa petugas yang mendapatkan pelatihan manajemen laktasi akan dapat meningkatkan pelayanan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal.
Pentingnya dilakukan pelatihan manajemen laktasi pada petugas kesehatan sesuai dengan pendapat Rosmentina (2005), untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas perlu diadakan pelatihan, pelatihan dapat dilakukan di rumah sakit itu sendiri atau ditempat lain.
(62)
Sesuai dengan pendapat Asnida (2002) pelaksanaan pelatihan atau seminar tentang manajemen laktasi pada bidan bertujuan agar bidan tahu dan dapat melaksanakan pelayanan berpedoman pada manajemen laktasi, dan ini dibenarkan pula oleh Depkes (2004) yang mana pelatihan manajemen laktasi oleh bidan salah satu tujuan dari agar bidan melaksanakan tugasnya mengacu pada manajemen laktasi yang ada.
(63)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
6.1.1. Berdasarkan karakteristik petugas kesehatan yang melaksanakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal berkelompok umur : 30-39 tahun 57,1 %, berpendidikan tinggi 35,7 %, masa kerja < 2 tahun 50,0 %, penghasilan < Rp. 920.000 sebanyak 64,3 %, petugas belum pernah mendapatkan pelatihan manajemen laktasi 71,4 %, petugas berpengetahuan dengan kategori tinggi tentang manajemen laktasi 28,7 %.
6.1.2. Pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutia Sari hanya sebagian kecil saja berkategori tinggi sebesar 28,6%. Sedangkan yang berkategori rendah sebesar 21,4 %, namun dari hasil wawancara dengan petugas kesehatan yang melaksanakan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal ternyata hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain jumlah tenaga yang sedikit bila dibandingkan dengan jumlah kunjungan persalinan dan ibu hamil sehingga hal yang seharusnya dilaksanakan terabaikan, dan ketidaktahuan petugas dalam bekerja sesuai dengan tugas pokoknya.
(64)
6.1.3. Secara uji statistik terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan, masa kerja, penghasilan, pelatihan manajemen laktasi, pengetahuan dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal (p<0,05). Sedangkan umur tidak berhubungan signifikan dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal (p>0,05).
6.2. Saran
6.2.1. Dengan melihat hasil uji korelasi spearman, karakteristik pengetahuan merupakan yang paling besar atau kuat hubungannya dengan pelaksanaan manajemen laktasi pada pelayanan perinatal maka perlu diupayakan program untuk peningkatan pengetahuan berupa khususnya tentang manajemen laktasi, misalnya dengan mengadakan pelatihan dan seminar maupun kursus-kursus bagi petugas yang melaksanakan manajemen laktasi.
6.2.2. Perlunya mensosialisasikan prosedur kerja yang baik dan sesuai dengan standart keperawatan bagi petugas khususnya petugas yang melaksanakan manajemen laktasi dan membuat kebijakan yang mengatur prosedur kerja agar seluruh petugas bekerja sesuai dengan prosedur yang ada.
6.2.3. Perlunya pihak rumah sakit untuk membuat suatu kebijakan secara tertulis tentang promosi penggunaan ASI eksklusif dan larangan penggunaan PASI agar petugas dan pengunjung rumah sakit dapat memahaminya dan melaksanakannya agar pencapaian pemberian ASI pada bayi dapat meningkat
(65)
6.2.4. Diharapkan agar semua pihak Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Pemerintah maupun Swasta, Klinik Bersalin, Puskesmas dan Pelayanan Kesehatan lainnya dapat bekerjasama dalam pelaksanaan manajemen laktasi untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif.
6.2.5. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut tentang faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI khususnya ASI eksklusif untuk mencapai pembangunan kesehatan menuju ”Indonesia Sehat 2010”.
(66)
DAFTAR PUSTAKA
Aday, Lu Ann, Ronald M. Anderson, 1985, Hospital Physician Sponsored Primary Care, Helath Admininistration Press M. Chigan.
Aisiah, I, 2004, Persepsi Mahasiswa Gizi dan Keperawatan Terhadap Asuhan Gizi dan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit dalam Hubungan Kemitraan Gizi dan Perawat Yogjakarta, FK-UGM.
Arikunto Suharsimi, 2000, Manajemen Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta
Asmijati, 2001, Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif di Wilayah kerja Puskesmas, Tegal Lega Bogor FKM-UI Depok.
Bachtiar, A., 2000, Kusdinar, & Hartriyanti, Metodologi Penelitian Kesehatan, Depok, FKM-UI.
Biro Pusat Statistis & Dep. Kes. RI, 1977, Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia, Jakarta, Depkes RI.
Budiman, 2005, Strategi Peningkatan Kinerja Melalui Analisis SCRIPT Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi, Medan, FKM USU.
Carpenito, L.J., 1988, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Jakarta Buku ECG.
Cholil, A, 1999, Bunga Rampai Gerakan Sayang Ibu, di Kabupaten Uji Coba. Kantor Menteri Negara Peranan Wanita RI, Jakarta.
Dahlan Harahap, 2005, Analisa Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Kesehatan di RSUD Sibuhuan Kabupaten Tapanuli Selatan, Medan, FKM USU.
Depkes RI., 2002, Perencanaan Sumber Daya Manusia, Jakarta, Depkes RI, Asian Development Bank.
_________, 1991, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 240 tahun 1985, Jakarta.
_________, 1999, Indonesia Sehat 2010, Visi Baru, Misi, Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kesehatan, Jakarta, Depkes RI.
(67)
Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis, 2004, Propil Kesehatan Kabupaten Bengkalis, Dinkes Bengkalis.
Effendi., 1995, Safe Staffing dalam Pelayanan Kesehatan Menyelamatkan Kehidupan dan Penghematan Dana, http://www.inna-ppni.or.id.
Endang Susilawati, 2005, Determinan Sosial Budaya Pada Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan, Medan, FKM USU.
Ernawati, 2005, Analisis Kualitas Pelayanan Asuhan Persalinan Normal Oleh Bidan Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di Kota Tebing Tinggi, Medan, FKM USU. Harianja Tetty, 2002, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pemberian ASI eksklusif di Rumah Sakit Umum Pringadi. Medan, FKM USU.
Herman, 2005, Hubungan Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Stabat, Medan, FKM USU.
Husaini, 1989, Pertumbuhan Bayi Sehat Sejak Lahir Sampai Berumur 12 bulan. Vol. X (1).
Khalid, 2003, Pengaruh Perilaku Petugas Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Tebing Tinggi, Medan.
Krause, 1989, Terlalu Cepat Memberi Susu Formula, Project Officer untuk gizi dan bayi. Ayah Bunda (9), UNICEF.
Kusumapradja, R., 2006, Pelayanan Prima dalam Keperawatan, Jurnal Keperawatan Indonesia, Jakarta.
Latief, D, 1995, Kebijakan Program Gizi Repelita IV, Lemeshow, dkk, Sample Size Determinations in Health Studies, WHO, Jenewe, Jakarta, Depkes RI.
Mackay, Beidner, 1989, Obstetries and the newborne, Sydney, W.B. Saunders Co. Manuaba, I.G, 1999, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Arcan, Jakarta. Miftah Thoha, 1996, Perilaku Organisasi, Universitas Gajah Mada, Jakarta.
Muhammad Saat, 2003, Hubungan Faktor Individu, Organisasi dan Psikologi dengan Kinerja Pegawai Dinas Kesehatan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Medan, FKM USU.
(68)
Nursalam., 2002, Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Professional, Buku ECG.
P. Siagian, 1992, Organisasi Kepemimpinan dan Prilaku Administrasi, Haji Mas Agung, Jakarta.
Rosmentina, 2005, Evaluasi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Waktu Tanggap Petugas Kesehatan di Inhalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik, Medan, FKM USU.
Simbolon, 2004, Analisia Perilaku Masyarakat dan Hubungan Terhadap Pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Telur Nibung Tanjung Balai, Medan.
Soekidjo Notoatmodjo, 1993, Pendidikan Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Yogyakarta, Andi Offet.
____________________, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.
___________________, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.
Soetjiningsih, 1989, Air Susu Ibu, Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan, Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, Denpasar, FK-UNUD.
Sukmahningsih, 2001, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian ASI eksklusif, Jakarta, FKM UI.
Suryobudhi, Maria, 1997, Cara Merawat Bayi dan Anak-Anak, Bandung.
Wibowo, 1992, Pemanfaatan Pelayanan Antenatal, Faktor-faktor Yang Mempenngaruhi Hubungan Dengan BBLR, Universitas Gajah Mada, Jakarta.
(69)
Lampiran 1
Pengetahuan
Case Processing Summary
N %
Cases Valid Excluded Total 14 0 14 100.0 .0 100.0 a. Listwise deletion based on all
Variables in the procedure
Reliability Statistics
Cronbach’s
Alpha N of Items
.937 10
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach’s Alpha if Item
Deleted p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 17.14 17.36 16.07 17.43 17.36 16.07 17.21 17.07 17.21 17.43 29.978 30.863 36.995 28.571 28.863 36.379 29.874 29.610 28.335 29.802 .831 .772 .098 .943 .910 .321 .816 .804 .899 .909 .927 .930 .953 .920 .922 .946 .927 .928 .923 .923
(70)
Pelaksanaan Manajemen Laktasi Pada Pelayanan Perinatal
Case Processing Summary
N %
Cases Valid Excluded Total 14 0 14 100.0 .0 100.0 b. Listwise deletion based on all
Variables in the procedure
Reliability Statistics
Cronbach’s
Alpha N of Items
.937 10
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach’s Alpha if Item
Deleted lk1 lk2 lk3 lk4 lk5 lk6 lk7 lk8 lk9 lk10 15.50 15.50 15.50 15.57 15.57 15.57 15.57 15.71 14.79 15.64 53.962 53.962 54.731 54.110 54.110 53.802 55.495 54.835 60.489 53.324 .951 .951 .887 .922 .922 .947 .906 .948 .245 .976 .970 .970 .972 .971 .971 .970 .971 .970 .987 .969
(71)
MASTER DATA Lampiran2 N o Um r umr k pdd k Mask rj Hs l P ml P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8 P 9 P1 0 Ptt l lk 1 lk 2 lk 3 lk 4 lk 5 lk 6 lk 7 lk 8 lk 9 lk1 0 lktt l Ktgr p ktgrl k
1 40 3 2 3 2 3 1 1 3 1 1 3 2 1 1 1 15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 2 1
2 31 2 2 2 1 1 1 1 3 1 1 2 1 1 1 1 13 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 12 2 2
3 33 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 3 3
4 24 1 3 3 2 1 1 1 3 1 1 3 1 1 2 1 15 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 12 2 2
5 32 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 29 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 3 3
6 38 2 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 2 27 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 3 3
7 42 3 3 3 2 3 2 1 3 1 1 3 1 1 1 1 15 2 2 1 1 1 1 2 1 3 1 15 2 2
8 28 1 3 2 2 3 1 1 3 1 1 2 1 2 1 1 14 2 2 1 1 1 1 2 1 3 1 15 2 2
9 27 1 3 3 2 1 1 1 3 1 1 3 1 2 1 1 15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 2 1
10 26 1 3 3 2 3 2 1 3 1 2 3 2 1 2 1 18 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 11 2 1
11 35 2 3 3 1 1 2 2 3 1 1 3 1 2 1 2 18 1 1 2 1 1 2 1 1 3 1 14 2 2
12 39 2 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 2 26 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 28 3 3
13 38 2 3 3 2 3 2 2 1 1 1 3 2 1 1 1 15 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 12 2 2
(1)
b. Pemberian ASI saja sejak bayi baru lahir sampai bayi berusia
4 bulan (2)
c. Pemberian ASI dan PASI pada bayi sejak bayi lahir (1)
7. Coba saudara sebutkan manfaat ASI bagi bayi ? - ASI mengandung zat imunitas
- ASI mudah diberikan pada bayi - ASI tidak memerlukan biaya
- ASI mudah didapat
a. Bila petugas menjawab 4 jawaban dengan benar (3)
b. Bila petugas menjawab 3 jawaban dengan benar (2)
c. Bila petugas menjawab < 2 jawaban dengan benar (1)
8. Coba saudara sebutkan manfaat pemberian ASI bagi ibu !
- Dapat mencegah terjadinya perdarahan karena membantu proses
persalinan
- Dapat menjarangkan jarak kehamilan bisa dipakai sebagai Keluarga Berencana
- Dapat memberikan rasa aman/kasih sayang dari ibu kepada bayi
a. Bila petugas menjawab 3 jawaban diatas dengan benar (3)
b. Bila petugas menjawab 2 dari jawaban diatas dengan benar (2) c. Bila petugas menjawab < 1 dari jawaban diatas dengan benar (1)
(2)
9. Coba saudara sebutkan manfaat ASI bagi keluarga ? - Aspek ekonomis : ASI tidak perlu dibeli
- Aspek psikologis : ibu merasa bangga dapat memberikan ASI - Aspek kemudahan : menyusui praktis dapat diberikan kapan
saja dan dimana saja
a. Bila petugas menjawab 3 dari jawaban dengan benar b. Bila petugas menjawab 2 dari jawaban dengan benar c. Bila petugas menjawab < 1 dari jawaban dengan benar 10. Coba saudara sebutkan kerugian pemberian PASI ?
- PASI gizinya tidak sesempurna ASI - PASI tidak mengandung zat kekebalan - PASI dapat menimbulkan alergi pada bayi - PASI dapat menimbulkan kerusakan gigi
- PASI kurang menumbuhkan kasih sayang terhadap bayi
a. Bila petugas menjawab 5 jawaban dengan benar (3)
b. Bila petugas menjawab 3 - 4 dari jawaban diatas dengan benar (2) c. Bila petugas menjawab < 2 dari jawaban diatas dengan benar (1)
(3)
KUESIONER
PELAKSANAAN MANAJEMEN LAKTASI PADA PELAYANAN PERINATAL
1. Apakah saudara memperhatikan kebersihan payudara ibu bersalin sebelum bagi disusu?
a. ya (alasan) (3)
b. kadang-kadang (alasan) (2)
c. tidak (alasan) (1)
2. Apakah saudara memberikan bayi pada ibunya sesegra mungkin setelah bayi dibersihkan untuk disusui?
a. ya (alasan) (3)
b. kadang-kadang (alasan) (2)
c. tidak (alasan) (1)
3. Apakah saudara menganjurkan pada ibu bersalin untuk memberikan ASI saja pada bayi sampai usia bayi 6 bulan?
a. ya (alasan) (3)
b. kadang-kadang (alasan) (2)
c. tidak (alasan) (1)
4. Apakah saudara menganjurkan pada ibu agar sesering mungkin/tidak Menjadwalkan pemberian ASI pada bayi?
(4)
a. ya (alasan) (3)
b. kadang-kadang (alasan) (2)
c. tidak (alasan) (1)
5. Apakah saudara mengajarkan pada ibu bersalin cara menyusui Yang baik dan benar?
a. ya (alasan) (3)
b. kadang-kadang (alasan) (2)
c. tidak (alasan) (1)
6. Apakah saudara memberikan penyuluhan tentang kerugian Pemberian PASI pada bayi oleh ibu bersalin dan keluarga?
a. ya (alasan) (3)
b. kadang-kadang (alasan) (2)
c. tidak (alasan) (1)
7. Apakah saudara melarang pemberian PASI pada bayi oleh ibu Bersalin dan keluarga?
a. ya (alasan) (3)
b. kadang-kadang (alasan) (2)
c. tidak (alasan) (1)
(5)
a. ya (alasan) (3)
b. kadang-kadang (alasan) (2)
c. tidak (alasan) (1)
9. Apakah bayi selama dirumah sakit berada satu kamar bersama ibunya/Rawat gabung mulai bayi baru lahir sampai pulang?
a. ya (alasan) (3)
b. kadang-kadang (alasan) (2)
c. tidak (alasan) (1)
10. Apakah saudara menganjurkan pada ibu bersalin untuk Memberikan ASI secara eksklusif dan imunisasi pada bayi?
a. ya (alasan) (3)
b. kadang-kadang (alasan) (2)
(6)
Lampiran 6
JADWAL PENELITIAN
APRIL MEI JUNI JULI AGTS SEPT OKT NOP DES
Konsultasi Seminar Proposal
Perbaikan
Penelitian
Pembahasan
Seminar hasi l Perbaika n Komprehensi f