Roman Sebagai Karya Sastra

13 “untuk mendeskripsikan dan mengklasifikasikan kesatuan cerita, diperlukan «teori» dalam makna pragmatik seperti yangdimaksudkan dan mencarinya dan mengupas isinya adalah pekerjaanutama yang perlu dilakukan. Pelibatan teori tersebut akanmempermudah pekerjaan jika sejak awal kita sudah mempunyaimodel yang memberikan prinsip utama atau prinsip dasar teorinya.Dalam konteks penelitian dewasa ini, sepertinya masuk akalmenjadikan bahasa sebagai sebuah model analisis struktural dalamsebuah cerita”. Unsur intrinsik dari karya sastra itu sendiri antara lain adalah alur, penokohan, latar, tema, dan sudut pandang. Namun, pada penelitian ini hanya akan menbahas tentang alur, penokohan, latar,dan tema.Unsur intrinsik inilah yang ikutmembangun sebuah karya sastra.Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan analisis struktural adalahpenguraian karya sastra atas bagian-bagian atau atas unsur-unsur yang membangunnya. Dengan pendekatan tersebut karya sastra yangkomplek dan rumit dapat lebih mudah untuk dipahami. Dengan demikian, dimungkinkan pembaca dapat memberikan penilaian terhadap karya sastra. Karya sastra mempunyai sebuah sistem yang terdiri atas berbagai unsur pembangunnya. Untuk mengetahuiunsuryang ada di dalam karya sastra itu sangattepat jika penelaahan teks sastra diawali dengan pendekatan struktural .

1. Alur

Stanton dalam Nurgiyantoro, 2013:167 menjelaskan bahwa alur adalah cerita yang berisi urutan peristiwa, namun setiap peristiwa disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain. Alur berperan penting di dalam suatu cerita karena alur merupakan sebuah rangkaian 14 peristiwa atau kronologi peristiwa yang menekankan pada adanya hubungan kausalitas atau sebab akibat. Dengan adanya alur akan membuat pembaca lebih mudah memahami cerita tersebut dan meresapi cerita yang telah dibaca. Dalam memahami isi cerita dalam sebuah roman terlebih dahulu kita harus memahami alur cerita. Pemahaman alur cerita dilakukan untuk menentukan urutan peristiwa yang terjadi di dalam sebuah cerita dan membuat satu kesatuan cerita. Hal tersebut diungkapkan oleh Barthes 1966:5 dalam kutipan berikut: “comprendre un récit, ce n’est pas seulement suivre le dévidement de l’histoire, c’est aussi y reconnaître des «étages», projeter les enchaînements horizontauxdu « fil » narratif sur un axe implicitement vertical, lire écouter unrécit, ce n’est pas seulement passer d’un mot à l’autre, c’est aussi passer d’un niveau à l’autre”. “memahami sebuah cerita, tidak hanya mengikuti perjalanan sejarah, namun juga memahaminya «memahami tahapan- tahapannya»,memproyeksikan secara horisontal «benang» cerita pada poros vertikalyang tertera secara implisit, membaca mendengarkan sebuah cerita,tidak hanya dengan melewati dari kata per kata, namun juga melewatisatu tingkatan ke tingkatan yang lain”. Maksud dari “memproyeksikan benang cerita” dalam kutipan di atasberarti memahami secara benar jalan cerita mulai dari tahapan awal, tahapkonflik, penyelesaian konflik, hingga akhir cerita. Semua ceritaitu saling terhubung dalam suatu rangkaian cerita yang disebut dengan alur. Alurtersebut akan membentuk satu kesatuan cerita yang di dalamnya memilikitahapan-tahapan yang membangun cerita. Untuk menentukan sebuah alur pada karya sastra merupakan hal yang tidak mudah karena peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam 15 cerita tidak selalu mengacu pada pembentukan sebuah alur cerita pada karya sastra tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan akan sekuen atau satuan cerita diperlukan. Sekuen menurut Schmit dan Viala 1982: 63 yaitu: “Une séquence est d’une façon générale, un segment de texte qui forme un tout cohérent autour d’un même centre d’intéret.” “Sekuen secara umum merupakan bagian dari teks yang membentuk sebuah hubungan keterkaitan dalam satu titik perhatian.” Menurut Schmit dan Viala 1982:27 untuk membuat sebuah sekuen perlu diperhatikan kriteria-kriteria yaitu 1 sekuen berpusat pada satu titik perhatian fokalisasi dan objek yang diamati haruslah objek tunggal yang mempunyai kesamaan baik peristiwa, tokoh, gagasan, dan bidang pemikiran yang sama, 2 sekuen harus membentuk satu koherensi waktu dan ruang. Sekuen membentuk relasi atau hubungan tak terpisahkan dalam sebuah bangunan cerita. “Une séquence narative correspond à une série de faits représentant une étape dans l’évolution de l’action.” “Sekuen berasal dari serangkaian peristiwa yangdihadirkan dalam suatu tahapan-tahapan dalam perkembangan sebuah cerita ”Schmitt dan Viala, 1982: 63. Nurgiyantoro 2010:153 membagi alur didasarkan pada kriteria urutan waktu. Waktu yang dimaksud adalah waktu terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi yang bersangkutan. Berdasarkan kriteria ini, alur dibagi menjadi 3 yaitu :