Identifikasi karakteristik hara tanah dan kandungan hara tanaman dihubungkan dengan rasa salak lokal Sumedang

(1)

SUMEDANG

DYNA ISLAMY A14051406

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010


(2)

DYNA ISLAMY. Identifikasi Karakteristik Hara Tanah dan Kandungan Hara Tanaman dihubungkan dengan Rasa Salak Lokal Sumedang. Di bawah bimbingan Heru Bagus Pulunggono dan Basuki Sumawinata.

Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah di propinsi Jawa Barat yang mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak (Salacca edulis). Pusat penghasil salak di Kabupaten Sumedang terletak di Kecamatan Conggeang dan Kecamatan Paseh. Salak bongkok merupakan julukan untuk salak lokal Sumedang yang di produksi dari Kecamatan Paseh. Kelebihan dari salak lokal Sumedang jika dibandingkan dengan salak pondoh yaitu memiliki ukuran buah yang lebih besar. Akan tetapi rasa buahnya “sepat”meskipun dalam keadaan matang.

Terdapat beberapa variasi rasa buah salak pada areal perkebunan salak lokal Sumedang. Tanaman salak yang berada di lokasi dengan kandungan bahan organik tinggi yang berasal dari kotoran kambing, memiliki rasa buah yang manis. Sedangkan pada bagian kebun yang lain memiliki rasa yang berbeda, diantaranya asam dan sepat. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dicoba suatu identifikasi karakteristik hara tanah dan kandungan hara tanaman yang dihubungkan dengan rasa salak lokal Sumedang. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebab dari perbedaan rasa pada salak lokal Sumedang.

Penelitian dilakukan di perkebunan salak dan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kandungan kalium (K), natrium (Na), besi (Fe) dan mangan (Mn) pada buah salak manis lebih tinggi dibandingkan dengan salak asam dan sepat.


(3)

DYNA ISLAMY. Identification of Soil Characteristics and Plant Nutrient Content Associated with a Taste of Local Salak Sumedang. Under the guidance of Heru Bagus Pulunggono and Basuki Sumawinata

Sumedang is one area in West Java Province that develops horticulture business particularly salak fruit. Salak producing centers in Sumedang are located in Conggeang and Paseh Districts. Local salak produced in Paseh Distric is called salak “bongkok”. The local salak of Sumedang has larger fruit size than salak pondoh. Although the fruit is ripe, its taste still “astringent”.

There are varieties of salak fruit tastes in the area of local salak plantations of Sumedang. Salak grown in places with high organic matter (from sheep waste) has a sweet taste. Than other salak grown have different tastes include sour and astringent tastes. Therefore, in this study will be conducted an identification of soil characteristics and plant nutrient contents associated with the taste of local salak of Sumedang. This is intended to find the cause of differences in tastes in local salak of Sumedang.

The study was conducted in salak plantation and at the Laboratory of the Department of Soil Science and Land Resources. The results of this study showed that the content of potassium (K), sodium (Na), Iron (Fe) and manganese (Mn) at the sweet fruit has a high value than the sour and astringent fruits.


(4)

SUMEDANG

DYNA ISLAMY A14051406

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010


(5)

Nama : Dyna Islamy

NRP : A14051406

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Heru. B. Pulunggono, M. Agr. Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M. Agr NIP. 19630407 198703 1 001 NIP. 19570610 198103 1 003

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003


(6)

Penulis dengan nama lengkap Dyna Islamy, dilahirkan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 25 Juli 1986. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Endang Sukmana dan Cicih Sa’diah.

Pada tahun 1999 penulis lulus dari SDN Cibubuab II. Kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 1 Conggeang. Selanjutnya, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Conggeang pada tahun 2005. Pada tahun yang sama dengan kelulusan SMA, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Pada tingkat pertama, penulis menjalankan Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Selanjutnya, penulis di terima masuk di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, dengan mayor Manajemen Sumberdaya Lahan (MSL), Fakultas Pertanian.

Selama kuliah penulis juga aktif dalam acara kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT). Selain itu, pada tahun 2009/2010 dan tahun 2010/2011 penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum Ilmu Tanah Program Diploma Keahlian Teknik dan Manajemen Lingkungan dan praktikum Analisis Tanah program Sarjana Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.


(7)

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar.

Salak merupakan buah tanaman tropis yang berpotensi sebagai tanaman buah yang mempunyai keunggulan komporatif. Salak di kabupaten Sumedang memiliki rasa dan kualitas yang sangat rendah dibandingkan dengan salak pondoh dari Sleman dan Salak Bali. Rasa dari salak lokal Sumedang sangat tidak enak untuk dimakan atau dijadikan sebagai manisan dan para petani salak di kabupaten Sumedang membiarkan salak tersebut dengan rasa dan kualitas yang rendah tanpa dilakukan suatu usaha untuk memperbaikinya.

Penelitian kali ini penulis akan mencoba untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rasa dan kualitas salak lokal Sumedang dengan cara melakukan analisis terhadap daun salak dan analisis tanah di Kabupaten Sumedang.

Penulis Mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik dari segi materi maupun spiritual :

1. Ir. Heru B Pulunggono, MAgr. selaku dosen pembimbing skripsi satu yang telah memberikan saran, bimbingan, serta nasihat selama penulis melaksakan penelitian.

2. Dr.Ir. Basuki Sumawinata, MAgr. selaku pembibing anggota yang telah memberikan ide dan bantuan pemikirannya dalam penelitian penulis.

3. Dr.Ir. Sri Djuniwati, M.Sc. Selaku Dosen Penguji.

4. Ayahanda Drs. Endang Sukmana, Ibunda Cicih Sa’diah, adikku Tersayang Faisal Agnia, ema dan aki yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan tulisan ini dari awal hingga ahir penulisan.

5. Teman-teman satu Lab. Aliya Mutia, Lili, Icha, Teteh Ratih, Meiyu, Bobi, Rizkiamnah, Awang, dan Ganda yang telah menemani selama penulis melaksanakan penelitian.


(8)

Terima kasih juga diucapkan kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua.

Bogor, Desember 2010


(9)

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Asal dan Persebaran ... 3

2.2. Deskripsi Biologi Tanaman Salak ... 4

2.3. Daerah Potensial Pengembangan ... 5

2.4. Manfaat Salak ... 6

2.5. Kualitas Buah ... 6

2.6. Salak Lokal Sumedang dan Salak Pondoh ... 7

2.6.1 Salak lokal Sumedang ... 7

2.6.2. Salak Pondoh ... 7

2.6.3. Budidaya Salak Lokal Sumedang ... 8

2.7. Peran Nitrogen dan Fosfor... 9

2.8. Peran Kalium, Besi dan Mangan ... 9

III. BAHAN DAN METODE ... 12

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

3.2. Bahan dan Alat ... 14

3.3. Metode Penelitian ... 14

5.2. Analisis Laboratorium ... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 16

4.2. Karakteristik Sifat Kimia Tanah Di Kebun Salak Lokal Sumedang ... 16

4.3. Kandungan Hara Tanaman Salak Lokal Sumedang dan Salak Pondoh ... 18


(10)

DAFTAR PUSTAKA ... 23 LAMPIRAN ... 26


(11)

Nomor Halaman

Teks

1. Sentra - Sentra Produksi Salak di Indonesia ... 6

2. Parameter Tanah yang di ukur dan Metode yang Digunakan ... 15

3. Parameter Tanaman yang di ukur dan Metode yang Digunakan ... 15

4. Karakteristik Sifat Kimia Tanah ... 17

5. Kadar Hara Daun Tanaman Salak Sumedang ... 18

6. Kadar Hara DaunTanaman Salak pondoh ... 19


(12)

Nomor Halaman 1. Gambar Salak ... 5 2. Lokasi Kebun Salak ... 12 3. Peta wilayah Kecamatan Conggeang ... 13

Lampiran


(13)

1.1. Latar Belakang

Salak merupakan tumbuhan asli daerah tropika, suku Arecaceae, anak suku Lepidocaryoidae, dan marga Salacca. Marga ini terdiri dari dua jenis dengan empat varietas yang tersebar alami di kawasan Malesiana mulai dari Burma, Thailand, Malaysia, Filipina, Kalimantan, Sumatra bagian selatan dan Jawa Barat (Mogea, 1977). Tiga jenis salak yang dibudidayakan yaitu : Salacca sumatrana di Padangsidempuan dan sekitarnya, Salacca zalacca di Jawa, Madura, Bali, Sulawesi dan Ambon, serta Salacca wallichiana di Thailand. Pusat salak di Jawa terdapat dibeberapa daerah misalnya, salak bongkok di Sumedang, salak manonjaya di Tasikmalaya, Salak petruk dan salak gading di daerah Bejalen, Ambarawa, Salak condet di Condet, salak pondoh, kembang arum dan salak gading di Sleman, salak nglumut di Magelang, salak kacun, gondanglegi dan suwaru di Malang, di Padangsidempuan dikenal salak sibakua dan siamporik.

Tanaman salak dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun pegunungan sampai ketinggian 900 m di atas permukaan laut (dpl), dengan pertumbuhan optimal pada ketinggian 500 m dpl. Tanaman ini menghendaki curah hujan merata yakni 200 – 400 mm/bulan, dengan suhu berkisar 20 – 30 ºC, pH 5 – 7 dan mendapatkan sinar matahari yang cukup.

Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak. Pusat penghasil salak di Kabupaten Sumedang berada di Kecamatan Paseh dan Kecamatan Conggeang, yang dikenal dengan salak bongkok. Dinamakan salak bongkok karena pertama kali ditemukan salak ini di desa Bongkok yang terletak di lereng Gunung Tampomas. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Sumedang tahun 2007, rata-rata produksi buah salak sebesar 42.095 kuintal dengan harga beli di tingkat petani sekitar Rp 500/kg. Hasil dari perkebunan salak untuk saat ini dianggap sebagai penghasilan tambahan. Produksi buahnya untuk saat ini hanya dipasarkan di daerah sekitar Sumedang, hal ini dikarenakan salak lokal Sumedang


(14)

belum mampu untuk bersaing dengan salak dari daerah lainnya terutama dengan salak pondoh yang berasal dari Sleman, Yogyakarta.

Salak lokal Sumedang memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan salak pondoh yaitu memiliki ukuran buah yang lebih besar (diameter buah mencapai 6 cm). Akan tetapi rasa buahnya “sepat” meskipun dalam keadaan matang. Di Kabupaten Sumedang tanaman ini tumbuh baik di tanah Latosol yang memiliki ketinggian 25-500 m di atas permukaan laut (dpl), dengan rata-rata curah hujan sebesar 2.547 mm/tahun di Kecamatan Conggeang dan sebesar 2.246 mm/tahun di Kecamatan Paseh (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2007). Tanaman salak lokal sumedang meskipun tumbuh di tanah yang sama, akan tetapi buah yang dihasilkan dari tanamannya berbeda-beda. Salak lokal sumedang tidak semuanya memiliki rasa asam dan sepat tetapi ada juga yang memiliki rasa manis.

1.2. Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik hara tanah dan hara tanaman salak yang di hubungkan dengan rasa salak lokal Sumedang.


(15)

Salak merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara yang tersebar mulai dari Burma, Thailand, Malaysia, Indonesia dan Filipina. Namun sudah diintroduksikan hingga ke Papua, Queesland, Pulau Ponape dan dilaporkan juga ditemukan di kepulauan Fiji (Schuiling dan Mogea, 1990).

Marga Salacca terdiri 21 jenis dan 4 varietas. Tiga jenis dibudidayakan penduduk yaitu Salacca sumatrana Becc, di Padangsidampuan Salacca wallchiana Mart, di Thailand, Jawa, Madura, Bali, Sulawesi dan Ambon Salacca zalacca (Gaertn.)

Salacca zalacca tumbuh alami di hutan-hutan dataran rendah Jawa Barat dan Sumatera bagian selatan (schuiling dan Mogea, 1990). Jenis ini memiliki dua varietas yaitu var. Zalacca (Gaertn.) Voss dan var. Amboinensis (Becc.) (Mogea, 1982). Varietas zalacca di pulau Jawa tersebar di pusat-pusat penanaman salak seperti Condet, Tasikmalaya, Malang, Sleman, Bangkalan. Di luar Jawa tanaman ini dibudidayakan di Sulawesi. Sedangkan varietas Amboinensis menurut Suter (1988) tersebar di Bali dan dapat dibedakan atas sepuluh kultivar.

Salak budidaya khususnya varietas zalacca tumbuh subur di dataran rendah tropika. Tanaman ini memerlukan air yang cukup sepanjang tahun dengan curah hujan 1700 – 3100 mm per tahun. Pada perbedaan curah hujan yang melebihi 3100 mm/tahun jumlah panenan buahnya akan berkurang dan kualitasnya menurun. Buah dipanen setelah berumur 5 – 7 bulan dari saat bunga mekar. Tanaman ini menyukai tempat yang teduh dengan tipe tanah padas dan regosol (Mahyar, 1993). Musim panen salak dapat dipilah menjadi 3 periode, yaitu :

• Panen raya : November - Januari

• Panen sedang : Mei - Juli


(16)

2.2. Deskripsi Biologi Tanaman Salak

Tanaman salak termasuk dalam famili Palmae yang tumbuh berumpun, berumah dua, perakaranya dangkal, dan batangnya jarang terlihat karena tertutup oleh pelepah daun yang tersususn roset dan rapat. Salak merupakan tanaman tahunan dengan tinggi tanaman dapat mencapai 7 m, tetapi pada umumnya tingginya tidak lebih dari 4.5 m. Daun salak terdiri dari pelepah, tangkai dan helaian anak daun. Perbungaannya muncul dari tengah punggung pelepah daun. Bunga jantan terdiri atas 9 – 14 tongkol dan bunga betina terdiri atas 1 – 4 tongkol. Penyerbukan umumnya dilakukan oleh serangga bersayap moncong (Curcullinoidae), namun ada juga yang dilakukan oleh manusia. Buahnya berwarna kuning kehijauan hingga coklat kehitaman. Daging buahnya ada yang masir, ada juga yang tidak masir, rasanya manis atau sepat, berbiji 1 – 3 (Verheij dan Coronel, 1997).

Hingga kini para petani belum dapat membedakan tanaman jantan dan betina jika hanya berdasarkan pada bentuk vegetatif. Tanaman ini diperbanyak dengan biji, namun kini teknik cangkokan anakan sudah mulai diterapkan. Dari hasil penelitiannya tentang hubungan karakteristik buah salak dengan kemungkinan buah jantan dan buah betina, Tjahjadi (1990) menjelaskan bahwa buah salak yang berbiji tiga berpeluang menghasilkan tanaman betina 70 %, yang berbiji dua akan menghasilkan tanaman betina 100 %, sedangkan yang berbiji satu akan menghasilkan jantan 100 %.

Biji salak tergolong biji rekalsitran. Biji rekalsitran yaitu, biji yang tidak memerlukan penyimpanan. Biji rekalsitran memerlukan perlakuan khusus dalam penyemainnya, sebab daya toleransinya terhadap kekurangan air pada endospermnya rendah. Biji–biji yang demikian memerlukan perlakuan khusus untuk penyimpanannya (Purwanto et al, 1998). Di alam, biji salak hanya dapat bertahan hidup beberapa hari saja setelah dikeluarkan dari buahnya. Biji yang masih berada di dalam buahnya hanya dapat bertahan selama 2 – 3 minggu (Tan, 1953 dalam Harsono, 1994). Kondisi kering dan dingin akan cepat sekali mematikan biji-biji rekalsitran.


(17)

Gambar Salacca edulis Reinw (Mogea, 1982) 2.3. Daerah Potensial Pengembangan

Daerah lndonesia pada umumnya cocok untuk dilakukan pengembangan usaha salak baik dari segi jenis tanah, suhu dan curah hujan. Beberapa contoh di Tabel 1 ini adalah daerah potensial salak yang telah menjadi sentra produksi salak di lndonesia (Santoso, 1990).


(18)

Tabel 1. Sentra-sentra Produksi Salak di Indonesia

Propinsi Sentra Produksi

Sumatera Utara Padangsidempuan DKI Jakarta Condet

Jawa Barat Serang, Sumedang, Bogor, Tasikmalaya, Batujajar

Jawa Tengah

Magelang, Ambarawa, Wonosobo, Banyumas, Purworejo, Purbalingga, Banjarnegara

DI Yogyakarta Sleman

Jawa Timur Bangkalan, Pasuruan, Malang Bali Karangasem Sulawesi Selatan Enrekang

2.4. Manfaat Salak

Salak merupakan buah yang banyak mengandung berbagai zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah salak memiliki kandungan protein 0.40 %, karbohidrat 20.90 %, kadar abu 0.67 %, kalsium 0.0028 %, fosfor 0.0018 % dan zat besi 0.0042 % dan salak tidak mengandung lemak (Schuiling dan Mogea, 1989). Selain itu salak juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran asinan, manisan basah, manisan kering. Buah salak dapat dimakan segar, maupun sebagai produk olahan atau awetan. Buah salak produk awetan selain manisan bisa juga dibuat wajik dan dodol. Hal ini dilakukan untuk menghindari pembusukan buah (Kiswanto, 2003).

2.5. Kualitas Buah

Kualitas merupakan hal terpenting bagi produk hortikultura, baik dimanfaatkan dalam bentuk segar maupun setelah diproses. Ada lima parameter penentu kualitas yaitu rasa, bau, keragaman buah, tekstur dan nutrisi. Parameter nutrisi merupakan faktor yang sebenarnya paling bermanfaat karena perananya sebagai penyedia sumber gizi bagi manusia ( Joyce, 2001). Kualitas produk hortikultura merupakan kombinasi dari karakteristik, sifat dan nilai untuk


(19)

makanan dan kesenangan. Konsumen cenderung menilai kualitas buah berdasarkan penampilan, tingkat kekerasan yang baik, nilai rasa dan gizi ( Kader, 1992).

2.6. Salak Lokal Sumedang dan Salak Pondoh 2.6.1. Salak Sumedang

Salak Sumedang memiliki berbagai macam nama, Penamaan salak Sumedang berdasarkan pada daerah asal salak ditanam. Contohnya adalah salak bongkok, salak narimbang, salak jambu, salak ciaseum, salak legok, salak ungkal, dan salak cibubuan. Salak yang terkenal di Kabupaten Sumedang berasal dari daerah Narimbang, Bongkok, dan Ciaseum. Ciri dari salak Sumedang adalah bentuk buahnya ada yang lonjong dan bulat, kulit buahnya bersisik besar dan berwarna merah kecokelatan mengkilat, daging buahnya tebal dan rasanya ada yang manis, asam, sepat dan ada manis bercampur sepat, bijinya besar dan dalam tiap buah terdapat 2-3 biji, ukuran buahnya besar dengan diameter dapat mencapai 6 cm dan setiap rumpun dapat menghasilkan 5-7 tandan. Ciri khas yang membedakan antara salak jambu, salak ciaseum, salak legok, salak ungkal dan salak cibubuan yaitu dari segi rasa buahnya dan ukurannya. Salak narimbang, salak legok dan salak ciaseum ukuran buahnya lebih besar dan rasanya lebih manis dibandingkan salak jambu, salak ungkal dan salak cibubuan (Dinas Pertanian Sumedang, 2007). 2.6.2. Salak Pondoh

Salak pondoh (Salacca zalacca Gaertner Voss) termasuk famili palmae, berduri dan bertunas banyak, tumbuh menjadi rumpun yang rapat. Tinggi tanaman mencapai 1.5 – 5 m, batang pokoknya berbentuk stolon di dalam tanah, berbentuk slindris dengan diameter 10 – 15 cm ( Verheij dan Coronel, 1997). Akar tanaman merupakan akar serabut, berbentuk slindris dengan diameter 6 – 8 mm. Daerah penyebarannya tidak luas, dangkal dan peka terhadap kekurangan air (Purnomo, 2001). Bentuk daun menyirip, panjangnya mencapai 3 – 7 m. Pelepah, tangkai dan anak daun berduri banyak, bentuknya panjang, tipis, berwarna kelabu, sampai kehitaman, anak daunnya berukuran (20-70) cm x (2-7.5) cm ( Verheij dan Coronel, 1997).


(20)

Bunga salak berbentuk majemuk, bertangkai dan tertutup oleh seludang. Panjang seludang bunga jantan hingga 50 – 100 cm sedangkan bunga betina 20 – 30 cm (Ashari, 1995). Purnomo (2001) melaporkan bahwa bunga jantan pada tanaman salak pondoh berwarna coklat kemerahan, sekelompok bunga jantan terdiri dari 4 – 12 malai, satu malai terdiri dari ribuan serbuk sari, panjang bunga jantan setiap malai sekitar kira-kira 4 – 15 cm dan bunga jantan mekar selama 1- 3 hari. Bunga betina berwarna hijau kekuningan, berbintik merah dan mempunyai 3 petal. Panjang satu malai 7 – 10 cm dan bunga mekar selama 1 – 3 hari. Tanda bunga yang siap diserbuki adalah bunga berwarna merah dan mengeluarkan aroma harum. Waktu penyerbukan yang baik adalah pada hari ke -2 bunga mekar.

Varietas salak pondoh yang sudah dibudidayakan di Indonesia yaitu salak pondoh hitam, salak pondoh merah, salak pondoh kuning, dan salak pondoh super. Salak pondoh hitam berbentuk bulat dan berukuran kecil, daging buah berwarna putih kapur dengan kulit buah berwarna hitam gelap dan rasanya sangat manis seperti buah lengkeng. Salak pondoh merah bentuk buahnya agak lonjong, berkulit warna merah kecoklat-cokelatan dan pada bagian ujungnya berwarna kehitam-hitaman, berukuran lebih besar dibanding salak pondoh hitam, setiap kilogram berisi 20 – 25, bila matang beraroma buah apel. Salak pondoh kuning berbentuk bulat mirip buah salak pondoh hitam , namun ukurannya besar, tiap kilogram berisi 10 – 15 butir buah, kulit buah berwarna coklat kekuning-kuningan, daging buahnya berwarna putih krem, rasa manis dan beraroma buah apel. Salak pondoh super berbentuk bulat memanjang, buahnya berukuran besar, tiap kilogram berisi 9 – 11 butir buah, kulit buah berwarna kekuning-kuningan, daging buahnya tebal, rasanya manis, renyah dan masir.

2.6.3. Budidaya Salak Lokal Sumedang

Budidaya tanaman salak lokal Sumedang tidak pernah memperhatikan aspek-aspek budidaya yang digunakan oleh salak pondoh misalnya, pengolahan dan pembongkaran tanah, penanaman, pengairan, pengaturan jarak tanam, pemupukan dan pengendalian hama penyakit, penyiangan/pemangkasan daun, penyerbukan dan pencangkokan tanaman. Tanaman salak lokal Sumedang dibiarkan tumbuh begitu saja tanpa dilakukan perawatan. Pada saat saya melakukan penelitian


(21)

dilapangan saya pernah bertanya kepada pemilik kebun tentang sejarah adanya salak lokal Sumedang dan menanyakan bagaimana penanaman dan perawatan yang dilakukan, pemilik kebun hanya menjawab bahwa pada umumnya salak di daerah Sumedang kurang lebih sudah ada sebelum tahun 1960. Para petani salak di Sumedang hanya meneruskan kebun yang ada tanpa dilakukan pergantian tanaman dan perawatan (pemupukan, pengairan, pemangkasan, dan penyerbukan). Faktor budidaya diatas sedikitnya dapat mempengaruhi terhadap produktivitas dan kualitas tanaman salak.

2.7. Peran Nitrogen dan Fosfor

Nitrogen (N) merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman, karena nitrogen merupakan penyusun utama komponen sel dalam tanaman yaitu asam amino dan asam nukleat (Emanuel, 1972). Kandungan Nitrogen dalam tanaman yang cukup untuk menunjang pertumbuhan antara 2 % - 5 % dari berat kering tanaman (Jones et al, 1991). Kekurangan unsur ini dapat menimbulkan gangguan pada pertumbuhan tanaman. Gejala yang tampak apabila tanaman kekurangan N yaitu daun tua menjadi kuning (klorosis) dan cepat rontok (Emanuel, 1972). Gejala ini disebabkan oleh N yang mobil dari daun tua ke daun muda (Marschner, 1986).

Fosfor (P) merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman pada saat pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan, dan peredarannya ke seluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP. Kadar Fosfor dalam tanah berkisar antara 0.15-1.00 % (Jones et al, 1991). Tanaman mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4-. Serapan tanaman terhadap P sebagian besar diatur oleh tiga faktor utama yaitu, jenis tanaman, tahap kematangan tanaman dan persaingan antara akar tanaman dan sifat kimia tanah (Ulysses, 1979). Kekurangan unsur P menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil saat tumbuhan muda dan warna daun hijau gelap (kadang-kadang hijau ungu gelap) (Emanuel, 1972).


(22)

2.8. Peran Kalium, Natrium, Besi, dan Mangan

Kalium (K) adalah kation yang esensial bagi tanaman. Kadar K dalam tanaman yang dapat menunjang pertumbuhan yang optimal sebesar 2 % - 5 % dari berat kering tanaman (Marschner, 1986)

Peran utama K dalam tanaman adalah sebagai aktivator enzim. Kalium menjamin ketegaran tanaman dan merangsang pertumbuhan akar. Kalium diperlukan dalam pembentukan karbohidrat dan translokasi gula (Soepardi, 1983). Fungsi K lainnya adalah mengatur tekanan potensial air dalam sel penjaga stomata. Kalium bertanggung jawab pada perubahan turgor sel penjaga selama proses pergerakan stomata (Marschner, 1986). Kekurangan K pada tanaman mengakibatkan bagian tepi daun klorosis, daun menjadi keriting dan menggulung, batang menjadi lemah dan ramping (Emanuel, 1972).

Tanaman memerlukan kalium dalam jumlah yang bervariasi pada bermacam tahap pertumbuhan. Respon pengambilan K oleh tanaman tergantung pada level N (Mengel dan Kirby, 1982). Kalium merupakan unsur terbanyak yang ditransfer ke tandan kelapa sawit. Kekurangan kalium pada tanaman ini menyebabkan lemahnya jaringan tanaman, anak daun berwarna kuning di sekitar tulang daun serta menurunkan jumlah bobot tandan secara drastis. Kelapa sawit, cocoa, dan kelapa mempunyai angka penyerapan kalium dan nitrogen paling besar dan fosfor yang terkecil sedangkan angka penyerapan kalium sendiri jauh lebih tinggi dari nitrogen (Ng dan Thong, 1985). Pada tanaman kelapa kalium menghasilkan respon pemupukan yang paling bagus di banding N dan P (Uexkull, 1960).

Natrium (Na) adalah unsur yang esensial bagi beberapa tanaman, misalnya pada tanaman bit gula. Peran Na dalam tanaman tingkat tinggi dibagi menjadi dua yaitu esensial dan dapat menggantikan fungsi K dalam tanaman. Tanggap pertumbuhan tanaman pada Na diduga karena Na dapat menggantikan fungsi K khususnya aktivator enzim (Marschner, 1986).

Keracunan Na ditandai dengan daun seperti terbakar, hangus dan jaringan mati disekitar tepi luar daun. Gejala ini terlihat pertama kali pada daun yang tua.


(23)

Keracunan Na dapat dikurangi dengan pemberian kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Pemberian Ca dan Mg dalam jumlah sedang dapat mengurangi gejala, sedangkan pemberian dalam jumlah besar dapat melindungi tanaman dari gejala keracunan.

Fungsi Fe pada tanaman sebagai katalis atau bagian dari suatu sistem enzim yang berhubungan dengan pembentukan klorofil. Kadar Fe pada tanaman sebesar 50 – 250 ppm (Jones et al, 1991). Besi diambil oleh tanaman dalam bentuk ion ataupun dalam bentuk garam-garam kompleks organik (khelat) dan dapat juga diabsorpsi oleh daun apabila besi sulfat diberikan melalui daun. Gejala kekurang Fe pada tanaman adalah klorosis pada daun muda. Klorosis pada daun muda disebabkan karena Fe dibutuhkan untuk sintesis kompleks klorofil-protein dalam kloroplas (Emanuel, 1972).

Mangan merupakan unsur yang tidak mobil dalam tanaman sehingga gejala defisiensinya muncul mula-mula pada bagian yang muda. Fungsi mangan pada tanaman sebagai aktivasi beberapa enzim dalam sel tumbuhan, terutama dekarboksilase dan dehidrogenase yang terlibat dalam siklus Krebs. Fungsi utama Mn pada reaksi fotosintetik yang menghasilkan oksigen dan air. Ketersedian Mn pada tanaman berkisar 10 – 50 ppm (Jones et al, 1991). Gejala defisiensi Mn adalah klorosis pada daun muda yang ahirnya berkembang menjadi noda kecil nekrosis (Emanuel, 1972).


(24)

3.1. Waktu dan Tempat

Sampel daun salak dan tanah yang akan di analisis diambil dari lokasi 1 (salak asam) dan lokasi 2 (salak sepat) yang berada di Desa Narimbang, lokasi 3 dan lokasi 4 (salak manis) yang berada di Desa Karanglayung, dua desa ini terletak di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang. Sebagai pembanding diambil juga daun salak pondoh dari daerah Sleman, Yogyakarta. Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober-November 2009.

Lokasi 1 Lokasi 2


(25)

PETA WILAYAH KECAMATAN CONGGEANG, KABUPATEN SUMEDANG

Keterangan : Desa Karanglayung Desa Narimbang


(26)

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri dari tiga contoh tanah, empat contoh daun salak Sumedang dan dua contoh daun salak pondoh. Contoh tanah satu diambil dari lokasi kebun salak Sumedang yang memiliki rasa asam, contoh tanah dua diambil dari lokasi kebun salak yang memiliki rasa sepat dan contoh tanah tiga diambil dari lokasi kebun salak yang memiliki rasa manis. Contoh daun satu diambil dari pohon salak asam, contoh daun dua diambil dari pohon salak sepat, contoh daun tiga diambil dari pohon salak manis dan contoh daun tiga diambil dari pohon salak manis yang lokasinya dekat kandang kambing.

Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel tanah dan daun salak, yaitu : cangkul, meteran, pisau lapang, penggaris, kantong plastik, label dan karet gelang. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisis tanah dan daun diantaranya yaitu alat-alat gelas, cawan porselin, muffle, hot plate, centrifuge, shaker, pH meter, flamefotometer dan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer).

3.3. Metode Penelitian

Analisis sifat kimia tanah dilakukan terhadap tanah dari tiap lokasi kebun salak yang diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm. Contoh tanah kemudian dikering udarakan, lolos saringan 2 mm dan 0.5 mm, selanjutnya dianalisis di laboratorium.

Pengambilan daun tanaman salak dilakukan pada batang ke tiga dari pucuk dan daun pertama sampai daun ke tiga setelah pembukaan sempurna. Contoh daun tanaman kemudian dibersihkan dengan aquades, dikeringkan pada suhu 60 0C, digiling dan diayak menggunakan ayakan 0.5 mm.

3.4. Analisis Laboratorium

Contoh tanah dan daun yang telah diambil dilakukan pengukuran/penetapan analisis laboratorium. Parameter yang diukur dan metode yang digunakan disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.


(27)

Tabel 2. Parameter Tanah yang diukur dan metode yang digunakan Parameter yang diukur Metode

Unsur mikro HCl 0.05 N

C-Organik Walkley dan Black

KTK 1N NH4OAc pH 7

Al-dd Titrasi

Kejenuhan Basa 1N NH4OAc pH 7

P total dan P tersedia HCl 25% dan Bray 1

N total Kjeldahl

Tabel 3. Parameter Tanaman yang diukur dan metode yang digunakan Parameter yang di ukur Metode

N-total Kjeldahl

P-tersedia Pengabuan kering

basa-basa (K,Na,Ca,Mg) Pengabuan kering Unsur mikro (Zn,Cu,Mn,Fe) Pengabuan kering


(28)

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Karanglayung dan Desa Narimbang. Secara geografis Kabupaten Sumedang terletak pada posisi 107˚21’-108˚21’ Bujur Timur dan 6˚44’-70˚83’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Sumedang ± 152220 Ha dengan ketinggian antara 20 sampai dengan lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (dpl).

Daerah yang ditumbuhi oleh tanaman salak memiliki ketinggian tempat sekitar 25 – 500 m dpl (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2007). Dilihat dari ketinggian tempatnya lokasi kebun sudah dianggap layak untuk ditanami salak. Kondisi curah hujan di lokasi kebun salak cukup tinggi yang mengakibatkan ketersediaan air tanah berlimpah dan iklim di lokasi tersebut tergolong agak basah.

Penghasilan utama daerah Sumedang disumbang oleh sektor pertanian, selain tanaman pangan Sumedang juga unggul di sektor buah-buahan. Buah-buahan yang menjadi unggulan Kabupaten Sumedang diantaranya salak bongkok, sawo, pisang, melinjo, nangka dan masih banyak lagi.

4.2. Karakteristik Sifat Kimia Tanah di Kebun Salak Lokal Sumedang

Dari ketiga lokasi (Tabel 4) tampak bahwa nilai pH tanah di lokasi 2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Nilai C-organik dari ketiga lokasi menunjukan bahwa nilai C-organik di lokasi 2 lebih tinggi. Tingginya nilai C-organik di lokasi 2 diduga berasal dari tumpukan serasah daun tanaman salaknya dan dari daun tanaman lain (tanaman melinjo dan bambu) yang ada di sekitar lokasi kebun.


(29)

. Karakteristik Sifat Kimia Tanah.

karakteristik Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

pH H2O 6.10 6.40 5.72

pH KCl 4.65 5.50 4.55

C-Organik (%) 1.89 2.73 1.27

N-Total (%) 0.19 0.27 0.19

P tersedia (ppm) 2.65 2.34 7.16 Basa dapat dipertukarkan (me/100g)

Ca 4.11 7.29 4.09

Mg 2.88 3.92 2.13

K 0.48 1.86 1.03

Na 0.22 0.54 0.11

Unsur Mikro (ppm)

Fe 0.17 0.10 0.38

Mn 2.15 2.31 3.08

Zn 0.29 0.18 0.62

Cu 0.34 0.16 0.31

Al dd (me/100g) Tu Tu Tu

KTK (me/100g) 14.41 18.19 11.47

KB (%) 53.37 74.82 64.17

Keterangan : Lokasi 1= kebun salak asam;Lokasi 2=kebun salak sepat ;Lokasi 3=kebun salak manis

Di lokasi 1 dan lokasi 3 nilai N-totalnya sama, dan nilai N-total di lokasi 2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai N-total di lokasi 2 diakibatkan oleh kandungan bahan organik tinggi yang berasal dari tumpukan serasah tanaman salak dan daun tanaman di sekitar kebun salak.


(30)

Analisis di lokasi 3 nilai P tersedia lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Tingginya nilai P tersedia di lokasi 3 disebabkan oleh tingginya bahan mineral yang mengandung fosfor di tanah tersebut dan tingkat pelapukannya. Selain itu, yang mempengaruhi tingginya nilai P di lokasi 3 disebabkan oleh nilai pH. Nilai pH tanah semakin rendah maka absorpsi bentuk H2PO4- akan meningkat.

Hasil analisis KTK tanah dari ketiga lokasi menunjukan bahwa di lokasi 2 nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai KTK di lokasi 2 dipengaruhi oleh pH tanah dan bahan organik (serasah daun tanaman) di sekitar lokasi 2. Hasil analisis Kejenuhan basa di tiga lokasi juga menunjukan bahwa di lokasi 2 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 3.

Dari ketiga lokasi menunjukan bahwa di lokasi 2 nilai Ca dd, Mg dd, K dd, dan Na dd lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai Ca dd, Mg dd, K dd, dan Na dd di lokasi 2 diduga berasal dari penambahan bahan organik yang berasal dari serasah daun tanaman yang berada di sekitar lokasi 2.

Nilai Fe di lokasi 3 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Kandungan Fe pada tanah di lokasi 3 jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan Fe pada lokasi 1 dan lokasi 2, hal ini diakibatkan oleh tanah di lokasi 3 mempunyai nilai pH paling rendah sehingga kandungan Fe paling tinggi. Nilai Mn dan Zn dari ketiga lokasi menunjakan bahwa di lokasi 3 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Sedangkan untuk nilai Cu di lokasi 1 lebih tinggi dari lokasi 2 dan lokasi 3.

4.3. Kandungan Hara Tanaman Salak Lokal Sumedang dan Salak pondoh Solihin (2001) menjelaskan untuk mengetahui unsur-unsur hara yang paling berperan terhadap mutu dan hasil tanaman salak serta status hara maka diperlukan suatu pendekatan melalui status hara di daun, hal ini merupakan cara yang tepat karena status hara daun mencerminkan status hara tanah yang tersedia bagi tanaman.


(31)

Tabel 5. Kadar Hara Daun Tanaman Salak Sumedang

Lokasi

N P K Na Ca Mg Fe Mn Cu Zn

………. (%) ………. ………. (ppm) ………. 1 1.74 0.083 1.49 0.5 1.46 0.44 199,66 25.72 10,6 6,97 2 1.96 0.078 1.73 0.59 1.71 0.59 163.38 12,98 11,52 9,91 3 2.13 0.10 2.85 0.98 0.50 0.49 272.92 40,08 11,64 9,24 4 1.86 0.11 2.51 1.46 0.76 0.59 273,9 35,22 51,7 10,3 Keterangan:Lokasi 1=salak asam;Lokasi 2=salak sepat;Lokasi 3=salak manis(agak);Lokasi4=salak manis(dekat kandang kambing).

Dari hasil analisis daun yang disajikan pada Tabel 5 terlihat bahwa kandungan fosfor dan nitrogen di ke empat lokasi hampir sama. Nilai K, Na, Fe dan Mn di lokasi 3 dan lokasi 4 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Nilai kalsium di lokasi 1 dan lokasi 2 lebih tinggi dari lokasi 3 dan lokasi 4. Nilai kandungan Cu dan Zn antar lokasi tidak berbeda jauh.

Hasil penelitian diatas dapat diasumsikan bahwa yang mempengaruhi perbedaan rasa salak lokal di Kabupaten Sumedang dari segi kebutuhan hara tanaman adalah kandungan K, Na, Fe dan Mn. Ke empat unsur hara tersebut yang paling terlihat jelas pengaruhnya terhadap rasa salak lokal Sumedang adalah kalium, dimana tanaman salak yang memiliki rasa manis respon terhadap penyerapan K lebih tinggi. Mengel dan Kirby (1982) menjelaskan bahwa respon pengambilan K oleh tanaman tergantung pada level N. Hal ini terbukti pada tanaman salak manis pengambilan K lebih tinggi dan pengambilan N rendah. Selain itu, fungsi dari kalium sendiri yaitu berpengaruh pada aktivitas fotosintesis, sebagai aktivator enzim dalam produksi ATP. Asumsi tingginya kandungan kalium pada salak lokal Sumedang yang memiliki rasa manis ditunjang oleh hasil penelitian Erna (2003) bahwa pada tanaman pepaya yang diberi pupuk KCl dengan dosis yang tinggi dapat meningkatkan rasa manis pada buah pepaya. Selain itu ditunjang pula oleh beberapa penelitian pada tanaman kelapa menunjukan bahwa pemupukan kalium menghasilkan respon yang paling bagus bila dibandingkan dengan pemupukan nitrogen dan fosfor (Uexkull, 1960; Ng dan Thong, 1985).


(32)

Tabel 6. Kadar Hara Daun Tanaman Salak Pondoh

Lokasi

N P K Na Ca Mg Fe Mn Cu Zn

………. (%) ………. ………. (ppm) ……….

1 2.15 0.10 1.57 0.72 1.67 1.29 620.63 173.68 53.13 84.93 2 2.23 0.11 1.34 0.62 1.42 1.59 584.67 163.97 59.33 91.28 Keterangan: Lokasi 1= salak Pondoh Hitam; Lokasi 2= salak Pondoh Kuning.

Tabel 6 menunjukan kandungan hara dari daun salak pondoh dengan varietas pondoh hitam dan pondoh kuning. Perbedaan yang paling mencolok antara salak pondoh hitam dan salak pondoh kuning dilihat dari segi ukuran buah, bentuk dan rasa. Salak pondoh kuning memiliki rasa agak sepat walaupun sedikit jika dibandingkan dengan salak pondoh hitam yang memiliki rasa manis tanpa ada sedikit sepat.

Hasil dari analisis terhadap daun tanaman salak pondoh kuning dan salak pondoh hitam perbandingan nilai kandungan hara yang terdapat di kedua varietas salak tersebut tidak berbeda jauh (Tabel 6).

Tabel 7. Rasio Ca/K Daun Tanaman Salak Sumedang dan Salak Pondoh

Lokasi

Ca K Ca/K ...(%)... ...(%)...

1 1.46 1.49 0.98

2 1.71 1.73 0.99

3 0.50 2.85 0.18

4 0.76 2.51 0.30

Salak pondoh hitam 1.67 1.57 1.06

Salak pondoh kuning 1.42 1.34 1.05

Keterangan:Lokasi 1=salak asam;Lokasi 2=salak sepat;Lokasi 3=salak manis(agak);Lokasi4=salak manis(dekat kandang kambing).

Tabel 7 menunjukan rasio Ca/K pada daun salak Sumedang yang berasa manis ( 0.18 % dan 0.30 %) lebih rendah dibandingkan dengan rasio Ca/K daun


(33)

salak yang berasa asam dan sepat ( 0.99 % dan 0.98 %). Tingginya rasio Ca/K pada salak asam dan sepat mengakibatkan rendahnya jumlah kalium yang dijerap oleh tanaman. Sedangkan pada salak manis rendahnya rasio Ca/K mengakibatkan tingginya jumlah kalium yang dijerap oleh tanaman.

Faktor lain yang mempengaruhi terhadap rasa manis pada salak pondoh jika dibandingkan dengan salak Sumedang adalah pemberian sulfur. Sulfur yang berada di daerah perkebunan salak pondoh berasal dari hasil erupsi gunung merapi sedangkan di kebun salak lokal Sumedang tidak terjadi erupsi, karena tidak terjadi erupsi maka kandungan sulfur di tanahnya rendah. Tingginya kandungan sulfur di kebun salak pondoh mengakibatkan rasa buahnya manis. Oleh karena itu, pada salak lokal Sumedang jika menginginkan buahnya berasa manis sama seperti salak pondoh maka perlu ditambahkan sulfur. Penambahan sulfur pada salak lokal Sumedang bisa dilakukan dengan cara penyiraman tanaman menggunakan air yang mengandung sulfur dan pada saat pemupukan dilakukan penaburan sulfur pada masing-masing tanaman.

Selain kebutuhan hara, aspek budidaya pada salak lokal Sumedang perlu diperhatikan karena, faktor budidaya sedikitnya dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas salak lokal Sumedang. Solihin (2001) melaporkan bahwa tahap awal dari penanaman tanaman salak pondoh adalah pengolahan dan pembongkaran tanah, penanaman, pengairan, pengaturan jarak tanam, pemupukan dan pengendalian hama penyakit, penyiangan/pemangkasan pelepah daun, penyerbukan, pencangkokan dan panen. Pengolahan tanah dan pembongkaran tanah berfungsi untuk membalikan unsur-unsur hara dan supaya tanah menjadi gembur, pengaturan jarak tanam untuk menghindari persaingan dalam pengambilan unsur hara di tanah, pemupukan dan pengendalian hama penyakit untuk memberikan kebutuhan hara tanaman dan mengantisipasi hama penyakit yang mengganggu tanaman salak, dan penyiangan berfungsi untuk mengatur iklim mikro dengan cara melakukan pemangkasan pada pelepah daun tua.


(34)

1. Pada varietas yang sama kandungan Kalium dan Natrium di tanaman salak manis lebih tinggi dibandingkan dengan salak asam dan sepat. Tanaman dengan kandungan Kalium rendah tingkat kemanisan pada buah berkurang.

2. Kandungan unsur mikro Fe dan Mn pada salak manis lebih tinggi dibandingkan salak asam dan sepat.

3. Faktor budidaya pada tanaman salak lokal Sumedang tidak begitu diperhatikan seperti pada tanaman salak pondoh, padahal faktor budidaya sedikitnya dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas salak lokal Sumedang.

5.2. Saran

Perlunya dilakukan penelitian di lapangan dengan memberikan perlakuan pemupukan K dan unsur mikro (Fe dan Mn) terhadap tanaman yang memiliki rasa asam, sepat dan manis sehingga dapat diketahui pengaruh penambahan unsur-unsur tersebut terhadap rasa buah salak. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan cara budidaya dan kemungkinan perlu ditambahkannya sulfur pada tiap-tiap tanaman salak Sumedang dengan mengikuti cara budidaya dan pemberian sulfur pada salak pondoh.


(35)

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek dan Budidaya. UI Press. Jakarta. 485 hal. Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang. 2007. Laporan Akhir Tahun. (Tidak

dipublikasikan).

Epstein, Emanuel. 1972. Mineral Nutrition Of Plants Principles and Perspectives. University California. New York.

Harsono, Tri. 1994. Studi Taksonomi Kultivar Salak (Salacca zalacca Var. Zalacca). Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 70 hal. Herliani, Leni., Elin, Slamet, dan I Ketut. 2001. The Use of Salacca Fruit (Salacca

edulish Reinw) variety of bongkok extracts as antioxidant and inhibitor of uric acid. Pharmacy School. ITB.

Jones J.B., B. Wolf and H.A. Mills. 1991. Plant Analysis Handbook. Micro Macro Publishing, Inc. USA.

Jones, Ulysses. 1979. Fertilizers and Soil Fertility. Clemson University. Clemson. Joyce, D. 2001. The Quality Cycle. P. 1-10. In : R. Dris, R. Niskanen and S. M.

Jain (Ed). Crop Management and Postharvest Handling of Horticulture Products. Science Publisher, Inc. New Hampshire, USA.

Kader, A. A. 1992. Quality and Safety Factor. P. 185-189. In: A. A. Kader (Ed). Postharvest Technology of Horticultural Crops. University of California. California.

Kiswanto. 2003. Pengaruh umur panen terhadap kadar gula, kadar asam dan tanin pada buah salak pondoh varietas manggala. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada. 92 hal.

Lindsay, W. L. 1979. Chemical Equilibria in Soil. John Wiley and Sons. New York.

Mahyar, U. W. 1993. Salak. Dalam H. Sutarno, H. Sujito, S. S. Hardjadi. Pendayagunaan Tanaman Buah-buahan pada Lahan Kritis. Yayasan Prosea Bogor, MAB Indonesia, UNESCO/ROSTSEA Jakarta, Indonesia. 41-43 hal. Marschner, H. 1986. Mineral NutritionOf Higher Plants. Acad Press. Orlando.


(36)

Mengel, K and E. A. Kirby. 1982. Principles of Plant Nutrition. 3rd edition. Int. Potash. Ins. Bern. 655 p.

Mogea JP. 1977. Jenis-jenis salak di Malesiana. Makalah Seminar Biologi V dan Kongres III Biologi, Indonesia. Malang. 12 hal.

Mogea JP. 1982. Salacca zalacca, the Correct name for the salak palm. Principles 26: 70-72.

Ng, S. K and K. C. Thong. 1985. Potassium in The Agricultural System of The Humid Tropics. Proc. Int. Potash. Ins. Bangkok. 81-95 p.

Purnomo, H. 2001. Budidaya Salak Pondoh. Aneka Ilmu. Semarang. 70 hal. Purwanto, J., M. Rahayu, dan H. Sutarno. 1988. Toleransi Biji Salak Terhadap

Penurunan Kadar Air, Suhu, dan Serangan Jamur. Berita Biologi. 390 – 395 hal.

Rahman, Ganjar. 2007. Sumedang Dalam Angka. BPS Kabupaten Sumedang. (Tidak dipublikasikan).

Samson, J. A. 1986. Trofical Fruits. 2nd. Longman. New York, USA. 336 p. Santoso, Budi. 1990. Salak Pondoh. Kanisius. Yogyakarta.

Schuiling, D. L. and J. P. Mogea. 1990. Salacca zalacca var. Zalacca (Gaertn) voss. In D. E. Soltis and P. S. Soltis (Eds.) Isozymes in Plant Biology. Dioscorides Press. Portland, Oregeon. 1-4 p.

Schuiling, D. L. And J. P. Mogea. 1989. Salacca zalacca (Gaertner) voss. In E. Westphal and P. C. M. Jansen (eds). Plant Resources of South East Asia. Pudoc wageningen.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

Soil Survey Laboratory (SSL). 1995. Soil Survey Laboratory Information Manual. National Soil Survey Center. Soil Survey Laboratory. Lincoln – Nebraska. Solihin. 2001. Kajian faktor-faktor penentu produktivitas salak pondoh di

Wilayah Sleman. Tesis. Institut Pertanian Bogor. 70 hal.

Suter, I. K. 1988. Telaah sifat buah salak di Bali sebagai dasar pembinaan Mutu Buah. Disertasi Doktor, Institut Pertanian Bogor. 300 hal.


(37)

Tan, K. H. 1982. Principle of Soil Chemistry. Macell Dekker, Inc. New York. Tan, K. S. 1953. Bercocok Tanaman Buah-buahan Salak. Kursus Mantri

Perkebunan Rakyat. Hortikultura. 45-47 hal.

Tjahyadi, N. 1990. Bertanam Salak. Yayasan Kanisius, Yogyakarta. 55 hal.

Tri, Erna. 2003. Pengaruh pemupukan kalium terhadap produktivitas buah pepaya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 30 hal.

Uexkull, H. V. 1960. Fertilizer Use. 2nd edition. Verlogsgesellschaftfur Ackerbau mbH. Hannover. 593 p.

Verheij, E. W. M. Dan Coronel, R. E. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2 Buah – Buahan yang dapat Dimakan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 568 hal.


(38)

L

L

LA

A

AM

M

MP

P

PI

I

IR

R

RA

A

AN

N

N


(39)

(a) (b)

(c) (d) Gambar Lampiran 1. Salak manis 1 (a), Salak manis 2(dekat kandang kambing)


(40)

SUMEDANG

DYNA ISLAMY A14051406

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010


(41)

DYNA ISLAMY. Identifikasi Karakteristik Hara Tanah dan Kandungan Hara Tanaman dihubungkan dengan Rasa Salak Lokal Sumedang. Di bawah bimbingan Heru Bagus Pulunggono dan Basuki Sumawinata.

Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah di propinsi Jawa Barat yang mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak (Salacca edulis). Pusat penghasil salak di Kabupaten Sumedang terletak di Kecamatan Conggeang dan Kecamatan Paseh. Salak bongkok merupakan julukan untuk salak lokal Sumedang yang di produksi dari Kecamatan Paseh. Kelebihan dari salak lokal Sumedang jika dibandingkan dengan salak pondoh yaitu memiliki ukuran buah yang lebih besar. Akan tetapi rasa buahnya “sepat”meskipun dalam keadaan matang.

Terdapat beberapa variasi rasa buah salak pada areal perkebunan salak lokal Sumedang. Tanaman salak yang berada di lokasi dengan kandungan bahan organik tinggi yang berasal dari kotoran kambing, memiliki rasa buah yang manis. Sedangkan pada bagian kebun yang lain memiliki rasa yang berbeda, diantaranya asam dan sepat. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dicoba suatu identifikasi karakteristik hara tanah dan kandungan hara tanaman yang dihubungkan dengan rasa salak lokal Sumedang. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebab dari perbedaan rasa pada salak lokal Sumedang.

Penelitian dilakukan di perkebunan salak dan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kandungan kalium (K), natrium (Na), besi (Fe) dan mangan (Mn) pada buah salak manis lebih tinggi dibandingkan dengan salak asam dan sepat.


(42)

DYNA ISLAMY. Identification of Soil Characteristics and Plant Nutrient Content Associated with a Taste of Local Salak Sumedang. Under the guidance of Heru Bagus Pulunggono and Basuki Sumawinata

Sumedang is one area in West Java Province that develops horticulture business particularly salak fruit. Salak producing centers in Sumedang are located in Conggeang and Paseh Districts. Local salak produced in Paseh Distric is called salak “bongkok”. The local salak of Sumedang has larger fruit size than salak pondoh. Although the fruit is ripe, its taste still “astringent”.

There are varieties of salak fruit tastes in the area of local salak plantations of Sumedang. Salak grown in places with high organic matter (from sheep waste) has a sweet taste. Than other salak grown have different tastes include sour and astringent tastes. Therefore, in this study will be conducted an identification of soil characteristics and plant nutrient contents associated with the taste of local salak of Sumedang. This is intended to find the cause of differences in tastes in local salak of Sumedang.

The study was conducted in salak plantation and at the Laboratory of the Department of Soil Science and Land Resources. The results of this study showed that the content of potassium (K), sodium (Na), Iron (Fe) and manganese (Mn) at the sweet fruit has a high value than the sour and astringent fruits.


(43)

1.1. Latar Belakang

Salak merupakan tumbuhan asli daerah tropika, suku Arecaceae, anak suku Lepidocaryoidae, dan marga Salacca. Marga ini terdiri dari dua jenis dengan empat varietas yang tersebar alami di kawasan Malesiana mulai dari Burma, Thailand, Malaysia, Filipina, Kalimantan, Sumatra bagian selatan dan Jawa Barat (Mogea, 1977). Tiga jenis salak yang dibudidayakan yaitu : Salacca sumatrana di Padangsidempuan dan sekitarnya, Salacca zalacca di Jawa, Madura, Bali, Sulawesi dan Ambon, serta Salacca wallichiana di Thailand. Pusat salak di Jawa terdapat dibeberapa daerah misalnya, salak bongkok di Sumedang, salak manonjaya di Tasikmalaya, Salak petruk dan salak gading di daerah Bejalen, Ambarawa, Salak condet di Condet, salak pondoh, kembang arum dan salak gading di Sleman, salak nglumut di Magelang, salak kacun, gondanglegi dan suwaru di Malang, di Padangsidempuan dikenal salak sibakua dan siamporik.

Tanaman salak dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun pegunungan sampai ketinggian 900 m di atas permukaan laut (dpl), dengan pertumbuhan optimal pada ketinggian 500 m dpl. Tanaman ini menghendaki curah hujan merata yakni 200 – 400 mm/bulan, dengan suhu berkisar 20 – 30 ºC, pH 5 – 7 dan mendapatkan sinar matahari yang cukup.

Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak. Pusat penghasil salak di Kabupaten Sumedang berada di Kecamatan Paseh dan Kecamatan Conggeang, yang dikenal dengan salak bongkok. Dinamakan salak bongkok karena pertama kali ditemukan salak ini di desa Bongkok yang terletak di lereng Gunung Tampomas. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Sumedang tahun 2007, rata-rata produksi buah salak sebesar 42.095 kuintal dengan harga beli di tingkat petani sekitar Rp 500/kg. Hasil dari perkebunan salak untuk saat ini dianggap sebagai penghasilan tambahan. Produksi buahnya untuk saat ini hanya dipasarkan di daerah sekitar Sumedang, hal ini dikarenakan salak lokal Sumedang


(44)

belum mampu untuk bersaing dengan salak dari daerah lainnya terutama dengan salak pondoh yang berasal dari Sleman, Yogyakarta.

Salak lokal Sumedang memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan salak pondoh yaitu memiliki ukuran buah yang lebih besar (diameter buah mencapai 6 cm). Akan tetapi rasa buahnya “sepat” meskipun dalam keadaan matang. Di Kabupaten Sumedang tanaman ini tumbuh baik di tanah Latosol yang memiliki ketinggian 25-500 m di atas permukaan laut (dpl), dengan rata-rata curah hujan sebesar 2.547 mm/tahun di Kecamatan Conggeang dan sebesar 2.246 mm/tahun di Kecamatan Paseh (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2007). Tanaman salak lokal sumedang meskipun tumbuh di tanah yang sama, akan tetapi buah yang dihasilkan dari tanamannya berbeda-beda. Salak lokal sumedang tidak semuanya memiliki rasa asam dan sepat tetapi ada juga yang memiliki rasa manis.

1.2. Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik hara tanah dan hara tanaman salak yang di hubungkan dengan rasa salak lokal Sumedang.


(45)

Salak merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara yang tersebar mulai dari Burma, Thailand, Malaysia, Indonesia dan Filipina. Namun sudah diintroduksikan hingga ke Papua, Queesland, Pulau Ponape dan dilaporkan juga ditemukan di kepulauan Fiji (Schuiling dan Mogea, 1990).

Marga Salacca terdiri 21 jenis dan 4 varietas. Tiga jenis dibudidayakan penduduk yaitu Salacca sumatrana Becc, di Padangsidampuan Salacca wallchiana Mart, di Thailand, Jawa, Madura, Bali, Sulawesi dan Ambon Salacca zalacca (Gaertn.)

Salacca zalacca tumbuh alami di hutan-hutan dataran rendah Jawa Barat dan Sumatera bagian selatan (schuiling dan Mogea, 1990). Jenis ini memiliki dua varietas yaitu var. Zalacca (Gaertn.) Voss dan var. Amboinensis (Becc.) (Mogea, 1982). Varietas zalacca di pulau Jawa tersebar di pusat-pusat penanaman salak seperti Condet, Tasikmalaya, Malang, Sleman, Bangkalan. Di luar Jawa tanaman ini dibudidayakan di Sulawesi. Sedangkan varietas Amboinensis menurut Suter (1988) tersebar di Bali dan dapat dibedakan atas sepuluh kultivar.

Salak budidaya khususnya varietas zalacca tumbuh subur di dataran rendah tropika. Tanaman ini memerlukan air yang cukup sepanjang tahun dengan curah hujan 1700 – 3100 mm per tahun. Pada perbedaan curah hujan yang melebihi 3100 mm/tahun jumlah panenan buahnya akan berkurang dan kualitasnya menurun. Buah dipanen setelah berumur 5 – 7 bulan dari saat bunga mekar. Tanaman ini menyukai tempat yang teduh dengan tipe tanah padas dan regosol (Mahyar, 1993). Musim panen salak dapat dipilah menjadi 3 periode, yaitu :

• Panen raya : November - Januari

• Panen sedang : Mei - Juli


(46)

2.2. Deskripsi Biologi Tanaman Salak

Tanaman salak termasuk dalam famili Palmae yang tumbuh berumpun, berumah dua, perakaranya dangkal, dan batangnya jarang terlihat karena tertutup oleh pelepah daun yang tersususn roset dan rapat. Salak merupakan tanaman tahunan dengan tinggi tanaman dapat mencapai 7 m, tetapi pada umumnya tingginya tidak lebih dari 4.5 m. Daun salak terdiri dari pelepah, tangkai dan helaian anak daun. Perbungaannya muncul dari tengah punggung pelepah daun. Bunga jantan terdiri atas 9 – 14 tongkol dan bunga betina terdiri atas 1 – 4 tongkol. Penyerbukan umumnya dilakukan oleh serangga bersayap moncong (Curcullinoidae), namun ada juga yang dilakukan oleh manusia. Buahnya berwarna kuning kehijauan hingga coklat kehitaman. Daging buahnya ada yang masir, ada juga yang tidak masir, rasanya manis atau sepat, berbiji 1 – 3 (Verheij dan Coronel, 1997).

Hingga kini para petani belum dapat membedakan tanaman jantan dan betina jika hanya berdasarkan pada bentuk vegetatif. Tanaman ini diperbanyak dengan biji, namun kini teknik cangkokan anakan sudah mulai diterapkan. Dari hasil penelitiannya tentang hubungan karakteristik buah salak dengan kemungkinan buah jantan dan buah betina, Tjahjadi (1990) menjelaskan bahwa buah salak yang berbiji tiga berpeluang menghasilkan tanaman betina 70 %, yang berbiji dua akan menghasilkan tanaman betina 100 %, sedangkan yang berbiji satu akan menghasilkan jantan 100 %.

Biji salak tergolong biji rekalsitran. Biji rekalsitran yaitu, biji yang tidak memerlukan penyimpanan. Biji rekalsitran memerlukan perlakuan khusus dalam penyemainnya, sebab daya toleransinya terhadap kekurangan air pada endospermnya rendah. Biji–biji yang demikian memerlukan perlakuan khusus untuk penyimpanannya (Purwanto et al, 1998). Di alam, biji salak hanya dapat bertahan hidup beberapa hari saja setelah dikeluarkan dari buahnya. Biji yang masih berada di dalam buahnya hanya dapat bertahan selama 2 – 3 minggu (Tan, 1953 dalam Harsono, 1994). Kondisi kering dan dingin akan cepat sekali mematikan biji-biji rekalsitran.


(47)

Gambar Salacca edulis Reinw (Mogea, 1982) 2.3. Daerah Potensial Pengembangan

Daerah lndonesia pada umumnya cocok untuk dilakukan pengembangan usaha salak baik dari segi jenis tanah, suhu dan curah hujan. Beberapa contoh di Tabel 1 ini adalah daerah potensial salak yang telah menjadi sentra produksi salak di lndonesia (Santoso, 1990).


(48)

Tabel 1. Sentra-sentra Produksi Salak di Indonesia

Propinsi Sentra Produksi

Sumatera Utara Padangsidempuan DKI Jakarta Condet

Jawa Barat Serang, Sumedang, Bogor, Tasikmalaya, Batujajar

Jawa Tengah

Magelang, Ambarawa, Wonosobo, Banyumas, Purworejo, Purbalingga, Banjarnegara

DI Yogyakarta Sleman

Jawa Timur Bangkalan, Pasuruan, Malang Bali Karangasem Sulawesi Selatan Enrekang

2.4. Manfaat Salak

Salak merupakan buah yang banyak mengandung berbagai zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah salak memiliki kandungan protein 0.40 %, karbohidrat 20.90 %, kadar abu 0.67 %, kalsium 0.0028 %, fosfor 0.0018 % dan zat besi 0.0042 % dan salak tidak mengandung lemak (Schuiling dan Mogea, 1989). Selain itu salak juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran asinan, manisan basah, manisan kering. Buah salak dapat dimakan segar, maupun sebagai produk olahan atau awetan. Buah salak produk awetan selain manisan bisa juga dibuat wajik dan dodol. Hal ini dilakukan untuk menghindari pembusukan buah (Kiswanto, 2003).

2.5. Kualitas Buah

Kualitas merupakan hal terpenting bagi produk hortikultura, baik dimanfaatkan dalam bentuk segar maupun setelah diproses. Ada lima parameter penentu kualitas yaitu rasa, bau, keragaman buah, tekstur dan nutrisi. Parameter nutrisi merupakan faktor yang sebenarnya paling bermanfaat karena perananya sebagai penyedia sumber gizi bagi manusia ( Joyce, 2001). Kualitas produk hortikultura merupakan kombinasi dari karakteristik, sifat dan nilai untuk


(49)

makanan dan kesenangan. Konsumen cenderung menilai kualitas buah berdasarkan penampilan, tingkat kekerasan yang baik, nilai rasa dan gizi ( Kader, 1992).

2.6. Salak Lokal Sumedang dan Salak Pondoh 2.6.1. Salak Sumedang

Salak Sumedang memiliki berbagai macam nama, Penamaan salak Sumedang berdasarkan pada daerah asal salak ditanam. Contohnya adalah salak bongkok, salak narimbang, salak jambu, salak ciaseum, salak legok, salak ungkal, dan salak cibubuan. Salak yang terkenal di Kabupaten Sumedang berasal dari daerah Narimbang, Bongkok, dan Ciaseum. Ciri dari salak Sumedang adalah bentuk buahnya ada yang lonjong dan bulat, kulit buahnya bersisik besar dan berwarna merah kecokelatan mengkilat, daging buahnya tebal dan rasanya ada yang manis, asam, sepat dan ada manis bercampur sepat, bijinya besar dan dalam tiap buah terdapat 2-3 biji, ukuran buahnya besar dengan diameter dapat mencapai 6 cm dan setiap rumpun dapat menghasilkan 5-7 tandan. Ciri khas yang membedakan antara salak jambu, salak ciaseum, salak legok, salak ungkal dan salak cibubuan yaitu dari segi rasa buahnya dan ukurannya. Salak narimbang, salak legok dan salak ciaseum ukuran buahnya lebih besar dan rasanya lebih manis dibandingkan salak jambu, salak ungkal dan salak cibubuan (Dinas Pertanian Sumedang, 2007). 2.6.2. Salak Pondoh

Salak pondoh (Salacca zalacca Gaertner Voss) termasuk famili palmae, berduri dan bertunas banyak, tumbuh menjadi rumpun yang rapat. Tinggi tanaman mencapai 1.5 – 5 m, batang pokoknya berbentuk stolon di dalam tanah, berbentuk slindris dengan diameter 10 – 15 cm ( Verheij dan Coronel, 1997). Akar tanaman merupakan akar serabut, berbentuk slindris dengan diameter 6 – 8 mm. Daerah penyebarannya tidak luas, dangkal dan peka terhadap kekurangan air (Purnomo, 2001). Bentuk daun menyirip, panjangnya mencapai 3 – 7 m. Pelepah, tangkai dan anak daun berduri banyak, bentuknya panjang, tipis, berwarna kelabu, sampai kehitaman, anak daunnya berukuran (20-70) cm x (2-7.5) cm ( Verheij dan Coronel, 1997).


(50)

Bunga salak berbentuk majemuk, bertangkai dan tertutup oleh seludang. Panjang seludang bunga jantan hingga 50 – 100 cm sedangkan bunga betina 20 – 30 cm (Ashari, 1995). Purnomo (2001) melaporkan bahwa bunga jantan pada tanaman salak pondoh berwarna coklat kemerahan, sekelompok bunga jantan terdiri dari 4 – 12 malai, satu malai terdiri dari ribuan serbuk sari, panjang bunga jantan setiap malai sekitar kira-kira 4 – 15 cm dan bunga jantan mekar selama 1- 3 hari. Bunga betina berwarna hijau kekuningan, berbintik merah dan mempunyai 3 petal. Panjang satu malai 7 – 10 cm dan bunga mekar selama 1 – 3 hari. Tanda bunga yang siap diserbuki adalah bunga berwarna merah dan mengeluarkan aroma harum. Waktu penyerbukan yang baik adalah pada hari ke -2 bunga mekar.

Varietas salak pondoh yang sudah dibudidayakan di Indonesia yaitu salak pondoh hitam, salak pondoh merah, salak pondoh kuning, dan salak pondoh super. Salak pondoh hitam berbentuk bulat dan berukuran kecil, daging buah berwarna putih kapur dengan kulit buah berwarna hitam gelap dan rasanya sangat manis seperti buah lengkeng. Salak pondoh merah bentuk buahnya agak lonjong, berkulit warna merah kecoklat-cokelatan dan pada bagian ujungnya berwarna kehitam-hitaman, berukuran lebih besar dibanding salak pondoh hitam, setiap kilogram berisi 20 – 25, bila matang beraroma buah apel. Salak pondoh kuning berbentuk bulat mirip buah salak pondoh hitam , namun ukurannya besar, tiap kilogram berisi 10 – 15 butir buah, kulit buah berwarna coklat kekuning-kuningan, daging buahnya berwarna putih krem, rasa manis dan beraroma buah apel. Salak pondoh super berbentuk bulat memanjang, buahnya berukuran besar, tiap kilogram berisi 9 – 11 butir buah, kulit buah berwarna kekuning-kuningan, daging buahnya tebal, rasanya manis, renyah dan masir.

2.6.3. Budidaya Salak Lokal Sumedang

Budidaya tanaman salak lokal Sumedang tidak pernah memperhatikan aspek-aspek budidaya yang digunakan oleh salak pondoh misalnya, pengolahan dan pembongkaran tanah, penanaman, pengairan, pengaturan jarak tanam, pemupukan dan pengendalian hama penyakit, penyiangan/pemangkasan daun, penyerbukan dan pencangkokan tanaman. Tanaman salak lokal Sumedang dibiarkan tumbuh begitu saja tanpa dilakukan perawatan. Pada saat saya melakukan penelitian


(51)

dilapangan saya pernah bertanya kepada pemilik kebun tentang sejarah adanya salak lokal Sumedang dan menanyakan bagaimana penanaman dan perawatan yang dilakukan, pemilik kebun hanya menjawab bahwa pada umumnya salak di daerah Sumedang kurang lebih sudah ada sebelum tahun 1960. Para petani salak di Sumedang hanya meneruskan kebun yang ada tanpa dilakukan pergantian tanaman dan perawatan (pemupukan, pengairan, pemangkasan, dan penyerbukan). Faktor budidaya diatas sedikitnya dapat mempengaruhi terhadap produktivitas dan kualitas tanaman salak.

2.7. Peran Nitrogen dan Fosfor

Nitrogen (N) merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman, karena nitrogen merupakan penyusun utama komponen sel dalam tanaman yaitu asam amino dan asam nukleat (Emanuel, 1972). Kandungan Nitrogen dalam tanaman yang cukup untuk menunjang pertumbuhan antara 2 % - 5 % dari berat kering tanaman (Jones et al, 1991). Kekurangan unsur ini dapat menimbulkan gangguan pada pertumbuhan tanaman. Gejala yang tampak apabila tanaman kekurangan N yaitu daun tua menjadi kuning (klorosis) dan cepat rontok (Emanuel, 1972). Gejala ini disebabkan oleh N yang mobil dari daun tua ke daun muda (Marschner, 1986).

Fosfor (P) merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman pada saat pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan, dan peredarannya ke seluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP. Kadar Fosfor dalam tanah berkisar antara 0.15-1.00 % (Jones et al, 1991). Tanaman mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4-. Serapan tanaman terhadap P sebagian besar diatur oleh tiga faktor utama yaitu, jenis tanaman, tahap kematangan tanaman dan persaingan antara akar tanaman dan sifat kimia tanah (Ulysses, 1979). Kekurangan unsur P menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil saat tumbuhan muda dan warna daun hijau gelap (kadang-kadang hijau ungu gelap) (Emanuel, 1972).


(52)

2.8. Peran Kalium, Natrium, Besi, dan Mangan

Kalium (K) adalah kation yang esensial bagi tanaman. Kadar K dalam tanaman yang dapat menunjang pertumbuhan yang optimal sebesar 2 % - 5 % dari berat kering tanaman (Marschner, 1986)

Peran utama K dalam tanaman adalah sebagai aktivator enzim. Kalium menjamin ketegaran tanaman dan merangsang pertumbuhan akar. Kalium diperlukan dalam pembentukan karbohidrat dan translokasi gula (Soepardi, 1983). Fungsi K lainnya adalah mengatur tekanan potensial air dalam sel penjaga stomata. Kalium bertanggung jawab pada perubahan turgor sel penjaga selama proses pergerakan stomata (Marschner, 1986). Kekurangan K pada tanaman mengakibatkan bagian tepi daun klorosis, daun menjadi keriting dan menggulung, batang menjadi lemah dan ramping (Emanuel, 1972).

Tanaman memerlukan kalium dalam jumlah yang bervariasi pada bermacam tahap pertumbuhan. Respon pengambilan K oleh tanaman tergantung pada level N (Mengel dan Kirby, 1982). Kalium merupakan unsur terbanyak yang ditransfer ke tandan kelapa sawit. Kekurangan kalium pada tanaman ini menyebabkan lemahnya jaringan tanaman, anak daun berwarna kuning di sekitar tulang daun serta menurunkan jumlah bobot tandan secara drastis. Kelapa sawit, cocoa, dan kelapa mempunyai angka penyerapan kalium dan nitrogen paling besar dan fosfor yang terkecil sedangkan angka penyerapan kalium sendiri jauh lebih tinggi dari nitrogen (Ng dan Thong, 1985). Pada tanaman kelapa kalium menghasilkan respon pemupukan yang paling bagus di banding N dan P (Uexkull, 1960).

Natrium (Na) adalah unsur yang esensial bagi beberapa tanaman, misalnya pada tanaman bit gula. Peran Na dalam tanaman tingkat tinggi dibagi menjadi dua yaitu esensial dan dapat menggantikan fungsi K dalam tanaman. Tanggap pertumbuhan tanaman pada Na diduga karena Na dapat menggantikan fungsi K khususnya aktivator enzim (Marschner, 1986).

Keracunan Na ditandai dengan daun seperti terbakar, hangus dan jaringan mati disekitar tepi luar daun. Gejala ini terlihat pertama kali pada daun yang tua.


(53)

Keracunan Na dapat dikurangi dengan pemberian kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Pemberian Ca dan Mg dalam jumlah sedang dapat mengurangi gejala, sedangkan pemberian dalam jumlah besar dapat melindungi tanaman dari gejala keracunan.

Fungsi Fe pada tanaman sebagai katalis atau bagian dari suatu sistem enzim yang berhubungan dengan pembentukan klorofil. Kadar Fe pada tanaman sebesar 50 – 250 ppm (Jones et al, 1991). Besi diambil oleh tanaman dalam bentuk ion ataupun dalam bentuk garam-garam kompleks organik (khelat) dan dapat juga diabsorpsi oleh daun apabila besi sulfat diberikan melalui daun. Gejala kekurang Fe pada tanaman adalah klorosis pada daun muda. Klorosis pada daun muda disebabkan karena Fe dibutuhkan untuk sintesis kompleks klorofil-protein dalam kloroplas (Emanuel, 1972).

Mangan merupakan unsur yang tidak mobil dalam tanaman sehingga gejala defisiensinya muncul mula-mula pada bagian yang muda. Fungsi mangan pada tanaman sebagai aktivasi beberapa enzim dalam sel tumbuhan, terutama dekarboksilase dan dehidrogenase yang terlibat dalam siklus Krebs. Fungsi utama Mn pada reaksi fotosintetik yang menghasilkan oksigen dan air. Ketersedian Mn pada tanaman berkisar 10 – 50 ppm (Jones et al, 1991). Gejala defisiensi Mn adalah klorosis pada daun muda yang ahirnya berkembang menjadi noda kecil nekrosis (Emanuel, 1972).


(54)

3.1. Waktu dan Tempat

Sampel daun salak dan tanah yang akan di analisis diambil dari lokasi 1 (salak asam) dan lokasi 2 (salak sepat) yang berada di Desa Narimbang, lokasi 3 dan lokasi 4 (salak manis) yang berada di Desa Karanglayung, dua desa ini terletak di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang. Sebagai pembanding diambil juga daun salak pondoh dari daerah Sleman, Yogyakarta. Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober-November 2009.

Lokasi 1 Lokasi 2


(55)

PETA WILAYAH KECAMATAN CONGGEANG, KABUPATEN SUMEDANG

Keterangan : Desa Karanglayung Desa Narimbang


(56)

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri dari tiga contoh tanah, empat contoh daun salak Sumedang dan dua contoh daun salak pondoh. Contoh tanah satu diambil dari lokasi kebun salak Sumedang yang memiliki rasa asam, contoh tanah dua diambil dari lokasi kebun salak yang memiliki rasa sepat dan contoh tanah tiga diambil dari lokasi kebun salak yang memiliki rasa manis. Contoh daun satu diambil dari pohon salak asam, contoh daun dua diambil dari pohon salak sepat, contoh daun tiga diambil dari pohon salak manis dan contoh daun tiga diambil dari pohon salak manis yang lokasinya dekat kandang kambing.

Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel tanah dan daun salak, yaitu : cangkul, meteran, pisau lapang, penggaris, kantong plastik, label dan karet gelang. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisis tanah dan daun diantaranya yaitu alat-alat gelas, cawan porselin, muffle, hot plate, centrifuge, shaker, pH meter, flamefotometer dan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer).

3.3. Metode Penelitian

Analisis sifat kimia tanah dilakukan terhadap tanah dari tiap lokasi kebun salak yang diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm. Contoh tanah kemudian dikering udarakan, lolos saringan 2 mm dan 0.5 mm, selanjutnya dianalisis di laboratorium.

Pengambilan daun tanaman salak dilakukan pada batang ke tiga dari pucuk dan daun pertama sampai daun ke tiga setelah pembukaan sempurna. Contoh daun tanaman kemudian dibersihkan dengan aquades, dikeringkan pada suhu 60 0C, digiling dan diayak menggunakan ayakan 0.5 mm.

3.4. Analisis Laboratorium

Contoh tanah dan daun yang telah diambil dilakukan pengukuran/penetapan analisis laboratorium. Parameter yang diukur dan metode yang digunakan disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.


(57)

Tabel 2. Parameter Tanah yang diukur dan metode yang digunakan Parameter yang diukur Metode

Unsur mikro HCl 0.05 N

C-Organik Walkley dan Black

KTK 1N NH4OAc pH 7

Al-dd Titrasi

Kejenuhan Basa 1N NH4OAc pH 7

P total dan P tersedia HCl 25% dan Bray 1

N total Kjeldahl

Tabel 3. Parameter Tanaman yang diukur dan metode yang digunakan Parameter yang di ukur Metode

N-total Kjeldahl

P-tersedia Pengabuan kering

basa-basa (K,Na,Ca,Mg) Pengabuan kering Unsur mikro (Zn,Cu,Mn,Fe) Pengabuan kering


(58)

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Karanglayung dan Desa Narimbang. Secara geografis Kabupaten Sumedang terletak pada posisi 107˚21’-108˚21’ Bujur Timur dan 6˚44’-70˚83’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Sumedang ± 152220 Ha dengan ketinggian antara 20 sampai dengan lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (dpl).

Daerah yang ditumbuhi oleh tanaman salak memiliki ketinggian tempat sekitar 25 – 500 m dpl (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2007). Dilihat dari ketinggian tempatnya lokasi kebun sudah dianggap layak untuk ditanami salak. Kondisi curah hujan di lokasi kebun salak cukup tinggi yang mengakibatkan ketersediaan air tanah berlimpah dan iklim di lokasi tersebut tergolong agak basah.

Penghasilan utama daerah Sumedang disumbang oleh sektor pertanian, selain tanaman pangan Sumedang juga unggul di sektor buah-buahan. Buah-buahan yang menjadi unggulan Kabupaten Sumedang diantaranya salak bongkok, sawo, pisang, melinjo, nangka dan masih banyak lagi.

4.2. Karakteristik Sifat Kimia Tanah di Kebun Salak Lokal Sumedang

Dari ketiga lokasi (Tabel 4) tampak bahwa nilai pH tanah di lokasi 2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Nilai C-organik dari ketiga lokasi menunjukan bahwa nilai C-organik di lokasi 2 lebih tinggi. Tingginya nilai C-organik di lokasi 2 diduga berasal dari tumpukan serasah daun tanaman salaknya dan dari daun tanaman lain (tanaman melinjo dan bambu) yang ada di sekitar lokasi kebun.


(59)

. Karakteristik Sifat Kimia Tanah.

karakteristik Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

pH H2O 6.10 6.40 5.72

pH KCl 4.65 5.50 4.55

C-Organik (%) 1.89 2.73 1.27

N-Total (%) 0.19 0.27 0.19

P tersedia (ppm) 2.65 2.34 7.16 Basa dapat dipertukarkan (me/100g)

Ca 4.11 7.29 4.09

Mg 2.88 3.92 2.13

K 0.48 1.86 1.03

Na 0.22 0.54 0.11

Unsur Mikro (ppm)

Fe 0.17 0.10 0.38

Mn 2.15 2.31 3.08

Zn 0.29 0.18 0.62

Cu 0.34 0.16 0.31

Al dd (me/100g) Tu Tu Tu

KTK (me/100g) 14.41 18.19 11.47

KB (%) 53.37 74.82 64.17

Keterangan : Lokasi 1= kebun salak asam;Lokasi 2=kebun salak sepat ;Lokasi 3=kebun salak manis

Di lokasi 1 dan lokasi 3 nilai N-totalnya sama, dan nilai N-total di lokasi 2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai N-total di lokasi 2 diakibatkan oleh kandungan bahan organik tinggi yang berasal dari tumpukan serasah tanaman salak dan daun tanaman di sekitar kebun salak.


(60)

Analisis di lokasi 3 nilai P tersedia lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Tingginya nilai P tersedia di lokasi 3 disebabkan oleh tingginya bahan mineral yang mengandung fosfor di tanah tersebut dan tingkat pelapukannya. Selain itu, yang mempengaruhi tingginya nilai P di lokasi 3 disebabkan oleh nilai pH. Nilai pH tanah semakin rendah maka absorpsi bentuk H2PO4- akan meningkat.

Hasil analisis KTK tanah dari ketiga lokasi menunjukan bahwa di lokasi 2 nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai KTK di lokasi 2 dipengaruhi oleh pH tanah dan bahan organik (serasah daun tanaman) di sekitar lokasi 2. Hasil analisis Kejenuhan basa di tiga lokasi juga menunjukan bahwa di lokasi 2 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 3.

Dari ketiga lokasi menunjukan bahwa di lokasi 2 nilai Ca dd, Mg dd, K dd, dan Na dd lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai Ca dd, Mg dd, K dd, dan Na dd di lokasi 2 diduga berasal dari penambahan bahan organik yang berasal dari serasah daun tanaman yang berada di sekitar lokasi 2.

Nilai Fe di lokasi 3 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Kandungan Fe pada tanah di lokasi 3 jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan Fe pada lokasi 1 dan lokasi 2, hal ini diakibatkan oleh tanah di lokasi 3 mempunyai nilai pH paling rendah sehingga kandungan Fe paling tinggi. Nilai Mn dan Zn dari ketiga lokasi menunjakan bahwa di lokasi 3 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Sedangkan untuk nilai Cu di lokasi 1 lebih tinggi dari lokasi 2 dan lokasi 3.

4.3. Kandungan Hara Tanaman Salak Lokal Sumedang dan Salak pondoh Solihin (2001) menjelaskan untuk mengetahui unsur-unsur hara yang paling berperan terhadap mutu dan hasil tanaman salak serta status hara maka diperlukan suatu pendekatan melalui status hara di daun, hal ini merupakan cara yang tepat karena status hara daun mencerminkan status hara tanah yang tersedia bagi tanaman.


(61)

Tabel 5. Kadar Hara Daun Tanaman Salak Sumedang

Lokasi

N P K Na Ca Mg Fe Mn Cu Zn

………. (%) ………. ………. (ppm) ………. 1 1.74 0.083 1.49 0.5 1.46 0.44 199,66 25.72 10,6 6,97 2 1.96 0.078 1.73 0.59 1.71 0.59 163.38 12,98 11,52 9,91 3 2.13 0.10 2.85 0.98 0.50 0.49 272.92 40,08 11,64 9,24 4 1.86 0.11 2.51 1.46 0.76 0.59 273,9 35,22 51,7 10,3 Keterangan:Lokasi 1=salak asam;Lokasi 2=salak sepat;Lokasi 3=salak manis(agak);Lokasi4=salak manis(dekat kandang kambing).

Dari hasil analisis daun yang disajikan pada Tabel 5 terlihat bahwa kandungan fosfor dan nitrogen di ke empat lokasi hampir sama. Nilai K, Na, Fe dan Mn di lokasi 3 dan lokasi 4 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Nilai kalsium di lokasi 1 dan lokasi 2 lebih tinggi dari lokasi 3 dan lokasi 4. Nilai kandungan Cu dan Zn antar lokasi tidak berbeda jauh.

Hasil penelitian diatas dapat diasumsikan bahwa yang mempengaruhi perbedaan rasa salak lokal di Kabupaten Sumedang dari segi kebutuhan hara tanaman adalah kandungan K, Na, Fe dan Mn. Ke empat unsur hara tersebut yang paling terlihat jelas pengaruhnya terhadap rasa salak lokal Sumedang adalah kalium, dimana tanaman salak yang memiliki rasa manis respon terhadap penyerapan K lebih tinggi. Mengel dan Kirby (1982) menjelaskan bahwa respon pengambilan K oleh tanaman tergantung pada level N. Hal ini terbukti pada tanaman salak manis pengambilan K lebih tinggi dan pengambilan N rendah. Selain itu, fungsi dari kalium sendiri yaitu berpengaruh pada aktivitas fotosintesis, sebagai aktivator enzim dalam produksi ATP. Asumsi tingginya kandungan kalium pada salak lokal Sumedang yang memiliki rasa manis ditunjang oleh hasil penelitian Erna (2003) bahwa pada tanaman pepaya yang diberi pupuk KCl dengan dosis yang tinggi dapat meningkatkan rasa manis pada buah pepaya. Selain itu ditunjang pula oleh beberapa penelitian pada tanaman kelapa menunjukan bahwa pemupukan kalium menghasilkan respon yang paling bagus bila dibandingkan dengan pemupukan nitrogen dan fosfor (Uexkull, 1960; Ng dan Thong, 1985).


(62)

Tabel 6. Kadar Hara Daun Tanaman Salak Pondoh

Lokasi

N P K Na Ca Mg Fe Mn Cu Zn

………. (%) ………. ………. (ppm) ……….

1 2.15 0.10 1.57 0.72 1.67 1.29 620.63 173.68 53.13 84.93 2 2.23 0.11 1.34 0.62 1.42 1.59 584.67 163.97 59.33 91.28 Keterangan: Lokasi 1= salak Pondoh Hitam; Lokasi 2= salak Pondoh Kuning.

Tabel 6 menunjukan kandungan hara dari daun salak pondoh dengan varietas pondoh hitam dan pondoh kuning. Perbedaan yang paling mencolok antara salak pondoh hitam dan salak pondoh kuning dilihat dari segi ukuran buah, bentuk dan rasa. Salak pondoh kuning memiliki rasa agak sepat walaupun sedikit jika dibandingkan dengan salak pondoh hitam yang memiliki rasa manis tanpa ada sedikit sepat.

Hasil dari analisis terhadap daun tanaman salak pondoh kuning dan salak pondoh hitam perbandingan nilai kandungan hara yang terdapat di kedua varietas salak tersebut tidak berbeda jauh (Tabel 6).

Tabel 7. Rasio Ca/K Daun Tanaman Salak Sumedang dan Salak Pondoh

Lokasi

Ca K Ca/K ...(%)... ...(%)...

1 1.46 1.49 0.98

2 1.71 1.73 0.99

3 0.50 2.85 0.18

4 0.76 2.51 0.30

Salak pondoh hitam 1.67 1.57 1.06

Salak pondoh kuning 1.42 1.34 1.05

Keterangan:Lokasi 1=salak asam;Lokasi 2=salak sepat;Lokasi 3=salak manis(agak);Lokasi4=salak manis(dekat kandang kambing).

Tabel 7 menunjukan rasio Ca/K pada daun salak Sumedang yang berasa manis ( 0.18 % dan 0.30 %) lebih rendah dibandingkan dengan rasio Ca/K daun


(63)

salak yang berasa asam dan sepat ( 0.99 % dan 0.98 %). Tingginya rasio Ca/K pada salak asam dan sepat mengakibatkan rendahnya jumlah kalium yang dijerap oleh tanaman. Sedangkan pada salak manis rendahnya rasio Ca/K mengakibatkan tingginya jumlah kalium yang dijerap oleh tanaman.

Faktor lain yang mempengaruhi terhadap rasa manis pada salak pondoh jika dibandingkan dengan salak Sumedang adalah pemberian sulfur. Sulfur yang berada di daerah perkebunan salak pondoh berasal dari hasil erupsi gunung merapi sedangkan di kebun salak lokal Sumedang tidak terjadi erupsi, karena tidak terjadi erupsi maka kandungan sulfur di tanahnya rendah. Tingginya kandungan sulfur di kebun salak pondoh mengakibatkan rasa buahnya manis. Oleh karena itu, pada salak lokal Sumedang jika menginginkan buahnya berasa manis sama seperti salak pondoh maka perlu ditambahkan sulfur. Penambahan sulfur pada salak lokal Sumedang bisa dilakukan dengan cara penyiraman tanaman menggunakan air yang mengandung sulfur dan pada saat pemupukan dilakukan penaburan sulfur pada masing-masing tanaman.

Selain kebutuhan hara, aspek budidaya pada salak lokal Sumedang perlu diperhatikan karena, faktor budidaya sedikitnya dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas salak lokal Sumedang. Solihin (2001) melaporkan bahwa tahap awal dari penanaman tanaman salak pondoh adalah pengolahan dan pembongkaran tanah, penanaman, pengairan, pengaturan jarak tanam, pemupukan dan pengendalian hama penyakit, penyiangan/pemangkasan pelepah daun, penyerbukan, pencangkokan dan panen. Pengolahan tanah dan pembongkaran tanah berfungsi untuk membalikan unsur-unsur hara dan supaya tanah menjadi gembur, pengaturan jarak tanam untuk menghindari persaingan dalam pengambilan unsur hara di tanah, pemupukan dan pengendalian hama penyakit untuk memberikan kebutuhan hara tanaman dan mengantisipasi hama penyakit yang mengganggu tanaman salak, dan penyiangan berfungsi untuk mengatur iklim mikro dengan cara melakukan pemangkasan pada pelepah daun tua.


(64)

1. Pada varietas yang sama kandungan Kalium dan Natrium di tanaman salak manis lebih tinggi dibandingkan dengan salak asam dan sepat. Tanaman dengan kandungan Kalium rendah tingkat kemanisan pada buah berkurang.

2. Kandungan unsur mikro Fe dan Mn pada salak manis lebih tinggi dibandingkan salak asam dan sepat.

3. Faktor budidaya pada tanaman salak lokal Sumedang tidak begitu diperhatikan seperti pada tanaman salak pondoh, padahal faktor budidaya sedikitnya dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas salak lokal Sumedang.

5.2. Saran

Perlunya dilakukan penelitian di lapangan dengan memberikan perlakuan pemupukan K dan unsur mikro (Fe dan Mn) terhadap tanaman yang memiliki rasa asam, sepat dan manis sehingga dapat diketahui pengaruh penambahan unsur-unsur tersebut terhadap rasa buah salak. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan cara budidaya dan kemungkinan perlu ditambahkannya sulfur pada tiap-tiap tanaman salak Sumedang dengan mengikuti cara budidaya dan pemberian sulfur pada salak pondoh.


(1)

V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

1. Pada varietas yang sama kandungan Kalium dan Natrium di tanaman salak manis lebih tinggi dibandingkan dengan salak asam dan sepat. Tanaman dengan kandungan Kalium rendah tingkat kemanisan pada buah berkurang.

2. Kandungan unsur mikro Fe dan Mn pada salak manis lebih tinggi dibandingkan salak asam dan sepat.

3. Faktor budidaya pada tanaman salak lokal Sumedang tidak begitu diperhatikan seperti pada tanaman salak pondoh, padahal faktor budidaya sedikitnya dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas salak lokal Sumedang.

5.2. Saran

Perlunya dilakukan penelitian di lapangan dengan memberikan perlakuan pemupukan K dan unsur mikro (Fe dan Mn) terhadap tanaman yang memiliki rasa asam, sepat dan manis sehingga dapat diketahui pengaruh penambahan unsur-unsur tersebut terhadap rasa buah salak. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan cara budidaya dan kemungkinan perlu ditambahkannya sulfur pada tiap-tiap tanaman salak Sumedang dengan mengikuti cara budidaya dan pemberian sulfur pada salak pondoh.


(2)

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek dan Budidaya. UI Press. Jakarta. 485 hal. Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang. 2007. Laporan Akhir Tahun. (Tidak

dipublikasikan).

Epstein, Emanuel. 1972. Mineral Nutrition Of Plants Principles and Perspectives. University California. New York.

Harsono, Tri. 1994. Studi Taksonomi Kultivar Salak (Salacca zalacca Var. Zalacca). Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 70 hal. Herliani, Leni., Elin, Slamet, dan I Ketut. 2001. The Use of Salacca Fruit (Salacca

edulish Reinw) variety of bongkok extracts as antioxidant and inhibitor of uric acid. Pharmacy School. ITB.

Jones J.B., B. Wolf and H.A. Mills. 1991. Plant Analysis Handbook. Micro Macro Publishing, Inc. USA.

Jones, Ulysses. 1979. Fertilizers and Soil Fertility. Clemson University. Clemson. Joyce, D. 2001. The Quality Cycle. P. 1-10. In : R. Dris, R. Niskanen and S. M.

Jain (Ed). Crop Management and Postharvest Handling of Horticulture Products. Science Publisher, Inc. New Hampshire, USA.

Kader, A. A. 1992. Quality and Safety Factor. P. 185-189. In: A. A. Kader (Ed). Postharvest Technology of Horticultural Crops. University of California. California.

Kiswanto. 2003. Pengaruh umur panen terhadap kadar gula, kadar asam dan tanin pada buah salak pondoh varietas manggala. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada. 92 hal.

Lindsay, W. L. 1979. Chemical Equilibria in Soil. John Wiley and Sons. New York.

Mahyar, U. W. 1993. Salak. Dalam H. Sutarno, H. Sujito, S. S. Hardjadi. Pendayagunaan Tanaman Buah-buahan pada Lahan Kritis. Yayasan Prosea Bogor, MAB Indonesia, UNESCO/ROSTSEA Jakarta, Indonesia. 41-43 hal. Marschner, H. 1986. Mineral NutritionOf Higher Plants. Acad Press. Orlando.


(3)

24

Mengel, K and E. A. Kirby. 1982. Principles of Plant Nutrition. 3rd edition. Int. Potash. Ins. Bern. 655 p.

Mogea JP. 1977. Jenis-jenis salak di Malesiana. Makalah Seminar Biologi V dan Kongres III Biologi, Indonesia. Malang. 12 hal.

Mogea JP. 1982. Salacca zalacca, the Correct name for the salak palm. Principles 26: 70-72.

Ng, S. K and K. C. Thong. 1985. Potassium in The Agricultural System of The Humid Tropics. Proc. Int. Potash. Ins. Bangkok. 81-95 p.

Purnomo, H. 2001. Budidaya Salak Pondoh. Aneka Ilmu. Semarang. 70 hal. Purwanto, J., M. Rahayu, dan H. Sutarno. 1988. Toleransi Biji Salak Terhadap

Penurunan Kadar Air, Suhu, dan Serangan Jamur. Berita Biologi. 390 – 395 hal.

Rahman, Ganjar. 2007. Sumedang Dalam Angka. BPS Kabupaten Sumedang. (Tidak dipublikasikan).

Samson, J. A. 1986. Trofical Fruits. 2nd. Longman. New York, USA. 336 p. Santoso, Budi. 1990. Salak Pondoh. Kanisius. Yogyakarta.

Schuiling, D. L. and J. P. Mogea. 1990. Salacca zalacca var. Zalacca (Gaertn) voss. In D. E. Soltis and P. S. Soltis (Eds.) Isozymes in Plant Biology. Dioscorides Press. Portland, Oregeon. 1-4 p.

Schuiling, D. L. And J. P. Mogea. 1989. Salacca zalacca (Gaertner) voss. In E. Westphal and P. C. M. Jansen (eds). Plant Resources of South East Asia. Pudoc wageningen.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

Soil Survey Laboratory (SSL). 1995. Soil Survey Laboratory Information Manual. National Soil Survey Center. Soil Survey Laboratory. Lincoln – Nebraska. Solihin. 2001. Kajian faktor-faktor penentu produktivitas salak pondoh di

Wilayah Sleman. Tesis. Institut Pertanian Bogor. 70 hal.

Suter, I. K. 1988. Telaah sifat buah salak di Bali sebagai dasar pembinaan Mutu Buah. Disertasi Doktor, Institut Pertanian Bogor. 300 hal.


(4)

Tan, K. H. 1982. Principle of Soil Chemistry. Macell Dekker, Inc. New York. Tan, K. S. 1953. Bercocok Tanaman Buah-buahan Salak. Kursus Mantri

Perkebunan Rakyat. Hortikultura. 45-47 hal.

Tjahyadi, N. 1990. Bertanam Salak. Yayasan Kanisius, Yogyakarta. 55 hal.

Tri, Erna. 2003. Pengaruh pemupukan kalium terhadap produktivitas buah pepaya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 30 hal.

Uexkull, H. V. 1960. Fertilizer Use. 2nd edition. Verlogsgesellschaftfur Ackerbau mbH. Hannover. 593 p.

Verheij, E. W. M. Dan Coronel, R. E. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2 Buah – Buahan yang dapat Dimakan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 568 hal.


(5)

26

L

L

LA

A

AM

M

MP

P

PI

I

IR

R

RA

A

AN

N

N


(6)

(a) (b)

(c) (d) Gambar Lampiran 1. Salak manis 1 (a), Salak manis 2(dekat kandang kambing)