Beberapa praktek perlindungan hak Asasi sebagai Tersangka dan

Remisi merupakan implementasi pembinaan dan bimbingan berdasarkan pancasila.

C. Beberapa praktek perlindungan hak Asasi sebagai Tersangka dan

Terdakwa di beberapa Negara Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bassiouni terhadap banyak peraturan Hukum Acara Pidana yang secara positif berlaku di Negara-negara didunia, dapat diketahui adanya suatu standar perlindungan HAM yang berlaku secara universal 77 . Sebagaimana contoh, ketentuan mengenai penggunaan cara-cara penyiksaan terhadap tersangka dan terdakwa dinegara-negara yang tergolong refresif seperti Cina dan Vietnam. Didalam praktiknya, apa yang tercantum dalm undang- undang seringkali tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh rezim politik yang berkuasa dinegara tersebut. 1. Perlindungan hak asasi tersangka dan terdakwa di Republic Demokratik Vietnam Pada tahun 1992 Vietnam melakukan perombakan konstitusi untuk mendukung proses ekonomi yang kala itu diberlakukan kebijakan reformasi ekonomi yang berorientasi pasar 78 . Dalam kontitusi yang baru, pemerintah mengakui rule of the law dan melindungi HAM. Sekalipun dalam kenyataannya pemerintah tetap saja membatasi hak-hak individu dengan alasan keamanan Negara. Hukum acara Vietnam melarang penyiksaaan fisik. Tidak ada laporan sah mengenai kekejaman polisi selama melakukan interogasi terhadap tersangka. 77 O.C Kaligis, Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa Dan Terpidana Bandung: P.T. ALUMNI 2006, hlm 191. 78 Ibid, hlm 192 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Namun, laporan diam-diam dari mantan tersangka atau terpidana mengenai kekejaman polisi terus terjadi. Pada tahun 1989, Vietnam melakukan amandemen Hukum Acara Pidana dan memasukkan beberapa bentuk perlindungan HAM, antara lain pembatasan waktu penahanan, hak tersangka atau terdakwa untuk mengetahui dakwaan atau tuntutan apa yang diajukan terhadapnya, larangan penghukuman badan dan hak untuk didampingi oleh kuasa hukum selama interogasi penyidikan. Namun sampai kini praktik lama masih berlangsung bukan menjadi kebijakan pemerintah. Tindakan penggeledahan daan penahanan harus dilakukan dengan surat perintah yang sah, dan tidak dapat dibantah. Tidak ada tindakan hukum dari tersangka untuk menguji apakah penggeledahan atau penahanan itu sah atau tidak. Praktiknya menunjukkan seringkali petugas yang berfungsi sebagai aparat keamanan dapat menahan atau menangkap rakyat biasa tanpa memberikan surat perintah. Hal ini terjadi karena disetiap kota terdapat komite keamanan yang memiliki petugas keamanan tersendir dan dalam melakukan aktivitasnya mereka tidak memerlukan koordinasi dengan lembaga peradilan. Disamping itu, dengan sistem komunis yang sangat kuat, banyak tindakan yang sebetulnya tidak termasuk tindak pidana, tetapi diperlakukan bahkan dihukum selayaknya suatu tindak pidana. Meskipun Vietnam merupakan salah satu Negara yang menandatangani ICCPR, tetapi berdasarkan laporan Komite HAM PBB, masih terdapat rakyat yang ditahan sampai satu tahun oleh polisi tanpa diajukan kepengadilan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tidak semua perkara tindak pidana umum dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Perkara yang berkaitan dengan rahasia Negara dan perkara yang berkaitan dengan moral-etika diperiksa dalam persidangan yang tertutup. Selain itu dalam kejahatan yang berkaitan dengan national security, seseorang dapat dikenakan tahanan rumah selama 2 tahun, tanpa suatu putusan pengadilan. Di Vietnam, sistem pemerintahan sosial-demokratik sudah berjalan menjadi suatu sistem tersendiri yang menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk sistem peradilan sehingga tidaklah mudah untuk mengubah pendekatan criminal control kepada sistem yang lebih mengedapankan perlindungan hak asasi tersangka, terdakwa dan terpidana tanpa adanya perubahan dan dukungaan utama dari pemerintah itu sendiri. 2. Perlindungan hak asasi tersangka dan terdakwa di Repulik Rakyat Cina Seperti juga Vietnam yang menjadikan paham komunisme sebagai ideologi Negara, maka Cina juga memberlakukan suatu sitem penyidikan dan penahanan yang lebih mirip hukuman, karena tersangka dapat ditahan tanpa batas waktu dengan sedikit atau tidak ada akses sama sekali dengan dunia luar 79 . Dalam Revisi Hukum Acara Pidana, seorang tersangka dapat ditahan untuk maksimal 37 tiga puluh tujuh hari sebelum penuntut umum memberikan ijinnya untuk penahanan formalresmi. Dari 5 lima jenis penahanan yang dilakukan oleh polisi yang diatur dalam hukum acara, hanya satu jenis penahanan saja yang diawasi dan wajib diketahui diijinkan oleh penuntut umum. Tidak ada upaya bagi tersangka untuk memprotes 79 Ibid, hlm 195 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA penangkapan atau penahanannya. Tidak ada hak untuk habeas corpus, tidak ada hak untuk meminta penahanan dengan jaminan dan hanya sedikit hak bagi tersangka yang ditahan lebih dari batas waktu yang ditetapkan oleh undang- undang. Kewajiban untuk memberitahukan keluarga tersangka dikesampingkan jika polisi berpendapat bahwa pemberitahuan tersebut justru akan menghalangi penyidikan perkara. Pada masa lalu, seorang tersangka akan diberikan hak untuk menunjuk penasihat hukum hanya 7 tujuh hari sebelum pengadilan perkara tersebut dimulai. Pada hukum acara yang baru, tersangka diberitahukan haknya untuk menunjuk penasihat hukum sejak berkas perkaranya dilimpahkan oleh polisi kepada penuntut umum untuk memperoleh putusan, apakah perkara tersebut akan diajukan didepan persidangan atau tidak. Apabila tersangka mempunyai penasihat hukum sendiri, sejak awal disidik atau ditahan oleh polisi, tersangka berhak didampingi oleh penasihat hukumnya. Ketentuan ini disempurnakan dengan kewajiban bagi pengadilan untuk menunjuk seorang penasihat hukum bagi tersangka yang diancam dengan tuntutan hukuman mati. Didalam hukum acara yang baru juga dimasukkan ketentuan bahwa tidak seorangpun dapat dipersalahkan atas suatu kejahatan, kecuali melalui suatu putusan pengadilan. Di Negara ini juga belum ada suatu lembaga yang secara efektif mencegah atau melindungi terdakwa atau terpidana dari siksaan fisik walaupun sudah banyak kasus kematian dalam tahanan serta keadaan tahanan yang kotor serta kelaparan yang disengaja supaya tahanan memberikan pengakuannya. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Perlindungan hak asasi tersangka dan terdakwa di Kerajaan Saudi Arabia Saudi Arabia adalah Negara yang mendasari hukumnya pada syariat atau Hukum Islam sebagaimana diungkapkan dalam al- Qur’an dan Hadits 80 . Syariat mengemukakan sifat kesatuan kemanusiaan sebagai ciptaan Allah. Oleh karena HAM dipandang bersumber dari Allah pencipta semesta alam. Dalam pengertian ini HAM adalah hak yang bersifat abadi yang tidak dapat diubah, diperpanjang atau dikurangi oleh individu maupun oleh masyarakat atau pemerintah. Setiap pelanggaran HAM adalah kejahatan. Prinsip presumption of innocence merupakan dasar dari Hukum Acara Pidana yang diatur dalm syarat. Dalam konstitusi Arabia telah diatur ketentuan-ketentuan perlindungan HAM sebagai dasar hukum positif, antara lain: a. Negara melindungi HAM setiap orang sesuai dengan syariat b. Tidak seorangpun dapat ditangkap, ditahan atau diabatasi kebebasannya bertindak kecuali karena ketentuan hukum. c. Rumah tidak dapat dimasuki tanpa ijin dari penghuninya, termasuk dalam hal penggeledahan kecuali dalam kondisi dimana hal tersebut diijinkan oleh hukum. d. Hukuman bersifat personal, tidak ada kejahatan atau hukuman kecuali jika ditentukan oleh hukum atau undang-undang sana hukuman akan diberikan terhadap suatu perbuatan yang dilakukan pada saat telah ada suatu perbuatan yang dilakukan pada saat telah ada suatu peraturan yang mengatur menetapkan bahwa perbuatan tersebut adalah kejahatan 80 Ibid, hlm 197 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dan beberapa hal yang berkaitan sengan perlindungan HAM terhadap tersangka, terdakwa dan terpidana, yang berlaku di Saudi Arabia antara lain: a. Tersangka berhak menggunakan penerjemah dalam setiap tanya jawab jika dibutuhkan b. BAP ditulis secara tertulis, tanpa kesalahan, tanpa tambahan dan tanpa ruang dan ditandatangani oleh penyidik dan tersangka. c. Tersangka berhak didampingi oleh penasihat hukum dalam setiap BAP. Penasihat hukum diperbolehkan untuk menulis suatu memorandum yang berisi komentarnya terhadap BAP dan oleh penyidik memorandum tersebut harus dimasukkan dan disatukan dalam berkas perkara. Penyidik tidak berhak membatasi atau memisahkan tersangka dari penasihat hukumnya selama pemeriksaan berlangsung. d. Tersangka tidak bisa diperlakukan secara kejam, baik fisik maupun mental e. Tersangka berhak untuk menggugat perintah penahanannya atau perintah perpanjangan penahanannya. f. Tersangka harus diberitahukan mengenai tuntutan terhadapanya sebelum diinterogasi. 4. Perlindungan hak asasi tersangka dan terdakwa di Argentina, Jepang dan Austria 81 Sebagai perbandingan dalam KUHP Argentina diatur secara jelas dan tegas mengenai sanksi pidana terhadap penyidik, penuntut umum, hakim dan bahkan 81 Ibid, hlm 203 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA aparat LP yang melakukan penyimpangan dalam proses penangkapan, penahanan, penuntutan pengadilan dan dalam proses pembinaan di LP. Dalam KUHP Jepang ditegaskan juga antara lain bahwa seseorang yang melawan hukum, menahan atau mengurung orang lain, diancam pidana penjara kerja paksa selama tidak kurang dari 3 tiga bulan dan tidak lebih dari 5 lima tahun. Dalam KUHP Austria diatur juga antara lain bahwa jika seseorang secara sewenang-wenang menahan seseorang dan tidak mempunyai alasan untuk membuktikan bahwa ia adalah pelaku delik berat dan juga tidak dapat menganggapnya sebagai orang yang jahat atau berbahaya, atau dengan cara apapun menghalang-halanginya melakukan kebebasan pribadinya, dikenakan pidana penjara dari enam bulan sampai satu tahun. Jika penahanan berlangsung lebih dari tiga hari atau jika orang yang ditahan menderita suatu kerugian atau penderitaan lainnya disamping perampasan kemerdekaan, dijatuhkan pidana penjara berat dari satu sampai lima tahun. Hukum pidana materil yang berlaku dinegara-negara tersebut diatas merupakan suatu perlindungan bagi hak asasi seorang tersangka, terdakwa atau terpidana, khususnya hak atas kemerdekaan pribadi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN