commit to user
7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kitin dan Kitosan Kitin disebut juga sebagai poli 1,4-2-asetamida-2-deoksi-
β-D-glukosa atau
poli- β-1,4-N-asetilglukosamin merupakan polimer alami yang
kelimpahannya terbesar setelah selulosa. Kitosan adalah derivatif dari kitin melalui proses deasetilasi kitin disebut juga poli 1,4-2-amina-2-deoksi-
β-D- glukosa atau poli-
β-1,4-glukosamin. Kedua macam polimer terkandung dalam semua hewan berbuku-buku seperti serangga, udang dan kepiting. Struktur kitin,
kitosan dan selulosa memiliki kemiripan seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kitin, kitosan dan selulosa. Kitin dan kitosan memiliki struktur yang hampir sama tapi sifat kimia dan
fisika keduanya sangat berbeda. Kitosan memiliki gugus amina primer yang lebih banyak daripada kitin sehingga membuat kitosan lebih basa dan nukleofilik. Pada
saat pemanasan, kitosan cenderung terdekomposisi daripada meleleh sehingga polimer ini tidak memiliki titik leleh. Kitosan tidak larut dalam larutan netral atau
basa tetapi larut dalam larutan asam seperti asam asetat, asam format, asam laktat,
O HO
NH
2
HO O
O NH
2
O HO
HO O
HO NH
2
HO O
NH
2
O HO
HO
O HO
OH HOH
2
C O
O OH
O HO
HOH
2
C O
HO OH
HOH
2
C O
OH O
HO HOH
2
C
kitosan
selulosa kitin
O HO
NHAc OH
O O
NHAc O
HO OH
O HO
NHAc OH
O NHAc
O HO
OH
HO HO
HO HO
commit to user 8
dan asam glutamat. Ketika kitosan dilarutkan dalam larutan asam, gugus amina primer dalam kitosan akan terprotonasi dan bermuatan positif. Oleh karena itu,
molekul kitosan yang tersolvasi merupakan polikationik dan dapat terkoagulasi jika ditambahkan partikel atau molekul yang membawa muatan negatif seperti
sodium alginat, anion sulfat dan phosphat. Namun kitosan juga rentan terhadap hidrolisis dengan katalis asam atau basa sehingga terjadi proses depolimerisasi
dengan pe mutusan ikatan β-glikosidik Shepherd, 1997. Kitin dan kitosan
mempunyai sifat dapat terbiodegradasi, biokompabilitas, tidak berbau, tidak beracun, secara umum tidak larut dalam pelarut organik tetapi larut dalam asam
atau basa encer. Oligomer dari kitin dan kitosan secara biologis dapat aktif dan berinteraksi dengan sel maupun jaringan hewan dan tumbuhan, dapat membentuk
jaringan atau matrik dengan polimer yang bermuatan negatif. Kitin dan kitosan juga berikatan dengan lemak, protein dan substansi kimia lain dalam tubuh, sesuai
dan berhubungan dengan karbohidrat yang dimiliki manusia Prashanth et al., 2007.
Pembentukan kitosan dari kitin dilakukan dengan pemutusan gugus asetil menggunakan nukleofil kuat. Mekanisme pemutusan asetil pada Gambar 2.
H N
C CH
3
O
+ OH
H N
C CH
3
O O
H NH
NH
2
+
H
3
C C
O O
=
O H
H H
H OH
CH
2
OH H
O
Kitin
Kitosan
H
3
C C
O OH
+
Gambar 2. Reaksi hidrolisis pada proses deasetilasi kitin oleh basa kuat Champagne, 2002
Dalam hidrolisis basa terhadap kitin dan kitosan, adanya oksigen dan ion hidroksil tidak menginisiasi putusnya ikatan glikosida. Kemungkinan disebabkan
oleh adanya air yang berlebih dalam larutan. Adanya nukleofilik dari NaOH, KOH, NaCl, NaI, dan KI dalam kondisi atmosfer udara bebas, O
2
, N
2
tidak memberikan perbedaan BM karena rasio perbandingan BMBM
dalam kondisi
commit to user 9
tersebut adalah sama. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi-kondisi tersebut memiliki pengaruh yang sama terhadap putusnya ikatan glikosida Chebotok et
al., 2006. Performance sifat-sifat kitosan sangat dipengaruhi oleh 2 parameter
penting yaitu: derajat deasetilasi DD dan berat molekul BM. Variasi BM kitosan dengan DD tetap diperoleh melalui metode hidrolisis asam asetat Liu et
al., 2006. Nilai DD dan BM ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi basa, temperatur, waktu dan pengulangan proses selama pembentukan kitosan.
Tretenichenko et al. 2006 melaporkan tentang karakteristik kitosan yang dihasilkan dari berbagai variasi kondisi perlakuan dalam proses isolasi kitin
maupun deasetilasi kitin menjadi kitosan. Kitosan tersebut mempunyai derajat dasetilasi 70-87, berat molekul 270.000-660.000 gmol. Sementara, kitosan
hasil isolasi Tolaimate et al. 2003 mempunyai karakteristik dengan harga derajat deasetilasi 95,5-99, berat molekul 174.000-590.000 gmol dan. Kitosan hasil
isolasi mempunyai karakteristik dengan harga derajat deasetilasi 86-89, berat molekul 290.000-305.000 gmol. Kitosan komersial, umumnya bersifat heterogen
dengan derajat deasetilasi 60-90 dan berat molekul 50.000-200.000 gmol Rege dan Lawrence., 1999.
Pengukuran DD kitosan dapat dihitung melalui beberapa metode antara lain: metode spektrofotometer IR yang diusulkan oleh Domzy dan Robert base
line a dan yang diusulkan oleh Baxter base line b serta pengembangannya Brugnerotto et al., 2001; Khan et al., 2002, XRD Zhang et al., 2005, first
derivative UV-Spectrophotometry, HBr titrimetry Khan et al., 2002, high intensity ultrasonicated Baxter et al., 2005, dan titrasi potensiometri Balazs et
al., 2007. 2. Silika SiO
2
Silikon jarang ditemukan secara alami dalam bentuk murninya. Silikon murni yang terkandung kerak bumi sekitar 25,7. Silikon berikatan kuat dengan
oksigen dan hampir selalu ditemukan sebagai silikon oksida, SiO
2
quartz atau sebagai silikat SiO
4 4-
. Silikon ditemukan sebagai mineral asli hanya dalam
commit to user 10
pernafasan vulkanis dan kandungan kecil dalam emas. Silika adalah suatu istilah yang digunakan dalam geologi untuk SiO
2
atau silikon dioksida dalam bentuk quartz atau sebagai segmen kimia dari silikat atau silikon dioksida yang larut
dalam air. Unit dasar kimia dari silikat adalah SiO
4 4-
bentuk tetrahedron. Ion pusat silikon mempunyai muatan positif empat dimana oksigen mempunyai muatan
negatif dua 2- dari energi ikatan total oksigen. Kondisi ini memungkinkan oksigen mengikat ion silikon sehingga menghubungkan satu SiO
4 4-
tetrahedron dengan yang lain. Struktur tetrahedron silikat ini sungguh mengagumkan karena
dapat membentuk unit tunggal, unit ganda, rantai, lembaran, cincin dan struktur kerangka Berry et al., 1983.
Scott 1993 menyatakan bahwa silika bersifat amorf, mempunyai daya serap tinggi, serta sebagian berada dalam bentuk terhidrat. Silika amorf memiliki
densitas yang rendah, luas permukaan yang besar dan porositas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai katalis. Silika memiliki gugus aktif pada
permukaannya yaitu gugus silanol Si-OH dan gugus siloksan Si-O-Si Oscik, 1982. Silika dipilih sebagai hostinang material agar dapat berfungsi sebagai
pembatas pertumbuhan kristal oksida yang berada didalamnya sehingga ukuran partikel menjadi sangat kecil. Efektivitas dari suatu semikonduktor dapat
meningkat jika memiliki ukuran partikel relatif kecil atau dalam skala nanometer Ekimov et al., 1985.
3. Bakteri Organisme prokariotik secara garis besar dikelompokkan menjadi 2
kelompok besar yaitu Eubakteri yang merupakan bakteri sejati dan Archaea. Kelompok Archaea meliputi organisme prokariotik yang tidak memiliki
peptidoglikon pada dinding selnya. Eubakteri dibagi 4 kategori utama berdasarkan ciri khas dinding selnya yaitu: eubakteri gram-negatif yang memiliki dinding sel,
eubakteri gram-positif yang memiliki dinding sel, eubakteri yang tidak memiliki dinding sel, dan arkeobakteri Pratiwi, 2005. Sel bakteri memiliki struktur
eksternal dan internal sel. Salah satu struktur eksternal sel bakteri adalah dinding
commit to user 11
sel sedangkan salah satu struktur internal sel bakteri adalah membran plasma atau membran sitoplasma.
Dinding sel bakteri merupakan struktur komplek dan berfungsi sebagai penentu bentuk sel, pelindung dari kemungkinan pecahnya sel, pelindung isi sel
dari perubahan lingkungan luar sel. Dinding sel terdiri dari atas peptidoglikan atau murein yang menyebabkan kakunya dinding sel. Peptidoglikan merupakan
polimer yang tersusun atas perulangan disakarida yang tersusun atas monosakarida N-asetilglikosamin NAG dan N-asam asetilmuramid NAM yang
melekat pada suatu peptida yang terdiri dari 4 atau 5 asam amino yaitu L-alanin, D-alanin, asam D-glutamat, dan lisin atau asam diaminopimelat membentuk
selubung mengelilingi sel. Asam amino dalam kondisi lingkungan tertentu netral berada dalam bentuk ion dipolar switter ion dengan memiliki ion negatif dan
positif sekaligus. Asam-asam amino lisin memiliki rantai cabang yang dapat bermuatan positif maupun negatif. Asam-asam glutamat memiliki rantai cabang
berupa asam dan bermuatan negatif Brooks et al., 1996. Dinding sel bakteri gram positif mengandung banyak lapis peptidoglikan
membentuk struktur yang tebal dan kaku, serta mengandung asam teikoat yang terdiri dari alkohol dan fosfat sehingga sel bakteri cenderung bermuatan negatif
dan memiliki gugus hidrofilik. Dinding sel bakteri gram negatif mengandung satu atau beberapa lapis peptidoglikan dan membran luar. Peptidoglikan terikat pada
lipoprotein pada membran luar. Selain itu, terdapat daerah periplasma yaitu daerah yang terdapat diantara plasma membran dan membran luar. Dinding sel
bakteri gram negatif tidak mengandung asam teikoat dan hanya mengandung sejumlah kecil peptidoglikan sehingga dinding sel gram negatif relatif tidak kaku
dan relatif lebih tahan terhadap kerusakan mekanis Pratiwi, 2005. Membran plasma inner membran atau membran sitoplasma adalah
struktur tipis yang terdapat di sebelah dalam dinding sel dan menutup sitoplasma sel. Membran plasma tersusun atas fosfolipid dua lapis dan protein. Fosfolipid
merupakan ester asam lemak dan gliserol yang mengandung ion fosfat yang bermuatan negatif. Membran plasma berfungsi sebagai sekat selektif material-
material di dalam dan di luar sel. Membran plasma juga berfungsi untuk memecah
commit to user 12
nutrien dan produksi energi. Golongan bakteri garam negatif antara lain: Treponema, Helicobacter, Pseudomonas, Escherichia, Salmonella, Bacteriodes
sedangkan golongan bakteri garam positif antara lain: Staphylococcus, Streptococcus, Bacillus, Listeria, Mycobacterium, Streptomyces.
4. Escherichia coli Bakteri Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang sering
dibicarakan. Cukup banyak masyarakat yang tahu E. coli namun hanya sebatas bakteri ini adalah penyebab infeksi saluran pencernaan. Namun banyak
sebenarnya yang patut diketahui dari bakteri ini Liu et al., 2008.
Gambar 3. Bakteri Escherichia coli Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma proteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteri aceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli
Bakteri ini berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 micrometer dan diamater 0,5 micrometer. Volume sel E. coli berkisar 0,6 - 0,7 micrometer kubik
dan umumnya hidup pada rentang 20 - 40
o
C, optimum pada 37
o
C . Bakteri Esherichia coli merupakan bakteri gram negatif tahan hidup dalam
media yang kekurangan zat gizi Yalun, 2008. Esherichia coli merupakan bakteri yang habitatnya di lingkungan akuatik, tanah, makanan, air seni, dan tinja, dan
commit to user 13
bersifat sebagai patogen. Dinding selnya mengandung peptidoglikan dan asam teikhoat, selalu berpasangan membentuk rantai pendek atau seperti anggur,
biasanya ada di kulit dan bersifat sebagai pathogen. 5. Aktivitas Kain Antibakteri
Kain merupakan material yang penting dan menjadi kebutuhan pokok manusia sebagai pelindung badan. Kain yang baik adalah kain yang aman bagi
kesehatan dan lingkungan. Ancaman terhadap kesehatan didasarkan pada sifat kain berpori dan kasar sehingga kondusif untuk pertumbuhan mikroorganisme
seperti bakteri dan jamur. Bakteri akan menyerang kain dan berdampak pada kesehatan tubuh seperti menimbulkan bau dan infeksi serta menurunkan kualitas
kain. Sifat antibakteri tersebut dapat diperoleh melalui dua metode umum, yaitu penambahan bahan antibakteri pada polimer sebelum proses ekstrusi fibre
chemistry dan pemberian perlakuan akhir post-treatment pada serat atau kain pada tahap finishing Anonim, 2005.
Proses akhir pada produksi kain dengan pemberian nilai tambah bahan antibakteri menjadi penting untuk menghasilkan kain yang aman dan sehat. Pada
umumnya, tujuan perlakuan kain dengan bahan antibakteri Ramachandran, 2003 adalah : 1 untuk mencegah infeksi silang oleh mikroorganisme patogen, 2 untuk
mengontrol penyebaran mikroba, 3 untuk menghambat metabolisme mikroba sehingga mengurangi bau yang tidak mengenakkan, 4 untuk melindungi produk
kain dari noda dan perusakan warna serta menurunnya kualitas kain. Kain sebagai produk garment semestinya memenuhi syarat dalam hal
kemudahan pembasahan sekaligus tahan terhadap proses pencucian yang aman dan nyaman digunakan sebagai bahan pakaian. Oleh karena itu, sangat penting
memperhitungkan efek bahan yang digunakan sebagai nilai tambah pada proses akhir produksi kain terhadap kekuatan kain serta daya tahan termal dan mekanis.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari proses pemberian nilai tambah antibakteri pada kain adalah : 1 ketahanan
terhadap pencucian basah maupun kering serta pencucian dengan panas, 2 mempunyai aktivitas selektif terhadap mikroorganisme tidak menyenangkan,
commit to user 14
memberikan kontrol efektif terhadap bakteri dan jamur, 3 tidak memberikan efek berbahaya bagi produsen, pengguna maupun lingkungan, 4 metode mudah
diaplikasikan dalam proses tekstil secara umum, 5 tidak mengurangi kualitas kain Anonim, 2003.
Bahan antibakteri dapat digunakan pada kain dengan berbagai cara, seperti teknik penguapan, penambahan bahan pengisi secara kering, pelapisan,
penyemprotan dan teknik pembusaan. Ramachandran 2003 merekomendasikan beberapa senyawa yang dapat digunakan sebagai bahan antibakteri pada kain,
yaitu: 1 oksidator, seperti aldehida dan halogen yang dapat menyerang membran sel, 2 koagulan, 3 produk triklosan yang berfungsi sebagai disinfektan, 4
senyawa amonium kuartener, amina dan glukoperotamin yang menunjukkan sifat polikationik, 5 senyawa komplek logam Cd, Ag, Cu, 6 kitosan sebagai bahan
antibakteri alami. Aktifitas antibakteri dapat melalui cara membunuh mikroorganisme
bakteriosidal dan
atau penghambat
pertumbuhan mikroorganisme
bakteriostatik dengan jalan menghancurkan atau menggangu dinding sel, menghambat sintesis dinning sel, menghambat sintesisi protein dan asam nukleat,
merusak DNA, denaturasi protein, menghambat aktifitas enzim.
B. Kerangka Pemikiran