commit to user
23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan pembahasan tentang isolasi kitin dan sintesis kitosan cangkang udang, penentuan konsentrasi optimum adsorpsi logam Ag oleh
kitosan, penentuan kondisi optimum pelapisan kain katun dengan SiO
2
dan komposit
kitosanAg dan karakterisasinya serta uji aktivitas bakteri Escherichia coli pada kain.
A. Isolasi kitin dan sintesis kitosan
Isolasi kitin dan sintesis kitosan dari cangkang udang melalui beberapa tahap yaitu pembuatan serbuk cangkang udang lolos ayakan 100 mesh, proses
deproteinasi, proses demineralisasi dan proses deasetilasi. Proses deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa protein dan
lemak pada cangkang udang. Pada cangkang udang, keberadaan kitin disertai dengan adanya protein dan fraksi anorganik yang kebanyakan disusun oleh
garam-garam kalsium karbonat CaCO
3
dan kalsium fosfat Ca
3
PO
4 2
. Untuk memperoleh kitin diperlukan proses demineralisasi yang bertujuan untuk
menghilangkan mineral-mineral yang terdapat dalam kulit udang. Adapun reaksi demineralisasi dalam pelarut asam adalah sebagai berikut:
Ca
3
PO
4 2
s
+ 6 HCl
aq
3 CaCl
2 aq
+ 2 H
3
PO
4 aq
CaCO
3 s
+ 2 HCl
aq
CaCl
2 aq
+ CO
2 g
+ H
2
O
l
Adanya CO
2
yang dihasilkan dapat terlihat dari buih yang terbentuk pada proses demineralisasi. Pemutusan gugus asetil dari gugus N-asetil pada kitin
untuk menghasilkan kitosan disebut proses deasetilasi. Reaksi hidrolisis dengan basa kuat yang terjadi antara kitin dengan NaOH yang terjadi seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2. Proses isolasi kitin dari cangkang udang yang telah dilakukan sebanyak 25 g serbuk cangkang udang berat kering menghasilkan
kitin rata- rata sebanyak 4,526 g 18,10 dari cangkang udang yang kemudian sintesis kitin menjadi kitosan rata-rata menghasilkan sebanyak 3,005 g 12,02
dari berat cangkang udang kitosan.
commit to user 24
1. Karakterisasi kitin dan kitosan dengan spektroskopi IR Kitin dan kitosan yang dihasilkan dari cangkang udang dikarakterisasi
dengan spektroskopi infra merah untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsionalnya selain itu derajat deasetilasi kitosan juga dapat ditentukan.
Serapan dan gugus fungsi yang terdapat pada kitin dan kitosan disajikan pada Tabel 1 Brugnerotto et al., 2001; Ming et al., 2001; Khan et al., 2002;
Tretenichenko et al., 2006; Liu et al., 2006 Tabel 1. Gugus fungsi spektra IR kitin dan kitosan
Bil. Gelombang cm
-1
sekitar Gugus fungsi kitin dan kitosan
3448,5 O-H stretching dan N-H -NH
2
Amina 3271,0 3109,0
N-H NHCOCH
3
Amida II 2931,6 2885,3 doublet
C-H stretching C-H ring, -CH
3
dan –CH
2
- 1658,7 1630,0 doublet-singlet C=O stretching NHCOCH
3
Amida I 1596,0
N-H bending -NH
2
1419,0 1377,0 C-H bending C-Hring;-CH
2
;-CH
3
dan C-C 1558,4 1311,5
N-H C-N NHCOCH3 AmidaII III 1157,2
Brigde-O-stretching C-OC 1072,3 1026,1
C-O
asym
C-O
sym
stretching 894,9
Ring stretching C-H siklo atau ring Spektra kitin dan kitosan hasil isolasi ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Spektra IR kitin dan kitosan cangkang udang
3271 3109
-C=O 1596 cm
-1
, -NH
2
3271 3109 -NH Amida II
1658,7 1630 -C=O str
1311,5 -C-N Amida III
1558,4 –NH amida II
commit to user 25
Berdasarkan Gambar 4, spektra IR kitin muncul serapan sekitar 3271 dan 3109 cm
-1
yang menunjukkan gugus N-H NHCOCH
3
, Amida II; 2931,6 dan 2885,3 cm
-1
yang menunjukkan gugus C-H stretching; 1658,7 dan 1630 cm
-1
yang menunjukkan gugus C=O stretching NHCOCH
3
, Amida I; 1558,4 dan 1311,5 cm
-1
menunjukkan gugus N-H dan C-N NHCOCH
3
, Amida II dan III. Terbentuknya kitosan dari proses deasetilasi kitin ditandai dengan
perubahan serapan sekitar 3448,5 cm
-1
menjadi lebih lebar. Intensitas puncak serapan sekitar 3271,0 dan 3109,0 cm
-1
yang menunjukkan gugus N-H Amida II semakin rendah dan hilang. Hal ini kemungkinan disebabkan terjadi tumpang
tindih dengan serapan -NH
2
dan -OH. Serapan gugus amina lebih kecil daripada serapan gugus hidroksida karena ikatannya lebih lemah. Semakin besarnya gugus
asetil pada kitin yang tersubstitusi dengan atom H menjadi gugus amina -NH
2
, kemampuan kitosan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air semakin
besar, sehingga menyebabkan pelebaran puncak serapan sekitar 3448,5 cm
-1
dan
menyebabkan puncak serapan sekitar 3271,0 dan 3109,0 cm
-1
semakin tidak kelihatan.
Perubahan juga terjadi pada puncak serapan sekitar 1658,7 dan 1630 cm
-1
yang menunjukkan gugus C=O stretching NHCOCH
3
, Amida I. Intensitas puncak serapan ini menjadi lebih kecil dan muncul serapan baru yang lebih kecil
yaitu serapan pada bilangan gelombang 1596 cm
-1
yang menunjukkan gugus amina primer. Hal ini menunjukkan banyaknya gugus asetil yang lepas,
membentuk gugus amina -NH
2
. Kekuatan ikatan C=O dari gugus asetil lebih besar dari kekuatan ikatan N-H dari gugus amina, sehingga energi vibrasi yang
dibutuhkan dan bilangan gelombang yang disebabkan oleh adanya gugus asetil lebih besar daripada energi vibrasi dan bilangan gelombang yang disebabkan oleh
adanya gugus amina hukum Hooke. Serapan 1558,4 cm
-1
yang menunjukkan gugus N-H NHCOCH
3
, Amida II bergeser ke bilangan gelombang yang lebih besar yaitu ke arah 1596 cm
-1
yang menunjukkan gugus N-H amina. Hal ini disebabkan karena kekuatan ikatan N-H dalam amina -NH
2
lebih kuat daripada kekuatan ikatan N-H dalam amida NHCOCH
3
.
commit to user 26
Karakterisasi kitosan dengan spektrofotometer IR selain untuk mengetahui gugus-gugus fungsi dari kitosan hasil isolasi, dapat juga digunakan untuk
menghitung derajat deasetilasi kitosan hasil isolasi yang didasarkan pada absorbansi gugus amina, hidroksi dan karbonil. Untuk menghitung derajat
deasetilasi kitosan dapat digunakan baseline b yang diusulkan oleh Baxter Khan et al., 2002. Dari penelitian ini derajat deasetilasi yang diperoleh adalah 95,15
berdasarkan baseline b. Adapun cara penentuan DD dapat dilihat pada Lampiran 1. 2. Analisis X-Ray Diffractometer difraksi sinar-X
Karakterisasi kedua dari kitin dan kitosan dilakukan dengan menggunakan teknik difraksi sinar-X yang umumnya digunakan untuk karakterisasi padatan
sehingga diketahui kristalinitasnya. Difraktogram kitin dan kitosan disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Difraktogram kitin dan kitosan Pola difraksi sinar-X kitin dan kitosan menunjukkan pola puncak difraksi
yang memiliki posisi 2 θ yang relatif sama, namun pada kitosan mempunyai
intensitas yang lebih lemah dan melebar. Pola difraksi kitin dan kitosan terdiri dari puncak utama pada 2
θ sekitar 10
o
dan 20
o
. Pelebaran puncak menunjukkan ketidakteraturan pengaturan bidang kristal setelah deasetilasi. Tingginya
kristalinitas pada kitin disebabkan adanya ikatan hidrogen intramolekul dan intermolekul. Struktur kristalinitas kitin dan kitosan dapat terlihat seperti pada
Gambar 6.
commit to user Gambar 6. Interaksi int
Adanya interaksi intramole kitin dan kitosan. Secara um
karena ikatan hidrogen intermolekuler kitin lebih kua
terlihat seperti Gambar 7 da
HN
:
C H
3
C Gam
Gamba Oksigen lebih elekt
oksigen lebih kuat dari pada yang terikat pada oksigen
nitrogen. Hal ini menyebabka kitin lebih kuat daripada kit
Selama proses dease dan pemutusan rantai polim
intermolekuler kitin atau kitosan Champagne, 2002 olekuler menyebabkan keteraturan bidang unit
a umum kristalinitas kitin lebih tinggi daripada n yang mempengaruhi interaksi intramolekul
h kuat daripada kitosan. Ikatan hidrogen kitin dan dan 8.
O : ------- H O
ambar 7. Ikatan hidrogen dari kitin
N H------- :O
mbar 8. Ikatan hidrogen dari kitosan lektronegatif dari pada nitrogen sehingga dipol
pada nitrogen dan menyebabkan momen dipol hi gen lebih positif dari pada hidrogen yang terika
abkan ikatan hidrogen intramolekuler dan interm kitosan.
asetilasi kitin sangat dimungkinkan terjadinya de polimer secara acak. Hal ini menyebabkan keteratur
Ik.hidrogen
..
δ-
δ+
.. ..
δ-
..
δ-
δ+
Ik.hidrogen
..
δ-
H
δ+
H
δ+
, 2002 unit polimer
da kitosan kuler dan
dan kitosan
pol negatif pol hidrogen
rikat pada rmolekuler
deasetilasi turan kitin
commit to user 28
semakin menurun. Selain itu ikatan hidrogen intermolekuletr –NH
2
---OH kitosan dapat diperlemah oleh adanya faktor sterik molekul karena panjang ikatan gugus
amina lebih pendek dibandingkan panjang ikatan gugus asetil. Semakin banyak gugus asetil tersubstitusi menjadi gugus amina maka jarak antar bidang rantai
polimer yang membentuk ikatan hidrogen intermolekuler semakin pendek dan menyebabkan kestabilan ikatan hidrogen intermolekuler –NH
2
---OH lebih kecil dibandingkan ikatan hidrogen intermolekuler –C=O---HO-gugus asetil pada kitin.
Oleh karena itu, secara umum kristalinitas kitosan lebih rendah daripada kitin.
B. Penentuan konsentrasi optimum adsorpsi logam Ag oleh kitosan