PENENTUAN SUDUT KONTAK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI KAIN KATUN DENGAN MODIFIKASI PENAMBAHAN NANOPARTIKEL PERAK DAN SENYAWA SILAN.

(1)

PENENTUAN SUDUT KONTAK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI

KAIN KATUN DENGAN MODIFIKASI PENAMBAHAN

NANOPARTIKEL PERAK DAN SENYAWA SILAN

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Oleh :

Nanda Reni Fera Ramadhan NIM. 13307141058

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO

Sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Maka

apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah

sungguh-sungguh (urusan) yang lain (Q.S. Al-Insyirah: 6-7)

Siapapun yang menempuh suatu jalan untuk mendapatkan ilmu,

maka Allah akan memberikan kemudahan jalannya menuju syurga

(H.R Muslim)

Bermimpilah setinggi langit, walaupun kalian tidak mencapai langit

setidaknya kalian melewati ribuan bintang (Film 5 cm)

Tugas kita adalah berusaha yang terbaik dan berbaik sangka pada

hasil akhirnya (Anonim)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Bismillahirohmanirohim

Alhamdulillahi robbil „alamin. Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan kesehatan, kesempatan, serta kelancaran sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Besar harapan saya agar skripsi ini bermanfaat untuk saya dan masa depan saya, serta untuk semua pembaca.

Karya ini kupersembahkan untuk kedua orang tua, Bapak Suryana dan Ibu Sri Susana. Terima kasih atas semua pengorbanan yang kalian berikan sehingga aku bisa duduk di bangku perkuliahan. Doa, kasih sayang, dan dukungan dari kalian yang menguatkanku. Semoga bapak ibu selalu sehat dan senantiasa dalam lindungan Allah. Adikku satu-satunya, Vieri Nur Cholis. Adik sekaligus teman yang selalu ada untuk menghibur dan menjadi penyemangatku. Semua temanku dan orang-orang yang selalu ada untuk mendukung, menghibur, dan membantuku selama ini, yang tak bisa kusebutkan satu per satu. Maaf dan terima kasih, tanpa kalian aku tidak akan mencapai titik ini.

Akhir kata, tidak banyak yang bisa kulakukan selain mendoakan kebaikan untuk kalian. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan kelancaran untuk segala urusan kalian. Amin.


(7)

vii

PENENTUAN SUDUT KONTAK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI KAIN KATUN DENGAN MODIFIKASI PENAMBAHAN NANOPARTIKEL

PERAK DAN SENYAWA SILAN

Oleh:

Nanda Reni Fera Ramadhan NIM 13307141058

Pembimbing: Dr. Eli Rohaeti

ABSTRAK

Modifikasi tekstil dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dari produk tekstil tersebut. Penambahan nanopartikel perak dan senyawa HDTMS pada kain katun dilakukan pada penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mempreparasi nanopartikel perak menggunakan ekstrak kulit buah manggis, mengetahui perbedaan sudut kontak antara kain katun tanpa modifikasi dan dengan modifikasi, mengetahui perbedaan sifat antibakteri antara kain katun tanpa modifikasi dan dengan modifikasi, dan mempelajari perbedaan aktivitas antibakteri dari kain katun terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi preparasi nanopartikel perak dan karakterisasi spektrofotometri UV-Vis, pelapisan nanopartikel perak pada tekstil, hidrofobisasi permukaan tekstil dengan HDTMS, serta karakterisasi sudut kontak dan aktivitas antibakteri. Uji sudut kontak dilakukan menggunakan metode sessile drop, sedangkan uji aktivitas antibakteri menggunakan metode disc diffusion dengan Natrium Agar (NA) dan Natrium Broth (NB).

Koloid nanopartikel perak terbentuk pada panjang gelombang 434 nm. Sudut kontak tertinggi dimiliki kain katun yang dilapisi HDTMS sebesar 129,55°. Kelima jenis kain katun menunjukkan penghambatan pada uji aktivitas antibakteri. Terdapat perbedaan aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.


(8)

viii

DETERMINING CONTACT ANGLE AND ANTIBACTERIAL ACTIVITIES OF COTTON FABRIC MODIFIED BY ADDITION OF

SILVER NANOPARTICLES AND SILAN COMPOUNDS

By:

Nanda Reni Fera Ramadhan NIM 13307141058

Supervisor: Dr. Eli Rohaeti

ABSTRACT

Textile modification can be used to increase the quality of the textile product. The addition of silver nanoparticles and HDTMS compounds to cotton was done in this study. The purpose of this study is to prepare a silver nanoparticle using mangosteen peel extract, knowing the difference of contact angle between cotton fabric without modification and with modification, knowing the difference of antibacterial properties between cotton fabric without modification and with modification, and to study the difference of antibacterial activity of cotton fabric to gram positive and gram negative bacteria.

Stages performed in this study include silver nanoparticle preparation and UV-Vis spectrophotometry characterization, silver nanoparticles coating on textiles, surface hydrophobication of textiles with HDTMS, contact angles and antibacterial activity characterization. The contact angle test was conducted using sessile drop method, while antibacterial activity test using disc diffusion method with Natrium Agar (NA) and Natrium Broth (NB).

Colloidal silver nanoparticles are formed at a wavelength of 434 nm. The highest contact angle belongs to HDTMS coated cotton of 129.55 °. The five types of cotton fabric indicate inhibition of antibacterial activity test. There is a difference in antibacterial activity against Staphylococcus aureus and Escherichia coli.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil „alamin. Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Penentuan Sudut Kontak dan Aktivitas Antibakteri Kain Katun dengan Modifikasi Penambahan Nanopartikel Perak dan Senyawa Silan” dengan baik.

Penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan, dukungan, saran, dan bimbingan dengan berbagai pihak. Berkenaan dengan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di FMIPA UNY ini.

2. Bapak Jaslin Ikhsan, M. App Sc., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia dan Ketua Program Studi Kimia Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menulis dan menyelesaikan penelitian ini.

3. Ibu Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX. selaku Penasihat Akademik dan Pembimbing Utama yang telah memberikan pengarahan dan nasihat selama perkuliahan.

4. Ibu Dr. Eli Rohaeti, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, memberikan dorongan, dan ilmu baru kepada penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.


(10)

x

5. Bapak Dr. Crys Fajar Partana, M.Si. selaku Penguji Pendamping, terima kasih atas saran dan arahannya.

6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Kimia yang tulus ikhlas membagi ilmu dan menyampaikannya dengan baik.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang membangun. Semoga sktipsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.

Yogyakarta, Juni 2017


(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah... 5

C. Pembatasan Masalah... 5

D. Rumusan Masalah... 6

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori... 9

1. Kain Katun... 9

2. Nanopartikel Perak... 11

3. Senyawa HDTMS... 13

4. Sifat Hidrofob... 14

5. Sifat Antibakteri... 16

6. Bakteri... 17

7. Karakterisasi... 22

B. Kerangka Berpikir... 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian... 27

B. Variabel Penelitian... 27

C. Instrumen Penelitian... 28

D. Tahapan Penelitian... 29

E. Teknik Analisis Data... 31


(12)

xii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ekstraksi Kulit Buah Manggis... 35

B. Preparasi Nanopartikel Perak... 35

C. Deposit Nanopartikel Perak pada Sampel Kain Katun... 38

D. Modifikasi Sampel Kain Katun dengan Penambahan Senyawa HDTMS... 39

E. Uji Sudut Kontak... 41

F. Uji Aktivitas Antibakteri Kain Katun terhadap Bakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 61

B. Saran... 61

DAFTAR PUSTAKA... 63


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Sifat Fisik Serat Katun... 9 Tabel 2. Komposisi Kimia Serat Katun... 10 Tabel 3. Hasil Pengukuran Sudut Kontak... 43 Tabel 4. Aktivitas Antibakteri Kain Katun terhadap Bakteri Escherichia

coli ATCC 35218... 47 Tabel 5. Hasil Uji Anova Dua Faktor terhadap Bakteri Escherichia coli

ATCC 35218... 49 Tabel 6. Interpretasi Hasil Uji Lanjut LSD antara Jenis Sampel terhadap

Diameter Zona Hambat Bakteri Escherichia coli ATCC 35218... 50 Tabel 7. Aktivitas Antibakteri terhadap Bakteri Staphylococcus aureus

ATCC 25923... 51 Tabel 8. Hasil Uji Anova Dua Faktor terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus ATCC 25923... 52 Tabel 9. Interpretasi Hasil Uji Lanjut LSD antara Jenis Sampel terhadap

Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus aureus ATCC

25923... 53 Tabel 10. Hasil Pengukuran Diameter Zona Bening Sampel terhadap

Bakteri E.coli... 72 Tabel 11. Hasil Pengukuran Diameter Zona Bening Sampel terhadap

Bakteri S. aureus... 73 Tabel 12. Uji Anova Dua Faktor terhadap Bakteri Escherichia coli ATCC

35218... 75 Tabel 13. Test of Between-Subjects Effects Bakteri Escherichia coli ATCC

35218... 76 Tabel 14. Uji Lanjut LSD Jenis Sampel Bakteri Escherichia coli ATCC


(14)

xiv

35218... 78 Tabel 15. Uji Lanjut LSD Waktu Inkubasi Bakteri Escherichia coli ATCC

35218... 79 Tabel 16. Uji Anova Dua Faktor terhadap Bakteri Staphylococcus aureus

ATCC 25923... 84 Tabel 17. Test of Between-Subject Effect Bakteri Staphylococcus aureus

ATCC 25923... 85 Tabel 18. Uji Lanjut LSD Jenis Sampel Bakteri Staphylococcus aureus

ATCC 25923... 87 Tabel 19. Uji Lanjut LSD Waktu Inkubasi Bakteri Staphylococcus aureus


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Susunan Rantai Molekul Selulosa... 11

Gambar 2. Senyawa HDTMS... 13

Gambar 3. Skema Sudut Kontak... 15

Gambar 4. Struktur Dinding Sel Bakteri Gram Positif... 19

Gambar 5. Struktur Dinding Sel Bakteri Gram Negatif... 19

Gambar 6. Scanning Electron Microscopy pada Bakteri Escherichia coli.... 20

Gambar 7. Scanning Electron Microscopy pada Bakteri Staphylococcus aureus... 21

Gambar 8. (a) Perebusan Kulit Manggis dan (b) Ekstrak Kulit Manggis... 35

Gambar 9. Nanopartikel Perak... 36

Gambar 10. Spektra UV-Vis AgNO3... 37

Gambar 11. Spektra UV-Vis AgNPs... 37

Gambar 12. Perkiraan Reaksi pada Proses Bioreduksi AgNO3 oleh Kulit Buah Manggis... 38

Gambar 13. (a) Kain katun, (b) Kain katun terdeposit nanopartikel perak... 39

Gambar 14. (a) Kain katun murni, (b) Kain katun terlapisi HDTMS, (c) Kain katun terdeposit nanopartikel perak dan terlapisi HDTMS... 41

Gambar 15. Hasil pengukuran sudut kontak (a) katun, (b) katun+AgNO3, (c) katun+HDTMS, (d) katun+AgNO3+HDTMS, (e) katun+HDTMS+AgNO3... 41

Gambar 16. Ikatan Serat Katun dengan Senyawa HDTMS... 44

Gambar 17. Zona Bening (a) Sampel Kain pada Bakteri E.coli, (b) Sampel Kain terhadap Bakteri S. aureus... 46

Gambar 18. Grafik Diameter Zona Hambat Bakteri Escherichia coli ATCC 35218... 48 Gambar 19. Grafik Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus aureus


(16)

xvi

ATCC 25923... 52 Gambar 20. Grafik Diameter Zona Bening pada Sampel K0 terhadap Bakteri

Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus

ATCC 25923... 54 Gambar 21. Grafik Diameter Zona Bening pada Sampel K1 terhadap Bakteri

Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus

ATCC 25923... 55 Gambar 22. Grafik Diameter Zona Bening pada Sampel K2 terhadap Bakteri

Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus

ATCC 25923... 56 Gambar 23. Grafik Diameter Zona Bening pada Sampel K3 terhadap Bakteri

Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus

ATCC 25923... 58 Gambar 24. Grafik Diameter Zona Bening pada Sampel K4 terhadap Bakteri

Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Spektra UV-Vis AgNO3... 67

Lampiran 2. Hasil Spektra UV-Vis Nanopartikel Perak... 68 Lampiran 3. Hasil Uji Sudut Kontak... 69 Lampiran 4. Hasil Pengukuran Diameter Zona Bening pada Uji Aktivitas

Antibakteri... 72 Lampiran 5. Hasil Uji Anova Dua Faktor dan Uji T-Independent... 75 Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian... 98


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini, telah banyak dilakukan pengembangan penelitian dalam rangka modifikasi bahan tekstil. Modifikasi tekstil ini memiliki beberapa keunggulan sifat, di antaranya ialah stabil terhadap kerusakan mekanis, antibakteri, antijamur, tidak mudah kotor, dan mudah dibersihkan. Serat katun merupakan salah satu serat alam yang banyak digunakan pada industri tekstil. Sifatnya yang nyaman saat digunakan membuat serat katun sangat populer. Namun, dibalik sifatnya yang baik, serat katun merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme karena sifatnya yang dapat mempertahankan kelembaban (Haryono & Harmami, 2010). Oleh karena itu, modifikasi perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas dari serat katun tersebut.

Perkembangan nanoteknologi di bidang tekstil saat ini sangat pesat. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya produk-produk tekstil dengan performa dan kualitas lebih tinggi seperti pakaian yang dapat menahan panas yang ekstrim, tekstil dengan sifat permukaan yang antikotor (self-cleaning textile), tekstil antimikroba yang dapat digunakan dalam dunia medis maupun militer. Aplikasi nanoteknologi pada bahan tekstil dapat dilakukan dengan cara mendepositkan partikel berskala nanometer ke dalam serat tekstil (Wahyudi & Rismayani, 2008). Koloid perak telah lama diketahui memiliki sifat antimikroba (Ariyanta, Wahyuni & Priatmoko, 2014). Dinding sel bakteri mengandung protein dengan senyawa sulfur sebagai komponen utamanya. Saat nanopartikel perak masuk ke dalam sel


(19)

2

bakteri, hal ini menyebabkan terbentuknya daerah dengan berat molekul yang rendah di tengah gumpalan bakteri yang berfungsi untuk melindungi DNA. Selanjutnya, nanopartikel perak melakukan difusi dan menyerang rantai pernafasan bakteri, hingga pada akhirnya sel tersebut menjadi mati (Saputra et al., 2010).

Proses pembuatan nanopartikel perak dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu caranya adalah dengan metode reduksi. Saat ini, telah banyak penelitian yang menggunakan reduktor kimia sebagai bahan pereduksi untuk menghasilkan nanopartikel perak. Namun, senyawa kimia juga dapat berpengaruh buruk terhadap lingkungan, seperti pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, penelitian kali ini mengenai pembuatan nanopartikel perak dilakukan dengan metode reduksi dengan bahan-bahan alami sebagai reduktor atau biasa disebut bioreduktor. Kelebihan penggunaan bahan-bahan alami sebagai reduktor ialah sifatnya yang ramah lingkungan dan mudah didapat. Selain itu, proses pembuatannya juga lebih sederhana.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, banyak tanaman yang dapat digunakan untuk preparasi nanopartikel perak, di antaranya daun ketapang, daun sirih, kayu manis, buah merah, kulit manggis, dan sebagainya. Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Kulit buah manggis diekstrak dan digunakan sebagai bahan reduktor alami dalam preparasi nanopartikel perak.

Teknik karakterisasi dilakukan untuk mengetahui terbentuknya koloid nanopartikel perak, sifat antibakteri dan sifat antikotor serat katun. Terbentuknya


(20)

3

koloid nanopartikel perak dapat diketahui menggunakan spektrofotometer UV-Vis, Scanning Electron Microscope (SEM), atau Transmission Electron Microscope (TEM) untuk melihat ukuran partikel yang terbentuk. Handayani (2011) mengungkapkan bahwa pada spektrofotometri UV-Vis, nilai spektrum puncak absorbansi pada panjang gelombang 400-500 nm menunjukkan bahwa nanopartikel perak telah terbentuk.

Pengujian sifat antibakteri dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode, di antaranya metode difusi (disc diffusion), metode E-Test, Ditch Plate Technique, metode dilusi cair, dilusi padat, dan lain-lain (Pratiwi S., 2008). Penelitian yang telah dilakukan banyak yang menggunakan metode difusi untuk analisa sifat antibakteri. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi, Sugiyana & Helmy (2011) Metode ini menggunakan media agar yang telah ditanami bakteri. Area jernih menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri oleh agen antibakteri pada permukaan media agar.

Sifat antikotor serat katun dapat diperoleh dengan menambahkan molekul berbasis silan seperti senyawa Octyltriethoxysilane (OTES), Hexadecyltrimethoxysilane (HDTMS), Methacryltrimethoxysilane (MTMS), Methyltriethoxysilane (MTES), atau Trimethylethoxysilane (TMES) (Ferri, et al., 2013). Sifat antikotor (self-cleaning textile) telah dikembangkan oleh sebuah perusahaan tekstil Swiss Schoeller. Kain yang dihasilkan menjadi antikotor dikarenakan memiliki sifat yang dikenal sebagai efek lotus yaitu seperti permukaan daun tanaman Lotus (nelumbo nucifera) yang bersifat hidrofob. Sifat hidrofob daun disebabkan oleh tekstur permukaannya yang berstruktur kompleks


(21)

4

antara skala mikro hingga nano. Ketika daun terpercik air maka air akan membentuk butiran-butiran di permukaan daun dan segera jatuh bila daun tersebut dimiringkan. Partikel nano berstruktur permukaan tiga dimensi dan bahan aditif pembentuk gel menghasilkan produk kain yang bersifat hidrofob tanpa mengurangi kenyamanan kain ketika dipakai. Kotoran yang menempel pada kain akan mudah terlepas ketika disiram air namun kain tetap kering (Wahyudi & Rismayani, 2008).

Penambahan senyawa HDTMS dapat memberikan energi bebas permukaan yang sangat rendah terhadap permukaan kain yang diproses dengan senyawa tersebut (Shateri-khalilabad, Yazdanshenas & Etemadifar, 2013). Hal tersebut merupakan salah satu cara untuk menjadikan bahan tekstil bersifat hidrofob. Metode yang dapat digunakan untuk menguji hidrofobisitas kain katun antara lain metode contac angle goniometri (CAG) dan sessile drop. Namun, metode goniometer membutuhkan biaya yang relatif mahal sehingga metode yang digunakan pada penelitian ini adalah sessile drop yang merupakan metode manual dengan meneteskan air pada permukaan kain kemudian memotretnya. Hasil gambar dianalisis secara manual dengan mengukur sudut kontak permukaan kain dengan tetesan air.

Metode untuk meningkatkan stabilitas sifat antibakteri dan antikotor pada kain katun dikembangkan pada penelitian ini. Kain yang terdeposit nanopartikel perak akan menghasilkan tekstur permukaan yang kasar, kemudian modifikasi dengan senyawa HDTMS secara kimia yang terikat dengan partikel bahan melalui reaksi kondensasi permukaan. Penambahan senyawa HDTMS pada kain katun


(22)

5

terdeposit nanopartikel diharapkan mampu mengembangkan kualitas dari bahan katun agar bersifat hidrofob dan antibakteri.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah:

1. Bervariasinya jenis tanaman yang dapat digunakan untuk preparasi nanopartikel perak.

2. Bervariasinya teknik karakterisasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan terbentuknya nanopartikel perak.

3. Bervariasinya karakterisasi kain yang akan dilakukan dalam penelitian. 4. Terdapat beberapa jenis senyawa silan untuk meningkatkan sifat

antikotor.

5. Bervariasinya metode analisis sudut kontak. 6. Bervariasinya metode analisis sifat antibakteri.

C. PEMBATASAN MASALAH

Berdasarkan identifikasi masalah, batasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Tanaman yang digunakan untuk preparasi nanopartikel perak adalah kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.).


(23)

6

2. Teknik karakterisasi yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan terbentuknya nanopartikel perak adalah dengan spektrofotometri UV-Vis.

3. Karakterisasi yang dilakukan terhadap kain adalah sudut kontak dan sifat antibakteri.

4. Senyawa silan dalam penelitian adalah senyawa HDTMS.

5. Metode yang dilakukan untuk menentukan sudut kontak adalah metode sessile drop.

6. Metode yang dilakukan untuk menguji sifat antibakteri adalah metode diffusion.

D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimana karakter nanopartikel perak yang terbentuk dari preparasi menggunakan ekstrak kulit buah manggis?

2. Bagaimana sudut kontak terbesar antara kain tanpa modifikasi, kain terdeposit nanopartikel perak, kain dengan penambahan senyawa HDTMS, kain dengan penambahan nanopartikel perak dilanjutkan senyawa HDTMS, serta kain dengan penambahan senyawa HDTMS dilanjutkan nanopartikel perak?

3. Apakah terdapat perbedaan sifat antibakteri antara kain tanpa modifikasi, kain terdeposit nanopartikel perak, kain dengan penambahan senyawa HDTMS, kain dengan penambahan nanopartikel


(24)

7

perak dilanjutkan senyawa HDTMS, serta kain dengan penambahan senyawa HDTMS dilanjutkan nanopartikel perak?

4. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan dalam aktivitas antibakteri kain terhadap pertumbuhan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif?

E. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui karakter nanopartikel perak hasil preparasi dengan menggunakan ekstrak kulit buah manggis.

2. Mengetahui sudut kontak terbesar antara kain tanpa modifikasi, kain terdeposit nanopartikel perak, kain dengan penambahan senyawa HDTMS, kain katun dengan penambahan nanopartikel perak dan senyawa silan HDTMS, serta kain dengan penambahan senyawa HDTMS dan nanopartikel perak.

3. Mengetahui perbedaan sifat antibakteri antara kain tanpa modifikasi, kain terdeposit nanopartikel perak, kain dengan penambahan senyawa HDTMS, kain dengan penambahan nanopartikel perak dan senyawa HDTMS, serta kain dengan penambahan senyawa HDTMS dan nanopartikel perak.

4. Mengetahui perbedaan yang signifikan dalam aktivitas antibakteri kain terhadap pertumbuhan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.


(25)

8

F. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat memberi nilai guna antara lain:

a. Bagi Peneliti

Menambah ilmu pengetahuan baru khususnya dalam mengembangkan ilmu di bidang kimia tekstil. Dapat mengetahui pengaruh penambahan senyawa HDTMS pada kain katun terdeposit nanopartikel perak terhadap sifat fisik dan aktivitas antibakteri. Sehingga hasil penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan untuk data awal bagi penelitian selanjutnya.

b. Bagi Lembaga

Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan daya saing industri bidang tekstil dalam menghadapi persaingan global yang semakin kompetitif.

c. Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan atau informasi mengenai kain katun yang termodifikasi senyawa HDTMS dan nanopartikel perak sehingga diharapkan penggunaan kain katun dapat dimanfaatkan masyarakat dengan kualitas yang lebih baik lagi.


(26)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Kain Katun

Serat kapas disebut juga serat katun sudah dikenal kira-kira 5000 tahun SM. Menurut para ahli, India adalah negara tertua yang menggunakan kapas. Kain katun memiliki sifat-sifat menguntungkan antara lain sifatnya yang kuat, dalam keadaan basah kekuatannya bertambah 25%, menyerap air (higroskopis), tahan panas setrika tinggi, dan tahan obat-obat kelantang. Di samping sifatnya yang menguntungkan, terdapat sifat yang kurang menguntungkan yaitu katun tidak tahan terhadap asam mineral dan asam organik (walaupun asam organik sering digunakan untuk memperidah tenunan), katun kurang kenyal yang menyebabkan mudah kusut, dan katun dapat susut saat dicuci. Kain katun harus disimpan dalam keadaan kering atau di tempat yang tidak lembab (Ernawati, Izweni & Nelmira, 2008). Sifat fisik serat katun ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat Fisik Serat Katun

Karakteristik Serat katun (%)

Derajat kristalisasi, % 63

Panjang ukuran kristal, nm 83

Lateral ukuran kristal, nm 5

Sudut monoklinik (, ° 96


(27)

10

Serat katun merupakan salah satu jenis serat alam (natural fibers) yang berasal dari. Hampir semua jenis serat alam yang berasal dari tumbuhan memiliki kandungan utama serat selulosa, dan unsur-unsur lain yang jumlahnya bervariasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Kain katun sangat populer dengan sifatnya yang sangat baik seperti regenerasi, biodegradasi, kelembutan, afinitas pada kulit dan higroskopik. Namun, katun merupakan media yang sangat baik untuk mikroorganisme tumbuh karena area permukaan besar dan kemampuan untuk menjaga kelembaban. (Haryono & Harmami, 2010).

Tabel 2.Komposisi Kimia Serat Katun

Komposisi kimia Serat katun (%)

Alpha selulosa 94-96

Pentosan -

Lignin 2

Pektin 0,9

Lemak dan wax 0,6

Abu 1,2

Zat-zat lain (protein, asam organic, dll) 1,3

Menurut Suheryanto (2010), warna serat katun tidak benar-benar putih, namun sedikit krem dan semakin lama disimpan warnanya semakin tua. Serat katun memiliki afinitas yang besar terhadap air. Kekuatan serat katun dipengaruhi oleh kadar selulosa, panjang rantai, dan orientasinya. Selulosa merupakan polimer liniar yang tersusun dari kondensasi molekul-molekul glukosa. Gambar 1 menunjukkan susunan rantai molekul-molekul selulosa, yang terdiri 3 buah gugus hidroksil, 1 primer dan 2 sekunder pada tiap-tiap unit glukosa.


(28)

11

Gambar 1. Susunan Rantai Molekul Selulosa

2. Nanopartikel Perak

Nanopartikel didefinisikan sebagai material dengan ukuran panjang partikel primernya kurang dari 100 nm. Bentuk nanopartikel dapat berupa bola, batang atau tabung, serat, atau berbentuk acak (Elzey, 2010). Nanopartikel dapat berupa logam, oksidalogam, semikonduktor, polimer, materi karbon ataupun senyawa organik. Nanopartikel dapat diterapkan pada tekstil untuk meningkatkan fungsi dari tekstil (Gashti et al., 2012).

Nanopartikel merupakan salah satu produk dari nanoteknologi dengan ukuran partikel yang sangat kecil. Baker et al. (2005), menjelaskan bahwa partikel yang sangat kecil dengan luas permukaan yang besar memberikan hasil aktivitas antibakteri yang lebih efisien. Nanopartikel perak telah dikenal sebagai agen antimikroba yang baik. Ion dan senyawa perak diketahui bersifat sangat toksik pada mikroorganisme, termasuk diantaranya 16 jenis bakteri (Prabhu & Poulose, 2012). Sifat toksik ini dimanfaatkan untuk antibakteri dan antivirus. Salah satu aplikasi yang diterapkan yaitu sebagai antimikroba pada tekstil. Perak


(29)

12

adalah logam yang sering digunakan karena memiliki toksisitas yang rendah terhadap manusia (Haryono & Harmami, 2010).

Metode yang dapat digunakan untuk pembuatan nanopartikel perak salah satunya adalah metode bioreduksi, yaitu reduksi menggunakan bahan alami. Metode ini dapat dijadikan sebagai alternatif yang ramah lingkungan. Liu et al. (2013) menggunakan ekstrak daun bambu untuk mereduksi ion perak dari senyawa AgNO3 menjadi nanopartikel perak

pada suhu 65°C. Hasil analisis dengan UV-Vis dan TEM menunjukkan nanopartikel perak terbentuk dengan ukuran kurang dari 100 nm.

Biosintesis nanopartikel perak yang menggunakan tumbuhan menunjukkan Ag terbentuk melalui reaksi reduksi oksidasi dari ion Ag+ yang terdapat pada larutan maupun ion Ag+ yang terkandung dalam tumbuhan dengan senyawa tertentu, seperti enzim dan reduktan yang berasal dari bagian tumbuhan. Gugus fungsi dalam senyawa metabolit sekunder bekerja dengan cara mendonorkan elektron ke ion Ag+ untuk menghasilkan nanopartikel perak (Masakke, Sulfikar & Rasyid, 2015).

Pengukuran spektrum serapan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk mengetahui kestabilan nanopartikel perak hasil sintesis berdasarkan fungsi waktu. Kestabilan koloid nanopartikel perak dapat diketahui dari terjadinya perubahan puncak serapannya. Pergeseran puncak serapan ke panjang gelombang yang lebih besar menunjukkan bahwa larutan koloid nanopartikel perak kurang stabil dikarenakan terjadi aglomerasi. Jika nanopartikel perak teraglomerasi,


(30)

13

warna dari larutannya akan berubah sehingga puncak serapan panjang gelombangnya akan bergeser. Koloid nanopartikel perak yang memiliki kestabilan paling baik yaitu koloid nanopartikel perak dengan konsentrasi larutan AgNO3 1,0x10-3 M (Wahyudi, Sugiyana & Helmy, 2011).

3. Senyawa HDTMS

Silan adalah monomer dari senyawa silikon yang memiliki empat gugus fungsi yang melekat pada atom silikon. Gugus fungsi ini ialah gugus non reaktif, gugus organik reaktif atau gugus anorganik reaktif. Silan memiliki sifat unik yaitu dapat berikatan dengan senyawa anorganik pada bagian Si(OR)3 dan senyawa organik pada bagian (R‟) secara

bersamaan. Hal ini menyebabkan silan biasa digunakan pada proses modifikasi permukaan material (Barlianti, 2009).

Senyawa HDTMS adalah salah satu senyawa turunan silan dengan gugus alkoksida dan rantai alkil panjang (–C16). Struktur molekul senyawa HDTMS seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Senyawa HDTMS

Dhôtel (2010) menyebutkan bahwa HDTMS memiliki rumus kimia H3C(CH2)15Si(OCH3)3. Gambar 2. menunjukkan HDTMS memiliki


(31)

14

kepala yang bersifat hidrofil yang terdiri dari atom pusat silikon yang mengikat 3 gugus –OCH3 dan ekor bersifat hirofob yang terdiri dari rantai

alkil lurus. Shateri-khalilabad, Yazdanshenas & Etemadifar (2013) mengatakan bahwa HDTMS dapat digunakan untuk membuat permukaan suatu bahan menjadi hidrofob dengan menurunkan energi permukaan.

4. Sifat Hidrofob

Sifat hidrofobik merupakan suatu sifat yang meskipun dalam keadaan terpolusi, bahan masih mampu menolak air yang jatuh ke permukaannya (Darmawan, Darsono & Nuraeni, 2011). Permukaan hidrofob dapat diperoleh dengan menurunkan energi permukaan dan membuat permukaan menjadi lebih kasar. Salah satu metode untuk menurunkan energi permukaan adalah dengan penambahan senyawa silan seperti HDTMS (Wankhede et al., 2013).

Sifat hidrofobik atau hidrofoliknya suatu bahan dapat diukur dengan mengukur sudut kontak air. Gambar 3 menunjukkan perbedaan sudut kontak pada permukaan bahan. Menurut Muzenski, Flores-Vivian & Sobolev (2015), klasifikasi hidrofobisitas suatu bahan dikelompokkan sebagai berikut.

1. Sudut kontak terukur lebih kecil dari 30° maka bahan tersebut hidrofilik

2. Sudut kontak antara 90°<ϴ<120° maka bahan tersebut disebut hidrofobik


(32)

15

3. Sudut kontak lebih dari >150° maka bahan tersebut disebut superhidrofobik

Gambar 3. Skema sudut kontak

Senyawa silan mempunyai sifat khas yang menjadikan suatu energi bebas permukaan yang sangat rendah terhadap permukaan kain katun yang dilapisi dengan senyawa tersebut. Panjang rantai alkil sangat mempengaruhi permukaan hidrofobik dari bahan. Semakin panjang rantai alkil silan yang digunakan akan meningkatkan sudut kontak. Alkil dengan karbon sebanyak 16 (C16) dapat menghasilkan kain hidrofobik yang tinggi dengan besar sudut kontak tidak dipengaruhi oleh jenis kain. Sifat hidrofobik disebabkan oleh permukaan yang sangat kasar yang dibentuk oleh lapisan partikulat (Wang et al., 2010).

Shateri-khalilabad, Yazdanshenas & Etemadifar (2013) membuat permukaan antibakteri yang superhydrophobic pada tekstil katun dengan partikel perak berukuran mikro ke jaringan serat tenun. Hasil ini dicapai dengan menggunakan KOH dan AgNO3, diikuti oleh hidrofobisitas


(33)

16

dimodifikasi dengan senyawa silan yang menyebabkan permukaan superhidrofob dengan sudut kontak setinggi 151⁰.

5. Sifat Antibakteri

Antimikroba didefinisikan sebagai zat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Antibakteri merupakan zat yang menghambat pertumbuhan bakteri (Anshari, 2011). Antibakteri dapat dilakukan dengan membunuh mikroorganisme (bakteriosidal) atau menghambat pertumbuhannya (bakteriostatik). Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menghancurkan dinding sel, merusak DNA, denaturasi protein, serta merusak enzim (Aristianti, 2011).

Nanopartikel perak banyak dimanfaatkan antara lain sebagai detektor sensor optik, katalis, dan agen antimikroba. Nanopartikel perak memiliki sifat yang stabil dan aplikasi yang potensial dalam berbagai bidang. Sebagian besar pemanfaatannya adalah sebagai agen antimikroba. Perak diketahui bersifat toksik bagi mikroba namun aman bagi manusia (Haryono et al., 2008). Modifikasi tekstil katun terdeposit nanopartikel perak mampu membunuh bakteri gram-positif maupun gram-negatif pada permukaan (Xue et al., 2011). Sintesis nanopartikel perak dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metoda elektrokimia, reduksi kimia,

ultrasonic irradiation, fotokimia, dan sonokimia (Nersisyan dalam Tatang Wahyudi, dkk, 2011).


(34)

17

Sifat antibakteri nanopartikel perak dipengaruhi oleh ukuran partikelnya. Semakin kecil ukuran nanopartikel perak, semakin besar efek antibakterinya (Guzmán, Dille & Godet, 2008). Jika ukuran partikel semakin kecil, luas permukaan nanopartikel perak semakin besar sehingga meningkatkan kontak mereka dengan bakteri atau jamur, dan mampu meningkatkan efektivitas bakterisida dan fungisida (Ristian, 2013). Haryono et al. (2008) menambahkan bahwa karakteristik fisik nanomaterial seperti bentuk dan ukuran juga mempengaruhi efek toksisitas.

6. Bakteri

Bakteri berasal dari kata “bakterion” dalam bahasa Yunani artinya tongkat atau batang (Adam, 1995). Bakteri berukuran mikroskopik yang sangat kecil. Bakteri diukur dalam satuan panjang yang disebut mikron (Parjita, 2009). Berdasarkan bentuknya, bakteri diklasifikasikan dalam beberapa tipe sebagai berikut.

1. Bentuk coccus (bulat), berbentuk oval atau bulat, dapat ditemui dalam bentuk berpasangan (misal: pneumococci, meningococci, dan gonococci), bentuk yang mengelompok berempat disebut tetrads (misal: micrococci), berbentuk rantai disebut chains (misal: streptococci), dan berkelompok (misal: staphylococci).

2. Bentuk basil (bacillus), berbentuk tongkat pendek seperti silinder. Bentuk basil ini dibagi menjadi beberapa macam, diantaranya


(35)

18

coccobacilli (lonjong), streptobaccili (rantai basil), koma, dan spiral.

3. Spirochetes, berbentuk heliks.

4. Actinomycetes, bercabang menyerupai jamur. Jenis bakteri ini memiliki dinding sel yang kaku.

Bakteri dapat diklasifikasikan menjadi bakteri gram positif dan gram negatif berdasarkan perbedaan struktur dinding sel. Bakteri gram positif memiliki struktur dinding sel yang lebih sederhana dibandingkan bakteri gram negatif. Dinding sel bakteri gram positif memiliki ketebalan 15-80 nm dan lebih homogen, sedangkan bakteri gram negatif ketebalannya hanya 2 nm. Dinding sel gram positif mengandung sejumlah besar peptidoglikan yang membentu 40-80% berat kering dinding sel (Gambar 4). Asam theikoat merupakan salah satu komposen terbesar pada dinding sel gram positif. Asam theikoat adalah polimer dari poligliserol fosfat yang mengandung ribitol dan gliserol yang berfungsi sebagai antigen permukaan utama pada bakteri gram positif.

Dinding sel bakteri gram negatif memiliki struktur yang lebih kompleks. Kandungan peptidoglikan pada dinding gram negatif lebih sedikit dibanding gram positif, hanya 2-8 nm yang berada tepat di luar membran sel. Dinding sel gram negatif di luar lapisan peptidoglikan mengandung 3 komponen utama, yaitu lapisan lipoprotein, membran luar, dan lipopolisakarida (Gambar 5). Lapisan lipoprotein mengandung Braun‟s lipoprotein yaitu lipoprotein kecil yang secara kovalen bergabung


(36)

19

dengan peptidoglikan dan tertanam di membran luar pada ujung hidrofobiknya. Lipoprotein berfungsi menstabilkan membran luar dinding sel gram negatif. Membran luar gram negatif memiliki struktur bilayer. Membran luar juga terdiri dari protein yang terlibat dalam pengangkutan molekul tertentu, seperti vitamin B12 dan kompleks besi, serta mengandung sejumlah protein kecil seperti enzim, fosfolipase, dan protease. Selanjutnya, lipopolisakarida (LPS) merupakan molekul kompleks yang berada di membran luar dari bakteri gram negatif.

Gambar 4. Struktur Dinding Sel Bakteri Gram Positif


(37)

20

a. Escherichia coli

Escherichia merupakan bakteri patogen usus pada manusia dan hewan. Escherichia coli adalah yang paling umum dan banyak menyebabkan infeksi pada manusia. E. coli termasuk bakteri gram negatif yang berbentuk silinder dan memiliki ukuran 1-3 x 0,4-0,7 µm (Parjita, 2009).

Gambar 6. Scanning Electron Microscopy pada Bakteri Escherichia coli

Klasifikasi bakteri Escherichia coli: Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gamma proteobacteria Orde : Enterobacteriales Family : Enterobacterii aceae Genus : Escherichia

Species : Escherichia coli

Gambar 6. merupakan gambar sejumlah bakteri E. coli di bawah perbesaran 6836x SEM. Escherichia coli bersifat aerob dan memiliki


(38)

21

struktrur antigen yang kompleks. Bakteri ini banyak digunakan pada uji antibakteri karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu optimum 30-37°C (Anshari, 2011).

b. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit klinis (Parjita, 2009). Bakteri ini termasuk bakteri gram positif dan merupakan bakteri yang umum ditemukan. Bakteri ini merupakan salah satu penyebab utama infeksi kulit pada manusia (Anshari, 2011). S. aureus dapat masuk ke tubuh manusia melalui kulit atau selaput lendir (Ristian, 2013).

Gambar 7. Scanning Electron Microscopy pada Bakteri Staphylococcus aureus

Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut. Domain : Bacteria

Kingdom : Eubacteria Phylum : Firmicutes


(39)

22 Class : Bacili

Orde : Bacillales

Family :Staphylococcaceae Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Gambar 7. merupakan hasil SEM pada bakteri Staphylococcus aureus. S. aureus berbentuk bulat dan memiliki diameter 1 µm. Bakteri ini bersifat non-motil dan non-spora (Parjita, 2009). S. aureus tumbuh pada suhu optimum sekitar 35-37°C dan pH optimum 7,0-7,5 (Ristian, 2013).

7. Karakterisasi

a. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis banyak digunakan untuk analisis kuantitatif (Sanda et al., 2012). Analisis spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk mengetahui terbentuknya koloid nanopartikel hasil preparasi. Absorbsi spektrum UV-Vis telah terbukti cukup sensitif terhadap pembentukan koloid perak karena nanopartikel perak menunjukkan puncak penyerapan yang intens. Koloid nanopartikel perak memiliki panjang gelombang maksimum dengan rentang 350-550 nm dengan plasmon peak sekitar 450 nm pada cahaya tampak (Šileikaite et al., 2006). Adanya puncak serapan pada rentang panjang


(40)

23

gelombang maksimum menunjukkan bahwa nanopartikel perak telah terbentuk.

Pada penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sintesis nanopartikel perak dapat menghasilkan koloid dengan warna yang berbed-beda. Koloid yang dihasilkan dapat berwarna kuning, orange, violet, atau biru sesuai dengan ukuran partikel perak yang terbentuk. Perbedaan ini juga mengakibatkan panjang gelombang yang terbentuk berbeda-beda pula.

b. Sudut Kontak

Untuk menguji hidrofobisitas bahan dilakukan pengukuran sudut kontak. Sudut kontak adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan suatu bahan dengan destilasi yang diteteskan ke permukaan bahan uji. Semakin besar sudut kontak, maka permukaan bahan tersebut semakin hidrofob (Darmawan, Darsono & Nuraeni, 2011).

Metode yang digunakan untuk mengukur besar sudut kontak adalah sessile drop. Sudut kontak ini dapat langsung ditentukan menggunakan alat goniometer. Pengukuran sampel dilakukan dengan meneteskan air ke permukaan kain katun dan dilakukan secara berulang. Sifat hidrofob terlihat apabila air tidak meresap pada kain. Hal ini dapat terjadi apabila tegangan permukaan kain lebih kecil dari


(41)

24

tegangan permukaan air sebesar 72 dyne/cm (Wahyudi & Rusmayani, 2008).

Penelitian yang dilakukan Darmawan (2011) menggunakan metode manual dengan meneteskan air pada permukaan bahan uji kemudian memotret tetesan tersebut. Pengukuran sudut dilakukan dengan menghitung rata-rata sudut kontak kanan dan sudut kontak kiri.

c. Uji Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri dilakukan berdasarkan standar AATCC 147-1998 dan AATCC 100-1999. Jenis bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Pengujian dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengujian secara kualitatif dilakukan dengan membuat serangkaian pengenceran senyawa uji. Kontrol dilakukan terhadap media pereaksi senyawa uji. Uji daya hambat dilakukan dengan membasahi cakram kertas steril dengan larutan nanopartikel perak hasil pengeceran, kemudian diletakkan pada cawan petri yang berisi bakteri uji Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang ditumbuhkan pada media NA. Daya hambat diketahui dengan mengukur lebar zona bening di sekitar kertas cakram (dalam milimeter), sedangkan penentuan aktivitas antimikroba secara kuantitatif dilakukan dengan


(42)

25

menghitung persentase reduksi biakan bakteri. (Wahyudi, Sugiyana & Helmy, 2011).

B. Kerangka Berpikir

Perkembangan di bidang tekstil saat ini cukup pesat. Kain katun adalah salah satu produk bidang tekstil yang dikembangkan agar kualitasnya lebih baik. Kain katun memiliki sifat kuat dalam keadaan basah bertambah 25%, dapat menyerap air (higroskopis), tahan panas setrika tinggi, dan tahan obat-obat kelantang. Di samping itu, katun tidak tahan terhadap asam mineral dan asam organik, katun kurang kenyal yang menyebabkan mudah kusut, dan katun dapat susut saat dicuci, kain katun harus disimpan dalam keadaan kering atau di tempat yang tidak lembab. Peningkatan kualitas kain katun di antaranya adalah modifikasi kain dengan sifat antibakteri dan antikotor dengan penambahan senyawa HDTMS terhadap kain yang terdeposit nanopartikel perak.

Nanopartikel perak merupakan salah satu produk nanoteknologi. Ukuran nano yang sangat kecil menyebabkan luas permukaannya besar sehingga dapat bersifat toksik. Toksisitas tersebut dimanfaatkan untuk sifat antibakteri. Perak merupakan logam yang banyak digunakan karena bersifat toksik terhadap mikroa, namun tidak bersifat toksik terhadap manusia. Adapun penambahan senyawa berbasis silan HDTMS dapat membuat kain bersifat hidrofob.


(43)

26

Penelitian ini menyelidiki karakteristik sifat mekanik, aktivitas antibakteri, dan sudut kontak kain katun tanpa modifikasi, kain katun dengan penambahan nanopartikel perak, kain katun dengan penambahan HDTMS, kain katun dengan penambahan nanopartikel perak dilanjutkan HDTMS, dan kain katun dengan penambahan HDTMS dilanjutkan dengan nanopartikel perak.

Sintesis nanopartikel perak yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode reduksi dengan ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Saat nanopartikel perak berinteraksi dengan bakteri, nanopartikel perak akan memengaruhi metabolisme dan menghambat pertumbuhan sel bakteri. Proses pengujiannya mengnggunakan bakteri gram positif (Staphylococcus aureus) dan gram negatif (Escherichia coli). Adapun penambahan senyawa HDTMS pada kain katun diharapkan agar permukaan kain bersifat hidrofob. Keberhasilan terbentuknya nanopartikel perak dilakukan berdasarkan karakterisasi dengan spektroskopi UV-Vis. Karakterisasi selanjutnya untuk kain katun dengan penambahan HDTMS, kain katun dengan penambahan nanopartikel perak, dan kain katun dengan penambahan nanopartikel perak dan HDTMS adalah penentuan sudut kontak dan aktivitas antibakteri.


(44)

27 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

I. SUBJEK DAN OBJEK a. Subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah kain katun tanpa dimodifikasi, kain katun dengan penambahan nanopartikel perak, kain katun dengan penambahan HDTMS, kain katun dengan penambahan nanopartikel perak dan HDTMS, dan kain katun dengan penambahan HDTMS dan nanopartikel perak.

b. Objek

Objek dalam penelitian ini adalah sudut kontak dan aktivitas antibakteri kelima jenis kain.

II. VARIABEL PENELITIAN

a. Variabel bebas

Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis kain dan jenis mikroorganisme. Jenis kain yang digunakan adalah kain katun tanpa dimodifikasi, kain katun dengan penambahan nanopartikel perak, kain katun dengan penambahan HDTMS, kain katun dengan penambahan nanopartikel perak dan HDTMS, dan kain katun dengan penambahan HDTMS dan nanopartikel perak. Jenis mikroorganisme digunakan bakteri Escherichia coli (gram negatif) dan Staphylococcus aureus (gram positif).


(45)

28 b. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah aktivitas antibakteri dan sudut kontak dari kelima jenis kain.

c. Variabel kontrol

Variabel terkontrol pada penelitian ini adalah temperatur inkubasi, temperatur reduksi AgNO3, konsentrasi AgNO3 yang dipakai, bahan

pereduksi AgNO3, dan media pertumbuhan bakteri.

III. INSTRUMEN PENELITIAN

a. Alat

1. Spektrofotometer UV-Vis 2. Neraca analitik

3. Alat-alat gelas 4. Batang pegaduk 5. Termometer 6. Shaker

7. Pembakar bunsen 8. Oven

9. Cawan petri 10.Busur derajat 11.Jangka sorong b. Bahan

1. Kain katun


(46)

29

3. Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) 4. Akuades

5. Hexadecyltrimethoxysilane (HDTMS) 6. Etanol 4%

7. Polivinil alkohol (PVA)

IV. PROSEDUR KERJA

a. Ekstraksi kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.)

Kulit buah manggis segar sebanyak 20 gram dimasukkan ke dalam gelas beker, lalu ditambahkan 50 mL aquades, kemudian dipanaskan hingga mendidih pada suhu 91°C. Setelah mencapai suhu ruang, air rebusan tersebut disaring menggunakan kertas saring Whatman no.42. b. Preparasi dan karakterisasi nanopartikel perak (Ag) dengan ekstrak

kulit buah manggis

Larutan AgNO3 10-3M sebanyak 40 mL dimasukkan ke dalam gelas

ukur 100 mL, lalu ditambahkan 2,5 mL air rebusan kulit buah manggis, kemudian didiamkan selama 5 menit. Selanjutnya, ditambahkan larutan PVA 1%. Karakterisasi larutan campuran berupa warna, spektrum serapan UV-Vis pada waktu ke 3 dan 7 hari.

c. Aplikasi nanopartikel perak pada bahan tekstil

Bahan tekstil (katun) dicuci, disterilisasi, dan dikeringkan. Lalu dipotong dengan ukuran 5 cm x 5 cm. Sampel direndam dalam koloid


(47)

30

nanopartikel perak pada erlenmeyer 250 mL kemudian dishaker pada 153 rpm selama 24 jam dan dikeringkan pada 70⁰C.

d. Hidrofobisasi atau modifikasi permukaan bahan tekstil dengan HDTMS

Larutan etanol HDTMS 4% ditambahkan ke bahan tekstil (katun). Selama 1 jam dishaker pada temperature kamar. Sampel dikeringkan pada suhu 80⁰C selama 10 menit. Selanjutnya proses curing pada suhu 130⁰C selama 1 jam. Karakterisasi pada bahan katun dengan teknik sudut kontak.

e. Uji sudut kontak

Kain katun diletakkan pada tempat yang datar. Sebanyak 1 tetes akuades diteteskan menggunakan pipet tetes yang berjarak 1 cm di atas permukaan kain. Selanjutnya dilakukan pemotretan terhadap kain yang telah ditetesi akuades. Pengujian dilakukan pada kelima jenis kain secara bergantian.

f. Uji antibakteri

Inkubasi bakteri pada suhu ruang selama 24 jam. Sebanyak 0,1 mL bakteri dituang ke media pada cawan petri. Kelima jenis kain katun ditempatkan pada petri secara melingkar dengan jarak sama. Pengujian antibakteri dilakukan setiap 3 jam sekali untuk mengukur perubahan zona hambat yang terbentuk.


(48)

31

V. TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah karakterisasi kain katun dengan spektroskopi UV-Vis, sudut kontak, uji antibakteri, dan teknik statistik.

a. Spektroskopi UV-Vis

Dengan menggunakan spektrum UV-Vis pada koloid nanopartikel perak dilakukan pada rentang panjang gelombang 200-500 nm. Reduksi ion perak terlihat secara fisis dari perubahan warna larutan yaitu dari tak berwarna menjadi kuning pucat sehingga pada pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Vis nanopartikel perak koloidal memberikan puncak absorpsi pada panjang gelombang di sekitar 410 nm yang merupakan puncak serapan khas nanopartikel perak.

b. Sudut Kontak

Sudut kontak merupakan parameter inti dari wettability dari suatu permukaan material. Sudut kontak terbentuk antara butiran cairan dengan permukaan material. Semakin besar sudut kontak yang dimiliki suatu permukaan, maka wettability berkurang. Suatu dikatakan memiliki permukaan yang hidrofob bila sudut kontaknya lebih dari 90o dan bila sudut kontaknya lebih dari 150o maka permukaan tersebut disebut superhidrofob.


(49)

32 c. Uji Aktivitas Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri pada serat katun yang terdeposit nanopartikel perak terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan

Staphylococcus aureus ATCC 25923 dapat dilakukan cara mengukur besarnya zona hambat bakteri pada kelima jenis kain katun yang telah dimodifikasi. Zona bening di sekitar sampel menunjukkan adanya aktivitas antibakteri pada sampel tersebut. Semakin lebar zona bening di sekitar sampel menunjukkan bahwa penghambatan bakteri oelh sampel uji semakin efektif.

Proses pengujian kemampuan antibakteri dapat dilakukan secara kuantitatif menggunakan hitungan statistik ANOVA (2 faktor), dilanjutkan uji Least Significant Different (LSD), dan uji

T-Independent menggunakan SPSS. Uji ANOVA (2 faktor) digunakan untuk mengetahui pengaruh jenis sampel dan waktu inkubasi terhadap aktivitas antibakteri. Uji lanjut LSD digunakan untuk menentukan signifikansi antara sampel satu dengan sampel lain dan antara waktu inkubasi satu dengan waktu inkubasi lain. Uji T-Independent

digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan signifikan dalam aktivitas antibakteri antara bakteri E. coli dan S. aureus.


(50)

33

VI. DIAGRAM ALIR PENELITIAN

a. Preparasi Nanopartikel Perak

50 mL akuades

dipanaskan hingga mendidih

didiamkan hingga mencapai suhu ruang disaring dengan kertas saring whatman no.42

40 mL Larutan AgNO3 10-3M

didiamkan 5 menit + PVA 1%

disimpan pada suhu kamar selama 3-7 hari

dikarakterisasi menggunakan UV-Vis 20 gram kulit buah manggis

2,5 mL ekstrak kulit buah manggis

Campuran Homogen

Koloid Nanopartikel Perak

Nanopartikel perak siap diaplikasikan pada serat katun


(51)

34

b. Aplikasi Nanopartikel Perak pada Bahan Tekstil

c. Aplikasi Permukaan Serat Katun dengan Senyawa HDTMS Serat katun dicuci, disterilisasi dan dikeringkan

Sampel katun dipotong-potong dengan ukuran 5 cm x 5 cm

Sampel serat katun dicelupkan dan direndam dalam koloid nanopartikel perak pada erlenmeyer 250 mL, dishaker pada

152 rpm selam 24 jam dan dikeringkan pada suhu 70oC

Karakterisasi dengan uji aktivitas antibakteri dan sudut kontak

Serat katun yang telah terdeposit nanopartikel perak

Penambahan larutan etanol HDTMS 4 %

Reaksi selama 60 menit pada suhu kamar

Pengeringan sampel dengan suhu 80oC selama 10 menit

Reaksi curing dengan suhu 130oC selama 60 menit

Karakterisasi dengan uji aktivitas antibakteri dan sudut kontak

Koloid nanopartikel perak disentrifugasi selama 5 menit dan setengah filtratnya dibuang untuk memekatkan nanopartikel


(52)

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ekstraksi Kulit Buah Manggis

(a) (b)

Gambar 8. (a) Perebusan Kulit Manggis dan (b) Ekstrak Kulit Manggis

Gambar 8(a) menunjukkan proses perebusan kulit manggis. Warna larutan yang sebelumnya tidak berwarna berubah menjadi oranye keruh dan sedikit kental saat proses perebusan kulit manggis. Perebusan dilakukan hingga mendidih pada suhu 91°C. Gambar 8(b) menunjukkan produk ekstrak kulit manggis yang dihasilkan. Ekstrak kulit manggis yang telah dihasilkan berwarna jingga kemerahan. Produk ekstrak kulit manggis juga lebih jernih dan lebih encer dibandingkan dengan saat proses perebusan.

B. Preparasi Nanopartikel Perak

Larutan nanopartikel perak yang dihasilkan dari metode reduksi dengan bioreduktor ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) berupa larutan coklat pekat seperti ditunjukkan pada Gambar 9.


(53)

36

Nanopartikel perak yang dihasilkan dikarakterisasi menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dengan larutan AgNO3 sebagai larutan blanko.

Karakterisasi ini bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang dan absorbansinya.

Awal 1 jam 24 jam 48 jam 94 jam

Gambar 9. Nanopartikel Perak

Hasil spektrofotometer UV-Vis larutan AgNO3 adalah puncak

spektrum berada pada absorbansi 2,712 dan panjang gelombang maksimum 218,50 nm. Nanopartikel perak yang terbentuk dari reduksi AgNO3 dengan

bioreduktor ekstrak kulit manggis yang didiamkan selama 3 hari memiliki absorbansi 0,815 dan panjang gelombang 434 nm, sedangkan nanopartikel perak yang didiamkan selama 7 hari memiliki absorbansi 0,575 dan panjang gelombang 434 nm. Menurut Handayani (2011), nilai surface plasmon resonance (SPR) dari nanopartikel perak yang berada pada panjang gelombang 400-500 nm dapat diartikan bahwa nanopartikel perak tersebut telah terbentuk. Selain itu, dengan hasil karakterisasi UV-Vis pada hari ketiga dan hari ketujuh, nanopartikel perak yang terbentuk stabil. Spektra UV-Vis larutan AgNO3 ditunjukkan oleh Gambar 10 dan spektra UV-Vis


(54)

37

Gambar 10. Spektra UV-Vis AgNO3

. Gambar 11. Spektra UV-Vis AgNPs

Dalam penelitian ini, nanopartikel perak dibuat dengan metode reduksi dari larutan AgNO3 konsentrasi 1x10-3 M dengan bioreduktor

ekstrak kulit buah manggis yang mereduksi Ag+ menjadi Ag0. Menurut Wita Oyleri Tikirik, Maming, dan Muhammad Zakir, mekanisme reaksi pada proses bioreduksi AgNO3 oleh kulit buah manggis seperti pada Gambar 12.


(55)

38

Gambar 12. Perkiraan Reaksi pada Proses Bioreduksi AgNO3 oleh Kulit

Buah Manggis

Ag-Ag → Inti Ag → AgNP → Koloid

Berdasarkan skema tersebut, pembentukan nanopartikel perak diawali dengan pembentukan Ag yang masih beraglomerasi, kemudian diikuti dengan pembentukan inti Ag yang terbentuk dengan proses hidrolisis, dan terbentuk nanopartikel yang akan tumbuh menjadi koloid yang ditandai dengan pemekatan warna larutan.

C. Deposit Nanopartikel Perak pada Sampel Kain Katun

Kain katun yang terdeposit nanopartikel perak berwarna kecoklatan, berbeda dengan kain katun tanpa perlakuan yang berwarna putih. Warna kecoklatan tersebut berasal dari warna koloid nanopartikel perak yang juga berwarna coklat pekat. Hal ini menunjukkan bahwa nanopartikel perak telah terdeposit pada kain katun, seperti pada Gambar 13. Secara fisik, perbedaan


(56)

39

kain katun tanpa perlakuan dengan kain katun terdeposit nanopartikel perak hanya terletak pada perbedaan warna.

Gambar 13. (a) Kain katun, (b) Kain katun terdeposit nanopartikel perak

D. Modifikasi Sampel Kain Katun dengan Penambahan Senyawa HDTMS

Kain katun dimodifikasi menjadi bersifat hidrofob dengan menggunakan senyawa Hexadecyltrimethoxysilane atau HDTMS. HDTMS dipilih karena memiliki gugus alkoksida dan rantai alkil yang panjang seperti ditunjukkan pada Gambar 2 tentang struktur senyawa HDTMS.

Sifat hidrofob atau antikotor adalah sifat suatu permukaan yang apabila ditetesi air, air tersebut tidak mudah meresap pada permukaan, melainkan akan terbentuk butiran-butiran air. Apabila permukaan tersebut dimiringkan, butiran-butiran tersebut dapat bergulir. Secara alamiah, peristiwa serupa dapat dijumpai pada beberapa makhluk hidup seperti pada daun lotus dan kaki cicak.

Berdasarkan hal tersebut, beberapa metode dikembangkan untuk menciptakan suatu permukaan yang memiliki sifat hidrofob. Menurut (Ferri et al., 2013), metode yang dapat digunakan salah satunya adalah metode


(57)

40

coating atau pelapisan dengan suatu bahan yang bersifat hidrofob. Bahan yang bersifat hidrofob yang dapat digunakan misalnya senyawa silan dan turunannya. Senyawa silan dapat digunakan sebagai bahan pelapis karena memiliki gugus alkoksida dan juga memiliki rantai alkil yang panjang. Semakin panjang rantai alkil yang dimiliki, semakin besar pula sifat hidrofob senyawa tersebut (Ferri et al., 2013).

Modifikasi kain katun yang dilapisi senyawa HDTMS diawali dengan pembuatan larutan etanol HDTMS 4%. Larutan tersebut dbuat dengan melarutkan 40 mL HDTMS ke dalam etanol sebanyal 960 mL. Larutan diaduk selama 6 jam agar tercampur sempurna. Tujuan pengenceran ini agar HDTMS yang digunakan tidak terlalu pekat sehingga penggunaan senyawa HDTMS lebih efisien. Pelarut yang digunakan merupakan pelarut organik. Formulasi alkohol diperlukan untuk meminimalisasi reaksi kondensasi silan sebelum aplikasi primer (pencelupan).

Pelapisan kain katun oleh senyawa HDTMS dilakukan dengan cara digojog dengan shaker selama 1 jam dengan kecepatan 152 rpm, dikeringkan dengan hairdryer, kemudian dilanjutkan curing pada suhu 110°C selama 1 jam. Reaksi curing ini dilakukan untuk memperbaiki kapasitas senyawa silan pada kondisi optimum agar terdeposit dengan baik pada serat katun dengan adanya ikatan antara gugus alkoksida dari HDTMS dan gugus –OH dari serat selulosa kain katun. (Muresan et al, 2013).

Larutan etanol HDTMS 4% yang digunakan sebanyak 50-100 mL atau hingga kain tercelup seluruhnya. Sampel kain yang dilapisi senyawa


(58)

41

HDTMS adalah katun murni dan katun terdeposit nanopartikel perak. Sampel kain katun yang telah dilapisi senyawa HDTMS tidak menunjukkan perubahan warna yang signifikan dengan sampel kain katun murni, seperti dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. (a) Kain katun murni, (b) Kain katun terlapisi HDTMS, (c) Kain katun terdeposit nanopartikel perak dan terlapisi HDTMS.

E. Uji Sudut Kontak

Gambar 15 menunjukkan perbedaan sudut kontak pada kelima sampel kain. Sudut kontak terbesar dimiliki sampel K2 (katun+HDTMS).

Penambahan senyawa HDTMS menyebabkan sifat hidrofob kain bertambah yang dibuktikan dengan tetesan air yang lebih bulat. Sudut kontak paling kecil dimiliki sampel K1 (katun+AgNPs). Penambahan nanopartikel perak

menyebabkan sifat hidrofob kain berkurang, yang dibuktikan dengan tetesan air yang cepat meresap pada kain.

(a) (b) (c)


(59)

42

Gambar 15. Hasil pengukuran sudut kontak (a) katun, (b) katun+AgNO3,

(c) katun+HDTMS, (d) katun+AgNO3+HDTMS,

(e) katun+HDTMS+AgNO3

Katun memiliki struktur utama selulosa yang bersifat sangat hidrofilik, sehingga akan lebih menguntungkan apabila katun dibuat bersifat hidrofobik. Katun yang dimodifikasi menjadi hidrofobik dapat memperluas penggunaannya seperti tahan air, anti kotor, dan self-cleaning textile. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menjadikan katun bersifat hidrofobik antara lain dengan pelapisan menggunakan polikondensasi dari HDTMS, tetraethoxyorthosilicate, dan 3-glycidyloxypropyltrimethoxysilane (Erasmus & Barkhuysen, 2009).

Modifikasi pada penelitian ini untuk menjadikan kain katun bersifat hidrofob adalah dengan pelapisan serat katun menggunakan hexadecyltrimethoxysilane. Serat katun terlapisi senyawa silan ditandai dengan ikatan atom Si dengan gugus –OH dari selulosa. Selulosa ialah penyusun utama serat katun yang akan membentuk ikatan Si-OH. Reaksi hidrolisis tersebut akan menghasilkan residu metanol yang dapat menjadi senyawa toksik bagi manusia. Oleh karena itu, banyak penelitian yang menganjurkan untuk memilih reaksi dengan etanol sebagai residu karena


(60)

43

lebih aman (Dhôtel, 2010). Berdasarkan Gambar 15, sudut kontak yang terukur pada kelima jenis kain berbeda-beda. Tabel 3 menunjukkan besar sudut kontak pada kelima sampel kain katun.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Sudut Kontak Sampel

Sudut

K0 K1 K2 K3 K4

Sudut kanan 120,03° 119,91° 129,1° 126,3° 125,1° Sudut kiri 120,88° 119,36° 130,0° 126,0° 125,1° Sudut rerata

(sudut kontak)

120,45° 119,64° 129,55° 126,15° 125,1°

Tabel 3 yang menunjukkan sudut kontak tertinggi adalah sampel K2

yaitu katun terlapisi HDTMS tanpa nanopartikel perak sebesar 129,55°. HDTMS yang sudah mengalami hidrolisis berikatan dengan gugus –OH dari serat katun membentuk ikatan Si-OH yang baru dan menjadikan kain katun bersifat hidrofob. Gambar 16 menunjukkan skema reaksi ikatan antara senyawa HDTMS dengan serat katun yang menghasilkan katun bersifat hidrofob.


(61)

44

Gambar 16. Ikatan Serat Katun dengan Senyawa HDTMS

Menurut Shateri-khalilabad, Yazdanshenas & Etemadifar (2013), HDTMS menempel pada serat katun dalam bentuk hidroksil hasil hidrolisis. HDTMS dihidrolisis dan molekul dikondensasikan untuk membentuk oligomer. Oligomer diaktifkan dan silanol terbentuk. Selanjutnya, ikatan silanol dibuat satu sama lain dan dengan hidroksil pada serat katun melalui reaksi kondensasi.

Sudut kontak terbesar kedua dimiliki oleh sampel K3 yaitu kain katun

terdeposit nanopartikel perak dan terlapisi HDTMS sebesar 126,15°. Urutan ketiga adalah sampel K4 yaitu kain katun terlapisi HDTMS dan terdeposit

nanopartikel perak sebesar 125,1°. Perbedaan sampel K3 dan K4 adalah


(62)

45

sampel K3 dilakukan setelah nanopartikel perak, sedangkan pada sampel K4

pelapisan HDTMS dilakukan sebelum nanopartikel perak. Berdasarkan data yang diperoleh, nanopartikel perak berpengaruh terhadap besarnya hasil sudut kontak, yaitu nanopartikel perak dapat menurunkan sudut kontak. Terbukti bahwa sudut kontak sampel K3 lebih besar daripada sampel K4.

Sudut kontak sampel K0 yang merupakan kain katun murni sebesar

120,45°. Angka ini lebih besar dari sudut kontak sampel K1 yang merupakan

kain katun terdeposit nanopartikel perak yaitu sebesar 119,64°. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa penambahan nanopartikel perak menurunkan sifat hidrofob dari kain. Khalil-Abad & Yazdanshenas (2013) menyatakan bahwa penambahan nanopartikel perak tidak mengubah hidrofobisitas kain katun.

F. Uji Aktivitas Antibakteri Kain Katun terhadap Bakteri Escherichia coli

ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923

Gambar 17 merupakan hasil pengujian aktivitas antibakteri pada kelima jenis kain. Gambar menunjukkan lebar zona bening kedua bakteri. Gambar 17(a) merupakan zona bening sampel kain pada bakteri Eschericia coli ATCC 35218 dan Gambar 17(b) merupakan zona bening sampel kain pada bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923.


(63)

46

Gambar 17. Zona Bening (a) Sampel Kain pada Bakteri E.coli, (b) Sampel Kain terhadap Bakteri S. aureus

Keterangan:

K0 : Katun

K1 : Katun+Nanopartikel perak

K2 : Katun+HDTMS

K3 : Katun+Nanopartikel perak+HDTMS

K4 : Katun+HDTMS+Nanopartikel perak

1. Uji Aktivitas Antibakteri Kain Katun terhadap Bakteri

Escherichia coli ATCC 35218

Tahap awal uji antibakteri dilakukan dengan penanaman bakteri pada cawan petri dan diinkubasi selama 24 jam dengan tujuan agar bakteri tumbuh terlebih dahulu. Pengukuran diameter zona bening dilakukan pada jam ke-24 dan selanjutnya diukur setiap 3 jam selama 72 jam. Pengukuran setiap 3 jam sekali bertujuan agar dapat diamati pada jam ke berapa zona bening mulai terlihat, mengalami kenaikan atau penurunan atau konstan. Dengan demikian akan diketahui waktu optimum penghambatan.

(a) (b)

(K0) (K

0)

(EC) (SA)

(K1)

(K2) (K3)

(K4)

(K1)

(K2) (K3)


(64)

47

Tabel 4 menunjukkan zona bening kain katun terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 35218. Dilihat bahwa pada waktu 24 jam, zona bening sudah mulai terlihat pada semua sampel.

Tabel 4. Aktivitas Antibakteri Kain Katun terhadap Bakteri Escherichia coli ATCC 35218

Waktu (jam)

Diameter Zona Bening (cm)

K0 K1 K2 K3 K4

0 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

24 0,685 0,837 0,887 0,862 0,757

27 0,735 0,797 0,953 0,917 0,771

30 0,737 0,793 0,879 0,833 0,781

33 0,730 0,809 0,851 0,737 0,721

39 0,725 0,839 0,824 0,703 0,723

42 0,690 0,736 0,805 0,681 0,726

48 0,687 0,717 0,724 0,685 0,687

54 0,662 0,735 0,722 0,633 0,711

57 0,687 0,735 0,682 0,637 0,679

63 0,679 0,734 0,666 0,659 0,682

66 0,656 0,718 0,707 0,655 0,685

69 0,631 0,695 0,685 0,641 0,679

72 0,653 0,689 0,661 0,639 0,644

Sampel K2 menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi, sedangkan

aktivitas antibakteri terendah ada pada K0. Sampel K2 terdiri dari kain

katun yang dilapisi HDTMS. Menurut Shateri-khalilabad, Yazdanshenas & Etemadifar (2013) HDTMS tidak mempengaruhi penurunan aktivitas antibakteri pada kain yang terdeposit nanopartikel perak. Namun, belum diketahui bagaimana proses penghambatan aktivitas bakteri oleh sampel kain yang dilapisi senyawa HDTMS. Secara keseluruhan, diameter zona hambat pada semua sampel


(65)

48

fluktuatif dan mengalami penurunan setelah jam ke 30. Hal ini disebabkan nanopartikel perak yang terdapat pada sampel K1 dapat

memberikan sifat antibakteri pada katun.

Gambar 18. Grafik Diameter Zona Hambat Bakteri Escherichia coli ATCC 35218

Berdasarkan data yang diperoleh, dilakukan uji anova dua faktor terhadap waktu inkubasi dan variasi sampel seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan hasil uji anova dua faktor antara waktu inkubasi dengan signifikansi 0,000 (P<0,05). Dengan demikian terdapat perbedaan signifikan dalam hal aktivitas antibakteri Escherichia coli ATCC 35218 untuk waktu inkubasi yang berbeda. Uji antara jenis sampel yang digunakan menunjukkan signifikansi 0,000 (P<0,05), sehingga terdapat perbedaan signifikan dalam hal aktivitas antibakteri Escherichia coli ATCC 35218 untuk jenis sampel yang berbeda. 0 0,050,1 0,150,2 0,250,3 0,350,4 0,450,5 0,550,6 0,650,7 0,750,8 0,850,9 0,951

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75

di ame ter zo n a b e n in g (cm ) waktu (jam)


(66)

49

Tabel 5. Hasil Uji Anova Dua Faktor terhadap Bakteri Escherichia coli ATCC 35218

Sumber JumLah df Rata-rata F Sig. Waktu 0,643 12 0,054 9,137 0,000 Sampel 0,187 4 0,047 7,969 0,000 Waktu * Sampel 0,230 48 0,005 0,818 0,784

Tabel 6 menunjukkan data hasil uji lanjut LSD untuk mengetahui secara rinci perbedaan pengaruh jenis sampel terhadap aktivitas antibekteri yang diuji. Hasil uji lanjut LSD (Least Significant Different) antara jenis sampel terhadap aktivitas antibakteri pada bakteri Escherichia coli ATCC 35218 menunjukkan bahwa diameter zona hambat antara 2 sampel dapat berbeda nyata (signifikan) pada beberapa sampel. Berdasarkan Tabel 6, waktu inkubasi dan jenis sampel, masing-masing mempengaruhi aktivitas antibakteri.

Hasil yang tidak signifikan ditunjukkan pada sampel antara K0

dan K3, K0 dan K4, K1 dan K2, serta K3 dan K4. Sampel K3, dan K4

tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan karena keduanya berasal dari kombinasi yang sama, yaitu nanopartikel perak dan HDTMS, hanya urutan pelapisannya dibalik antara K3 dan K4. Hal ini berarti

metode pencelupan tidak mempengaruhi penghambatan aktivitas bakteri. Sampel K1 dan K2 sama baiknya dalam aktivitas antibakteri

sehingga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sampel K1

terdapat nanopartikel perak sebagai antibakteri. Sampel K0 juga

menunjukkan aktivitas antbakteri yang sama terhadap sampel K3 dan


(67)

50

dapat berinteraksi dengan dinding sel bakteri sehingga menunjukkan penghambatan aktivitas bakteri (Patel & Desai, 2013).

Tabel 6. Interpretasi Hasil Uji Lanjut LSD antara Jenis Sampel terhadap Diameter Zona Hambat Bakteri Escherichia coli ATCC

35218

Variabel (jenis sampel) Kesimpulan

K0-K1 Signifikan

K0-K2 Signifikan

K0-K3 Tidak Signifikan

K0-K4 Tidak Signifikan

K1-K2 Tidak Signifikan

K1-K3 Signifikan

K1-K4 Signifikan

K2-K3 Signifikan

K2-K4 Signifikan

K3-K4 Tidak Signifikan

2. Uji Aktivitas Antibakteri Kain Katun terhadap Bakteri

Staphylococcus aureus ATCC 25923

Pengujian bakteri kedua yaitu bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. Tabel 7 menunjukkan zona bening terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. Zona bening sudah terlihat pada semua sampel pada waktu 24 jam.

Hasil yang ditunjukkan pada Gambar 19 menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 adalah sampel K4 pada jam ke-39. Secara keseluruhan,

aktivitas antibakteri paling tinggi adalah pada sampel K3, sedangkan

aktivitas bakteri paling rendah pada sampel K1. Hal ini kurang sesuai

dengan teori yang mengatakan bahwa nanopartikel perak merupakan agen antibakteri. Namun, hal ini tidak sepenuhnya keliru. Senyawa


(68)

51

HDTMS bukan merupakan senyawa yang mempengaruhi aktivitas antibakteri pada kain, melainkan senyawa yang memiliki sifat hidrofob (Ferri et al., 2013). Namun tidak menutup kemungkinan bahwa HDTMS dapat digunakan sebagai senyawa antibakteri. Shateri-khalilabad, Yazdanshenas & Etemadifar (2013) mengungkapkan bahwa HDTMS tidak mempengaruhi penurunan aktivitas antibakteri kain yang terdeposit nanopartikel perak.

Tabel 7. Aktivitas Antibakteri terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Waktu (jam)

Diameter Zona Bening (cm)

K0 K1 K2 K3 K4

0 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

24 0,731 0,623 0,913 0,741 0,811

27 0,737 0,652 0,983 0,916 0,905

30 0,771 0,638 0,935 1,023 0,857

33 0,765 0,702 0,933 1,077 0,947

39 0,702 0,656 0,882 1,011 1,243

42 0,724 0,653 0,881 1,061 1,104

48 0,719 0,623 0,896 1,101 1,004

54 0,711 0,639 0,820 1,055 0,931

57 0,726 0,655 0,807 1,003 0,899

63 0,681 0,657 0,780 1,019 0,891

66 0,688 0,635 0,787 1,001 0,882

69 0,675 0,613 0,762 1,007 0,875


(69)

52

Gambar 19. Grafik Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Tabel 8 menunjukkan hasil uji anova dua faktor terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. Data tersebut menunjukkan informasi bahwa uji anova baik waktu inkubasi maupun jenis sampel menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap aktivitas antibakteri pada bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 8 dengan signifikansi 0,000 (p<0,05). Dengan demikian, secara bersamaan waktu inkubasi dan jenis sampel mempengaruhi aktivitas antibakteri.

Tabel 8. Hasil Uji Anova Dua Faktor terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Sumber Jumlah Df Rata-rata F Sig.

Waktu 0,347 12 0,029 6,519 0,000

Sampel 3,541 4 0,885 199,681 0,000

Waktu * Sampel 0,693 48 0,014 3,256 0,000

Selanjutnya hasil uji LSD untuk aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. Data yang diperoleh

0 0,050,1 0,150,2 0,250,3 0,350,4 0,450,5 0,550,6 0,650,7 0,750,8 0,850,9 0,951 1,051,1 1,151,2 1,251,3

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75

d iame ter zo n a b e n in g (cm ) waktu (jam)


(70)

53

menunjukkan aktivitas antibakteri antara 2 jenis sampel berbeda nyata (signifikan). Hasil tersebut berlaku pada semua sampel yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis sampel yang digunakan berpengaruh terhadap aktivitas antibakteri.

Tabel 9. Interpretasi Hasil Uji Lanjut LSD antara Jenis Sampel terhadap Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus aureus

ATCC 25923

Variabel (jenis sampel) Kesimpulan

K0-K1 Signifikan

K0-K2 Signifikan

K0-K3 Signifikan

K0-K4 Signifikan

K1-K2 Signifikan

K1-K3 Signifikan

K1-K4 Signifikan

K2-K3 Signifikan

K2-K4 Signifikan

K3-K4 Signifikan

3. Perbandingan Uji Aktivitas Antibakteri Sampel terhadap Bakteri

Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923

Perbandingan aktivitas antibakteri masing-masing sampel terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923 bertujuan untuk mengetahui perbedaan aktivitas antibakteri sampel terhadap jenis bakteri yang berbeda.

a. Perbandingan Uji Aktivitas Antibakteri Sampel K0 (Katun) terhadap Bakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan

Staphylococcus aureus ATCC 25923

Perbedaan aktivitas antibakteri sampel K0 terhadap bakteri

Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923 disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 20.


(71)

54

Gambar 20. Grafik Diameter Zona Bening pada Sampel K0

terhadap Bakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923

Berdasarkan grafik, rentang diameter zona bening yang ditunjukkan oleh aktivitas antibakteri pada bakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923 hampir sama. Pada uji t-Independent yang dilakukan, nilai signifikansi antara K0 terhadap bakteri E. coli dan S. aureus sebesar 0,744

(p>0,05). Oleh karena itu, dengan taraf kesalahan 5% dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara K0 pada bakteri

E. coli dan S. aureus.

Patel & Desai (2013) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa katun yang terlapisi nanopartikel perak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, sedangkan katun murni hanya menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. 0 0,050,1 0,150,2 0,250,3 0,350,4 0,450,5 0,550,6 0,650,7 0,750,8

0 3 6 9 12151821242730333639424548515457606366697275

d iame ter zo n a b e n in g (cm ) waktu (jam)


(72)

55

Selulosa yang terdapat pada kayu yang dibakar menghasilkan senyawa kimia yang dapat menghambat aktivitas antibakteri. Senyawa yang dihasilkan tersebut antara lain alkohol rantai pendek dan lurus, keton, aldehid, dan asam organik (Afrianto & Liviawaty dalam Eny Kurniawati (2016)). Hal ini diperkuat oleh Parekh & Chanda (2007) bahwa senyawa rantai pendek dan lurus dapat menghambat aktivitas antibakteri jenis Staphylococcus.

b. Perbandingan Uji Aktivitas Antibakteri Sampel K1 (Katun+AgNPs) terhadap Bakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923

Perbedaan aktivitas antibakteri sampel K1 terhadap bakteri

Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923 disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 21.

Gambar 21. Grafik Diameter Zona Bening pada Sampel K1

terhadap Bakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923

0 0,050,1 0,150,2 0,250,3 0,350,4 0,450,5 0,550,6 0,650,7 0,750,8 0,850,9

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 72 75


(73)

56

Berdasarkan Gambar 21 tersebut, diameter zona bening pada bakteri E. coli lebih tinggi dibandingkan bakteri S. aureus. Hal ini menunjukkan bahwa penghambatan aktivitas antibakteri sampel K1

pada bakteri E. coli lebih besar daripada S. aureus. Uji t-Independent yang dilakukan menunjukkan nilai signifikansi sampel K1 terhadap bakteri E. coli dan S. aureus sebesar 0,153 (p>0,05).

Oleh karena itu, dengan taraf kesalahan 5% dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan aktivitas antibakteri sampel K1

pada bakteri E. coli dan S. aureus.

c. Perbandingan Uji Aktivitas Antibakteri Sampel K2 (Katun+HDTMS) terhadap Bakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923

Perbedaan aktivitas antibakteri sampel K2 terhadap bakteri

Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923 disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 22.

Gambar 22. Grafik Diameter Zona Bening pada Sampel K2

terhadap Bakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923

0 0,050,1 0,150,2 0,250,3 0,350,4 0,450,5 0,550,6 0,650,7 0,750,8 0,850,9 0,951 1,05

0 3 6 9 12151821242730333639424548515457606366697275

d iame ter zo n a b e n in g (cm ) waktu (jam)


(1)

95

Independent Samples Test Levene's

Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-taile d) Mean Differen ce Std. Error Differen ce 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

K2

Equal variances assumed

,001 ,970 -,891 26 ,381 -,078667 ,088270 -,260108 ,102775

Equal variances not assumed

-,891 25,922 ,381 -,078667 ,088270 -,260135 ,102802

Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi antara K

2

terhadap bakteri

E.

coli

dan

S. aureus

sebesar 0,381. Oleh karena itu, dengan membandingkan

nilai signifikansi (0,381) > taraf kesalahan 5% (0,05) dapat disimpulkan

bahwa tidak terdapat perbedaan sampel K

2

terhadap bakteri

E. coli

dan

S.

aureus

.

F.

Uji

t-Independent

K3 terhadap Bakteri

E. coli

dan

S. aureus

Group Statistics

Bakteri N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

K3 E. coli 14 ,66310 ,211770 ,056598


(2)

96

Independent Samples Test Levene's

Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-taile d) Mean Differen ce Std. Error Differen ce 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

K3

Equal variances assumed

,418 ,523 -2,805 26 ,009 -,263690 ,093995 -,456899 -,070481

Equal variances not assumed

-2,805 24,174 ,010 -,263690 ,093995 -,457612 -,069769

Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi antara K

3

terhadap bakteri

E.

coli

dan

S. aureus

sebesar 0,010. Oleh karena itu, dengan membandingkan

nilai signifikansi (0,010) < taraf kesalahan 5% (0,05) dapat disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan sampel K

3

terhadap bakteri

E. coli

dan

S. aureus

.

G.

Uji

t-Independent

K4 terhadap Bakteri

E. coli

dan

S. aureus

Group Statistics

Bakteri N Mean Std. Deviation Std. Error Mean K4

E. coli 14 ,66052 ,194060 ,051865


(3)

97

Independent Samples Test Levene's

Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-taile d) Mean Differen ce Std. Error Differen ce 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

K4

Equal variances assumed

,280 ,601 -2,395 26 ,024 -,215714 ,090053 -,400821 -,030608

Equal variances not assumed

-2,395 23,354 ,025 -,215714 ,090053 -,401847 -,029582

Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi antara K

4

terhadap bakteri

E. coli

dan

S. aureus

sebesar 0,025. Oleh karena itu, dengan membandingkan nilai

signifikansi (0,025) < taraf kesalahan 5% (0,05) dapat disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan sampel K

4

terhadap bakteri

E. coli

dan

S. aureus

.


(4)

98

LAMPIRAN 6

DOKUMENTASI PENELITIAN

1.

Ekstrak kulit buah manggis

2.

Nanopartikel perak


(5)

99

5.

autoklaf

6.

Pembuatan media agar miring


(6)

100