BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biodiesel
2.1.1 Sejarah Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Biodiesel
Sejarah biodiesel dimulai dipertengahan 1800-an, Transesterifikasi minyak sayur dilakukan pada awal 1853 oleh ilmuwan E. Duffy and J. Patrick, pada tahun
sebelumnya mesin diesel ditemukan. Adalah mesin milik Rudolf Diesels yang dijadikan model utama, sebuah mesin berukuran 10 ft 3 m silinder besi dengan
roda gaya pada bagian dasar, melaju pada saat pengoperasian pertamadi Augsburg, Germany, 10 Agustus 1893. Untuk mengenang hal ini, 10Agustus
dideklarasikan sebagai Hari Biodiesel Internasional Rudolf Diesel mendemonstrasikan sebuah mesin diesel yang berjalan
dengan bahan bakar minyak kacang tanah atas permintaan pemerintah Perancis dibangun oleh French OttoCompany pada saat pameran dunia di Paris, Perancis
pada tahun 1900. Mesin ini mendapatkan harga tertinggi. Mesin ini dijadikan prototipe Diesels vision karena menggunakan tenaga minyak kacang tanah.
Sebuah bahan bakar yang bukan termasuk biodiesel, karena tidak diproses secara transesterifikasi. Dia percaya bahwa penggunaan bahan bakar dengan biomassa
merupakanmesin masa depan. Pada tahun 1912 pidato Diesel mengatakan, penggunaan minyak nabati untuk bahan bakar mesin terlihat tidak menarik pada
saat ini, akan tetapi menjadi hal yang sangat penting setara dengan petroleum dan produk batubara di masa depan.
Minyak yang didapatkan langsung dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak oilseed, yang kemudian disaring dan dikeringkan untuk
mengurangi kadar air, disebut sebagai minyak lemak mentah. Minyak lemak mentah yang diproses lanjut guna menghilangkan kadar fosfor degumming dan
asam-asam lemak bebas dengan netralisasi dan steam refining disebut dengan refined fatty oil
atau straight vegetable oil SVO. SVO didominasi oleh trigliserida sehingga memiliki viskositas dinamik yang sangat tinggi dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
dengan solar bisa mencapai 100 kali lipat, misalkan pada Castor Oil. Oleh karena itu, penggunaan SVO secara langsung di dalam mesin diesel umumnya
memerlukan modifikasitambahan peralatan khusus pada mesin, misalnya penambahan pemanas bahan bakar sebelum sistem pompa dan injektor bahan
bakar untuk menurunkan harga viskositas. Viskositas atau kekentalan bahan bakar yang sangat tinggi akan menyulitkan pompa bahan bakar dalam
mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran bahan bakar yang rendah akan menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik. Buruknya atomisasi
berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin, dan emisi gas buang.
Pada tahun 1920an, perusahaan mesin diesel mengutamakan pembuatan mesin dengan petrodiesel sebagai bahan bakar utama dimanamemiliki nilai
viskositas rendah berbahan bakar fosil, dibandingkan mesin untuk bahan bakar nabati. Industri petroleum dapat menentukan harga di pasar bahan bakar karena
bahan bakar fosil lebih murah dari bahan bakar alternatif. Pada akhirnya, persaingan ini hampir menyebabkan infrastruktur produksi bahan bakar nabati
hancur. Namun akhir akhir ini, karena terkait dampak lingkungan serta menurunnya harga bahan bakar nabati, bahan bakar nabati semakin diminati.
Disamping itu, ketertarikan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar
dalampembakaraninternalmesindilaporkanolehbeberapaNegarapadatahun1920an d an 1930an serta pada akhir perang dunia ke-II. Belgia, Perancis, Itali, Inggris,
Portugal, Jerman, Brazil, Argentina, Jepang dan Cina telah melaporkan pengujian serta
penggunaan minyaknabatisebagai
bahanbahan bakar dieselpadamasaini.Beberapamasalahterjadikarenatingkatviskosi tas minyak nabati yang tinggi dibandingkan dengan petroleum, yang mana
menghasilkan kekurangan dalam atomisasi bahan bakar saat penyemprotan bahanbakar serta sering meninggalkan kerak pada injektor, ruang pembakaran
dankatup. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan pemanasan minyak nabati, pencampuran dengan petroleum, pirolisis serta pemecahan minyak.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Definisi Biodiesel