Faktor internal Implementasi Kebijakan Pemkot dalam Pengaturan PKL di Yogyakarta

xcviii penerapan kebijakan dari suatu program yang sedang dilaksanakan. Hal ini memang tidak dapat dipungkiri, namun agar penerapan kebijakan dapat berjalan secara maksimal tentunya sebagai organisasi publik yang memberikan pelayanan kepada masyarakat luas khususnya kepada para PKL, maka di sini harus bekerja meminimalisir hambatan- hambatan tersebut. Dalam penerapan kebijakan tentang pengaturan PKL yang dilaksanakan oleh pihak UPT Malioboro, tidak serta-merta berjalan dengan mulus, tapi juga ada hambatan- hambatan yang dapat mempengaruhi kinerja dari UPT Malioboro tersebut. Dari hasil penelitian dapat diidentifikasi hambatan-hambatan yang muncul dalam pengaturan kebijakan terhadap PKL kawasan Malioboro. Hambatan yang muncul disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah hambatan yang berasal dari dalam organisasi tersebut dan faktor eksternal adalah hambatan yang berasal dari luar organisasi.

1. Faktor internal

a. Sumber daya manusia Pengaturan PKL yang dilakukan oleh UPT Malioboro memerlukan sumber daya manusia untuk melaksanakan operasionalisasi program di lapangan baik untuk melaksanakan sosialisasi, pemberkasan, dan berbagai aktivitas dalam menyampaikan informasi dan tindakan dari Pemkot kepada PKL dan sebaliknya, juga pada berbagai pihak yang terkait dalam pelaksanaan program ini. Keterbatasan sumber daya yang ada diakui karena jumlah personil UPT Malioboro terbatas dan masing-masing personil telah mempunyai beban pekerjaan masing-masing. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kasubag Umum UPT Malioboro, Bapak Sigit Kusuma Atmaja, SS.: ”...jumlah anggota di UPT Malioboro itu terbatas mas, Cuma 18 orang dan itu mengurusi ribuan orang yang ada di Malioboro. Jangankan keributan, jarum jatuh di Malioboro aja kami urus mas” Wawancara, 14 April 2010 xcix Dari apa yang diutarakan oleh Bapak Sigit dapat diketahui bahwa hambatan internal terjadi karena jumlah personilnya yang terbatas hanya 18, dan itu masih sangat kurang, mengingat cakupan wilayahnya begitu luas dan PKL yang harus diurus juga sangat banyak. Dari sisi anggaran juga dibatasi, sehingga penambahan jumlah personil juga tidak dimungkinkan. Dengan cakupan wilayah yang begitu luas dan PKL yang harus diurus juga sangat banyak, jumlah 18 dikatakan minim. b. Sarana dan Prasarana Hambatan bagi kinerja UPT Malioboro dalam pengaturan PKL Malioboro juga diperngaruhi kurangnya sarana prasaran untuk memfasilitasi operasionalisasi pelaksanaan tugas sehari-hari. Sarana prasana dibutuhkan seperti alat transportasi untuk memonitoring aktivitas yang ada di Malioboro. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak Alek Wahyudi Triwidodo, SE., salah seorang Staff UPT Malioboro: “...hanya sedikit kendaraan yang kami punya. Mobil dinas 1, motor Trail 3, sama motor Tossa 1. Sudah itu aja mas...” Wawancara, 19 april 2010 Dari sedikitnya transportasi sebagai penunjang pelaksanaan tugas UPT Malioboro tersebut, tentunya tidak mencukupi kinerja secara maksimal di lapangan jika menggunakan kendaraan. Meski demikian, tugas sebagai pegawai UPT Malioboro harus tetap dijalankan.

2. Faktor eksternal