4 Dihasilkan dari bahan yang dapat diperbaharui termasuk sisa industri dan bukan
dari minyak bumi. 5
100 recyclable melalui proses hidrolisis asam laktat dan digunakan kembali untuk aplikasi yang berbeda atau bisa digabungkan untuk menghasilkan produk
lain. 6
Tidak menggunakan pelarut organikbersifat racun dalam memproduksi PLA. 7
Dapat dibakar sempurna dan menghasilkan gas CO
2
dan air.
Saat ini, PLA sudah digunakan untuk beragam aplikasi, diantaranya dibidang medis, kemasan dan tekstil. Dibidang medis, PLA sudah lama digunakan sebagai
benang jahit pada saat operasi serta bahan pembungkus kapsul. Selain itu, pada dasawarsa terakhir PLA juga dikembangkan dalam upaya perbaikan jaringan tubuh
manusia. PLA juga telah dikembangkan untuk pembuatan kantong plastik retail bags
, kontainer, bahkan edible film untuk sayuran dan buah. Dalam bentuk film dan bentuk foam digunakan untuk pengemas daging, produk susu, atau roti. Dapat juga
digunakan dalam bentuk botol dan cangkir sekali pakai untuk kemasan air, susu, jus dan minuman lainnya. Piring, mangkok, nampan, tas, film pertanian merupakan
penggunaan lain dari jenis plastik ini. Selain itu dibidang tekstil PLA juga telah diaplikasikan untuk pembuatan kaos dan tas. Di Jepang, PLA bahkan sudah
dikembangkan sebagai bahan dasar pembuatan Compact Disc CD oleh Sanyo.
2.3.2 Prospek Perkembangan PLA di Indonesia
Upaya pengembangan teknologi kemasan plastik biodegrdabel dewasa ini berkembang sangat pesat. Berbagai riset telah dilakukan di negara maju Jerman,
Prancis, Jepang, Korea, Amerika Serikat, Inggris dan Swiss ditujukan untuk menggali berbagai potensi bahan baku biopolimer. Di Jerman, pengembangan untuk
mendapatkan polimer biodegradabel pada poly hydroxy butiyrat PHB, Jepang chitin dari kulit Crustaceae, zein dari jagung. Aktivitas penelitian lain yang dilakukan
adalah bagaimana mendapatkan kemasan termoplastik degradabel yang mempunyai masa pakai life times yang relatif lebih lama dengan harga yang lebih murah.
Pengembangan lain yang sangat penting adalah perbaikan sifat-sifat fisik dan penggunaan bahan pemlastis.
Universitas Sumatera Utara
Kendala utama yang dihadapi dalam pemasaran kemasan ini adalah harganya yang relatif tinggi dibandingkan film kemasan PE. Biaya produksi yang tinggi berasal
dari komponen bahan baku sumber karbon, proses fermentasi isolasi dan purifikasi polimer dan investasi modal.
Sebenarnya prospek pengembangan biopolimer untuk kemasan plastik biodegradabel di Indonesia sangat potensial. Alasan ini didukung oleh adanya sumber
daya alam, khususnya hasil pertanian yang melimpah dan dapat diperoleh sepanjang tahun. Berbagai hasil pertanian yang potensial untuk dikembangkan menjadi
biopolimer adalah jagung, sagu, kacang kedelai, kentang, tepung tapioka, ubi kayu nabati dan kitin dari kulit udang hewani dan lain sebagainya. Kekayaan akan
sumber bahan dasar seperti tersebut di atas, justru sebaliknya menjadi persoalan potensial yang serius pada negara-negara yang telah maju dan menguasai ilmu dan
teknologi kemasan biodegrdabel, khususnya di Jerman. Negara tersebut dengan penguasaan IPTEK yang tinggi di bidang teknologi kemasan, merasa khawatir
kekurangan sumber bahan dasar raw materials dan akan menjadi sangat tergantung pada negara yang kaya akan sumber daya alam.
Pada tahun 2005 Liesbetini Hartono, dkk melakukan penelitian, yaitu Rekayasa proses produksi poli asam laktat PLA dari pati sagu sebagai bahan baku
plastik biodegradabel dengan menggunakan variasi jenis bakteri dan kondisi operasi proses fermentasi untuk menghasilkan asam laktat dan dengan proses polimerisasi
kondensasi langsung dapat dihasilkan PLA.
Pada tahun 2006, Hanny Widjaja, dkk melakukan penelitian mengenai sintesa PLA dari Limbah Pembuatan Indigenous Starch untuk Pembuatan Plastik Ramah
Lingkungan, dimana pada penelitian ini variasi yang dipakai adalah jenis bakteri untuk fermentasi, dimana nantinya diperoleh bakteri yang terbaik untuk menghasilkan
Asam Laktat, dengan proses polikondensasi azeotropik dapat dihasilkan PLA. Ery Susiany Retnoningtyas, dkk melakukan penelitian mengenai pembuatan plastik
biodegradabel dari kulit pisang.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2009, Yusmarlela melakukan penelitian dengan judul Studi Pemanfaatan Plastiser Gliserol Dalam Film Pati Ubi Dengan Pengisi Serbuk Batang
Ubi Kayu. Sifat Mekanik Campuran Pati Ubi Kayu dengan Pemlastis pada berbagai komposisi dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Uji Sifat Mekanik Campuran Pati Ubi Kayu dengan Pemlastis Gliserol pada Berbagai Komposisi
Komposisi No
Pati ubi gram Gliserol gram
Kekuatan tarik MPa Kemuluran
1 10
5,833 2,895
2 10
1 7,667
18,516
3 10
2 3,000
26,547 4
10 3
2,500 20,922
5 10
4 1,300
16,094 6
10 5
1,000 13,793
Hasil uji sifat mekanik pada Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa penggunaan gliserol pada kadar 10 memberikan kekuatan tarik lebih tinggi dibandingkan dengan kadar
0. Hal ini terjadi karena pada kadar 10 dari 10 gram campuran berada pada titik jenuh yang menyebabkan molekul-molekul pemlastis hanya terdispersi dan
berinteraksi diantara stuktur rantai pati yang menyebabkan rantai-rantai pati lebih sulit bergerak akibat halangan sterik. Sementara itu yang menyebabkan kekuatan tarik
meningkat dikarena adanya gaya intermolekuler antar rantai pati tersebut. Apabila kadar gliserol ditingkatkan 20-50 akan menyebabkan kekuatan tarik menurun. Hal
ini disebabkan karena titik jenuh telah terlampaui, sehingga molekul pemlastis yang berlebih berada pada fase tersendiri di luar fase pati dan akan menurunkan gaya
intermolekuler antar rantai yang menyebabkan gerakan rantai lebih bebas dan akibatnya gaya intermolekuler antar rantai menurun. Berdasarkan penjelasan di atas
dapat dikatakan bahwa campuran pati ubi kayu dengan gliserol mencapai kompatibilitas tertinggi pada kadar 10.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. Hasil Uji Sifat Mekanik Campuran Pati Ubi Kayu dengan Pemlastis Gliserol dan Penambahan Serbuk Batang Ubi Kayu pada Berbagai Komposisi
Komposisi No
Pati ubi gram
Gliserol gram
Serbukgram Kekuatan
tarik Mpa Kemuluran
1 10
1 0,5
9,333 18,531
2 10
2 0,5
4,167 17, 656
3 10
2 1
7,583 13,000
4 10
3 0,5
3,250 15,406
5 10
3 1
2,750 10,313
6 10
4 0,5
2,250 16,670
7 10
4 1
2,167 9,453
Hasil uji sifat mekanik pada Tabel 4.2 menunjukan peningkatan sifat mekanik uji tarik pada campuran antara 10 gram pati dengan 1 gram gliserol dan 0,5 gram
serbuk batang ubi kayu yang dapat meningkatkan sifat mekanik uji tarik bahan dibandingkan tanpa gliserol. Hal ini disebabkan serbuk dapat memperkuat bahan
tersebut.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Penambahan gliserol dalam film pati ubi kayu dapat meningkatkan kelarutan pati
dalam air dan juga dapat menambah kuat tarik film pati dibandingkan tanpa gliserol, perbandingan yang baik antara gliserol dan pati yaitu 10 : 1.
2. Hasil analisa uji tarik pada film pati ubi kayu dengan campuran gliserol dan sebuk batang ubi kayu rasio 1 : 0,5 memperlihatkan naiknya nilai kuat tarik dari 7,667
Mpa sebelum penambahan serbuk menjadi 9,333 Mpa sesudah penambahan serbuk.
3. Hasil analisa uji tarik, uji DTA dan uji-FTIR menunjukkan bahwa film pati ubi kayu yang mengandung gliserol dan serbuk batang ubi kayu menunjukkan adanya
interaksi fisik ikatan hidrogen antara pati, gliserol dan serbuk batang ubi kayu.
Universitas Sumatera Utara
Masih dengan menggunakan variasi kondisi operasi fermentasi untuk menghasilkan PLA. Kebanyakan penelitian yang dilakukan di Indonesia adalah
dengan variasi bahan baku untuk memperoleh bahan alam apa yang paling sesuai untuk membuat PLA dan juga proses fermentasi bukan dengan variasi katalis.
Penelitian yang pernah dilakukan yaitu sintesis PLA dengan bahan baku yang berasal dari pati sagu, limbah indigenous pati, kulit pisang, pati singkong, pati jagung, kulit
udang, talas, dan lain sebagainya.
PLA memiliki sifat properties yang cukup baik jika digunakan sebagai aplikasi pengganti plastik konvensional. Aplikasi PLA yang telah dikembangkan saat ini
diantaranya di bidang medis, pengemasan makanan, edible film, tekstil bahkan casing barang elektronik ringan. Perkembangan plastik biodegradabel di Indonesia,
khususnya PLA masih terkendala masalah teknologi dan investasi, sementara tersedia bahan baku yang melimpah.
2.4 Kemasan makanan
Pengertian umum dari kemasan adalah suatu benda yang digunakan sebagai wadah atau tempat yang dikemas dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan
tujuannya. Adanya kemasan yang dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan
fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Dari promosi kemasan berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Bahan kemasan yang umum untuk pengemasan
produk hasil pertanian untuk tujuan pengangkutan atau distribusi adalah kayu, serat goni, plastik, kertas dan gelombang karton.
Melindungi bahan pangan dari kontaminasi berarti melindunginya terhadap mikroorganisme dan kotoran serta terhadap gigitan serangga atau binatang pengerat
lainnya. Melindungi kandungan airnya berarti makanan di dalamnya tidak boleh menyerap air dari atmosfer dan juga tidak boleh berkurang kadar airnya. Jadi,
wadahnya harus kedap air. Perlindungan terhadap bau dan gas dimaksudkan supaya bau atau gas yang tidak diinginkan tidak dapat masuk melalui wadah tersebut dan
Universitas Sumatera Utara
jangan sampai merembes keluar melalui wadah. Wadah yang rusak karena tekanan atau benturan dapat menyebabkan makanan di dalamnya juga rusak dalam arti
berubah bentuknya Winarno, 1983.
Untuk itu perlu adanya inovasi dalam pembuatan plastik yang ramah lingkungan. Menurut Syarief 1988 ada lima syarat yang dibutuhkan kemasan yaitu
penampilan, perlindungan, fungsi, bahan dan biaya, serta penanganan limbah kemasan.
Pengemasan komoditi hortikultura adalah suatu usaha menempatkan komoditi segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya tetap atau
hanya mengalami sedikit penurunan pada saat diterima oleh konsumen akhir dengan nilai pasar yang tetap tinggi. Dengan pengemasan, komoditi dapat dilindungi dari
kerusakan, benturan mekanis, fisik, kimia dan mikrobiologis selama pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran Sacharow dan Griffin, 1980.
Menurut Erliza dan Sutedja 1987 bahan kemasan harus mempunyai syarat- syarat, yaitu : tidak toksik, harus cocok dengan bahan yang dikemas, harus menjamin
sanitasi dan syarat-syarat kesehatan, dapat mencegah kepalsuan, kemudahan membuka dan menutup, kemudahan dan keamanan dalam mengeluarkan isi,
kemudahan pembuangan kemasan bekas, ukuran, bentuk dan berat harus sesuai, serta harus memenuhi syarat-syarat yaitu kemasan yang ditujukan untuk daerah tropis
mempunyai syarat yang berbeda dari kemasan yang ditujukan untuk daerah subtropis atau daerah dingin. Demikian juga untuk daerah yang kelembaban tinggi dan daerah
kering.
Berdasarkan fungsinya pengemasan dibagi menjadi dua, yaitu pengemasan untuk pengangkutan dan distribusi shipingdelivery package dan pengemasan untuk
perdagangan eceran atau supermarket retail package. Pemakaian material dan pemilihan rancangan kemasan untuk pengangkutan dan distribusi akan berbeda
dengan kemasan untuk perdagangan eceran. Kemasan untuk pengangkutan atau distribusi akan mengutamakan material dan rancangan yang dapat melindungi
kerusakan selama pengangkutan dan distribusi, sedangkan kemasan untuk eceran
Universitas Sumatera Utara
diutamakan material dan rancangan yang dapat memikat konsumen untuk membeli Peleg, 1985.
Menurut Winarno, et al. 1986 makanan yang dikemas mempunyai tujuan untuk diawetkan, yaitu : mempertahankan mutu kesegaran, warnanya yang tetap untuk
menarik konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi serta yang lebih penting lagi dapat menekan peluang terjadinya kontaminasi dari udara, air dan
tanah, baik oleh mikroorganisme pembusuk, mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehatan manusia, maupun bahan kimia yang bersifat merusak atau
racun.
Beberapa faktor yang penting diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan tersebut, keadaan lingkungan dan sifat bahan pengemas.
Sifat bahan pangan antara lain adalah adanya kecendrungan untuk mengeras dalam kadar air dan suhu yang berbeda-beda, daya tahan terhadap cahaya, oksigen dan
mikroorganis. Winarno dan Jennie 1982 mengemukakan bahan pengemas harus tahan serangan hama atau binatang pengerat dan bagian dalam yang berhubungan
langsung dengan bahan pangan harus tidak berbau, tidak mempunyai rasa serta tidak beracun serta tidak boleh bereaksi dengan komoditi.
Adanya pengemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan. Menurut Brody 1972 kerusakan terjadi karena pengaruh
lingkungan luar dan pengaruh kemasan yang digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang
digunakan. Winarno dan Jenie 1983 kerusakan dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu : golongan pertama kerusakan ditentukan oleh sifat alamiah dari
produk dan tidak dapat dicegah dengan pengemasan, misalnya : perubahan kimia, biokimia, fisik serta mirobiologi sedangkan golongan kedua, kerusakan yang
ditentukan oleh lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan yang dapat digunakan, misalnya kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan,
absorpsi dan interaksi dengan oksigen. Berbagai jenis bahan digunakan untuk keperluan kemasan, diantaranya adalah bahan-bahan dari logam, kayu, gelas, kertas,
papan, kertas.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Enceng Gondok
2.5.1 Ketersediaan Enceng gondok