Kerangka Pikir KAJIAN TEORI

46 kontekstual, dengan menggunakan “kearifan lokal” membangun pemahaman dan saling menghargai perbedaan nilai budaya dan asal-usul etnisitas dan atau suku bangsa sesuai dengan keadaan setempat. Ary Susatyo, dkk. 2012 melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran IPA Berbasis Kearifan Lokal dan ICT Pada Siswa Tuna Grahita di SLB ”. Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar pada anak berkebutuhan khusus, penguasaan hasil belajar yang diharapkan adalah keberhasilan yang meliputi kognitif maupun kecakapan pribadi-sosial. Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan refleksi yang diperoleh dari serangkaian pembelajaran dengan berbasis kearifan lokal dan ICT diperoleh kesimpulan bahwa pengembangan model pembelajaran berbasis kearifan lokal dan ICT dapat meningkatkan hasil belajar siswa sebanyak 75. Dari uraian di atas diketahui bahwa terdapat perbedaan antara penelitian yang akan dilakukan peneliti dengan penelitian relevan yang telah ada sebelumnya. Perbedaan tersebut antara lain terletak pada subjek penelitian. Adapun yang dijadikan sebagai subjek penelitian pada penelitian ini adalah BKPM Dewi Fortuna. Sebagaimana dapat dilihat pada uraian di atas bahwa belum ada penelitian yang dilakukan di BKPM terkait dengan pembelajaran pedalangan berbasis kearifan lokal. Dengan adanya perbedaan tersebut maka keaslian penelitian ini dapat terjamin.

B. Kerangka Pikir

Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa. Sejarah menunjukkan, 47 masing-masing etnis dan suku memiliki kearifan lokal sendiri. Lebih dari itu, masing-masing memiliki keakraban dan keramahan dengan lingkungan alam yang mengitari mereka. Kearifan lokal itu tentu tidak muncul serta-merta, tapi berproses panjang sehingga akhirnya terbukti, hal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka. Keterujiannya dalam sisi ini membuat kearifan lokal menjadi budaya yang mentradisi, melekat kuat pada kehidupan masyarakat. Artinya, sampai batas tertentu ada nilai-nilai perenial yang berakar kuat pada setiap aspek lokalitas budaya ini. Semua, terlepas dari perbedaan intensitasnya, mengeram visi terciptanya kehidupan bermartabat, sejahtera dan damai. Dalam bingkai kearifan lokal ini, masyarakat bereksistensi, dan berkoeksistensi satu dengan yang lain. Masyarakat Indonesia sudah sepatutnya untuk kembali kepada jati diri mereka melalui pemaknaan kembali dan rekonstruksi nilai-nilai luhur budaya mereka. Dalam kerangka itu, upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif kearifan lokal. Kearifan lokal yang digali, dipoles, dikemas dan dipelihara dengan baik bisa berfungsi sebagai alternatif pedoman hidup manusia Indonesia. Kearifan lokal dewasa dapat digunakan untuk menyaring nilai-nilai baruasing agar tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa dan menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan Sang Khalik, alam sekitar, dan sesamanya tripita cipta karana. Sebagai bangsa yang besar pemilik dan pewaris sah kebudayaan yang adiluhung pula, bercermin pada kaca benggala kearifan para leluhur dapat menolong kita menemukan posisi yang kokoh di arena global ini. Dalam konteks tersebut di atas, kearifan lokal menjadi relevan. Anak bangsa di seluruh Indonesia sudah sewajarnya diperkenalkan dengan lingkungan 48 yang paling dekat di desanya, kecamatan, dan kabupaten, setelah tingkat nasional dan internasional. Oleh karena itu, kearifan lokal perlu menjadi basis dalam pengelolaan pendidikan, baik pada pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Salah satu bentuk pendidikan non formal adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat PKBM. PKBM merupakan wujud dari pendidikan berbasis masyarakat. Dalam rangka keberlanjutan program dan kebermaknaan bagi warga belajar, potensi lokal merupakan sumber daya yang dapat digali dan dimanfaatkan dalam pengelolaan pembelajaran di PKBM. Salah satu program pembelajaran yang terkait erat dengan kearifan lokal adalah pembelajaran pedalangan. Pengelolaan pembelajaran pedalangan di PKBM tentunya harus mengikuti rencana yang telah ditetapkan. Pelaksanaan pengelolaan pembelajaran tersebut diharapkan dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu penelitian lebih lanjut guna mengetahui pengelolaan pembelajaran berbasis kearifan lokal pada PKBM, terkait dengan pelaksanaan, serta faktor yang mendukung dan menghambat pengelolaan pembelajaran pedalangan berbasis kearifan lokal yang telah dilaksanakan tersebut.

C. Pertanyaan Penelitian