ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DI KECAMATAN SEKAMPUNG UDIK KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

(1)

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DI KECAMATAN SEKAMPUNG UDIK,

KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh

CAHYA INDAH FRANIAWATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

1. Mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2. Dosen Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DI KECAMATAN SEKAMPUNG UDIK

KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh

Cahya Indah Franiawati1, Wan Abbas Zakaria2, Umi Kalsum 2

Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) keuntungan usahatani jagung, (2) keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung, dan (3) dampak perubahan harga input

dan output terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur.

Penelitian dilaksanakan di Desa Sidorejo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan salah satu sentra produksi jagung di Kabupaten Lampung Timur. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

representatif sampling dimana jumlah responden adalah 24 petani jagung yang diambil berdasarkan kesuburan lahan dan pengelolaan usahatani. PAM (Policy Analysis Matrix) digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif serta sensitivitasnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Usahatanijagung di Kecamatan

Sekampung Udik Kabupaten Lampung Timur menguntungkan, keuntungan terbesar pada usahatani intensif di lahan subur, yaitu Rp 8.683.653,97 per hektar pada MT I dan Rp 8.771.339,72 per hektar pada MT II; (2) Daya saing usahatani jagung tertinggi pada usahatani jagung di lahan subur dengan pengelolaan intensif, dengan nilai PCR dan DRC sebesar 0,3499 dan 0,2944 pada MT I serta 0,3442 dan 0,2222 pada MT II. Daya saing usahatani jagung terendah pada usahatani jagung di lahan tidak subur dengan pengelolaan non intensif, dengan nilai PCR dan DRC sebesar 0,6053 dan 0,4176 pada MT I serta 0,6216 dan 0,3620 pada MT II; (3) Penurunan harga output, kenaikan harga pupuk, harga benih dan biaya lahan menyebabkan daya saing usahatani jagung semakin rendah. Keunggulan kompetitif dan komparatif usahatani jagung di Kecamatan Sekampung Udik Kabupaten Lampung Timur peka terhadap penurunan harga output sebesar 26 % atau lebih .


(3)

1. Mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2. Dosen Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

ABSTRACT

COMPETITIVENESS ANALYSIS OF MAIZE FARMING IN SEKAMPUNG UDIK SUBDISTRICT, EAST LAMPUNG REGENCY

By

Cahya Indah Franiawati1, Wan Abbas Zakaria2, Umi Kalsum 2

This research is aim to discover (1) the profit of maize farming, (2) the

competitiveness of maize farming, and (3) the effects of output and input price changes on competitiveness of maize farming in Sekampung Udik Subdistrict, East Lampung Regency.

This research was held in Sidorejo Village, Sekampung Udik Subdistrict, East Lampung Regency. Location of this research was choosen purposively. The respondents were 24 farmers taken by using representative sampling technique based on land fertility and farming management. The competitiveness was analyzed by using PAM (Policy Analysis Matrix).

The results showed that: (1) maize farming in Sekampung Udik Subdistrict, East Lampung Regency was profitable, the biggest profit in fertile land with intensive management (Rp 8,683,653.97 per ha in first season/MT I and Rp 8,771,339.72 per ha in second season/MT II); (2)maize farming in Sekampung Udik

Subdistrict, East Lampung Regency had competitiveness. Maize farming in fertile land with intensive management was the most competitive (PCR = 0.3499; DRC = 0.2944 in MT I and PCR = 0.3442; DRC = 0.2222 in MT II). The lowest competitiveness is maize farming in unfertile land with unintensive management (PCR = 0.6053; DRC = 0.4176 in MT I and PCR = 0.6216; DRC = 0.3620 in MT II); (3) The decreasing of maize price, the increasing of fertilizer price, the

increasing of seed price and land rate, caused a decrease in competitiveness of maize farming. The competitiveness of maize farming in Sekampung Udik

Subdistrict, East Lampung Regency was sensitive to the decreasing of maize price by 26%.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 7

C. Kegunaan Penelitian... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Tinjauan Agronomis Jagung ... 8

2. Usahatani ... 14

3. Teori Keunggulan Komparatif dan Kompetitif ... 16

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 20

C. Kerangka Pemikiran ... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 26

B. Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 30

C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 31

D. Metode Analisis Data ... 32

1. Analisis Rugi/Laba Usahatani Jagung ... 32

2. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif ... 33

3. Analisis Sensitivitas ... 45

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Wilayah ... 47


(7)

ii

B. Demografi Daerah Penelitian ... 49

C. Prasarana Pertanian ... 51

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden ... 53

1. Umur Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Usahatani... 53

2. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani ... 55

3. Luas dan Status Penguasaan Lahan ... 56

4. Mata Pencaharian Petani ... 57

B. Keragaan Usahatani Jagung ... 57

1. Pola Tanam ... 57

2. Budidaya Jagung di Daerah Penelitian ... 59

C. Analisis Penerimaan, Biaya dan Pendapatan ... 60

D. Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Jagung ... 63

1. Penentuan Harga Privat dan Harga Sosial ... 63

a. Nilai Tukar Mata Uang (SER) ... 63

b. Harga Output ... 63

c. Harga Benih ... 65

d. Harga Pupuk ... 65

e. Harga Pestisida ... 68

f. Harga Peralatan ... 69

g. Harga Tenaga Kerja ... 69

h. Harga Lahan ... 70

i. Tingkat Suku Bunga ... 70

2. Matriks Analisis Kebijakan ... 70

a. Usahatani jagung di lahan subur ... 71

b. Usahatani jagung di lahan tidak subur ... 73

3. Indikator Daya Saing ... 76

a. Keunggulan Komparatif dan Kompetitif ... 76

b. Kebijakan Output ... 77

c. Kebijakan Input ... 79

d. Kebijakan Input-Output ... 81

E. Analisis Sensitivitas ... 83

1. Analisis sensitivitas usahatani jagung di lahan subur ... 84

2. Analisis sensitivitas usahatani jagung di lahan tidak subur ... 88


(8)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 96 B. Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perekonomian nasional, peran strategis pertanian digambarkan melalui kontribusi nyata dalam pembentukan capital, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara, sumber pendapatan serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan. Berbagai peran strategis pertanian tersebut sejalan dengan tujuan pembangunan perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat

pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, menyediakan lapangan kerja, serta memelihara keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungan hidup (Kementerian Pertanian, 2009).

Pentingnya sektor pertanian bagi perekonomian nasional salah satunya dapat dilihat dari besarnya Pendapatan Domestik Bruto Indonesia yang berasal dari sektor pertanian, dimana sektor pertanian merupakan sektor terbesar kedua setelah indutri pengolahan. Kontribusi sektor tersebut dalam pendapatan domestik bruto adalah sebesar 15,01% seperti terlihat dalam tabel pada Tabel 1.


(10)

Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku di Indonesia tahun 2012

No Lapangan Usaha PDB* (%)

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 15,01

2 Pertambangan dan Penggalian 12,47

3 Industri Pengolahan 23,57

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,75

5 Kontruksi 10,18

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,65

7 Pengangkutan dan Komunikasi 6,53

8 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 7,21

9 Jasa-Jasa 10,64

Total PDB 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Subsektor dalam sektor pertanian yang memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan domestik bruto adalah subsektor tanaman pangan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Pada Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2009-2012

No Pertanian

Tahun

% (*)

2009 2010x 2011xx 2012xx1

1 Tanaman Pangan 419.194,80 482.377,10 530.603,70 314.378,9 52,02 2 Perkebunan 111.378,50 136.026,80 153.884,70 72.715,40 12,03 3 Peternakan 104.883,90 119.371,70 129.578,30 70.396,40 11,65 4 Kehutanan 45.119,60 48.289,80 51.638,10 24.938,40 4,13 5 Perikanan 176.620,00 199.383,40 227.761,20 121.942,30 20,18 Jumlah 857.196,80 985.448,80 1.093.466,00 604.371,40 100,00 Keterangan: *) persentase tahun 2012

x) angka sementara

xx) angka sangat sementara 1

) Data sampai semester 1 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012


(11)

3

Tabel 2 menunjukkan bahwa kontribusi subsektor tanaman pangan pada tahun 2010 adalah sebesar 52,02% dari keseluruhan sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman pangan merupakan subsektor yang penting dan sangat potensial dalam sektor pertanian, sehingga sangat diperlukan upaya nyata untuk mengembangkan subsektor tanaman pangan secara

berkelanjutan.

Tanaman pangan merupakan komoditas utama yang mampu menjadi sumber energi utama untuk menopang kehidupan manusia. Jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan utama sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras. Hal tersebut menempatkan posisi jagung dalam diversifikasi pangan dan mengurangi ketergantungan terhadap makanan pokok, yaitu beras. Selain sebagai bahan pangan pokok kedua setelah beras, jagung juga dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pada beberapa agroindustri dan industri pakan. Sebagai komoditas pangan terpenting kedua setelah beras, produksi jagung harus senantiasa ditingkatkan agar dapat mempertahankan dan bahkan meningkatkan besarnya kontribusi pendapatan domestik bruto yang berasal dari hasil produksi jagung. Hal tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan daya saing usahatani jagung.

Provinsi Lampung merupakan daerah sentra produksi jagung terbesar ketiga di Indonesia setelah Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, seperti terlihat pada Tabel 38 (lampiran). Berdasarkan Tabel 38,pada tahun 2010 provinsi Lampung menduduki peringkat ketiga sebagai daerah sentra penghasil jagung


(12)

dengan jumlah produksi sebesar 2.126.571 ton dan produktivitas sebesar 4,75 ton/ha.

Sebagai daerah sentra produksi jagung terbesar ketiga di Indonesia, Provinsi Lampung harus mampu meningkatkan produksi dan produktivitas usahatani jagung. Hal ini bertujuan agar Provinsi Lampung dapat berkontribusi dalam upaya pemenuhan target produksi jagung nasional yang telah ditetapkan pemerintah, seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Target Produksi Tanaman Pangan di Indonesia tahun 2010-2014

No Komoditas

Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

(000 ton)

1 Padi 66.680 68.800 71.000 73.300 75.700

2 Jagung 19.800 22.000 24.000 26.000 29.000

3 Kedelai 1.300 1.560 1.900 2.250 2.700 4 Ubi kayu 22.248 22.400 25.000 26.300 27.600 5 Ubi jalar 2.000 2.150 2.300 2.450 2.600 Sumber: Kementerian Pertanian, 2009

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa pemerintah menetapkan target produksi jagung nasional yang meningkat setiap tahunnya, sehingga dibutuhkan kontribusi yang semakin besar pula dari berbagai daerah di Indonesia.

Permasalahan yang timbul dalam sektor pangan pada beberapa waktu terakhir adalah semakin meningkatnya volume impor produk-produk pertanian, terutama tanaman pangan. Jagung juga merupakan salah satu komoditas


(13)

5 impor di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa daya saing jagung yang mengalami kemerosotan, terbukti dari adanya jagung impor yang masuk ke beberapa daerah di Indonesia salah satunya Provinsi Lampung.

Pada awal tahun 2012 hingga periode Maret 2012 terdapat jagung impor dari India yang masuk ke Lampung sebesar 2.000 ton (Lampost.com, 2012). Hal ini mencerminkan ketidakmampuan Provinsi Lampung dalam memenuhi kebutuhan jagung secara lokal, dengan demikian produksi jagung di Lampung perlu ditingkatkan untuk mengurangi impor.

Komoditi jagung di Provinsi Lampung diusahakan disetiap wilayah kabupaten, seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Provinsi Lampung Tahun 2011

No Kabupaten 2010 2011

Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

1 Lampung barat 5.015 20.092 4,01 3.987 16.040 4,02

2 Tanggamus 4.813 22.393 4,65 4.329 20.226 4,67

3 Lampung selatan 115.810 557.444 4,81 111.627 539.522 4,83

4 Lampung timur 133.186 644.243 4,84 90.202 442.579 4,91

5 Lampung tengah 104.246 514.994 4,94 95.975 476.112 4,96

6 Lampung utara 36.496 149.554 4,10 35.681 146.834 4,12

7 Way kanan 14.834 62.988 4,25 16.953 72.286 4,26

8 Tulang bawang 2.991 11.557 3,86 1.674 6.495 3,88

9 Pesawaran 161.637 81.268 0,50 11.450 56.169 4,91

10 Pringsewu 8.749 42.243 4,83 5.596 27.132 4,85


(14)

12 Tulang bawang barat

2.613 10.748 4,11 694 2.866 4,13

13 Bandar lampung 114 545 4,78 56 268 4,79

14 Metro 709 3.088 4,36 426 1.865 4,38

Rata-rata 592.509 2.126.571 58,22 27.208 129.850 4,49

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011-2012

Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa Kabupaten Lampung Timur adalah salah satu daerah sentra penghasil jagung di Provinsi Lampung. Namun pada tahun 2011 produksi jagung di Kabupaten Lampung Timur mengalami penurunan dari tahun 2010 (644.243 ton). Daerah yang cukup potensial digunakan untuk berusahatani jagung di Kabupaten Lampung Timur adalah Kecamatan

Sekampung Udik, karena memiliki luas panen terbesar di Lampung Timur pada tahun 2010 seperti terlihat pada Tabel 39 (Lampiran).

Perbedaan tingkat penggunaan input dan pengelolaan usahatani akan

mempengaruhi produksi dan produktivitas usahatani jagung, selain itu jumlah dan jenis lahan yang potensial untuk berusahatani dapat mempengaruhi luas panen jagung. Dengan jumlah produksi, luas lahan dan produktivitas

usahatani jagung yang cukup besar, perlu diketahui apakah usahatani jagung pada jenis lahan subur dan tidak subur dengan pengelolaan usahatani yang intensif dan non intensif di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten

Lampung Timur berdaya saing. Oleh karena itu, perlu dianalisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung di Lampung Timur.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :


(15)

7 1. Apakah usahatani jagung di lahan subur dan tidak subur dengan

pengelolaan intensif dan non intensif di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur menguntungkan?

2. Apakah usahatani jagung di lahan subur dan tidak subur dengan pengelolaan intensif dan non intensif di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif?

3. Bagaimana dampak perubahan harga input dan output terhadap

keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung di lahan subur dan tidak subur dengan pengelolaan intensif dan non intensif di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur?

B. Tujuan Penelitian

Untuk menjawab permasalahan di atas, maka penelitian ini akan dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Mengetahui besarnya keuntungan usahatani jagung di lahan subur dan tidak subur dengan pengelolaan intensif dan non intensif di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur.

2. Mengetahui keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung di lahan subur dan tidak subur dengan pengelolaan intensif dan non intensif di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur.

3. Mengetahui dampak perubahan harga input dan output terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung di lahan subur


(16)

dan tidak subur dengan pengelolaan intensif dan non intensif di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur. C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Petani, sebagai masukan dalam menetapkan langkah-langkah usahanya untuk peningkatan pendapatan.

2. Pemerintah, sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan pengembangan subsektor tanaman pangan khususnya usahatani komoditas jagung di Provinsi Lampung.

3. Sebagai referensi bagi penelitian sejenis terutama untuk memperluas khasanah penelitian tentang jagung.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Teori Agronomis Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Berdasarkan temuan-temuan genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Anonim, 2012).

Jagung (Zea mays L.) termasuk dalam keluarga rumput-rumputan (graminae). Dalam sistematika tumbuhan, kedudukan tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (Berbiji)

Subdivisi : Angiospermae (Berbiji tertutup) Kelas : Monocotyledoneae (Berkeping satu) Ordo : Graminae (Rumput-rumputan) Famili : Graminaceae

Genus : Zea


(18)

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi, umumnya berketinggian antara 1 meter sampai 3 meter. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman. Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga sedangkan bunga betina tersusun dalam tongkol (Anonim, 2012).

Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Batang jagung beruas-ruas yang terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin. Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Jagung termasuk tanaman dengan biji berkeping tunggal (monokotil) dan berakar serabut. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman (Anonim, 2012).

Untuk pertumbuhan optimalnya, jagung menghendaki persyaratan-persyaratan lingkungan yang harus dipenuhi, antara lain sebagai berikut (Danarti dan Najiyati, 2000):


(19)

11 a. Menghendaki penyinaran matahari yang penuh. Di tempat-tempat yang

teduh, pertumbuhan jagung akan merana dan tidak mampu membenetuk buah.

b. Menghendaki suhu optimum 21-34 oC. Di Indonesia, suhu semacam ini terdapat di daerah dengan ketinggian antara 0-600 mdpl.

c. Menghendaki tanah yang gembur, subur, berdrainase baik dengan pH 5,6-7,2. Tanah yang bertekstur berat, harus diolah hingga aerasi dan

drainasenya baik.

d. Membutuhkan air yang cukup terutama pada saat awal pertumbuhannya, yaitu stadia pembungaan dan stadia pengisian biji. Di lahan yang tidak beririgasi, curah hujan optimal yang dikehendaki antara 85-100 mm per bulan, merata sepanjang pertumbuhan tanaman.

Jagung merupakan tanaman pangan yang tumbuh melalui benih. Menurut Adisarwanto dan Yustina (2002), benih memberi andil besar dalam usaha peningkatan produksi tanaman, disamping faktor-faktor produksi lainnya. Penggunaan benih bermutu varietas unggul akan mempengaruhi tingkat produksi yang akan dicapai.

Menurut Suprapto dan Marzuki (2005), budidaya tanaman jagung meliputi persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan pengairan.

a. Persiapan lahan

Persiapan lahan untuk tanaman jagung dilakukan dengan cara dibajak sedalam 15-20 cm, diikuti dengan penggaruan tanah sampai rata.


(20)

Sebaiknya tanah jangan terlampau basah, tetapi cukup lembab, sehingga mudah dikerjakan dan tidak lengket.

b. Penanaman

Pada saat penanaman, tanah harus cukup lembab tetapi tidak becek. Jarak antar tanaman diusahakan teratur agar ruang tumbuh tanaman seragam dan pemeliharaan tanaman mudah. Benih jagung ditanam di dalam lubang yang dibuat sedalam 3-5 cm, setiap lubang diisi 2-3 biji jagung kemudian lubang ditutup dengan tanah.

c. Pemupukan

Unsur hara yang dibutuhkan jagung diantaranya nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Nitrogen dibutuhkan tanaman jagung selama masa pertumbuhan sampai pematangan biji. Jumlah pupuk yang diperlukan sekitar 200-300 kg urea/ha. Selain itu, tanaman jagung juga membutuhkan pasokan unsur P sampai stadia lanjut, jumlah pupuk fosfat yang dianjurkan sekitar 40-80 kg TSP/ha yang diberikan sebagai pupuk dasar, sedangkan dosis pupuk K kurang lebih 50 kg KCl per hektar, diberikan pada waktu tanam sebagai pupuk dasar. Pupuk diberikan di dalam lubang di kiri atau kanan lubang tanaman dengan jarak 7 cm dan kedalaman 10 cm.

d. Pemeliharaan

Tindakan pemeliharaan yang dilakukan antara lain penyulaman, penjarangan, penyiangan, pembumbunan, dan pemangkasan daun. Penyulaman dapat dilakukan dengan penyulaman bibit sekitar 1 minggu, sedangkan penjarangan tanaman dilakukan 2-3 minggu setelah tanam.


(21)

13 Agar tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik, lahan jagung harus bebas dari gulma dengan cara penyiangan. Penyiangan pertama dilakukan pada umur 15 hari setelah tanam dan harus dijaga agar jangan sampai

mengganggu atau merusak akar tanaman. Penyiangan kedua dilakukan sekaligus dengan pembumbunan pada waktu pemupukan kedua. Pembumbunan ini dilakukan untuk memperkokoh batang dan

memperbaiki serta mempermudah pengairan. Tindakan pemeliharaan lainnya yaitu dengan pemangkasan daun.

e. Pengairan

Pengairan sangat penting untuk mencegah tanaman jagung agar tidak layu. Air sangat diperlukan pada saat penanaman, pembungaan (45-55 hari setelah tanam) dan pengisian biji (60-80 hari setelah tanam). Pengairan yang terlambat akan mengakibatkan daun menjadi layu. Daerah dengan curah hujan yang tinggi, pengairan dapat melalui air hujan dapat

mencukupi.

Dalam mendukung keberhasilan usahatani jagung, salah satu faktor produksi yang memiliki peranan terpenting adalah benih. Menurut Danarti dan Najiyati (2000), benih bermutu adalah benih yang mempunyai daya tumbuh besar, tidak tercampur dengan benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran, dan tidak tercemar hama dan penyakit. Benih demikian, akan diperoleh dari penggunaan benih bersertifikat.

Menurut Suprapto dan Marzuki (2005), benih jagung varietas hibrida


(22)

galur murni (FO) dari dua induk yang telah diseleksi, dan memiliki beberapa keunggulan, yaitu daya produksi tinggi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, masa panen lebih cepat, serta toleran di berbagai jenis dan ketinggian lahan. Akan tetapi, benih ini juga memiliki kelemahan di mana biji buahnya tidak dapat dijadikan benih kembali karena sifat unggul induknya telah menghilang.

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2003), benih jagung hibrida dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu:

1. Silang tunggal, yaitu keturunan pertama dari hasil persilangan antara 2 galur murni.

2. Silang ganda, yaitu keturunan pertama dari hasil persilangan antara 2 silang tunggal.

3. Silang tiga jalur, yaitu keturunan pertama dari hasil persilangan galur murni dengan silang tunggal.

4. Silang puncak, yaitu keturunan pertama dari hasil persilangan antara galur murni atau silang tunggal dengan varietas bersari bebas

Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara tetua berupa galur inbrida. Varietas hibrida dapat dibentuk pada tanaman

menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang. Jagung hibrida di Indonesia mulai diteliti pada tahun 1913, dan dilanjutkan pada tahun 1950an. Varietas jagung hibrida di Indonesia pertama kali dilepas pada tahun 1983 yang dihasilkan oleh PT. BISI, yaitu varietas C-1 yang merupakan hibrida silang puncak. Selanjutnya pada tahun 1980an PT. BISI melepas CPI-1, Pioneer


(23)

15 melepas hibrida P-1 dan P-2, dan IPB melepas hibrida IPB-4. Pada awalnya hibrida yang dilepas di Indonesia adalah hibrida silang ganda atau double cross hybrid, namun sekarang lebih banyak hibrida silang tunggal dan modifikasi silang tunggal. Hibrida silang tunggal mempunyai potensi hasil yang tinggi dengan fenotipe tanaman lebih seragam daripada hibrida silang ganda atau silang puncak (Takdir, dkk., 2007).

2. Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang

mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani

dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan

sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan output yang melebihi input

(Soekartawi, 1995).

Menurut Mubyarto (1989), usahatani yang bagus adalah usahatani yang produktif atau efisien. Usahatani yang produktif berarti usahatani itu produktivitasnya tinggi. Efisiensi usahatani menunjukkan banyaknya hasil produksi fisik yang dapat dihasilkan dari satu kesatuan faktor produksi. Oleh karena itu, untuk mencapai suatu usahatani yang efisien diperlukan kombinasi beberapa faktor produksi sekaligus seperti tanah, modal dan tenaga kerja, dengan jumlah yang tepat.


(24)

Untuk mendapatkan faktor-faktor produksi, petani harus mengeluarkan sejumlah biaya (cost). Soekartawi (1995) menjelaskan bahwa biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (1) biaya tetap dan (2) biaya tidak tetap. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Contoh biaya tetap diantaranya sewa lahan, pajak, alat pertanian dan iuran irigasi. Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contoh biaya variabel ini adalah biaya untuk sarana produksi seperti benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Dengan demikian, total biaya dalam usahatani merupakan penjumlahan antara biaya tetap dengan biaya variabel. Secara matematis dapat dituliskan:

TC = FC + VC Dimana:

TC : Total Cost (Total Biaya) FC : Fixed Cost (Biaya Tetap) VC : Variabel Cost (Biaya Variabel)

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Secara matematis dapat dituliskan:

TR = Yi . Pyi Dimana:

TR : Total Revenue (Total Penerimaan) Yi : Jumlah Produksi


(25)

17 Dalam setiap kegiatan usahatani, hal yang ingin dicapai oleh petani terutama petani jagung adalah memaksimalkan keuntungan usahataninya. Keuntungan merupakan salah satu indikator keberhasilan usahatani. Secara matematis besarnya keuntungan usahatani dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Soekartawi, 1995):

π = TR - TC Dimana:

π : Keuntungan usahatani

TR : Total Revenue (Total penerimaan) TC : Total Cost (Total biaya)

3. Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Warr dalam Sambodo, dkk (2007) menjelaskan bahwa teori keunggulan

komparatif dan kompetitif berada dalam posisi saling melengkapi. Keunggulan komparatif lebih menekankan pada sisi efisiensi pengalokasian sumberdaya sedangkan keunggulan kompetitif berkaitan dengan faktor penentu daya saing. Suatu aktivitas ekonomi dalam suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif dan tidak memiliki keunggulan kompetitif terjadi karena adanya distorsi pasar atau adanya hambatan yang disinsentif yang dapat merugikan produsen, sedangkan aktivitas ekonomi yang hanya memiliki keunggulan kompetitif dan tidak memiliki keunggulan komparatif terjadi apabila

pemerintah memberikan proteksi terhadap komoditas tersebut. Keunggulan komparatif suatu komoditi diukur berdasarkan harga efisiensi atau berdasarkan analisis ekonomi yang akan menggambarkan suatu aktivitas atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan tanpa melihat siapa yang menyumbangkan dan


(26)

siapa yang yang menerima manfaat tersebut. Keunggulan kompetitif diukur menggunakan harga aktual atau berdasarkan analisis finansial yang melihat manfaat proyek atau aktivitas ekonomi dari individu yang terlibat dalam aktivitas tersebut (Kadariah, 2001).

a. Keunggulan Komparatif

Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang

menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil serta mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar (Salvatore, 1997).

Theory of labor value yang dikemukakan oleh David Ricardo menjelaskan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Teori klasik

Comparative Advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan fungsi faktor produksi (tenaga kerja). Perbedaan fungsi ini menimbulkan terjadinya perbedaan produktivitas (production comparative advantage) ataupun perbedaan efisiensi (cost comparative advantage). Akibatnya, terjadilah perbedaan harga barang yang sejenis diantara dua negara. Jika fungsi faktor produksi (tenaga kerja) sama atau produktivitas dan efisiensi di dua negara sama,


(27)

19 maka tentu tidak akan terjadi perdagangan internasional karena harga barang yang sejenis akan menjadi sama di kedua negara (Hady, 2004).

Namun menurut teori Heckscher-Ohlin, walaupun fungsi faktor produksi sama diantara kedua negara, perdagangan internasional dapat tetap terjadi. Hal ini dikarenakan keunggulan komparatif dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara, sehingga terjadilah perbedaan harga barang yang diproduksinya. Faktor yang paling berperan dan selalu diperlukan untuk semua

kelompok produk agar dapat memiliki keunggulan komparatif adalah faktor SDM yang berteknologi tinggi dan berkualitas (Hady, 2004).

David Ricardo dalam Salvatore (1997), menjelaskan hukum keunggulan komparatif pada sejumlah asumsi yang disederhanakan, yaitu:

1. Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi. 2. Perdagangan bersifaat bebas.

3. Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara.

4. Biaya produksi konstan.

5. Tidak terdapat biaya transportasi. 6. Tidak ada perubahan teknologi. 7. Menggunakan teori tenaga kerja.

Menurut Boediono (1990), terdapat tiga faktor utama yang menentukan atau mempengaruhi keunggulan komparatif suatu negara dan merupakan


(28)

faktor yang fundamental dalam menentukan pola perdagangan internasional, yaitu:

1. Tersedianya sarana produksi atau faktor produksi dalam macam atau jumlah yang berbeda antara negara satu dengan yang lain.

2. Adanya kenyataan bahwa dalam cabang-cabang produksi tertentu orang bisa memproduksikan secara lebih efisien apabila skala produksi semakin besar.

3. Adanya perbedaan dalam corak dan laju kemajuan teknologi.

b. Keunggulan Kompetitif

Teori keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan suatu aktivitas dengan menggunakan harga pasar yang berlaku.

Salah satu faktor untuk mencapai keunggulan kompetitif adalah teknologi, karena dengan adanya kemajuan teknologi, untuk menghasilkan sejumlah output yang sama diperlukan kombinasi pemakaian input yang lebih sedikit. Keadaan ini disebabkan karena produktivitas input yang meningkat dengan kemajuan teknologi tersebut (Sugiarto, dkk., 2005).

Keunggulan kompetitif yang disebut juga sebagai keunggulan bersaing, merupakan nilai yang mampu diciptakan produsen untuk konsumen yang melebihi biaya produksi. Terdapat dua jenis keunggulan bersaing yaitu keunggulan biaya dan diferensiasi (Dirgantoro, 2002). Biaya rendah adalah kemampuan sebuah unit untuk merancang, membuat dan memasarkan produk dengan cara yang lebih efisien daripada pesaing. Diferensiasi adalah kemampuan untuk menyediakan nilai unik dan


(29)

21 superior kepada pembeli dari segi kualitas, keistimewaan atau layanan purna jual (Hunger J.D. dan Wheelen T.L, 2005).

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Mantau (2009) tentang Analisis Keunggulan Komparatif Dan Kompetitif Usahatani Jagung Dan Padi di Kabupaten Bolaang Mongondow Propinsi Sulawesi Utara menyimpulkan bahwa usahatani jagung di

Kabupaten Bolaang Mongondow layak dilaksanakan baik secara finansial maupun ekonomi yang terlihat dari profitabilitas privat (D) > 1 dan

profitabilitas sosial (H) > 1 serta R/C > 1. Usahatani jagung di Kabupaten Bolaang Mongondow memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif serta dianggap masih mampu membiayai input domestiknya, walaupun memiliki kecenderungan menurun jika tidak diimbangi dengan harga jual produk yang memadai. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, maka kebijakan yang dapat diambil pemerintah daerah pada usahatani jagung di Kabupaten Bolaang Mongondow adalah dengan menurunkan harga pupuk sebesar 10 persen dan menaikkan harga output sebesar 30 persen.

Hasil penelitian Kariyasa (2007) tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Insentif Berproduksi Jagung di Sumatera Utara menyimpulkan bahwa secara finansial usahatani jagung pada lahan sawah dan kering di Sumatera Utara mampu memberikan keuntungan. Analisis ekonomi juga menunjukkan Sumatera Utara mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi jagung baik pada lahan sawah maupun lahan kering yang ditunjukkan oleh nilai DRCR < 1. Kinerja pasar jagung tidak menguntungkan petani, terbukti


(30)

dengan harga jagung yang diterima petani lebih rendah dari harga seharusnya, yang ditunjukkan dari nilai NPCO < 1. Kebijakan input produksi, seperti subsidi pupuk dan subsidi benih ternyata tidak efektif, hal ini terlihat dari nilai NPCI > 1.

Hasil penelitian Kurniawan (2008) tentang Analisis Efisiensi Ekonomi dan Daya Saing Jagung Pada Lahan Kering di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan menyimpulkan bahwa Komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif dan dianggap mampu membiayai input domestiknya. Diperlukan beberapa kebijakan yang operasional untuk mendorong daya saing potensial ini menjadi daya saing nyata, diantaranya: (1) menghilangkan atau mengurangi berbagai distorsi pasar yang menghambat perkembangan usahatani jagung, seperti penghapusan bea masuk impor sarana produksi pertanian, (2) berbagai kebijakan atau program dalam bidang penelitian dan pengembangan sehingga ditemukan varietas jagung yang sesuai dengan kondisi lahan setempat sehingga tingkat

produktivitasnya meningkat, dan harga benih terjangkau, dan (3) menyediakan infrastruktur fisik maupun ekonomi sehingga dapat meningkatkan aksesibilitas sentra-sentra produksi jagung terhadap pasar baik inputn maupun output.

Hasil penelitian Sadikin (1999) tentang Analisi Daya Saing Komoditi Jagung dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Agribisnis Jagung di Nusa Tenggara Barat Pasca Krisis Ekonomi menyimpulkan bahwa Pengembangan usaha jagung di daerah NTB secara finansial dan ekonomik efisien, sebab sistem produksi jagung tersebut pada saat krisis berlangsung mempunyai


(31)

23 keunggulan kompetitif dan komparatif lebih baik daripada sebelum terjadi masa krisis. Dampak dari instrumen kebijakan pemerintah dalam subsidi input saat ini telah memberikan insentif terhadap petani jagung di NTB, sehingga menyebabkan biaya input yang dikeluarkan petani lebih rendah daripada harga sosial yang seharusnya. Dampak dari instrumen kebijakan pemerintah dalam harga dan mekanisme pasar output (jagung) saat ini, kurang memberi perlindungan terhadap pembentukan harga jagung, sehingga pendapatan yang diterima petani lebih rendah daripada harga sosial yang seharusnya.

Hasil penelitian Simatupang (2000) tentang daya saing dan efisiensi usahatani jagung hibrida di Indonesia menyimpulkan bahwa usahatani jagung hibrida memiliki daya saing yang cukup tinggi dan berkelanjutan. Usahatani jagung hibrida memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, efisien, serta tangguh menghadapi gejolak harga, nilai tukar rupiah, dan resiko produksi sehingga layak memperoleh fasilitas pengembangan dari pemerintah.

Hasil penelitian Remonaldi (2009) tentang analisis penggunaan benih dan daya saing usahatani jagung hibrida di Kabupaten Tanggamus menyimpulkan bahwa usahatani jagung hibrida di Kabupaten Tanggamus memiliki

keunggulan kompetitif dan komparatif yang digambarkan oleh nilai PCR dan DRC sebesar 0,5576 dan 0,1521. Nilai PCR dan DRC ini hanya responsif terhadap perubahan harga jagung.


(32)

C. Kerangka Pemikiran

Sistem usahatani jagung secara tidak langsung dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi pada lingkungan ekonomi, baik lingkungan ekonomi domestik maupun lingkungan ekonomi dunia. Pergolakan yang terjadi pada lingkungan

ekonomi dunia akan mempengaruhi kondisi lingkungan ekonomi domestik. Pengaruh lingkungan ekonomi dunia salah satunya terlihat dari harga input

dan output yang terbentuk di pasar dunia. Lingkungan ekonomi dunia yang tidak stabil akan membuat harga dunia input dan output usahatani jagung menjadi tidak stabil pula, yang kemungkinan mampu menimbulkan kerugian maupun keuntungan bagi para pelaku pasar dunia.

Untuk meminimalkan pengaruh negatif dari lingkungan ekonomi dunia yang tidak stabil, pemerintah melakukan campur tangan dalam mengendalikan kondisi pasar domestik bagi input dan output usahatani jagung, salah satunya dengan menetapkan kebijakan bagi harga input dan output usahatani jagung. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menjaga agar harga input dan output

usahatani jagung yang terbentuk di pasar tetap stabil. Selain kebijakan harga, pemerintah juga menetapkan kebijakan lainnya yang mempengaruhi kegiatan usahatani jagung, diantaranya kebijakan subsidi, pajak, dan tingkat suku bunga. Hargainput pada usahatani jagung yang terbentuk akan mempengaruhi total biaya yang dikeluarkan petani dalam proses usahatani. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah bagi harga input bertujuan untuk membantu petani dalam meminimalkan biaya dalam memperoleh input usahatani jagung. Harga


(33)

25 petani dari hasil berusahatani jagung. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah bagi harga output bertujuan untuk melindungi petani dari kerugian akibat harga

output yang terlalu rendah, yang akan mempengaruhi penerimaan. Namun, kebijakan tersebut masih belum terlaksana dengan efektif dan harga output

masih tetap dipengaruhi oleh struktur pasar bagi komoditi jagung. Komponen penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani jagung akan dianalisis secara finansial dan ekonomi dengan menggunakan analisis PAM untuk mengetahui keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung. Selain itu, dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(34)

- Domestik - Dunia

PASAR

Input Output

Harga Input

Kebijakan pemerintah

INPUT

Harga Output

Proses Produksi OUTPUT

Total Biaya Analisis PAM dan sensitivitas Penerimaan

Keunggulan: Komparatif & kompetitif 1. Benih

2. Pupuk urea 3. Pupuk SP-36 4. Pupuk Phonska 5. Pupuk KCl 6. Pupuk kandang 7. Pestisida 8. Tenaga kerja 9. Peralatan 10. Sewa lahan

Gambar 1. Kerangka pemikiran keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur

Keterangan:


(35)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap tujuan penelitian.

Produksi jagung adalah jumlah output yang dihasilkan dari kegiatan usahatani jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton.

Produktivitas adalah hasil produksi jagung per satuan luas lahan dalam berusahatani jagung, diukur dalam satuan ton per hektar (ton/ha).

Luas lahan adalah tempat yang digunakan oleh petani untuk melakukan usahatani jagung, diukur dalam satuan hektar (ha).

Jumlah benih adalah jumlah benih jagung yang ditanam petani selama satu kali periode produksi untuk menghasilkan produksi jagung, diukur dalam satuan kilogram (kg).

Jumlah pupuk adalah banyaknya pupuk yang digunakan oleh petani pada proses produksi jagung dalam satu kali musim tanam, diukur dalam satuan kilogram (kg).


(36)

Jumlah obat-obatan adalah banyaknya bahan kimia yang digunakan untuk memberantas gulma serta hama dan penyakit tanaman jagung dalam satu kali musim tanam, diukur dalam satuan kilogram bahan aktif (Kg/Ba).

Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan dalam proses produksi selama musim tanam, terdiri dari tenaga kerja pria, wanita, hewan, dan mesin, diukur dalam satuan Hari Kerja Pria (HKP).

Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani dalam satu kali musim tanam, yang merupakan hasil perkalian antara harga input dengan jumlah input, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tetap berapapun besarnya output yang dihasilkan, seperti bunga modal, penyusutan alat, sewa lahan, dan pajak lahan yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya penyusutan (berdasarkan metode garis lurus) adalah hasil bagi antara harga peralatan yang dikurangi nilai sisa, dengan umur ekonomis peralatan yang diukur dalam satuan Rupiah (Rp).

Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dapat berubah sesuai dengan perubahan tingkat output, seperti biaya pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Penerimaan petani adalah hasil perkalian antara jumlah produksi jagung dengan harga jual jagung yang diterima petani, diukur dalam satuan rupiah (Rp).


(37)

29

Keuntungan usahatani jagung adalah penerimaan dari usahatani jagung dikurangi dengan total biaya variabel dan biaya tetap tunai, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Policy Analysis Matrix adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah dan kegagalan pasar dalam keuntungan privat dari sistem usahatani dan dalam efisiensi dari penggunaan sumber daya.

Input tradeable adalah input yang diperdagangkan sehingga memiliki harga pasar internasional, seperti pupuk dan pestisida.

Input non tradeable adalah input yang tidak diperdagangkan sehingga tidak memiliki harga pasar internasional seperti lahan dan tenaga kerja.

Harga sosial adalah harga yang menggambarkan harga yang sesungguhnya baik harga input maupun output. Harga sosial juga merupakan harga yang akan menghasilkan alokasi sumberdaya terbaik sehingga akan memberikan pendapatan nasional tertinggi, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Harga pasar, harga privat atau harga finansial adalah tingkat harga riil yang diterima petani dalam penjualan hasil produksinya atau tingkat harga yang dibayar petani dalam pembelian faktor produksi, diukur dalam satuan rupiah (Rp).


(38)

Keuntungan finansial (privat profitability) adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan total biaya dalam harga privat, yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Keuntungan ekonomi (social provitability) adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan total biaya usahatani yang diperhitungkan dengan

menggunakan harga bayangan. Keuntungan ekonomi diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Efek divergensi adalah selisih antara penerimaan, biaya dan keuntungan usahatani yang diukur dengan harga aktual/privat dengan yang diukur dengan harga sosial, dihitung dalam satuan rupiah (Rp).

Keunggulan komparatif adalah keunggulan suatu wilayah atau negara dalam memproduksi suatu komoditas dengan biaya yang dikeluarkan lebih rendah dari biaya untuk komoditas yang sama di daerah yang lain dan diukur berdasarkan harga sosial. Indikator keunggulan komparatif adalah nilai DRCR (Domestic Resources Cost Ratio).

Keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu komoditas yang dihasilkan dalam kegiatan produksi yang efisien sehingga memiliki daya saing di pasar lokal maupun internasional yang diukur berdasarkan harga privat. Indikator keunggulan kompetitif adalah nilai PCR (Private Cost Ratio).

Koefisien keuntungan adalah perbandingan antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya.


(39)

31

Usahatani jagung intensif adalah usahatani jagung dimana dalam teknik budidayanya, kegiatan pemupukan dilakukan dua kali.

Usahatani jagung non intensif adalah usahatani jagung dimana dalam teknik budidayanya, kegiatan pemupukan hanya dilakukan satu kali.

Usahatani jagung di daerah subur adalah usahatani jagung yang dilakukan di lahan yang baru dibuka, sehingga diasumsikan bahwa unsur hara yang terkandung pada lahan tersebut masih sangat subur dan alami.

Usahatani jagung di daerah tidak/kurang subur adalah usahatani jagung yang dilakukan di lahan yang tingkat kesuburannya lebih rendah karena lahan tersebut sudah lebih lama digunakan sebagai areal pertanian, sehingga diasumsikan unsur hara yang terkandung pada lahan tersebut sudah berkurang.

B. Lokasi, Responden dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Sidorejo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu daerah sentra produksi jagung di Kabupaten Lampung Timur.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik representatif sampling dimana jumlah responden adalah 24 petani jagung yang diklasifikasikan berdasarkan kesuburan lahan dan manajemen pengelolaan, dengan rincian pada Tabel 5.


(40)

Tabel 5. Sebaran Sampel Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Jagung di Desa Sidorejo, Kec. Sekampung Udik, Kab. Lampung Timur

Pengelolaan Jenis lahan Total

Subur Tidak subur

Intensif 6 6 12

Non intensif 6 6 12

Total 12 12 24

Klasifikasi kesuburan lahan dibedakan berdasarkan letak lahan petani responden. Daerah subur merupakan daerah yang berada di Desa Sidorejo bagian utara. Daerah ini dikatakan subur karena merupakan kawasan hutan lindung yang baru dibuka untuk lahan pertanian, sehingga kandungan unsur hara pada lahan di daerah ini masih sangat alami. Daerah tidak subur merupakan daerah yang berada di Desa Sidorejo bagian selatan. Daerah ini dikatakan tidak subur karena lahan di daerah ini sudah lebih dulu digunakan sebagai lahan pertanian sehingga unsur hara yang terkandung dalam tanah cenderung berkurang. Klasifikasi pengelolaan usahatani secara intensif dan non intensif dibedakan atas dasar kegiatan pemupukan. Usahatani dengan pengelolaan intensif merupakan kegiatan usahatani jagung yang didalamnya dilakukan kegiatan pemupukan sebanyak dua kali, sedangkan pada usahatani jagung non intensif hanya dilakukan sebanyak satu kali. Masing-masing klasifikasi diambil 6 orang petani sebagai responden. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012 hingga Januari 2013.


(41)

33

Penelitian dilakukan dengan metode survei. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan petani responden. Data sekunder diperoleh dari lembaga/instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Timur, Badan Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sekampung Udik Kabupaten Lampung Timur, laporan-laporan, publikasi, dan pustaka lainnya yang berhubungan dengan penelitian.

D. Model Analisis Data

1. Analisis Rugi/Laba Usahatani Jagung

Untuk menjawab tujuan penelitian pertama, digunakan alat analisis tabulasi rugi laba dengan model sebagai berikut :

n

i

Pxi Xi Py

Y

1 .

. - BTT

Keterangan :

= Keuntungan usahatani Y.Py = Penerimaan Y = Jumlah produksi X.Px = Biaya variabel Py = Harga per satuan produksi

Xi = Faktor produksi

Pxi = Harga per satuan faktor produksi BTT = Biaya tetap total

Untuk mengetahui apakah usahatani jagung menguntungkan petani apabila penerimaan lebih besar dari biaya total, analisis di atas diteruskan dengan mencari rasio antara penerimaan dengan biaya yang dikenal dengan Return


(42)

Cost Rratio (R/C). Secara matematis, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 1995).

R/C = TR TC

Keterangan :

TR = Total revenue (Total penerimaan) TC = Total cost (Total biaya)

Adapun kriteria pengambilan keputusannya adalah :

1) Jika R/C < 1, maka usahatani yang dilakukan secara ekonomi belum menguntungkan.

2) Jika R/C > 1, maka usahatani yang dilakukan secara ekonomi menguntungkan.

3) Jika R/C = 1, maka usahatani yang dilakukan berada pada titik impas.

2. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

a. Identifikasi input dan output

Usahatani jagung menggunakan input yang meliputi lahan (ha), benih (kg), pupuk (kg), alat pertanian (unit), tenaga kerja (HOK), dan obat-obatan (lt). Output yang dihasilkan adalah jagung.


(43)

35

Pengalokasian seluruh biaya tradeable dilakukan dengan pendekatan langsung, karena pendekatan langsung sesuai digunakan dalam analisis keunggulan kompetitif dan komparatif. Semua input tradeable

digolongkan ke dalam komponen biaya asing 100 persen dan input non tradeable dimasukkan ke dalam biaya domestik 100 persen, seperti tampak pada Tabel 6.

Tabel 6. Penentuan alokasi biaya produksi ke dalam komponen domestik dan asing

No Komponen Domestik Asing

% 1 2 3 4 5 6 7 Benih Pupuk Pestisida Tenaga kerja Bunga modal Lahan

* Biaya lainnya

100 0 0 100 100 100 100 0 100 100 0 0 0 0 Sumber : Pearson, et al. 2005

c. Penentuan harga sosial

Harga sosial untuk input dan outputtradeable dihitung berdasarkan harga bayangan (shadow price) yang dalam hal ini didekati dengan harga batas (border price). Untuk komoditi yang diimpor dipakai harga CIF (Cost Insurance and Freight), sedangkan komoditi yang diekspor digunakan harga FOB (Free on Board). Sedangkan untuk inputnon tradeable

digunakan biaya imbangannya (opportunity cost), yang diketahui dari penelitian di lapang.


(44)

Harga sosial output yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga perbatasan (border price). Oleh karena jagung merupakan komoditi yang di impor, maka harga sosial yang digunakan adalah harga CIF. Penentuan harga sosial output dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Penentuan harga paritas impor output

No Uraian Rincian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Harga FOB jagung (US$/ton) Pengapalan dan asuransi (US$/ton) Harga CIF (US$/ton)

Nilai tukar (Rp/US$)

CIF dalam mata uang domestic (Rp/kg) Bongkar/muat, gedung, susut (Rp/kg) Biaya transportasi ke propinsi (Rp/kg)

Harga paritas impor di pedagang besar (Rp/kg) Distribusi tingkat petani (Rp/kg)

Harga paritas impor di tingkat petani (Rp/kg)

a b c = a+b X

d = c.X/1000 e

f

g = d+e+f h

i = g-h Sumber : Pearson dkk, 2005

2) Harga sosial sarana produksi (input)

Penentuan harga sosial input yang digunakan berdasarkan harga perbatasan input yaitu harga FOB, CIF atau sama dengan harga pasar, jika input tersebut diperdagangkan pada kondisi pasar persaingan sempurna, sedangkan harga sosial untuk inputnon tradeable ditentukan berdasarkan harga pada pasar domestik.


(45)

37

Penentuan harga sosial paritas impor sarana dan prasarana dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Penentuan harga paritas impor input

No Uraian Rincian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Harga CIF (US$/ton) Nilai tukar (Rp/US$)

CIF dalam mata uang domestik (Rp/Kg) Bongkar/muat, gudang, susut

Biaya transportasi ke provinsi (Rp/Kg) Nilai sebelum pengolahan (Rp/Kg) Faktor konversi proses (%)

Harga paritas ekspor di pedagang besar (Rp/Kg) Distribusi ke tingkat petani (Rp/kg)

Harga paritas impor di tingkat petani (Rp/kg)

a X

b = a.X/1000 c

d

e = b+c+d Y

f = e.Y g h = f+g Sumber : Pearson, et al. 2005

3) Harga sosial tenaga kerja

Menurut Suryana (1980), dalam pasar persaingan sempurna tingkat upah pasar akan mencerminkan nilai produktivitas marginalnya. Pada keadaan ini besarnya upah dapat dipakai sebagai harga

bayangan dari tenaga kerja. Tetapi pasar tenaga kerja di Indonesia, terutama tenaga kerja tak terdidik, tidak demikian keadaannya. Pemusatan tenaga kerja tak terdidik atau buruh di Indonesia terdapat di dua sektor perekonomian, yaitu sektor pertanian di pedesaan dan sektor industri dan jasa di perkotaan.

Mengacu pada penelitian Suryana (1980), oleh karena tenaga kerja di sektor pertanian kebanyakan merupakan tenaga kerja tidak terampil, maka produktivitasnya akan lebih rendah, sehingga harga sosial tenaga kerja lebih kecil (80%) dari upah aktual di daerah penelitian, kecuali untuk kegiatan pengolahan lahan. Pengolahan


(46)

lahan dilakukan dengan menggunakan bajak, yang merupakan salah satu bentuk dari teknologi pertanian yang mampu meningkatkan produktivitas, sehingga upah bayangannya tercermin dari besarnya upah aktual di daerah penelitian.

4) Harga sosial lahan

Menurut Gittinger (1986), harga bayangan lahan dapat ditentukan dari nilai nilai neto dari produksi yang hilang bila penggunaan lahan diubah dari penggunaan tanpa proyek menjadi penggunaan dengan proyek.

5) Harga sosial bunga modal

Penentuan harga sosial bunga modal dilakukan dengan perhitungan antara tingkat bunga yang diukur dengan menggunakan harga privat (aktual), ditambah dengan rata-rata nilai inflasi.

6) Harga sosial nilai tukar

Harga bayangan nilai tukar adalah kaitan harga mata uang domestik dengan mata uang asing yang terjadi pada pasar nilai tukar uang yang bersaing sempurna. Menurut Mantau (2009), salah satu pendekatan untuk menghitung harga bayangan nilai tukar uang adalah harga bayangan harus berada pada tingkat keseimbangan nilai tukar uang. Keseimbangan terjadi apabila dalam pasar uang semua pembatas dan subsidi terhadap ekspor dan impor dihilangkan. Menurut Gittinger (1986), hubungan antara nilai tukar resmi (Official Exchange Rate atau OER), Nilai tukar bayangan (Shadow


(47)

39

Exchange Rate (SER) dan faktor konversi baku (Standard Convertion Factor (SCF) adalah :

OER SER =

SCF

M + X SCF =

(M + Tm) + (X –Tx)

Keterangan :

SCF = Faktor Konversi Baku M = Nilai impor (Rp) X = Nilai ekspor (Rp) Tm = Pajak impor (Rp) Tx = Pajak ekspor (Rp)

d. Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif

Untuk menjawab tujuan penelitian kedua digunakan Analisis PAM (Police Analysis Matrix). PAM digunakan untuk menganalisis secara menyeluruh dan konsisten terhadap kebijakan mengenai penerimaan, biaya usahatani, tingkat perbedaan pasar, sistem pertanian, investasi pertanian, dan efisiensi ekonomi. Perhitungan model PAM dilakukan melalui matrik PAM yang terdapat pada Tabel 9.

Tabel 9. Policy Analysis Matrix (PAM)

Keterangan Penerimaan

Input Tradeable

Faktor domestik

Keuntungan Input

nontradeable

Labor Landrate

Harga privat

A B C E F

Harga sosial

G H I K L


(48)

kebijakan M N O Q R

Sumber: Pearson, dkk., 2005 Keterangan:

Keuntungan Finansial (F) = A-(B+(C+D+E) Keuntungan Ekonomi (L) = G-(H+(I+J+K)) Transfer Output (M) = A-G

Transfer InputTradeabl (N) = B-H

Transfer Faktor (O+P+Q) = (C+D+E)-(I+J+K) Transfer Bersih (R) = M-(N+O+P+Q) Rasio Biaya Privat = (C+D+E)/(A-B) Rasio Biaya Sumber Daya = (I+J+K)/(G-H) Koefisien Proteksi Output Nominal = A/G

Koefisien Proteksi Input Nominal = B/H

Koefisien Proteksi Efektif = (A-B)/(G-H) Koefisisen Keuntungan = F/L

Rasio Subsidi bagi Produsen = R/G

Komponen yang terdapat dalam tabel PAM yaitu penerimaan, biaya input tradable, biaya faktor domestik dan keuntungan. Komponen faktor domestik dibagi menjadi tiga, yaitu input non-tradable, biaya tenaga kerja dan sewa lahan. Menurut Pearson, dkk. (2005), pembagian faktor domestik ini didasarkan pada imobilitas faktor domestik dan kurangnya kebebasan barang untuk masuk atau keluar dari pasar.

Baris pertama dari tabel PAM berisikan komponen biaya dan pendapatan yang dihitung dalam harga privat (harga aktual atau harga pasar). Huruf A adalah simbol untuk pendapatan pada tingkat harga privat, huruf B adalah simbol untuk biaya input tradeable pada tingkat harga privat, huruf C, D dan E adalah simbol biaya faktor domestik pada tingkat harga privat, dan huruf D adalah simbol keuntungan privat. Dalam analisis PAM secara empiris, pendapatan dan biaya privat didasarkan pada data yang diperoleh dari usahatani maupun pengolahan hasil. Simbol F yang merupakan keuntungan privat, diperoleh dengan menerapkan identitas


(49)

41

keuntungan. Keuntungan privat pada PAM adalah selisih dari penerimaan privat dengan biaya privat (Pearson, dkk., 2005).

Baris kedua dari tabel PAM berisikan angka-angka bujet yang dinilai dengan harga sosial (harga yang akan menghasilkan alokasi terbaik dari sumber daya dan dengan sendirinya menghasilkan pendapatan tertinggi). Huruf G adalah simbol pendapatan yang dihitung dengan harga sosial, huruf H adalah simbol biaya inputtradeable sosial, huruf I, J dan K adalah simbol biaya faktor domestik sosial, dan huruf L adalah simbol keuntungan sosial. Pendapatan dan biaya pada tingkat harga sosial didasarkan pada estimasi the social opportunity costs dari komoditas yang diproduksi dan input yang digunakan. Simbol L yaitu keuntungan sosial, diperoleh dengan menggunakan identitas keuntungan, dengan demikian, keuntungan sosial adalah selisih antara penerimaan sosial dengan biaya sosial (Pearson, dkk., 2005).

Baris ketiga disebut sebagai baris effects of divergence. Divergensi timbul karena adanya distorsi kebijakan atau kegagalan pasar. Kedua hal tersebut menyebabkan harga aktual berbeda dengan harga efisiensinya. Sel dengan simbol huruf M mengukur tingkat divergensi revenue atau pendapatan (yang disebabkan oleh distorsi pada harga output), simbol N mengukur tingkat divergensi biaya input tradeable (disebabkan oleh distorsi pada harga input tradeable), simbol O, P dan Q mengukur divergensi biaya faktor domestik (disebabkan oleh distorsi pada harga faktor domestik), simbol R mengukur net transfer effects (mengukur


(50)

dampak total dari seluruh divergensi). Efek divergensi (baris ketiga) dihitung dengan menggunakan identitas divergensi (divergences

identity). Menurut aturan perhitungan tersebut, semua nilai yang ada di baris ketiga (efek divergensi) merupakan selisih antara baris pertama (usahatani yang diukur dengan harga aktual atau harga privat) dengan baris kedua (usahatani yang diukur dengan harga sosial) (Pearson, dkk., 2005).

Analisis Keuntungan Privat dan Keuntungan Sosial

1) Private profitability (PP)

Keuntungan privat merupakan indikator daya saing dari sistem komoditi berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Apabila D > 0, maka secara finansial kegiatan usahatani menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.

2) Social profitability (SP)

Keuntungan sosial merupakan indikator keunggulankomparatif atau efisiensi dari sistem produksi pada kondisi tidak ada divergensi dan penerapan kebijakan efisien. Apabila L > 0 dan nilainya makin besar berarti sistem komoditi makin efisien dan mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi.

Analisis Keunggulan Kompetitif dan Keunggulan Komparatif


(51)

43

PCR adalah rasio antara total biaya faktor domestik (C+D+E) dengan selisih antara penerimaan (A) dan biaya input tradeable (B) yang dihitung pada harga privat. PCR merupakan indikator

profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan sistem komoditi untuk membayar biaya sumber daya domestik dan tetap kompetitif. Jika PCR < 1, berarti sistem komoditi yang diteliti memiliki

keunggulan kompetitif dan jika PCR > 1, berarti sistem komoditi tidak memiliki keunggulan kompetitif.

2) Domestic Resource Cost Ratio (DRCR)

DRCR adalah adalah rasio antara total biaya faktor domestik (I+J+K) dengan selisih antara penerimaan (G) dan biaya input tradeable (H) yang dihitung pada harga sosial. DRCR merupakan indikator keunggulan komparatif yang menunjukkan jumlah sumber daya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu unit devisa. Sistem mempunyai keunggulan komparatif jika DRCR < 1, dan sebaliknya jika DRCR > 1 tidak mempunyai keunggulan komparatif.

Dampak Kebijakan Pemerintah

1) Kebijakan Output

a) Output Transfer (OT)

Transfer output merupakan selisih antara penerimaan yang dihitung atas harga privat (A) dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga bayangan atau sosial (G). Jika nilai OT > 0,


(52)

maka hal itu menunjukkan adanya transfer dari masyarakat (konsumen) terhadap produsen, dan sebaliknya.

b) Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO)

NPCO adalah rasio antara penerimaan privat (A) dengan penerimaan sosial (G). NPCO merupakan indikator yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap output

domestik. Kebijakan bersifat protektif terhadap output jika nilai

NPCO > 1, dan sebaliknya kebijakan bersifat disinsentif jika

NPCO < 1.

2) Kebijakan Input

a) Transfer Input (IT)

Transfer input adalah selisih antara biaya privat input tradeable (B) dengan biaya sosialnya (H). Jika nilai IT > 0, menunjukkan adanya transfer dari petani produsen kepada produsen input tradeable, demikian pula sebaliknya.

b) Nominal protection Coefficient on Input (NPCI)

NPCI adalah rasio antara biaya privat input tradeable (B) dengan biaya sosialnya (H). NPCI merupakan indikator yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap harga input tradeable. Kebijakan bersifat protektif terhadap input jika nilai


(53)

45

NPCI < 1, berarti ada kebijakan subsidi terhadap input tradeable, demikian juga sebaliknya.

c) Factor Transfer (FT)

Transfer faktor adalah selisih antara biaya privat faktor domestik (C+D+E) dengan biaya sosialnya (I+J+K). Transfer faktor merupakan nilai yang menunjukkan perbedaan harga privat dengan harga sosialnya yang diterima produsen untuk

pembayaran faktor-faktor produksi yang tidak diperdagangkan. Nilai FT > 0, mengandung arti bahwa ada transfer dari petani produsen kepada produsen input non tradeable, demikian juga sebaliknya.

3) Kebijakan Input-Output

a) Effective Protection Coefficient (EPC)

EPC adalah rasio antara selisih penerimaan dan biaya input tradeable privat (A-B) dengan selisih penerimaan dan biaya

input tradeable sosial (G-H). EPC yaitu indikator yang menunjukkan tingkat proteksi simultan terhadap output dan

input tradeable. Kebijakan masih bersifat protektif jika nilai

EPC > 1. Semakin besar nilai EPC berarti semakin tinggi tingkat proteksi pemerintah terhadap komoditi pertanian domestik.


(54)

Transfer bersih merupakan selisih antara keuntungan privat (F) dengan keuntungan sosial (L). Nilai NT > 0, menunjukkan tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output, demikian juga sebaliknya.

c) Profitability Coefficient (PC)

Koefisien keuntungan adalah rasio antara keuntungan privat (F) dengan keuntungan sosial (L). Jika PC > 0, berarti secara keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada produsen, demikian juga sebaliknya.

d) Subsidy Ratio to Producer (SRP)

SRP adalah rasio antara keuntungan bersih (R) dengan penerimaan sosial (G). SRP merupakan indikator yang menunjukkan proporsi penerimaan pada harga sosial yang diperlukan apabila subsidi atau pajak digunakan sebagai pengganti kebijakan.

3. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dalam metode Policy Analysis Matrix (PAM) digunakan untuk melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah . Menurut Kadariah, dkk. (2001), analisis sensitivitas dilakukan dengan cara sebagai berikut :


(55)

47

a. Mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, masing-masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase dan menentukan beberapa pekanya hasil perhitungan terhadap perubahan-perubahan tersebut.

b. Menentukan sampai berapa suatu variabel harus berubah sampai ke hasil perhitungan yang membuat proyek tidak dapat diterima.

Alat analisis yang digunakan untuk mengukur sensitivitas dalam penelitian ini adalah elastisitas. Elastisitas digunakan untuk mengukur sensitivitas satu persen terhadap paremeter yang diuji. Nilai PCR dan DRCR yang semakin kecil (<1) menunjukkan sistem semakin memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif yang semakin tinggi. Untuk mengukur elastisitas nilai PCR dan nilai DRC terhadap perubahan harga input dan output digunakan perhitungan sebagai berikut:

Elastisitas PCR =

Xi Xi

PCR PCR

/ /

Elastisitas DRC =

Xi Xi

DRC DRC

/ /

Dimana:

∆PCR = Perubahan nilai PCR

∆DRC = Perubahan nilai DRC

∆Xi = Perubahan parameter yang diuji Xi = Parameter yang diuji

di mana kriteria, jika :

Elastisitas PCR atau DRC < 1 berarti tidak peka (inelastis)


(56)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Fisik Wilayah

1. Kecamatan Sekampung Udik

Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

Sekampung Udik merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung Timur yang berpenduduk 66.778 jiwa dengan luas wilayah 187.06 km².

Kecamatan Sekampung Udik memiliki batas wilayah dimana sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sukadana dan Kecamatan Way Jepara, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Jabung, Waway Karya dan Kabupaten Lampung Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bandar Sribhawono, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Marga Tiga.

Kecamatan Sekampung Udik memiliki topografi yang bergelombang dengan kemiringan tanah berkisar antara 15% - 45%. Secara geografis, Kecamatan Sekampung Udik berada pada ketinggian 36-65 meter dari permukaan laut, dengan kisaran suhu 30-32º C. Jenis tanah yang terdapat di daerah ini adalah jenis tanah Podzolik Merah Kuning, dengan tekstur


(57)

48 lempung berpasir, pengairan kurang baik, namun kesuburan tanah cukup baik (Balai Penyuluhan Pertanian, 2012).

Wilayah Kecamatan Sekampung Udik meliputi 15 desa, dimana Desa Pugung Raharjo merupakan ibukota kecamatan. Jarak Desa Sidorejo dengan ibukota Kabupaten Lampung Timur adalah 50 km, sedangkan jarak desa dengan ibukota Kecamatan Sekampung Udik adalah 8 km (BPS, 2012).

2. Desa Sidorejo

Desa Sidorejo memiliki luas wilayah 142.997 ha yang terdiri dari lahan basah, lahan kering dan pemukiman, dimana sebelah utara berbatasan dengan hutan lindung Gunung Balak, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Brawijaya dan Desa Bukit Raya, sebelah barat berbatasan dengan Desa Pugung Raharjo dan Desa Bauh Gunung Sari, serta sebelah timur berbatasan dengan Desa Bandar Agung (Monografi Desa Sidorejo, 2012). Penggunaan tanah di Desa Sidorejo meliputi pekarangan, persawahan, peladangan, perkebunan, dan tanah lain-lain. Penggunaan tanah di dua desa penelitian dapat dilihat pada Tabel 10. Pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa sebagian besar penggunaan tanah di Desa Sidorejo adalah untuk perladangan Mayoritas lahan perladangan ini digunakan untuk

berusahatani jagung, sehingga Desa Sidorejo menjadi sentra produksi jagung di Kecamatan Sekampung Udik. Selain itu lahan perladangan juga digunakan untuk tanaman ubi kayu.


(58)

Tabel 10. Penggunaan tanah di Desa Sidorejo tahun 2012 No Penggunaan Lahan Desa Sidorejo

Ha %

1 Persawahan 37 0,10

2 Peladangan 30.000 83,16

3 Pekarangan 6.000 16,63

4 Perkebunan 39 0,11

Jumlah 36.076 100.00

Sumber : Monografi Desa Sidorejo, 2012

Penggunaan lahan untuk perkebunan di Desa Sidorejo seluas 39 hektar. Tanaman yang diusahakan untuk perkebunan ini didominasi oleh kakao dan kelapa sawit. Penggunaan lahan untuk pekarangan adalah sebesar 6.000 hektar, dimana pada pekarangan ini biasanya juga dijadikan tempat berusahatani untuk beberapa komoditi pangan seperti jagung dan ubi kayu. Penggunaan lahan yang paling sedikit adalah persawahan yaitu sebesar 37 hektar, yang biasanya ditanami padi.

B. Demografi Daerah Penelitian

1. Sebaran Penduduk Menurut Usia

Berdasarkan Monografi Desa Sidorejo (2012) jumlah penduduk di Desa Sidorejo adalah 11.407 jiwa dengan 3.035 kepala keluarga. Jumlah penduduk menurut usia di Desa Sidorejo dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 menunjukkan bahwa penduduk Desa Sidorejo didominasi oleh penduduk usia 25 hingga 55 tahun dengan persentase sebesar 35,5 persen.


(59)

50 Tabel 11. Jumlah penduduk menurut usia di Desa Sidorejo, tahun 2012

Kelompok umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase 00 – 06

07 – 12 13 – 18 19 – 24 25 – 55 56 tahun ke atas

605 1.271 1.665 3.632 4.049 185 5,30 11,14 14,60 31,84 35,50 1,62

Jumlah 11.407 100,00

Sumber : Monografi Desa Sidorejo, 2012

Hal ini berarti bahwa mayoritas penduduk Desa Sidorejo merupakan penduduk produktif, dimana menurut Mantra (2003), penduduk usia tersebut termasuk dalam kelompok penduduk produktif.

2. Sebaran Penduduk Menurut Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk sangat mempengaruhi produktivitas suatu daerah, semakin tinggi pendidikan penduduk maka semakin tinggi produktivitas. Sebaran penduduk Desa Sidorejo menurut pendidikan tertera pada Tabel 12.

Tabel 12. Jumlah penduduk menurut pendidikan di Desa Sidorejo, tahun 2012

Pendidikan Jumlah

(orang)

Persentase (%)

Belum sekolah 1.852 22,86

Buta huruf 24 0,3

Tidak tamat SD 220 2,72

Tamat SD 2.231 27,53

Tamat SLTP 33 0,41

Tamat SLTA 3.244 40,03

Tamat akademi D.1-D.3 402 4,96

Tamat S1 92 1,14

Tamat S2 5 0,06

Tamat S3 - 0

Jumlah 8.103 100


(60)

Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Sidorejo merupakan penduduk dengan tingkat pendidikan SLTA(40,03%) dan perguruan tinggi (6,16%). Hal ini berarti bahwa produktivitas kerja penduduk Desa Sidorejo cukup tinggi karena sebagian besar penduduk mengenyam pendidikan yang cukup tinggi. Selain itu pendidikan juga mempengaruhi pola pikir penduduk sehingga dapat lebih baik dalam mengadopsi teknologi baru.

C. Prasarana Pertanian

Prasarana pertanian sangat diperlukan untuk memajukan desa khususnya dalam bidang pertanian yang merupakan mata pencarian pokok sebgian besar penduduk desa. Keadaan prasarana yang menunjang kegiatan pertanian di Desa Sidorejo dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Prasarana pertanian di Desa Sidorejo tahun 2012

Sarana dan prasarana Unit

Pasar

Kios pertanian Gapoktan Kendaraan - Besar - Kecil - Motor BPP

1 6 1 27 10 3.010 1 Sumber : Monografi Desa Siderejo tahun 2012

Di Desa Sidorejo terdapat pasar yang merupakan pusat bagi penduduk dalam memperdagangkan barang-barang yang menjadi kebutuhan penduduk desa. Di pasar ini terdapat kios-kios pertanian yang dapat memudahkan petani untuk memperoleh sarana produksi pertanian. Kios-kios pertanian di Desa Sidorejo


(61)

52 memiliki pengaruh yang sangat besar, salah satunya yaitu menyediakan benih unggul dengan berbagai macam varietas. Selain menjual benih jagung, pedagang kios juga menjual macam-macam pestisida dan perlengkapan pertanian lainnya.

Petani di Desa Sidorejo tergabung dalam organisasi kelompok tani yang bernaung di bawah Gabungan Kelompok Tani Sumber Makmur. Gapoktan memberikan berbagai manfaat bagi petani diantaranya yaitu memberikan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi terutama yang disubsidi oleh pemerintah dan kemudahan dalam memperoleh berbagai bentuk bantuan dari pemerintah.

Di Kecamatan Sekampung Udik terdapat satu unit Balai Penyuluh Pertanian (BPP) yang terletak di Desa Pugung Raharjo. Oleh karena Kecamatan Sekampung udik terdiri dari 14 desa, maka untuk efektifitas kerja para penyuluh pertanian, wilayah BPP dibagi menjadi lima wilayah binaan dan pada masing-masing wilayah binaan terdapat 1 penyuluh pertanian. Satu wilayah binaan terdiri dari 2 sampai 3 desa. Kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh para penyuluh dari Balai Penyuluhan Pertanian dapat

meningkatkan pengetahuan petani mengenai teknik budidaya yang tepat serta meningkatkan kemampuan petani dalam mengadopsi berbagai teknologi sehingga mampu mencapai produktivitas dan keuntungan usahatani yang tinggi.


(62)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani jagung di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung

Timur menguntungkan. Keuntungan per hektar tertinggi terdapat pada usahatani jagung di lahan subur dengan pengelolaan intensif, yaitu sebesar Rp 8.683.653,97 pada MT I dan Rp 8.771.339,72 pada MT II.

Keuntungan per hektar terendah terdapat pada usahatani jagung di lahan tidak subur dengan pengelolaan non intensif, yaitu sebesar Rp

2.391.935,97 pada MT I dan Rp 2.267.132,42 pada MT II.

2. Usahatani jagung di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif (berdaya saing). Daya saing usahatani jagung tertinggi terdapat pada usahatani jagung di lahan subur dengan pengelolaan intensif, dengan nilai PCR dan DRC sebesar 0,3499 dan 0,2944 pada MT I serta 0,3442 dan 0,2222 pada MT II. Daya saing usahatani jagung terendah terdapat pada usahatani jagung di lahan tidak subur dengan pengelolaan non intensif, dengan nilai PCR dan DRC sebesar 0,6053 dan 0,4176 pada MT I serta 0,6216 dan 0,3620 pada MT II.


(63)

97 3. Penurunan harga output, kenaikan harga pupuk, harga benih dan biaya

lahan menyebabkan keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung semakin rendah. Keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur peka terhadap penurunan harga output sebesar 26 persen atau lebih.

B. Saran

1. Kepada petani produsen jagung diharapkan agar mampu menerapkan teknologi intensifikasi usahatani jagung agar produksi, produktivitas, pendapatan dan daya saing usahatani jagung meningkat.

2. Kepada Pemerintah Provinsi Lampung agar melanjutkan kebijakan Harga Minimum Regional (HMR) jagung sesuai dengan perkembangan

perekonomian Provinsi Lampung, sehingga diharapkan swasembada jagung dapat terwujud dan keunggulan komparatif dan kompetitif jagung dapat ditingkatkan.

3. Peneliti lain, disarankan agar dapat meneliti tentang aspek produksi, pemasaran dan kelembagaan pada usahatani jagung.


(1)

pertanian lainnya.

Petani di Desa Sidorejo tergabung dalam organisasi kelompok tani yang bernaung di bawah Gabungan Kelompok Tani Sumber Makmur. Gapoktan memberikan berbagai manfaat bagi petani diantaranya yaitu memberikan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi terutama yang disubsidi oleh pemerintah dan kemudahan dalam memperoleh berbagai bentuk bantuan dari pemerintah.

Di Kecamatan Sekampung Udik terdapat satu unit Balai Penyuluh Pertanian (BPP) yang terletak di Desa Pugung Raharjo. Oleh karena Kecamatan Sekampung udik terdiri dari 14 desa, maka untuk efektifitas kerja para penyuluh pertanian, wilayah BPP dibagi menjadi lima wilayah binaan dan pada masing-masing wilayah binaan terdapat 1 penyuluh pertanian. Satu wilayah binaan terdiri dari 2 sampai 3 desa. Kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh para penyuluh dari Balai Penyuluhan Pertanian dapat

meningkatkan pengetahuan petani mengenai teknik budidaya yang tepat serta meningkatkan kemampuan petani dalam mengadopsi berbagai teknologi sehingga mampu mencapai produktivitas dan keuntungan usahatani yang tinggi.


(2)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani jagung di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung

Timur menguntungkan. Keuntungan per hektar tertinggi terdapat pada usahatani jagung di lahan subur dengan pengelolaan intensif, yaitu sebesar Rp 8.683.653,97 pada MT I dan Rp 8.771.339,72 pada MT II.

Keuntungan per hektar terendah terdapat pada usahatani jagung di lahan tidak subur dengan pengelolaan non intensif, yaitu sebesar Rp

2.391.935,97 pada MT I dan Rp 2.267.132,42 pada MT II.

2. Usahatani jagung di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif (berdaya saing). Daya saing usahatani jagung tertinggi terdapat pada usahatani jagung di lahan subur dengan pengelolaan intensif, dengan nilai PCR dan DRC sebesar 0,3499 dan 0,2944 pada MT I serta 0,3442 dan 0,2222 pada MT II. Daya saing usahatani jagung terendah terdapat pada usahatani jagung di lahan tidak subur dengan pengelolaan non intensif, dengan nilai PCR dan DRC sebesar 0,6053 dan 0,4176 pada MT I serta 0,6216 dan 0,3620 pada MT II.


(3)

jagung di Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur peka terhadap penurunan harga output sebesar 26 persen atau lebih.

B. Saran

1. Kepada petani produsen jagung diharapkan agar mampu menerapkan teknologi intensifikasi usahatani jagung agar produksi, produktivitas, pendapatan dan daya saing usahatani jagung meningkat.

2. Kepada Pemerintah Provinsi Lampung agar melanjutkan kebijakan Harga Minimum Regional (HMR) jagung sesuai dengan perkembangan

perekonomian Provinsi Lampung, sehingga diharapkan swasembada jagung dapat terwujud dan keunggulan komparatif dan kompetitif jagung dapat ditingkatkan.

3. Peneliti lain, disarankan agar dapat meneliti tentang aspek produksi, pemasaran dan kelembagaan pada usahatani jagung.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. dan Yustina E.W. 2002. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Kering, Sawah, dan Pasang Surut. Penebar Swadaya. Jakarta. Anonim. 2012. Jagung.

http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung diakses 14 juni 2012 pukul 15.13 WIB. Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia 2012. BPS Provinsi Lampung.

Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. 2011/2012. Lampung dalam Angka 2011/2012. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

. 2012. Sekampung Udik Dalam Angka 2012. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Badan standardisasi nasional. 2003. Benih Jagung Hibrida. BSN. Jakarta. Balai Penyuluhan Pertanian. 2012. Programa Penyuluhan Sekampung Udik

2012. Balai Penyuluhan Pertanian Sekampung Udik. Lampung Timur. bi.go.id. Kurs Transaksi BI.

nilai%20tukar/kurs/default%20-%20Bank%20Sentral%20Republik%20Indonesia.htm. Diakses 27 Maret 2013.

Boediono. 1990. Ekonomi Internasional. BPFE. Yogyakarta.

Danarti dan Sri Najiyati. 2000. Palawija, Budidaya Dan Analisis Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Dinas Pertanian Lampung Timur. 2010. Luas panen, produksi dan produktivitas jagung menurut kecamatan di Lampung Timur. Dinas Pertanian Lampung Timur. Lampung Timur.

Dirgantoro, Crown. 2002. Keunggulan bersaing melalui proses bisnis. PT. Grasindo. Jakarta.

Falatehan, A. dan Wibowo, A. 2008. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Pengusahaan Komoditi Jagung di Kabupaten Grobogan. Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian vol 2.


(5)

Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek: Analisis Ekonomis. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Kariyasa, K. 2007. Analisis Keunggulan Komparatif dan Insentif Berproduksi Jagung di Sumatera Utara . Jurnal. Universitas Sriwijaya. Palembang. Kementerian pertanian. 2009. Rancangan Rencana Strategis Kementerian

Pertanian Tahun 2010-2014. Departemen Pertanian. Jakarta. Kompas.com. 2013. Penerimaan pajak 2012 meleset dari target.

Penerimaan%20Pajak%202012%20Meleset%20dari%20Target%20-%20KOMPAS.com.htm. Diakses 15 Februari 2013.

Kurniawan, A.Y., S. Hartoyo, Y. Syaukat. 2008. Analisis Efisiensi Ekonomi dan Daya Saing Jagung Pada Lahan Kering di Kabupaten Tanah Laut,

Kalimantan Selatan. Jurnal Forum Pascasarjana Vol. 31 No. 2 April 2008: 93-103.

Lampost.com. 2012. PERTANIAN: Petani Minta Setop Impor Jagung. www.lampungpost.com/index.php/berita-utama-cetak/28166-pertanian--petani-minta-setop-impor-jagung-.html. Diakses 7 Agustus 2012 Pukul 21.50 WIB.

Mantau, Z. 2009. Analisis Keunggulan Komparatif Dan Kompetitif Usahatani Jagung Dan Padi Di Kabupaten Bolaang Mongondow Propinsi Silawesi Utara. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Mantra, I.B. 2003. Demografi Umum. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Marisa, S. 2011. Analisis efektivitas kebijakan subsidi pupuk dan pengaruhnya terhadap produksi padi. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Monografi Desa Sidorejo. 2012. Selayang Pandang Desa Sidorejo. Balai Desa Sidorejo. Sidorejo.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Oemar, A. dan A. Mulyana. 2006. Daya Saing Usaha Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Selatan sebagai Subsektor yang Diintervensi Pemerintah. Jurnal Sosio Ekonomika vol 12 (1). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(6)

Pearson, Scott., Carl Gotsch, dan Sjaiful Bahri. 2005. Aplikasi Policy Analisys Matrix pada Pertanian Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Remonaldi, Y. 2009. Analisis Penggunaan Benih dan Daya Saing Usahatani

Jagung Hibrida di Kabupaten Tanggamus. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sadikin, Ikin. (1999). Analisis Daya Saing Komoditi Jagung dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Agribisnis Jagung di Nusa Tenggara Barat Pasca Krisis Ekonomi. Puslitbang Sosek Pertanian, Balitbang RI. Bogor.

Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi internasional. Erlangga. Jakarta. Sambodo, M.T., Ahmad H. F., Latif A., Purwanto. 2007. Mengurai Benang

Kusut Daya Saing Indonesia. LIPI Press. Jakarta.

Simatupang, P. 2000. Daya Saing dan Efisiensi Usahatani Jagung Hibrida di Indonesia. Jurnal. Badan Litbang Pertanian.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia (UI. Press). Jakarta.

Sugiarto, Tedy H., Brastoro, R. Sudjana, S. Kelana. 2005. Ekonomi Mikro, Sebuah Kajian Komprehensif. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Suprapto dan A. R. Marzuki. 2005. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suryana, Achmad. 1980. Keuntungan Komparatif Dalam Produksi Ubikayu dan Jagung di Jawa Timur dan Lampung Dengan Analisa Penghematan Biaya Sumberdaya Domestik. Tesis. Institut Pertanian Bogor

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/20343/1980asu.pdf?s equence=2. Diakses 11 Maret 2013 pukul 08.04 WIB.

Takdir A. M. Sri Sunarti, dan Made J. Mejaya. 2007. Pembentukan Varietas Jagung Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp10237.pdf. Diakses 2 juli 2012 pukul 20.32 WIB.