Analisis Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif Usahatani Tembakau “Aseli” Pada Lahan Sawah dan Lahan Perbukitan Di Kabupaten Mojokerto.

(1)

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF USAHATANI TEMBAKAU ”ASELI” PADA LAHAN SAWAH

DAN LAHAN PERBUKITAN DI KABUPATEN MOJOKERTO

SKRIPSI

Diajukan Oleh : DEKY NUR CAHYONO

NPM : 0624010021

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA


(2)

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF USAHATANI TEMBAKAU ”ASELI” PADA LAHAN SAWAH

DAN LAHAN PERBUKITAN DI KABUPATEN MOJOKERTO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Jurusan Agribisnis

Diajukan Oleh : DEKY NUR CAHYONO

NPM : 0624010021

Kepada

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA


(3)

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF USAHATANI TEMBAKAU “ASELI” PADA LAHAN SAWAH

DAN LAHAN PERBUKITAN DI KABUPATEN MOJOKERTO Diajukan Oleh :

DEKY NUR CAHYONO NPM : 0624010021

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur pada tanggal 15 Juni 2010

Telah disetujui oleh : Pembimbing :

1. Pembimbing Utama

Ir. MUBAROKAH, MTP

Tim Penguji : 1. Ketua

Dr. Ir. ZAINAL ABIDIN, MS

1. Pembimbing Pendamping

Ir. INDRA TJAHAJA AMIR, MP

2. Sekretaris

Ir.MUBAROKAH, MTP 3. Anggota

Dr. Ir. SUMARTONO, MS Mengetahui :

Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Ir. RAMDAN HIDAYAT, MS

Ketua Program Studi Agribisnis


(4)

 

 

Jika ingin mencapai suatu tujuan maka jangan

bermalas-malasan, karena tidak semua jalan

mudah dan juga tidak ada kemudahan disetiap

jalan, maka bila tidak harus melepaskan

kehidupan, kenapa harus melepaskan cinta dan

berhenti berusaha. Hidup ini sebenarnya indah

asal dengan tenang dan sabar. Jangan kau

pikirkan apa yang harus dilakukan setelah

sukses, tapi pikirkan jalan menuju sukses.

 

 

 

 

 

 

 


(5)

 

 

RIWAYAT HIDUP 

 

 

Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW

Akhirnya Penulis dapat menyelesaikan Skripsi,,,,!!!!

Deky Nur Cahyono lahir di Mojokerto pada tanggal 24 Juli 1988 merupakan

anak ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ir. H. Ali Budiono, MMA

dan Ibu Hj. Siti Chodijah.

Pendidikan formal yang ditempuh dimulai dari Taman Kanak – kanak

Kemlagi II, selanjutnya pendidikan dilanjutkan di Sekolah Dasar Negeri Kemlagi

pada tahun 1994 dan tamat pada tahun 2000. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama ditempuh di Mojojajar pada tahun 2000 dan tamat pada tahun 2003,

selanjutnya pada tahun 2002 diterima sebagai siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

dan berhasil menamatkan pendidikan pada tahun 2006.

Pada tahun 2006 memasuki jenjang Perguruan Tinggi dan akhirnya diterima

di Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur,

Program Studi Agribisnis dan akhirnya pada tahun 2010 dapat menyelesaikan

pendidikan S-1 nya dengan gelar Sarjana Pertanian.


(6)

RINGKASAN

Deky Nur Cahyono, NPM : 0624010021 Judul Skripsi : Analisis Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif Usahatani Tembakau “Aseli” Pada Lahan Sawah dan Lahan Perbukitan Di Kabupaten Mojokerto. Dosen Pembimbing Utama : Ir. Mubarokah, MTP. Dosen Pendamping : Ir. Indra Tjahaja Amir, MP.

Tembakau aseli merupakan tanaman herba semusim yang ditanam untuk diambil daunnya. Komoditas ini mempunyai peranan penting bagi perekonomian Indonesia, dengan menghasilkan devisa ± US $ 56 juta. Luas areal pertanaman tembakau di Indonesia mengalami penurunan yang sebelumnya tahun 2004 sebesar 260.378 Ha, kemudian tahun 2009 turun menjadi 221.251 Ha. Penurunan tersebut karena banyak lahan yang sudah beralih fungsi untuk pembangunan perumahan, gedung dan lain sebagainya.

Penelitian tentang analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani tembakau “ASELI” pada lahan sawah dan lahan perbukitan di kabupaten Mojokerto bertujuan : (1) Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik sistem usahatani tembakau aseli dilahan sawah dan lahan perbukitan. (2) Menganalisis daya saing usahatani tembakau aseli dengan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif dilahan sawah dan lahan perbukitan.

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang didapat dari wawancara serta pengisian kuisioner langsung oleh responden dan data sekunder yang berasal dari laporan pembukuan petani / kelompok tani serta publikasi dari lembaga-lembaga pemerintahan seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan World Bank.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menjawab tujuan pertama yaitu Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik sistem usahatani tembakau aseli dilahan sawah dan lahan perbukitan. maka digunakan analisi metode Policy Analysis Matrix (PAM) melalui pendekatan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

2. Untuk menjawab tujuan kedua yaitu Menganalisis daya saing usahatani tembakau aseli dengan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif dilahan sawah dan lahan perbukitan. maka digunakan analisis metode Policy Analysis Matrix (PAM).

Hasil penelitian yang diperoleh pada skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Hasil identifikasi dan analisis pada lahan sawah mempunyai keuntungan yang lebih tinggi pada tingkat harga sosial sebesar lahan perbukitan mempunyai keuntungan yang lebih tinggi pada tingkat harga sosial. Berdasarkan analisis daya saing usahatani tembakau aseli pada lahan sawah dan lahan perbukitan yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

b. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani tembakau aseli dilahan sawah memiliki keunggulan komparatif sebesar 0.674 dan keunggulan kompetitif sebesar 0.677. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani tembakau aseli dilahan Perbukitan memiliki keunggulan komparatif sebesar 0.624 dan keunggulan kompetitif sebesar 0.654


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah S.W.T atas segala petunjuk dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelasaikan skripsi dengan judul “ Analisis Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif Usahatani Tembakau Aseli Pada Lahan Sawah Dan Lahan Perbukitan Di Kabupaten Mojokerto “.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ir. Mubarokah, MTP selaku menjadi dosen pembimbing utama dan Bapak Ir. Indra Tjahaja Amir, MP selaku dosen pendamping yang telah memberikan waktu, tenaga dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih juga, penulis sampaikan kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasioanal “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Indra Tjahaja Amir, MP, selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir. Ali Budiono, MMA dan Ibu Siti Chodijah sebagai orang tua,serta kakak dan adikku yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

4. Kepada pihak lain yang selalu membantu penulis memberi dukungan dalam penyusunan skripsi ini.


(8)

Penyusunan skripsi ini dilakukan dengan segenap kemampuan dan pengetahuan yang ada. Namun penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tentu terdapat kekurangan, oleh karena itu diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi yang telah disusun oleh penulis dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, Juni 2010

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

      1.5. Pembatasan Masalah... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu ... 9

2.2. Budidaya Usahatani Tembakau Aseli ... 13

2.3. Penanganan Pasca Panen Tembakau Aseli ... 21

2.4. Konsep Daya Saing ... 29

2.4.1. Keunggulan Kompetitif ... 30

2.4.2. Keunggulan Komparatif ... 31

2.5. Matriks Analisis Kebijakan atau Policy Analysis Matrix (PAM) 32 2.5.1. Identitas PAM ... 33


(10)

2.7. Hubungan antara Keunggulan Kompetitif dan Keunggulan

Kompartif ... 43

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran ... 45

3.2. Hipotesis ... 48

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi Penelitian ... 49

4.2. Penentuan Responden ... 50

4.3. Pengumpulan Data ... 50

4.4. Metode Analisis ... 51

4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 52

V. KEADAAN UMUM DAERAH 5.1. Letak dan Kondisi Geografis Pada Wilayah Penelitian ... 55

5.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencarian di Wilayah Penelitian 59

      5.3. Penggunaan Lahan di Wilayah Penelitian ... 61

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Petani Pada Wilayah Penelitian ... 63

6.1.1. Umur Responden ... 63

6.1.2. Pengalaman Responden Usahatani Tembakau Aseli Pada Wilayah Penelitian ... 64

6.1.3. Pendidikan Responden Pada Wilayah Penelitian ... 65

6.2. Identifikasi dan Analisis Karakteristik Sistem Usahatani Tembakau Aseli di Kabupaten Mojokerto ... 67

  6.2.1. Hubungan Input-Output Usahatani Tembakau Aseli ... 67


(11)

6.2.3. Harga Privat Usahatani Tembakau Aseli ... 73

6.2.4. Biaya Sosial Usahatani Tembakau Aseli ... 77

6.2.5. Harga Sosial Usahatani Tembakau Aseli ... 81

6.3. Hasil Policy Analysis Matrix (PAM) ... 84

6.4. Analisis Daya Saing Komoditas Tembakau Aseli ... 89

6.4.1. Keunggulan Komparatif Usahatani Tembakau Aseli ... 90

6.4.2. Keunggulan Kompetitif Usahatani Tembakau Aseli ... 92

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 94

7.2. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Judul

1. Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analisis Matrix)……….. 34 2. Jumlah Curah Hujan Maksimal dan Hari Hujan Serta Rata-rata Curah

Hujan Per Bulan Tahun 2009 di Desa Kedungwaru Kecamatan

Kemlagi ... ... 56 3. Jumlah Curah Hujan Maksimal dan Hari Hujan Serta Rata-rata Curah

Hujan Per Bulan Tahun 2009 di Desa Simongagrok Kecamatan

Dawarblandong ... 58 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk

di Wilayah Penelitian .... ... 59 5. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Wilayah Penelitian .. 60 6. Penggunaan Lahan Pada Wilayah Penelitian diKabupaten Mojokerto 62 7. Karakteristik Umur Responden di Wilayah Penelitian ... 63 8. Pengalaman Responden Usahatani Tembakau Aseli Pada Wilayah

Penelitian ... 64 9. Karakteristik Pendidikan Responden Pada Wilayah Penelitian ... 66 10. Biaya Private Usahatani Tembakau Aseli Lahan Sawah Desa

Kedungwaru Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto ... 70

 

11. Biaya Private Usahatani Tembakau Aseli Lahan Perbukitan Desa Simongagrok Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto ... 72 12. Komponen Input-Output Usahatani Tembakau Aseli untuk Lahan Sawah Desa Kedungwaru Pada Harga Private………. 74 13. Komponen Input-Output Usahatani Tembakau Aseli untuk Lahan

Perbukitan Desa Simongagrok Pada Harga Private……… 76 14. Biaya Sosial Usahatani Tembakau Aseli Lahan Sawah Desa Kedungwaru

Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto ... 78

   


(13)

15. Biaya Sosial Usahatani Tembakau Aseli Lahan Perbukitan Desa

Simongagrok Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto... 80 16. Komponen Input-Output fisik Usahatani Tembakau Aseli Lahan

Sawah Desa Kedungwaru Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto …….. 83 17. Komponen Input-Output fisik Usahatani Tembakau Aseli Lahan

Perbukitan Desa Simongagrok Kecamatan Dawarblandong

Kabupaten Mojokerto ……… 83 18. Hasil Perhitungan Policy Analysis Matrix (PAM) Lahan Sawah ... 87

        

19. Hasil Perhitungan Policy Analysis Matrix (PAM) Lahan Perbukitan.. 88

 

20. Indikator Rasio Daya Saing Lahan Sawah ... 89

 


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman Judul

1. Skema Kegiatan Penanganan Pasca Panen Tembakau Aseli….…….. 22 2. Kerangka Pemikiran ……… 47 3. Kerangka Penentuan Lokasi Penelitian ……….... 49


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman Judul

1. Penggunaan Input Usahatani Tembakau Aseli di Desa Kedungwaru Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto………..….…………. 99 2. Penggunaan Input Usahatani Tembakau Aseli di Desa Kedungwaru Kecamatan

Kemlagi Kabupaten Mojokerto………..….…………. 100 3. Penggunaan Input Usahatani Tembakau Aseli di Desa Simongagrok Kecamatan

Dawarblandong Kabupaten Mojokerto………... 101 4. Penggunaan Input Usahatani Tembakau Aseli di Desa Simongagrok Kecamatan

Dawarblandong Kabupaten Mojokerto………... 102 5. Harga Paritas Impor – Output Tembakau………... 103 6. Indikator Rasio Daya Saing Usahatani Tembakau Aseli Lahan Sawah….. 104 7. Indikator Rasio Daya Saing Usahatani Tembakau Aseli Lahan Perbukitan. 105


(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian sekarang dan masa depan masih merupakan sektor andalan dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Hampir semua sektor dewasa ini mengalami pertumbuhan negatif, akibat krisis ekonomi, sektor pertanian masih mampu menunjukkan pertumbuhan yang positif. Dilain pihak sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat dan masih mampu meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja. Hal ini membuktikan bahwa usaha yang berbasis sumberdaya domestic masih mewujudkan keunggulan dalam menghadapi krisis ekonomis dibandingkan usahatani yang berbasisi sumber daya impor.

Sejalan dengan tuntutan globalisasi konsep pertanian adalah pertanian yang modern, tangguh dan efisien, sedangkan misinya, adalah memberdayakan petani, peternak, nelayan, menuju masyarakat yang mandiri, maju sejahtera dan berkeadilan (Anonymous:2006). Tehnis pencapaianya meliputi 1) Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya domestic (Lahan, air, sumber genetic, tenaga surya, modal dan tehnologi) 2) Perluasan spectrum pembangunan pertanian melalui diversifikasi teknologi; sumberdaya, produksi dan konsumen. 3) Penyerapan rekaya teknologi secara dinamis dan 4) peningkatan efisiensi system agribisnis untuk meningkatakan produksi pertanian, dengan kandungan IPTEK dan berdaya saing tinggi. Dengan kata lain pertanian di Indonesia harus memilih komoditas yang tepat waktu. Teknologi yang sesuai, nilai jual tinggi serta mempunyai daya saing yang tinggi seperti halnya komoditas tanaman tembakau, terutama tembakau aseli (rajangan) atau tembakau rakyat.


(17)

Tembakau aseli merupakan tanaman herba semusim yang ditanam untuk diambil daunnya. Komoditas ini mempunyai peranan penting bagi perekonomian Indonesia, dengan menghasilkan devisa ± US $ 56 juta. Luas areal pertanaman tembakau di Indonesia mengalami penurunan yang sebelumnya tahun 2004 sebesar 260.378 Ha, kemudian tahun 2009 turun menjadi 221.251 Ha. Penurunan tersebut karena banyak lahan yang sudah beralih fungsi untuk pembangunan perumahan, gedung dan lain sebagainya (Sugiarto dan Mat Syukur:2009).

Jawa Timur merupakan Provinsi yang memiliki peran paling besar terhadap pertembakauan nasional antara lain sebagai pemasok bahan baku tembakau untuk pabrikan rokok sebesar 50%, karena sebagian besar pabrikan rokok berada di Jawa Timur (56%) dan memberikan kontribusi rokok nasional sebesar 75% . Namun pada saat ini mengalami penurunan produktivitas dan produksi, berdasarkan data dari badan pusat statistik (BPS:2008) Propinsi Jawa Timur luas areal tahun 2003 sebesar 135.901 Ha dan turun tahun 2008 sebesar 104.976 Ha. Sedangkan produksi tembakau tahun 2003 sebesar 101.091 Ton dan turun tahun 2008 sebesar 76.703 Ton. Penurunan produktivitas dan produksi tembakau aseli di sebababkan karena keterbatasan modal serta teknologi yang sederhana dan minimnya lahan yang dimiliki petani tembakau aseli rata-rata sekitar 0.25 Ha.

Kabupaten Mojokerto yang sebelumnya berada pada lima besar peringkat teratas di Provinsi Jawa Timur sebagai penghasil tembakau aseli, sekarang merosot menjadi peringkat ke 8 dalam luas areal dan produksi tembakau aseli. Terbukti dalam data potensi Kabupaten Mojokerto 2009, luas areal tinggal 164 Ha dan produksi yang dicapai hanya 1.496 Ton. Dengan komposisi dua kecamatan di Kabupaten Mojokerto


(18)

yaitu Kecamatan Kemlagi luas areal 360 Ha dan Produksi 389 Ton sedangkan Kecamatan Dawarblandong luas areal 115 Ha dan Produksi 1.107 Ton.

Jumlah tersebut sangat rendah dibandingkan dengan wilayah penghasil tembakau aseli lainnya, karena terjadi penurunan produktivitas dan produksi tembakau aseli disebabkan adanya kelemahan system (modal, budidaya, SDM dan teknologi) dari para petani tembakau dalam kegiatan usahatani tanaman tembakau aseli. Kelemahan tersebut berupa konsep yang dijalankan para petani tembakau masih banyak kekurangan dalam persiapan kegiatan usahatani tembakau. Lemahnya system pelaksanaan usahatani tembakau aseli yang sebagai karakteristik system usahatani tembakau, dapat menyebabkan penurunan produksi baik secara kwalitas maupun kwantitas sehingga daya saing yang didapat sangat rendah dibandingakan dengan tanaman tembakau aseli di wilayah lain.

Revitalisasi Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan ( RPPK ) yang dicanangkan oleh Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Mojokerto pada tanggal 12 april 2008, pada acara temu wacana petani tembakau diKecamatan Dawarblandong telah mencanangkan produktivitas tembakau aseli harus ditingkatkan kembali karena dari data yang masuk ke pihak Dinas Perkebunan dan Kehutanan, tembakau aseli mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir.

Mutu tembakau Mojokerto sangat beragam dan sangat tergantung pada kebutuhan pabrik rokok, standar mutu tembakau meliputi; warna, pegangan/body. Aroma, tingkat kekeringan, kebersihan, kemurnian, ketuaan daun dan lebar rajangan. Dari beberapa criteria tersebut mutu tembakau dikelompokkan kedalam jenis mutu I (Amat baik) II (baik), III (cukup), dan IV ( sedang). Keunggulan tembakau aseli


(19)

Mojokerto tidak dapat dihasilkan ditempat lain, sekalipun bibitnya sama, dimana merupakan hasil alamiah yang khas dari daerah Mojokerto.

Dalam pencapaian kwalitas tembakau yang terbaik, sangat tergantung pada proses produksi dalam usahatani tembakau. Menurut Sugiarto (2002), petani sadar bahwa usahatani tembakau merupakan usahatani padat modal dan tenaga kerja serta resiko tinggi, namun tetap diusahakan, dalam rangka mempertahanklan harga tembakau sebagai salah satu daya saing. Usahatani tembakau perlu pengaturan luas penanaman tembakau untuk menjamin kwalitas dan harga yang bersaing. Dilain pihak perlu adanya system usahatani alternatif yang dapat mengganti sisa lahan yang tidak ditanami tembakau.

Khususnya untuk perkembangan tembakau aseli Mojokerto yang dilihat berdasarkan luas areal, produksi dan harga. Terlihat bahwa luas areal dan produksi, menyebabkan harga tembakau semakin berkurang (kecil). Hal ini diperkuat oleh surat edaran Gubernur Kepala Daerah Tinghkat I. Jawa Timur yang mengatur proyeksi luas areal tanaman tembakau setiap tahun, Peraturan ini bermaksud menyesuaikan luas tanam dengan kebutuhan tembakau oleh pabrik rokok, dengan tujuan agar dapat memperbaiki harga tembakau termasuk daya saing, dan meningkatkan pendapatan petani (Thomas Santoso, 2001).


(20)

1.2. Perumusan Masalah

Kabupaten Mojokerto merupakan produsen tembakau aseli terbesar di Provinsi Jawa Timur setelah Kabupaten Bojonegoro dan Pemekasan, dengan luas areal, produksi dan harga yang lebih basar dari pada wilayah Kabupaten lain. Namun selama kurun waktu lima tahun terakhir mengalami penurunan produktivitas dan produksi. Seharusnya Kabupaten Mojokerto mempunyai banyak peluang daya saing dari pada wilayah pesaing. Tetapi produksi tembakau aseli Mojokerto sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat dan sebagaian kecil (± 10%) oleh perusahaan besar perkebunan. Pada Kecamatan Dawarblandong dan Kecamatan Kemlagi perkebunan tembakau aseli yang banyak dihasilkan yaitu perkebunan rakyat dan terdapat kendala pada kegiatan usahatani untuk modal, teknologi, sumber daya manusia dan harga, sehingga banyak petani tembakau aseli (rajangan) yang tidak memperhatikan kwalitas maupun kwantitas tanaman tembakau aseli. Oleh karena itu, dapat mengurangi keuntungan pendapatan petani tembakau asli.

Hal – hal tersebut yang juga mempengaruhi permintaan tembakau aseli oleh pabrikan rokok khususnya di Kabupaten Mojokerto, maka para petani tembakau aseli harus dapat memperbaiki sistem konsep usahatani dalam meningkatkan volume produksinya dan harus berani menghadapi persaingan yang tajam dalam pasar domestik maupun internasional dengan cara memberikan harga tembakau lebih murah dari pada harga wilayah pesaing maupun harga dunia. Untuk meningkatkan mutu serta pelayanan yang baik kepada industri rokok, hal ini akan membuat industri rokok dapat bekerjasama dengan petani tembakau aseli yang saling menguntungkan.


(21)

Permintaan tembakau aseli di Kabupaten Mojokerto akan meningkat jika di ikuti dengan pelaksanaan sistem usahatani yang terintegritas oleh petani tembakau. Karena industri rokok besedia membeli tembakau dari petani dengan kwalitas maupun kwantitas dan harga yang disesuaikan. Apabila petani tembakau aseli mampu menjalankan konsep usahatani yang baik maka kemungkinan harga jual tembakau aseli meninggkat.

Berdasarkan potensi tembakau aseli di Kabupaten Mojokerto pada wilayah Kecamatan Kemlagi dan Kecamatan Dawarblandong yang merupakan sentra produksi tembakau aseli dibedakan pada kondisi lahan yang berbeda. Pada Kecamatan Kemlagi mempunyai lahan sawah dan Kecamatan Dawarblandong mempunyai lahan perbukitan. Perbedaan lahan tersebut, mempunyai karakteristik keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif yang berbeda-beda antar wilayah Kecamatan di Kabupaten Mojokerto sehingga menimbulkan dampak persaingan antar wilayah.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana sistem pelaksanaan usahatani tembakau aseli, dengan karakteristik

sistem usahatani tembakau aseli, baik dilahan sawah maupun lahan perbukitan. 2. Bagaimana daya saing komoditas tembakau aseli dengan keunggulan kompetitif

dan keunggulan komparatif dilahan sawah dan lahan perbukitan.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik sistem usahatani tembakau aseli dilahan sawah dan lahan perbukitan.


(22)

2. Menganalisis daya saing usahatani tembakau aseli dengan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif dilahan sawah dan lahan perbukitan.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan oleh penelitian ini adalah: 1. Sebagai informasi bagi peneliti untuk dapat mengetahui daya saing

komoditas tembakau aseli antar wilayah di Kabupaten Mojokerto.

2. Sebagai bahan pertimbangan untuk petani tembakau aseli dalam meningkatkan produksi tembakau aseli di masa yang akan datang.

3. Sebagai pembanding dan sumbang pikir agar penelitian ini bermanfaat bagi petani dan konsumen tembakau.

1.5. Pembatasan Masalah

Pada analisa permasalahan dalam penelitian ini terarah dan tidak menyebar, maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi :

1. Produk tembakau yang diteliti adalah tembakau aseli (rajangan) atau tembakau rakyat. Pemilihan produk tersebut didasarkan pada besarnya produksi dan harga dalam daya saing pasar di Kabupaten Mojokerto periode 2003-2008.

2. Wilayah-wilayah penghasil tembakau aseli yang diteliti di Kabupaten Mojokerto adalah pada lahan perbukitan Desa Simongagrok Kecamatan Dawarblandong dan lahan sawah Desa Kedungwaru Kecamatan Kemlagi. Pemilihan wilayah-wilayah tersebut didasarkan pada besarnya hasil produksi dalam mengkaji daya saing pasar Kabupaten Mojokerto periode 2004-2008.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian ini sedikit banyak didasari oleh beberapa penelitian terdahulu.

Penelitian yang mendukung terhadap daya saing untuk komoditas tembakau aseli

terhadap komoditi perkebunan, antara lain adalah:

1. Menurut Saptana, et al., 2009, dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Komoditi Tembakau Rakyat Di Klaten Jawa Tengah”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Usahatani komoditi tembakau asepan dan tembakau rajangan menunjukkan bahwa komoditi tembakau memiliki keunggulan komparatif yang ditunjukkan oleh nilai DRCR = 0,42 untuk usahatani tembakau asepan pada desa contoh irigasi teknis; untuk usahatani tembakau yang sama pada desa contoh irigasi setengah teknis diperoleh koefisien DRCR = 0,45; dan untuk usahatani tembakau rajangan pada desa contoh irigasi sederhana diperoleh nilai DRCR = 0,65; (2) Hasil analisis untuk komoditi tembakau asepan di desa contoh irigasi teknis dan semi teknis masing-masing diperoleh nilai PCR 0,62 dan 0,67, sedangkan untuk tembakau rajangan di desa contoh irigasi sederhana diperoleh nilai PCR sebesar 0,55. Hal tersebut menunjukkan bahwa komoditi tembakau mempunyai keunggulan kompetitif; (3) Kebijakan insentif dan struktur proteksi diukur melalui transfer

output, transfer input, transfer faktor dan transfer bersih. (a) Proteksi input

menunjukkan nilai NPCI > 1 yaitu 1,00-1,06 untuk Urea; 1,02-1,03 untuk TSP; 1,16 untuk KCL, serta 1,01-1,10 untuk ZA. Hal ini memberikan gambaran bahwa petani mengalami disinsentif dalam mengusahakan usahatani tembakau yang ditunjukkan oleh nilai koefisien yang berkisar antara 1,05-1,07; (b) Proteksi output


(24)

menunjukkan nilai NPCO untuk tembakau asepan adalah 0,74. Sementara untuk tembakau rajangan diperoleh nilai NPCO sebesar 1,17; (c) Proteksi efektif menunjukkan nilai EPC < 1 hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya perlidungan atau proteksi pemerintah terhadap produsen atau petani tembakau Besarnya nilai PC di lokasi penelitian diperoleh positif < 1. Artinya petani dirugikan karena petani memperoleh keuntungan jauh lebih rendah dari seharusnya; Dan Subsidy Ratio to

Producer (SRP). Untuk komoditi tembakau asepan diperoleh nilai koefisien SRP

negatif, yaitu -0,28, sedangkan untuk tembakau rajangan bernilai positif, yaitu 0,15. Artinya secara umum kebijaksanaan pemerintah atau distorsi pasar yang ada memberikan dampak yang merugikan bagi petani tembakau asepan dan menguntungkan bagi tembakau rajangan.

2. Menurut Saptana, et al., 2009, dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Keunggulan Komparatif Dan Kompetitif Komoditas Kentang Dan Kubis Di Wonosobo Jawa Tengah”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Secara umum dapat disimpulkan bahwa usahatani komoditas kentang dan kubis dilokasi penelitian Wonosobo mempunyai keunggulan secara komparatif dan kompetitif. Ini dapat dilihat dari nilai koefisien DRC < 1 dan PCR < 1. Hasil analisis untuk komoditas kentang di Kabupaten Wonosobo diperoleh nilai DRC antara 0,239-0,306, sementara untuk komoditas kubis diperoleh nilai DRC antara 0,660-0,662. Hasil analisis untuk komoditas kentang di Kabupaten Wonosobo diperoleh nilai PCR antara 0,413-0,468, sementara untuk komoditas kubis diperoleh nilai PCR antara 0,854-0,875; (2) Analisis dampak divergensi dan kebijakan pemerintah di bidang

input. Hasil analisis transfer input untuk komoditas kentang baik pada MH maupun MK memberikan nilai IT yang negatif, sedangkan untuk komoditas kubis,


(25)

memberikan nilai IT yang positif. Demikian pula nilai koefisien NPCI diperoleh nilai < 1 untuk komoditas kentang, yaitu 0.884 untuk MH dan 0.898 untuk MK. Sementara itu utuk komoditas kubis diperoleh nilai koefisien NPCI > 1, yaitu 1.258 untuk MH dan 1.236 untuk MK. Dampak divergensi dan kebijakan di bidang output. Hasil analisis menunjukkan untuk komoditas kentang dan kubis di lokasi penelitian Wonosobo, baik pada MH maupun MK diperoleh nilai OT yang negatif. Demikian pula dengan nilai NPCO untuk kedua komoditas tersebut < 1. Hasil analisis pada kedua komoditas tersebut, menunjukkan bahwa petani menerima harga output yang lebih rendah dari harga yang seharusnya. Artinya petani mengalami disinsentif dalam memproduksi kentang dan kubis. Dampak divergensi dan kebijakan input

-output. Hasil analisis transfer bersih (NT) untuk komoditas kentang dan kubis di Kabupaten Wonosobo diperoleh nilai NT negatif. Artinya terdapat kebijakan pemerintah atau distorsi pasar pada input (tradable input dan domestic factor) dan

output secara keseluruhan yang merugikan petani kentang dan kubis. Besarnya nilai koefisien EPC untuk komoditas kentang dan kubis diperoleh nilai koefisien EPC < 1, yang menunjukkan tidak adanya perlidungan terhadap produsen atau petani kentang dan kubis. Besarnya nilai koefisien PC di lokasi penelitian diperoleh koefisien PC positif, untuk kubis positif mendekati angka 0, dan untuk komoditas kentang diperoleh nilai koefisien PC yang negatif. Besarnya nilai koefisien SRP untuk komoditas kentang dan kubis diperoleh negatif. Artinya secara umum kebijakan pemerintah atau distorsi pasar yang ada memberikan dampak yang merugikan bagi petani kentang dan kubis.

3. Menurut Rachman, et al., 2009, dengan penelitiannya yang berjudul “Ekonomi Kelembagaan Sistem Usahatani Padi Di Indonesia”. Hasil penelitian menunjukkan


(26)

bahwa: (1) Usahatani padi domestik masih memiliki daya saing, sebagaimana tercermin dari koefisien DRCR kisaran 0,81-0,97 dan PCR kisaran 0,78-0,83 (untuk wilayah Jawa), sementara untuk luar Jawa antara 0,63-0,93 dan 0,60-0,71. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa, di Jawa maupun di luar Jawa yang secara tradisional merupakan daerah sentra produksi padi masih mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif; (2) Analisis dekomposisi input produksi menunjukkan bahwa pada MH harga Urea, SP-36 dan ZA yang dibayar petani lebih mahal dari harga sosialnya dengan tingkat proteksi nominal negatif masing-masing 4%, 15%, dan 21%. Sedangkan untuk MK petani cenderung membeli harga Urea, SP-36 dan ZA lebih murah masing-masing 15%, 3% dan 2% dari harga sosialnya; (3) Secara

umum petani menikmati proteksi harga output dari pemerintah, sebagaimana

tercermin dari nilai koefisien proteksi nominal terhadap output (NPCO) yang lebih besar dari satu, dengan kisaran 1,06-1,28; (4) Secara keseluruhan, petani memperoleh proteksi efektif (EPC) dari pemerintah dengan kisaran 1,07-1,32.

Dalam penelitian terdahulu mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan sekarang dengan Persamaan tersebut adalah komoditas yang diteliti yaitu tembakau aseli (Rajangan), metode analisis yang diterapakan yaitu Policy Analisis Matrix (PAM) dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Sedangkan perbedaanya dengan penelitian terdahulu dan sekarang adalah pada obyek yang diteliti yaitu meliputi dua lokasi dan karakteristik lahan yang berbeda dengan satu komoditas tembakau aseli.

2.2. Budidaya Usahatani Tembakau Aseli

  Tanaman tembakau aseli atau rajangan merupakan tumbuhan herba semusim


(27)

famili solanaceae. Kriteria yang ada pada budidaya tanaman tembakau aseli meliputi syarat pertumbuhan, pengadaan benih unggul, persiapan pembibitan, persemaian, pemeliharan pembibitan, pengolahan tanah, pemindahan bibit, penanaman, penyiraman, sulaman, pemupukan, penyiangan dan pembubunan, pemangkasan pucuk ( wiwil ) dan pembuangan tunas, pengendalian hama dan penyakit.

Pada syarat pertumbuhan tembakau aseli memerlukan curah hujan rata – rata 2000 mm/tahun, lalu suhu udara berkisar antara 21 – 32 derajat C dengan pH tanah 5 – 6 dan keadaan lahan dicirikan seperti tanah gembur, remah, mudah mengikat air, memiliki tata air dan udara yang baik sehingga dapat meningkatkan drainase dan ketinggian tanah 2000 – 3000 m dpl.

Pengadaan benih unggul untuk tembakau aseli yang dilakukan dengan pemilihan varietas atau galur yang unggul, mempunyai sifat seperti sifat induknya dan murni, benih bernas ( berisi ) dan tidak rusak, dalam satu gram kurang lebih berisi ada 12.000 butir biji, daya kecambah minimal 80 % dan bebas dari hama dan penyakit. Kegiatan yang selanjutnya yaitu persiapan pembibitan dengan menyediakan lahan khusus untuk persemaian agar menghasilkan bibit yang kuat, sehat dan benar – benar harus dipetimbangkan kesuburan dan kesehatan tanah, penyinaran matahari yang secara langsung, tidak mudah tergenang air, drainase baik, mudah memperoleh air serta bebas hama dan penyakit. Adapun hal – hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan pembibitan ini, yaitu :

a. Sebelum tanah diolah, terlebih dahulu dibersihkan dari sisa – sisa tanaman yang sebelumnya.


(28)

c. Tanah dicangkul 3 – 4 kali sedalam 15 cm lalu dibuat bedengan ukuran 1X8 m dan tinggi guludan 25 cm.

d. Bedengan dibuat membujur kearah Utara – Selatan agar bibit memperoleh sinar

matahari yang cukup setiap hari dan diberi atap yang dapat dibuka dan ditutup. e. Atap bedengan menghadap kearah Timur, tinggi tiang sebelah Timur 80 – 100 cm

dan tinggi tiang sebelah barat 50 – 80 cm, jarak antar bedengan 1 m. Agar tidak tergenang air maka dibuat parit pembuangan dengan lebar 30 cm dan dalam 30 cm disekitar bedengan.

f. Pupuk diberikan 3 – 4 hari sebelum benih ditabur dengan jenis dan dosis sebagai berikut :

1. SP – 36 : 35 - 70 gr/M2

2. ZA : 35 - 70 gr/M2

3. ZK : 25 – 35 gr/M2

Dosis pupuk yang diberikan tergantung tingkat kesuburan tanah, untuk pupuk SP – 36 agar pupuk digerus dahulu sebelum diberikan kebibit.

Persemaian merupakan benih tembakau yang dikecambahkan. Langkah – langkah yang harus diperhatikan dalam persemaian benih tembakau, antara lain :

a. Benih dikambahkan pada kain terlebih dahulu dan ditaruh diatas bata merah lalu direndam dalam ember berisi air.

b. 2/3 bagian yang tertutup kain untuk pengecambahan direndam kedalam air.

c. Pengecambahan dilakukan selama 3 hari dan ditempatkan pada tempat yang gelap. d. Benih yang telah pecah kulitnya dimasukkan kedalam gembor air dan diaduk lalu

disiramkan pada bedengan.


(29)

f. Pertanaman satu hektar memerlukan 80 – 100 M2 maka diperlukan benih sebanyak 16 – 20 gram.

g. Sebelum benih ditabur dan permukaan bedengan diratakan dan dipadatkan.

h. Setelah benih ditabur, bedengan ditaburi pasir atau abu dapur tipis – tipis dan tebalnya 2 mm.

Kegiatan selanjutnya pada budidaya tanaman tembakau aseli yaitu pemeliharaan bibit. Pemeliharaan bibit meliputi empat macam, sebagai berikut :

a. Penyiraman

Penyiraman bibit harus dilakukan secara teratur pagi dan sore hari setelah benih ditabur. Penyiraman tersebut dilakukan karena untuk menjaga perkembangan bibit dan menjaga kelembaban tanah pembibitan

b. Pengendalian hama dan penyakit

Sebaiknya sebelum bibit disemprot dengan pestisida, bibit perlu disiram dengan air terlebih dahulu. Untuk menghindari penyakit lanas ( Phythopora nicotianae ), pembibitan disemprot dengan bubur Bordeaux ( BB ) ½ - 1 %. Penyemprotan dilakukan tipis –tipis saja, bila lapisan BB terlalu tebal menyebabkan tanaman seolah terbakar. Penyemprotan dilakukan setelah bibit berumur 2 – 3 minggu dengan interval seminggu sekali. Bila sering turun hujan penyemprotan harus sering lebih dilakukan.

c. Penjarangan

Jarak bibit yang terlalu rapat akan menyebabkan pertumbuhan batang cenderung tinggi dan daun memanjang, sehingga perlu dilakukan penjarangan agar pertumbuhanya baik. Penjarangan dilaksanakan pada bibit berumr 12 hari setelah


(30)

sebar, bersamaan dengan penjarangan dilakukan penyiangan untuk membersihkan rumput.

d. Pembukaan atap bedengan

Setelah bibit berumur 2 – 3 minggu, atap bedengan perlu dibuka pada pagi hari dan ditutup pada siang hari. Bila bibit sudah mempunyai daun dengan lebar 5 cm atau 5 hari sebelum bibit dicabut untuk dipindahkan kelapangan, atap bedengan dapat dibuka sepanjang hari.

Pengolahan tanah untuk tanaman tembakau aseli, tanah harus dibersihkan dari sisa – sisa tanaman yang sebelumnya ataupun gulma – gulma yang ada diareal pertanaman. Pembersihan ini dilakukan dengan cara membabat sisa – sisa tanaman ataupun gulma kemudian membakarnya. Hal ini berguna untuk mecagah serangan hama dan penyakit.

Pengolahan tanah bertujuan untuk mengubah struktur tanah dari padat menjadi gembur, pengolahan tanah dilakukan 2 kali dengan selang waktu 7 hari, kemudian dibuat guludan dengan ukuran 150 cm untuk 2 baris tanaman. Diantara guludan dibuat got selebar 30 cm, jarak antar guludan 90 cm dan jarak antar baris 40 cm dan jarak antar tanaman dalam baris 35 cm. Tinggi guludan 15 – 20 cm.

Pemindahan bibit dapat dilakukan apabila bibit sudah berumur 40 hari setelah sebar benih. Pencabutan bibit dilakukan pada pagi hari dan sore itu juga harus ditanam untuk mengurangi kematian pada bibit. Untuk mencegah kerusakan pada akar sebelum dilakukan pembibitan bedengan perlu disiram lebih dahulu. Bibit yang sudah dicabut ditempatkan di tempat yang teduh atau ditaruh dikeranjang, untuk menjaga agar bibit jangan sampai layu.


(31)

Penanaman bibit yang akan ditanam diletakkan pada lubang tanam yang sudah dibuat sesuai dengan jarak tanamnya. Bibit diusahakan lurus keatas dan tidak menekuk atau rebah. Untuk menutup lubang yang ada, gunakan tanah yang gembur jangan mengambil tanah yang berbentuk bungkahan. Kedalaman penanaman hanya sebatas pangkal batang atau leher akar.

Waktu tanam yang baik adalah pada sore hari, agar tanaman tidak terlalu stress akibat terkena sinar matahari. Setelah ditanam perlu dilakukan penyiraman, dengan cara menyiram pada pangkal batang dan mengelilingi bibit dan diusahakan bibit tidak rebah atau roboh terkena air.

Penyiraman tanaman tembakau yang baru ditanam perlu mendapat siraman awal sampai tanaman tersebut benar – benar hidup, artinya tidak layu saat terkena sinar matahari disiang hari. Air yang dibutuhkan 1 liter per tanaman, siraman awal dilakukan selama 3 – 5 hari berturut – turut atau sampai tanaman benar – benar kelihatan hidup.

Jeda waktu penyiraman lebih lama atau bila diperlukan, atau tergantung kondisi tanaman dan tanah. Hal tersebut dilakukan kerena tanaman tembakau aseli tidak banyak mememrlukan air. Apabila terlalu banyak air maka perkembangan tanaman tembakau menjadi tidak normal atau bias juga mati. Tanah ringan memerlukan intensitas penyiraman lebih sering dari pada tanah berat.

Sulaman bibit yang baru ditanam ditanah perlu dilakukan sedini mungkin agar pertumbuhan tanaman seragam. Sulaman dilakukan mulai umur tanaman 1 hari hingga berumur maksimal 1 minggu.

Pemupukan tanaman tembakau dapat dilakukan dengan memberikan 2 kali yaitu pupuk dasar dan pupuk susulan, pemupukan I atau dasar diberikan 1/3 – 2/3 dari dosis diberikan 10 hari setelah tanam dan selang waktu 12 – 14 hari setelah pupuk dasar


(32)

diberikan, pupuk susulan dan dilakukan pembumbunan. Dosis pemberian pupuk ketanaman berbeda-beda berdasarkan pada keadaan tanah pada suatu wilayah tertentu. Pemberian dosis tesebut, antara lain :

1. Tanah gembur atau gembur liat a. Pupuk N sebesar 15 – 65 Kg/Ha b. Pupuk P sebesar 165 – 196 Kg/Ha c. Pupuk K sebesar 165 – 195 Kg/Ha 2. Tanah gembur berpasir

a. Pupuk N sebesar 25 Kg/Ha

b. Pupuk P sebesar 100 – 150 Kg/Ha c. Pupuk K sebesar 100 – 150 Kg/Ha 3. Tanah berpasir

a. Pupuk N sebesar 50 – 60 Kg/Ha b. Pupuk P sebesar 100 – 180 Kg/Ha c. Pupuk K sebesar 150 – 180 Kg/Ha 4. Tanah pasir atau alluvial

a. Pupuk N sebesar 70 – 90 Kg/Ha b. Pupuk P sebasar 210 – 270 Kg/Ha c. Pupuk K sebesar 210 – 270 Kg/Ha

Penyiangan dan pembubunan pada tembakau dilakukan dengan cara membersihkan gulma di sekitar tanaman dengan tujuan bedengan menjadi gembur dan berongga sehingga tanaman tumbuh awal dengan baik. Pembubunan ringan dilakukan bersamaan dengan pemupukan susulan atau 10 – 14 hari setelah bibit ditanam dan pembubunan berat dilakukan setelah pembubunan ringan dengan interval 10 – 15 hari.


(33)

Pemangkasan pucuk atau wiwil dan pembuangan tunas bertujuan untuk memperoleh pertumbuhan yang merata, pemangkasan pucuk dilakukan pada waktu kuncup bunga baru muncul sekitar umur 50 hari setelah tanam. Kedalaman pemangkasan pucuk umunya dilakukan dengan membuang 2 – 3 helai daun dibawah tunas daun terakhir. Dengan tujuan untuk menghindari hama ulat pengerek kuncup (

Heliothis sp ).

Pengendalian hama dan penyakit diperlukan untuk menjaga tanaman agar tidak dirusak atau dimakan hama yang nantinya akan menimbulkan kerugian. Biasanya hama yang ada pada tanaman tembakau yaitu :

a. Ulat Grayak ( Spodoptera litura ) gejalanya, berupa lubang – lubang tidak beraturan dan berwarna putih pada luka bekas gigitan. Penggendaliannya, pangkas dan bakar sarang telur dan ulat atau penggenangan kedalam air pada pagi atau sore hari.

b. Ulat Tanah ( Agrotis ypsilon ) gejalanya, daun terserang berlubang – lubang terutama daun lubang daun muda sehingga tangkai daun mudah rebah atau roboh. Penggendaliannya, pangkas daun sarang telur atau ulat atau penggenangan sementara kedalam air.

c. Ulat penggerek kuncup ( Heliothis sp ) gejalanya, daun pucuk tanaman terserang berlubang – lubang dan habis. Pengendaliannya, kumpulkan dan musnahkan telur atau ulat, sanitasi kebun.

d. Nematoda ( Meloydogyne sp ) gejalanya, bagian akar tanaman tmpak bisul – bisul bulat, tanaman kerdil, layu, daun berguguran dan akhirnya mati.

e. Kutu – kutuan ( Aphis sp, Thrips sp, Bemisia sp ) gejalanya, penyakit yang disebabkan kerena virus dan penggendaliannya predator koksinelid.


(34)

f. Hama lainya Gangsir ( Gryllus mitratus ), orong – orong ( Gryllotalpa africana ) jangkrik ( Brachytrypes protentosus ), semut geni (Selonopsis geminita) dan belalang banci ( Engytarus tenuis ).

Penyakit yang sering menyerang tanaman tembakau yaitu :

a. Hangus batang ( damping off ) penyebabnya, jamur Rhizoctonia solani dan

gejalanya batang tanaman yang terinfeksi akan mongering dan berwarna coklat sampai hitam separti terbakar. Penggendalianya, cabut tanaman yang terserang dan bakar.

b. Lanas penyebabnya, Phytophora parasitca var. nicotinae. Gejalanya, timbul bercak – bercak pada daun berwarna kelabu yang akan meluas, pada batang yang terserang akan lemas dan menggantung lalu layu dan mati. Sedangkan penggendalianya, mencabut tanaman yang terserang dan bakar.

c. Patik daun penyebabnya yaitu jamur cercospora nicotiane, dengan gejalanya di atas daun terdapat bercak bulat putih hingga coklat, bagian daun yang terserang menjadi rapuh dan mudah robek. Pengendaliannya, desinfeksi bibit, renggangkan jarak tanam, olah tanah secara intenisif dan bakar tanaman yang terserang.

d. Bercak coklat penyebabnya, jamur Alternaria longipes dan gejalanya timbul bercak – bercak coklat selain tanaman dewasa penyakit ini juga menyerang tanaman dipersemaian. Jamur juga menyerang batang dan biji. Sedangkan untuk penggendaliannya mencabut dan membakar tanaman yang terserang.

e. Busuk daun penyebabnya, bakteri Sclerotium rolfsii dan penggendaliannya

mencabut dan membakar tanaman yang terserang.

f. Penyakit virus penyebabnya, virus mozaik Tobacco Virus Mazaic (TVM), Kerupuk ( Krul ), Pseudomozaik, Marmer, Mozaik ketimun (Cucumber Mozaik Virus) dan


(35)

gejalanya pertumbuhan tanaman menjadi lambat dengan pengendaliannya menjaga sanitasi kebun, tanaman yang terifeksi dicabut dan dibakar.

2.3. Penanganan Pasca Panen Tembakau Aseli

Kegiatan penanganan pasca panen tembakau aseli adalah suatu proses perlakuan

setelah kegiatan budidaya tembakau aseli. Kegiatan ini merupakan proses yang

menentukan suatu keberhasilan dalam mendapatkan kualitas dan harga tembakau yang baik. Kegiatan tersebut meliputi pemetikan daun tembakau aseli, klasifikasi daun

tembakau aseli dan pengolahan daun tembakau aseli semua komponen itu harus

dikendalikan dan dilaksanakan secara serasi, selaras dan seimbang sesuai dengan tujuan hasil yang dikehendaki.

Menurut Timbul Dwi Utomo, (2007) urutan kegiatan penanganan pasca panen tembakau aseli yang benar adalah seperti pada gambar berikut :

Gambar 1. Skema kegiatan penanganan pasca panen tembakau aseli

A. Pemetikan Daun Tembakau Aseli

Menurut Heru Pamuji ( 1994 ), Pemetikan daun tembakau merupakan proses awal yang menentukan kualitas daun tembakau dalam hal penanganan pasca panen tanaman tembakau. Pemetikan daun tembakau aseli yang baik adalah jika daun-daunnya telah cukup umur dan telah berwarna hijau kekuning-kuningan. Pemetikan daun tembakau tersebut, mulai dari daun terbawah sampai keatas. Waktu yang baik untuk pemetikan daun tembakau aseli adalah pada pagi atau sore hari pada saat hari cerah. Pemetikan dapat dilakukan berselang 3-5 hari dari tingkat kemasakan daun, dengan

Pemetikan Daun

Tembakau Aseli

Klasifikasi Daun

Tembakau Aseli

Pengolahan Daun


(36)

jumlah daun satu kali petik antara 12 helai setiap batang tanaman. Untuk setiap tanaman dapat dilakukan pemetikan sebanyak 4 kali.

Golongan tembakau aseli atau rajangan pada tingkat kemasakan tepat masak atau masak sekali dengan kriteria pasar menginginkan krosok (tembakau) yang halus maka pemetikan dilakukan tepat masak. Sedangkan bila pasar menginginkan krosok yang kasar (Opened Grain) pemetikan diperpanjang 5-10 hari dari tingkat kemasakan tepat masak. Hal itu dilakukan untuk menyesuaikan dengan keadaan iklim dan tanah.

Mencapai tingkat kemasakan yang dikehendaki, daun tembakau dipanen dengan jalan memetik daun per lembar sesuai dengan tingkat kemasakan dan posisi daun pada batang. Jauh sebelum pemetikan daun dimulai, dalam waktu 2 minggu perlu adanya perlakuan untuk tembakau aseli yang biasanya daun-daun kepel dan koseran berwarna kuning ( daun yang paling bawah yang terkena pasir dan kotor ) dipetik terlebih dahulu. Untuk mencegah penyebaran penyakit bercak daun dan hama serangga apabila tidak dipetik.

Tingkat kemasakan daun merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas tembakau. Pada budidaya tembakau dikenal tiga tingkat kemasakan, yaitu:

1. Daun muda ( immature leaves ) yang berwarna hijau.

2. Daun masak ( mature leaves ) yang berwarna kekuning-kuningan.

3. Daun tua ( over mature leaves ) yang berwarna kuning tua hingga kecoklatan.

Pada tingkat kemasakan daun tembakau ciri lain yang ditunjukan untuk memetik daun tembakau aseli adalah bila semua daun sudah menjurus keatas (stand up) dan bila daun bagian atas telah menunjukan tanda-tanda berbendul-bendul berwarna kuning, maka telah tiba saatnya untuk dipanen dengan cara memotong pangkal batang daunya atau dipetik keseluruhan daun sekaligus.


(37)

Tanaman tembakau aseli atau rajangan, pemangkasan (penyiangan) selalu dilakukan, namun jumlah daun yang dibuang bervariasi tergantung kerusakan dari daun tembakau. Pemangkasan daun terdiri dari tiga kriteria, sebagai berikut:

1. Pemangkasan tinggi yaitu bagian tanaman tembakau pada kuncup bunga yang

muncul akan segera dipotong. Untuk pencegahan hama ulat penggerek kuncup (

Heliothis sp ).

2. Pemangkasan sedang ( wiwil ) yaitu bagian daun tembakau yang pucuk-pucuk

daunya terdapat bercak daun akan dipotong dan dibuang pucuk daunya. Untuk menghindari penularan penyakit yang disebabkan oleh Phytophora parasitica var. nocotinae.

3. Pemangkasan dalam yaitu pemotongan setengah pada tanaman tembakau sampai

seluruh daun atas hilang. Jadi yang tinggal hanya daun-daun tengah atau madya ke bawah.

Kegiatan selanjutnya setelah daun-daun dipetik dan diangkut ketempat persiapan pra pengolahan. Tembakau yang akan diolah menjadi rajangan perlu dijaga agar tidak cacat, robek dan terlipat-lipat. Biasanya ditempatkan dikeranjang khusus untuk tujuan tersebut. Cara penempatanya berdiri dengan gagang daun dibawah dan ujung daunya berada diatas. Hindari dengan menumpuk daun, kecuali untuk waktu yang relatif singkat, sebab dengan penumpukan tersebut terjadi proses fermentasi (pemeraman). Karena daun-daun akan menguning tidak merata, sehingga menyulitkan penempatannya dalam ruangan atau tempat pengolahan selanjutnya sebagai proses kedua dalam penanganan pasca panen tanaman tembakau. Usai dipetik sebaiknya daun-daun ditaruh ditempat teduh agar tidak layu. Untuk tujuan terakhir ini kelayuan daun tidak mempengaruhi kualitas.


(38)

Daun sesudah ditaruh ditempat yang teduh, daun-daun tembakau akan disunduk atau disujeni pada pangkal gagang ( ibu tulang daun = midrib ) panjang sujen tersebut antara 35-45 cm. Cara menyujeni ialah punggung daun dengan punggung daun. Cara ini bertujuan agar dalam proses penggolahan daun, ketika berada pada kondisi kelembapan tinggi, duan-daun tidak saling melekat atau berhimpitan.

Pada tanaman tembakau aseli atau rajangan umumnya sujen atau sunduk dibuat dari belahan bambu seperti lidi dengan pucuknya yang seperti jarum guna memasukkan pangkal gagan daun yang penting cukup kuat dan tahan terhadap terik matahari dan hujan. Daun-daun yang telah disunduk atau disujeni diikatkan berpasang-pasangan pada sepotong bambu yang disebut gelantang atau dolok ( berasal dari belanda: dolk ) dengan ukuran panjang yang bervariasi.

Berdasarkan kriteria pemetikan daun tembaku, untuk mendapatkan kualitas daun tembakau yang sesaui dengan apa yang dikehendaki, pemetikan daun tembakau terbaik yaitu pada kondisi daun-daun yang tingkat kemasakanya tepat masak atau hampir masak. Karena, persyaratan warna merupakan faktor penting dalam kualitas tembakau aseli.

B. Klasifikasi Daun

Pada setiap lembar daun tembakau aseli atau rajangan dari bawah ke atas, mempunyai sifat fisik yang berbeda. Perbedaan sifat fisik dari jenis daun tembakau dikelompokkan sesuai letaknya/posisinya pada batang yang disebut posisi daun/klasifikasi daun ( Stalk Position atau Regional Clasification ). Untuk jenis tembakau aseli atau rajangan, posisi daun pada batang tersusun berjajar melingkar, yang terdiri dari setiap batang terdapat 12 lembar helai daun. Daun yang baik menunjukkan ciri-ciri, sebagai berikut :


(39)

1. Daun tergolong ringan

2. Kenyal/elastis ( tidak mudah sobek ) 3. Daya pijar baik sekali

4. Permukaan daun tidak berminyak

Tembakau aseli dibagi menjadi 4 kelas, yaitu : daun pasir (Zandblad); daun kaki ( Voetblad ); daun tengah/madya ( Midden-blad ); daun pucuk ( Topblad ). Daun pasir ( Zandblad ) merupakan daun yang letaknya paling bawah pada batang tembakau jaraknya 20 cm dari permukaan atas tanah yang berwarna hijau tua kekuning-kuningan dan jumlahnya terdapat 3 lembar daun pada setiap batang. Untuk daun kaki ( Voetblad ), yang berwarna hijau keclokat-coklatan dengan jarak 25 cm diatas daun pasir yang terdiri dari 2 lembar daun dan panjang daun 30 cm dengan lebar 13 cm. Karena jumlah daunnya yang 2 lembar tersebut, maka dinamakan sebagai daun kaki ( Voetblad ). Lalu

untuk daun tengah atau madya ( Midden-blad ) adalah dimana suatu posisi daun

tembakau yang letaknya berada pada tengah-tengah batang dengan jumlah daun sebanyak 4 lembar dan berwarna hijau kecoklat-coklatan yang panjangnya 35 – 40 cm dengan lebar 22 cm. Sedangkan pada daun pucuk, posisi daun berada paling atas pada batang tanaman tembakau dengan jumlah daun sebanyak 3 lembar dan berwarna hijau kecoklat-coklatan tua yang panjang daun 30 – 35 cm dengan lebar daun 18 cm.

Menurut Timbul Dwi Utomo, (2007) kegiatan klasifikasi daun tembakau yang baik dilakukan pada saat pemetikan daun tembakau berlangsung. Karena, kegiatan klasifikasi daun yang dilakukan pada saat pemetikan daun berlangsung memiliki beberapa keunggulan, sebagai berikut :

1. Menjaga kadar air ( pH ) daun tembakau, agar kesegaran daun tetap terjaga dan tidak cepat kusut atau layu.


(40)

2. Untuk mempercepat proses biokimia pada daun tembakau sebagai pembentukan zat pati menjadi gula.

3. Menghemat waktu dan tenaga, sehingga untuk proses kegiatan yang selanjutnya

yaitu proses penggolahan daun dapat segara dilaksanakan dengan cepat.

C. Pengolahan Daun Tembakau

Pengolahan daun tembakau aseli ialah suatu proses yang berlangsung dari daun basah menjadi daun kering ( krosok dan rajangan ) sesuai dengan syarat-syarat kualitas yang diminta oleh pasar sebagai bahan pembuatan rokok tertentu. Proses penggolahan ini berlangsung atas pengaruh suhu alami dan kondisi kelembaban daerah tertentu. Pengolahan daun tembakau merupakan kegiatan terakhir pada penanganan pasca panen daun tembakau yang sangat penting sebagai proses keberhasilan mendapatkan kualitas dan mutu daun tembakau yang baik.

Pengolahan daun tembakau aseli terdiri dari tiga fase yaitu fase penguningan, fase pengikatan warna dan fase pengeringan. Fase penguningan daun tembakau aseli

dapat disebut juga sebagai tahap pertama yaitu pemeraman daun. Proses pemeraman daun dilakukan setelah daun tembakau dipetik, dipilih menjadi 4 macam daun yang sesuai posisi pada batangnya kemudian pada pangkal gagangnya di ikat, jumlah satu ikatan terdiri dari 10 lembar daun dan setelah daun di ikat diletakkan pada suatu tempat atau ruangan dengan posisi pangkal gagangnya berada dibawah dan ujung daun berada di atas, suhu harus dijaga 35 °C , agar kualitas tidak mengalami perubahan terutama pada aromanya. Pada pemeraman memerlukan waktu 3 - 4 hari daun-daun akan menguning 75 %.

Tahap kedua pada pengolahan daun tembakau aseli yaitu fase pengikatan warna. Pada tahap ini, proses pengikatan warna suhu harus dinaikkan dengan cara membuat


(41)

api-api unggun sampai sahu menjadi 38 - 40 °C dan dilakukan pada hari ke empat waktu pemeraman daun tembakau. Tujuan dasar dari pengikatan warna ini untuk mendapatkan warna daun yang kekuning-kuningan tua sacara merata disetiap ikatan.

Daun tembakau yang sudah mempunyai warna kekuning-kuningan tua secara marata, maka persiapan untuk tahap ketiga yaitu fese penggeringan daun tembakau yang kegiatanya berupa pelepasan ikatan, perajangan daun kedalam mesin perajang dan penjemuran daun dibawah terik matahari ( sun-curing ) . Sebelum daun dirajang pangkal gagangnya dipotong atau dibuang 3/4 bagian dan ibu tulang daun yang letaknya berada pada tengah-tengah helai daun kanan-kiri ikut juga dipotong, karena tembakau aseli dirajang halus.

Kegiatan yang dilakukan selanjutnya setelah pelepasan ikatan yaitu peranjangan, sebelumnya helai-halaian daun dicampur jadi satu tanpa memperhatikan lagi letak daun pada posisi batangnya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan berat ringannya daun setelah dirajang, karena juga dapat menentukan harga krosok ( rajangan ) tembakau waktu penimbangan. Proses peranjangan daun dilakukan dengan cara digulung melingkar sesuai kapasitas tangan orang yang merajang. Selesai penggulungan, daun dimasukkan kedalam mesin perajang yang gulungan daun tersebut dipegang dengan tangan kiri dan didorong masuk kedalam mesin perajang oleh tangan kanan kemudian mata pisau bergerak naik turun yang diputar oleh tangan orang lain dan gulungan keluar dari masin perajang yang bentuknya menjadi pipih kecil-kecil dengan panjang ± 30 cm.

Kegiatan yang terakhir yaitu, penjemuran krosok (hasil rajangan) diletakkan pada sebuah alat penjemur yang terbuat dari anyaman bambu yang panjangnya 2 m dan lebar 1 m. Krosok tersebut ditata secara horisontal dengan ketebalan atau tumpukan krosok 10 cm. Penjemuran tersebut dilakukan ditempat yang bisa memberikan sinar


(42)

matahari sepenuhnya dan pada umumnya dijemur dengan ketinggihan 1,5 m dari permukaan tanah. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk menjaga krosok dari hewan-hewan yang ada disekitar agar tidak merusak krosok yang telah ditata secara rapi. Dalam waktu 3-4 hari, penjemuran dibawah sinar matahari daun akan menjadi kering, krosok yang sudah kering kemudian ditaruh ditempat kardus yang dilapisi plastik.

2.4. Konsep Daya Saing

Daya saing suatu bangsa bukanlah suatu proses yang terbentuk dalam jangka waktu pendek. Karenanya daya saing dapat dikatakan sebagai produk budaya yang berkembang dari waktu ke waktu secara dinamis. Definisi daya saing (competitiveness) oleh Alfred Pakasi (2008) adalah the set of institutions, policies and factors that determine the level of productivity of a country/region atau kumpulan dari kelembagaan, kebijakan dan faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas suatu negara atau daerah. Definisi lain disebutkan adalah keunggulan yang tercipta dari perjalanan suatu bangsa yang memungkinkannya untuk bertahan atau memenangkan persaingan. Pada konsep daya saing tembakau merupakan suatu kunggulan yang dimiliki tanaman tersebut untuk mampu bertahan hidup dalam menghadapi persaingan. Dengan demikian daya saing suatu bangsa mempengaruhi pula ketahanan nasionalnya (Rusti Prastiningsih, 2003).

Dalam perekonomian, daya saing dihasilkan melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi. Produktivitas erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia dan teknologi. Efisiensi akan dicapai apabila banyak aspek yang menunjang. Upaya peningkatan daya saing juga dapat ditempuh dengan cara meningkatkan kualitas produk dan menekan biaya produksi sehingga harga jual produk bisa bersaing di pasaran (Nida


(43)

Ul Hasanah, 2006). Pada konsep daya saing suatu komoditas tertentu dapat di analisis

dengan mengunakan metode Policy Analisis Matrix (PAM) yang mengunakan dua

keunggulan yaitu keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif.

2.4.1. Keunggulan Kompetitif

Menurut Anonymous (2008), bahwa keunggulan kompetitif adalah merujuk pada kemampuan sebuah organisasi untuk memformulasikan strategi yang menempatkannya pada suatu posisi yang menguntungkan berkaitan dengan perusahaan lainnya. Keunggulan kompetitif muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi yang dilakukan dengan sebuah organisasi pesaingnya. Kemudian di dalam Kamus Bahasa Indonesia oleh Badudu-Zain (1994) dan Anonymous (2008), dinyatakan bahwa keunggulan kompetitif bersifat kompetisi dan bersifat persaingan. Bertitik tolak dari kedua sumber diatas, bahwa keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh organisasi, dimana keunggulannya dipergunakan untuk berkompetisi dan bersaing dengan organisasi lainnya, untuk mendapatkan sesuatu.

Terkait dengan konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan ekonomi, dan terkait dengan keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial dari suatu aktivitas. Saptana (2009) mengemukakan bahwa konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan finansial adalah keunggulan kompetitif atau revealed competitive advantage yang merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual.

Keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur kelayakan aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar nilai uang resmi yang berlaku


(44)

(berdasar analisis finansial). Komoditi yang memiliki keunggulan kompetititf dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial.

2.4.2. Keunggulan Komparatif

Menurut Badudu – Zain (1994) dan Anonymous (2008), keunggulan komparatif merupakan suatu keunggulan yang dimiliki oleh suatu organisasi untuk dapat membandingkannya dengan yang lainnya. Dengan mengacu arti tersebut, keunggulan komparatif adalah keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh organisasi seperti SDM, fasilitas dan kekayaan lainnya, yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi atau perpaduan keunggulan beberapa organisasi untuk mencapai tujuan bersama.

Konsep daya saing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang pertama

kali dikenal dengan model Ricardian. Hukum keunggulan komparatif (The Low of

Comparative Advantage) dari Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak

memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan.

Simatupang (1991) dan Saptana (2009) menjelaskan konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Selanjutnya dikemukakan bahwa untuk meningkatkan daya saing produk pertanian dapat dilakukan dengan strategi pengembangan agribisnis melalui


(45)

koordinasi vertikal sehingga produk akhir dapat dijamin dan disesuaikan preferensi konsumen akhir.

2.5. Matrix Analisis Kebijakan atau Policy Analysis Matrix (PAM)

Matriks Analisis Kebijakan (PAM) adalah suatu metode yang menganalisis

dampak kebijakan yang mempengaruhi output maupun input. Menurut Pearson, dkk

(2005) “PAM juga memberikan informasi dasar (baseline information) yang penting bagi Benefit-Cost Analysis untuk kegiatan investasi di bidang pertanian”. PAM merupakan metode untuk membantu para pengambil keputusan menelaah tiga isu sentral analisis kebijakan pertanian, antara lain: daya saing, efisiensi dan teknologi terhadap efisiensi. Penelaahan tiga isu tersebut digunakan untuk mencapai tiga tujuan utama yang pada hakekatnya memberikan informasi dan analisis untuk mengambil kebijakan pertanian. Dari sebuah tabel PAM dapat menghasilkan tiga tujuan PAM antara lain: menghitung tingkat keuntungan privat, menghitung tingkat keuntungan sosial dan menghitung transfer effects.

Dari berbagai macam kebijakan yang digunakan pada sektor pertanian dengan tujuan meningkatkan produktivitas pertanian, tidak semua kebijakan dapat dianalisis dampaknya dengan menggunakan metode PAM. Menurut Pearson, dkk (2007) “… dampak kebijakan harga maupun kebijakan investasi pertanian dapat dikaji melalui satu pendekatan yang sama yaitu Policy Analysis Matrix (PAM)”.

2.5.1. Identitas Policy Analisys Matrik (PAM)

Matriks PAM terdiri atas dua identitas, identitas tingkat keuntungan (profitability identity) dan identitas penyimpangan (divergences identity). Identitas keuntungan adalah hubungan perhitungan lintas kolom dari matriks. Keuntungan


(46)

didefinisikan sebagai pendapatan dikurangi biaya. Semua angka di bawah kolom bernama “profits” dengan sendirinya identik dengan selisih antara kolom yang berisi “revenue” dan kolom yang berisi “costs” (termasuk di dalamnya biaya input tradable

dan faktor domestik).

Identitas penyimpangan (divergences identity) adalah hubungan lintas baris dari matriks. Divergensi menyebabkan harga privat suatu komoditas berbeda dengan harga sosialnya. Divergensi meningkat, baik karena pengaruh kebijakan yang menyimpang, yang menyebabkan harga privat berbeda dengan harga sosialnya, atau karena kekuatan pasar gagal menghasilkan harga efisien. Semua angka pada baris ketiga didefinisikan sebagai “effects of divergences” yang sama dengan selisih antara angka pada baris pertama (dinilai dengan harga privat / private prices), dan angka pada baris kedua (dinilai dengan harga sosial / social prices).

a. Identitas Keuntungan (Profitability Identity) Privat

Angka-angka yang terdapat pada baris pertama pada Tabel 1 yang berisikan nilai-nilai yang dihitung berdasarkan harga privat (harga aktual yang terjadi di pasar). Huruf A adalah simbol untuk pendapatan pada tingkat harga privat, huruf B adalah simbol untuk biaya input tradable pada tingkat harga privat. Huruf C adalah simbol biaya sosial domestik pada tingkat harga privat dan huruf F adalah simbol keuntungan privat.

Dalam PAM, pendapatan dan biaya privat (simbol A, B dan C) didasarkan pada data yang diperoleh dari usahatani. Simbol D (keuntungan privat) diperoleh dengan menerapkan identitas keuntungan. Menurut kaidah identitas tersebut, D identik dengan A – (B + C). Jadi, keuntungan privat adalah selisih dari pendapatan privat dengan biaya privat. Perhitungan keuntungan privat dari data budget usahatani dan pengolahan hasil


(47)

dilakukan untuk mengukur daya saing. Oleh karena itu, salah satu dampak penting dari kebijakan pertanian dapat ditunjukkan oleh baris pertama Tabel 1 PAM.

Tabel 1. Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix)

Biaya

Harga Penerimaan Input

Tradable

Faktor Domestik

Keuntungan

Privat A B C D = A - B - C

Sosial E F G H = E - F - G

Sumber: Aplikasi Policy Analysis Matrix Pada Pertanian Indonesia, Scott Pearson dkk.

Ket :A= Penerimaan Private B= Biaya Private Untuk Input Tradable C= Biaya Private Unutuk Faktor Domestik D = Keuntungan privat

E= Penerimaan Sosial F= Biaya Sosial Untuk Input Tradable G= Biaya Sosial Untuk Faktor Domestik H = Keuntungan sosial

b. Identitas Keuntungan (Profitability Identity) Sosial

Angka-angka pada baris kedua Tabel 1. berisi angka-angka budget yang dinilai dengan harga sosial (harga yang akan menghasilkan alokasi terbaik dari sumber daya dan dengan sendirinya menghasilkan pendapatan tertinggi). Huruf E adalah simbol pendapatan yang dihitung dengan harga sosial (pendapatan sosial), huruf F adalah simbol biaya input tradable sosial. Huruf G adalah simbol biaya faktor domestik sosial dan huruf L adalah simbol keuntungan sosial.

Pendapatan dan biaya pada tingkat harga sosial (G, H dan I) didasarkan pada estimasi the social opportunity costs dari komoditas yang diproduksi dan input yang digunakan. Estimasi harga sosial ini kemudian dikalikan dengan jumlah output maupun

input yang digunakan (yang juga digunakan untuk menghitung biaya maupun

keuntungan privat pada baris pertama Tabel PAM). Simbol H diperoleh dengan menggunakan identitas keuntungan, yaitu H = E – (F + G). Dengan demikian, keuntungan sosial adalah selisih antara penerimaan sosial (social revenue) dengan biaya sosial (social costs). Perhitungan keuntungan sosial dilakukan dengan mengalikan estimasi harga sosial dan input-output fisik untuk mengukur tingkat efisiensi sistem usahatani.


(48)

Harga sosial (harga efisiensi) untuk input maupun output tradable adalah harga internasional untuk barang yang sejenis (comparable), harga impor untuk komoditas impor, dan harga ekspor untuk komoditas ekspor. Nilai efisiensi (social opportunity costs) untuk memproduksi satu ton komoditas impor (misalnya, beras untuk Indonesia) adalah jumlah devisa yang dihemat karena tidak mengimpor satu ton beras. Begitu juga

dengan social opportunity cost untuk memproduksi satu ton komoditas ekspor

(misalnya, minyak sawit untuk Indonesia) adalah jumlah devisa yang diperoleh dengan mengekspor satu ton komoditas ekspor tersebut.

Harga sosial (harga efisiensi) untuk sosial domestik juga diestimasi dengan prinsip social opportunity cost. Namun, karena sosial domestik tidak diperdagangkan secara internasional (tidak memiliki harga internasional), maka social opportunity cost -nya diestimasi melalui pengamatan lapangan atas pasar sosial domestik di pedesaan. Tujuannya, untuk mengetahui besarnya output atau pendapatan yang hilang karena penggunaan sosial domestik untuk memproduksi komoditas tersebut (misalnya beras) dibandingkan jika digunakan untuk alternatif terbaiknya (the next best alternative commodity), misalnya kedelai atau tebu.

c. Input Penelitian Untuk Efisiensi Dan Analisis Kebijakan

Input penelitian dari analisis PAM berisi sel-sel dengan simbol A, B, C, E, F dan G. Sebagian besar input diperoleh dari berbagai aktivitas usahatani (budidaya, pemasaran dan pengolahan). Data pendapatan privat (A) dan biaya privat (B dan C) umumnya diperoleh langsung dari data pendapatan dan biaya (budget) usahatani. Data

budget ini bersumber dari data sekunder atau dari data primer.

Nilai pendapatan sosial (E) dan biaya input tradable (F) sebagian diperoleh dari data budget usahatani, lainnya diperoleh dari dokumen pemerintah atau dari sektor


(49)

industri. Informasi tentang hubungan input-output fisik (jumlah input per hektar atau per ton output) dianggap sama antara privat dan sosial. Namun, harga sosial akan berbeda dengan harga privat apabila terdapat kebijakan distortif dan kegagalan pasar penyebab terjadinya divergensi. Harga sosial untuk output dan input tradable adalah harga impor maupun ekspor. Data harga sosial diperoleh dari publikasi atau statistik perdagangan internasional dari lembaga-lembaga internasional (World Bank).

Nilai sosial untuk faktor domestik (G) tidak bisa diperoleh secara langsung di lapangan atau dari dokumen pemerintah (karena tidak ada harga internasional untuk faktor ini), namun harus dicari melalui pengkajian pasar faktor domestik. Observasi pasar ini untuk mengetahui terjadi divergensi pada masing-masing pasar faktor domestik. Apakah ada kebijakan yang distorsif atau kegagalan pasar yang terjadi? Oleh karena itu, nilai untuk divergensi faktor domestik (K) menjadi sebuah input penelitian yang digunakan untuk menduga harga sosial faktor domestik dengan mengurangkannya dari harga faktor domestik privat (baris pertama).

PAM diperoleh dengan menggunakan prinsip-prinsip identitas keuntungan dan identitas divergensi yang diperoleh secara langsung dengan menghitung perbedaan atau selisih dari berbagai nilai dari tiga input penelitian, yaitu: Pertama, keuntungan privat (D) dan keuntungan sosial (H). Diperoleh dengan menggunakan identitas keuntungan (pendapatan dikurangi biaya, sama dengan keuntungan). Keuntungan privat (D) mengukur daya saing, sama dengan pendapatan privat (A) dikurangi biaya privat (biaya

input tradable (B) dan biaya faktor domestik (C). Sama halnya dengan keuntungan

privat, keuntungan sosial (H) mengukur efisiensi, adalah pendapatan sosial (E) dikurangi biaya sosial (biaya input tradable (F) dan biaya faktor domestik tenaga (G)).


(50)

Tetapi, perhitungan keuntungan sosial baru bisa dilakukan bila nilai faktor domestik sosial (G), yang juga merupakan sebuah hasil penelitian telah diketahui.

Kedua, output transfer dan input tradable transfer. Diperoleh dengan

menerapkan identitas divergensi (harga privat dikurangi harga sosial). Output transfer, mengukur implisit pajak atau subsidi atas output, sama dengan pendapatan privat (A) dikurangi pendapatan sosial (E). Juga transfer input tradable (J) mengukur implisit pajak atau subsidi atas input tradable, sama dengan biaya input tradable privat (B) dikurangi biaya inputtradable sosial (F).

Ketiga, harga sosial faktor domestik dan net transfer. Harga sosial faktor domestik diperoleh dengan mengurangi harga faktor domestik privat (C) dengan divergensi, menyebabkan timbulnya transfer masing-masing faktor domestik. Selanjutnya, net transfer atau transfer bersih, dihitung dengan identitas keuntungan. Net transfer dapat diartikan sebagai dampak bersih dari seluruh divergensi. Atau, selisih antara keuntungan privat dengan keuntungan sosial. Hasil ini menunjukkan kebijakan distorsif dan kegagalan pasar secara implisit mensubsidi sistem usahatani (mentransfer sumberdaya ke dalam sistem) atau membebani dengan pajak.

2.6. Analisis Rasio

1. Efisiensi Finansial (Keunggulan Kompetitif) dan Efisiensi Ekonomi

(Keunggulan Komparatif)

a. Rasio Biaya Privat (Private Cost Ratio: PCR)


(51)

B = biaya privat untuk input tradable

C = biaya privat untuk faktor domestik

Yaitu indikator profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan sistem usahatani tembakau aseli untuk membayar biaya sumberdaya domestik dan tetap kompetitif. Sistem usahatani bersifat kompetitif jika PCR < 1. Semakin kecil nilai PCR berarti semakin kompetitif.

b. Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (Domestic Resource Cost Ratio:

DRCR)

dimana : E = penerimaan sosial

F = biaya sosial untuk input tradable

G = biaya sosial untuk faktor domestik

Yaitu indikator keunggulan komparatif, yang menunjukkan jumlah sumberdaya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu unit devisa. Sistem usahatani memiliki keunggulan komparatif jika DRCR < 1. Semakin kecil nilai DRCR berarti sistem usahatani semakin efisien dan mempunyai keunggulan komparatif makin tinggi.

Menurut Michael E. Porter pada bukunya yang terkenal, The Competitive Advantage of Nation, 1990, mengemukakan tentang tidak adanya korelasi langsung antara dua faktor produksi (sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki suatu negara, yang dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing dalam perdagangan internasional.

Banyak negara di dunia yang jumlah tenaga kerjanya sangat besar yang proporsional dengan luas negerinya, tetapi terbelakang dalam daya saing perdagangan internasional. Begitu juga dengan tingkat upah yang relatif murah daripada negara lain, justru berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi bekerja keras dan berprestasi. Negara


(52)

Meksiko, Bangladesh, Pakistan, dan India, termasuk Indonesia misalnya, merupakan negara yang jumlah tenaga kerjanya besar dan tingkat upahnya murah, tetapi tidak dapat dijadikan keunggulan kompetitif tersendiri apabila dibandingkan dengan Jepang, Jerman, Swedia, dan Swiss. Hasil akhir Porter menyebutkan bahwa 'peran pemerintah' sangat mendukung dalam peningkatan 'daya saing' selain faktor produksi yang tersedia.

Porter dan Halwani Hendra, 2003 mengungkapkan bahwa ada empat atribut utama yang menentukan mengapa industri tertentu dalam suatu negara dapat mencapai sukses internasional.

Adapun keempat atribut tersebut meliputi berikut ini.

1. Keadaan faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja terampil atau prasarana.

2. Keadaan permintaan dan tuntutan mutu di dalam negeri untuk hasil industri

tertentu.

3. Eksistensi industri terkait dan pendukung yang kompetitif secara internasional.

4. Strategi perusahaan itu sendiri dan struktur serta sistem persaingan

antarperusahaan.

Industri suatu negara yang sukses dalam skala internasional pada umumnya didukung oleh kondisi faktor produksi yang baik, permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri yang tinggi, industri hulu atau hilir yang maju dan persaingan domestik yang ketat. Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh satu atau dua atribut saja biasanya tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut tersebut saling berinteraksi positif dalam negara yang sukses dalam meningkatkan daya saing. Di samping kesempatan, peran pemerintah juga merupakan variabel tambahan yang cukup signifikan.


(53)

dapat bersaing dan menggeser negara lain. Selain itu, pemerintah juga memainkan peran sentral dalam pembentukan keunggulan kompetitif. Kebijakan seperti antitrust, regulasi, deregulasi, atau kondisi konsumen juga sangat menentukan persaingan ini.

Selanjutnya, Porter mencoba menghubungkan teorinya dengan tahapan per-kembangan perekonomian suatu negara. Pada awalnya, keunggulan kompetitif mungkin sangat didukung oleh kondisi atribut lain atau kesempatan dan peran pemerintah, di mana tingkat kompetisi suatu negara ditopang secara ketat oleh dominasi investasi dan inovasi. Akan tetapi, tidak semua negara harus melewati ketiga tahapan tersebut secara berurutan. Porter juga menempatkan teorinya dalam kontrak aktual dari beberapa negara industri baru dan negara berkembang.

Pada suatu negara telah mencapai tahap dominasi maka investasi akan terjerat konsumerisme yang akhirnya kembali ke tahap yang paling rendah. Tidak semua industri yang sukses dalam negara tertentu didukung oleh teori tersebut. Pasar Tunggal

Eropa, Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), North American Free Trade (NAFTA),

Asean Free Trade Area (AFTA), dan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) telah merangsang perusahan-perusahaan antarnegara untuk melakukan merger dan membentuk aliansi corporation. Perkembangan ini jelas bertentangan dengan tujuan dari teori Porter. Merger dan aliansi tersebut akan mengurangi persaingan dan menciptakan perusahaan raksasa politik yang sangat kuat. Keunggulan kompetitif internasional hanya melalui kerja keras.

Seperti yang telah diungkapkan di atas, keunggulan kompetitif, selain diciptakan oleh empat atribut utama, juga ada hubungan/korelasi yang cukup signifikan dengan variabel pemerintah dalam menciptakan competitive advantage of nation.


(54)

Porter juga membahas prinsip fundamental dan sisi praktis tentang strategi survival perkembangan semua jenis perusahaan. Strategi tersebut membuat pilihan cara perusahaan mengambil posisi dalam lingkungan kompetisinya, yang meliputi persoalan sebagai berikut.

1. Seperti apa struktur industri kita dan seperti apa kemungkinan perkembangannya pada masa depan?

2. Bagaimana posisi relatif perusahaan kita dalam industri tempatnya berada?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada lima kekuatan kompetisi yang harus menjadi bahan pertimbangan.

1. Karakter persaingan di antara pesaing yang terlibat. Kompetisi dapat bersifat sopan dan wajar, tetapi dapat juga bersifat tidak sehat dan saling membunuh. Jika kompetisi yang dihadapi bersifat menyerang posisi kita, besar kemungkinan industri kurang menarik dan kurang menguntungkan. Sebaliknya, jika persaingan bersifat memfokus pada citra dan pelayanan maka kita mempunyai peluang untuk maju.

2. Ancaman yang muncul dari masuknya persaingan baru jika perusahaan lain

dengan mudah masuk dalam industri. Sehingga memperbesar kapasitas industrinya dan menurunkan harga, laba yang kita nikmati akan terancam.

3. Kemungkinan ancaman dari produk atau jasa pengganti. Jika pelanggan kita

punya banyak pilihan untuk memuaskan kebutuhannya terhadap produk dan jasa yang kita hasilkan maka profitabilitas kita terancam.

4. Bargaining position para pemasok. Jika kita dapat berpindah dari satu pemasok ke pemasok lainnya dengan mudah maka kita mempunyai daya ungkit


(1)

dilahan sawah diperoleh nilai koefisien DRCR sebesar 0,674. Artinya untuk menghemat satu unit devisa sebesar Rp 9.030,- melalui pengembangan usahatani tembakau aseli untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dibutuhkan pengorbanan sumberdaya domestik sebesar 60% atau Rp 608.622,- dan untuk hasil analisis sistem usahatani tembakau aseli di lahan perbukitan diperoleh nilai koefisien DRCR sebesar 0,624. Artinya untuk menghemat satu unit devisa sebesar Rp 9.030,- melalui pengembangan usahatani tembakau aseli untuk memenuhi kebutuhan didalam negeri dibutuhkan pengorbanan sumberdaya domestik sebesar 50% atau Rp 563.473,-

Menurut penelitian Thomas Santoso, 2001, komoditas Tembakau aseli di wilayah Jawa pada lahan sawah memiliki keunggulan komparatif sebagaimana ditunjukkan melalui nilai koefisien DRCR sebesar 0,65 – 0,99 dan untuk lahan perbukitan nilai koefisien DRCR sebesar 0,60 – 0,97. Berdasarkan perbandingan secara deskriptif penelitian ini dan penelitian terdahulu, dapat dinyatakan bahwa Kabupaten Mojokerto memiliki keunggulan komparatif yang lebih baik daripada wilayah Jawa yang telah diteliti oleh Thomas Santoso. Dikarenakan penggunaan dari budget sosial, harga sosial dan faktor domestik pada usahatani tembakau aseli di Kabupaten Mojokerto lebih efisen dan daya saing yang dicapai pada keunggulan komparatif lebih berpotensi. Sehingga untuk semakin meningkat keunggulan komparatif tembakau aseli di Mojokerto diperlukan beberapa perbaikan dalam berusahatani salah satu contohnya adalah usaha peningkatan produktivitas. Dalam upaya peningkatan produkstivitas tembakau aseli dibutuhkan berbagai macam penyuluhan yang mampu memberikan pengetahuan penerapan teknologi baru dalam berusahatani.

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bagi Desa Kedungwaru (Lahan Sawah) dan Desa Simongagrok (Lahan Perbukitan) untuk


(2)

keunggulan komparatif yang lebih efisien yaitu pada lahan perbukitan yang dikarenakan penggunaan di tingkat harga sosial, biaya sosial, input tradable dan faktor domestik lebih efiesien dan menghasilkan satu-satuan output tembakau pada harga sosial diperlukan korbanan biaya sumberdaya domestik pada harga sosial lebih kecil dari satu. Atau dengan kata lain untuk menghasilkan satu-satuan devisa harus mengorbankan biaya imbangan sumberdaya domestik yang lebih kecil. Ditinjau dari hasil tersebut, usahatani tembakau aseli dengan keunggulan komparatifnya akan lebih menguntungkan memenuhi kebutuhan produksi tembakau aseli dalam negeri dibandingkan mengimpor tembakau aseli dari luar negeri. Karena tembakau aseli dalam negeri memiliki mutu yang bagus dan harga yang murah.

6.4.2. Keunggulan Kompetitif Usahatani Tembakau Aseli

Keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur kelayakan aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar nilai uang resmi yang berlaku (berdasar analisis finansial). Komoditi yang memiliki keunggulan kompetititf dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial. Hasil perhitungan keunggulan kompetitif untuk lahan sawah dan lahan perbukitan ditampilkan pada lampiran 5 dan 6.

Hasil analisis yang dapat dilihat dari tabel 20 dan 21 menunjukkan komoditas tembakau aseli memiliki keunggulan kompetitif, yang ditunjukkan oleh besaran nilai koefisien PCR < 1. Hasil analisis sistem usahatani tembakau aseli di lahan sawah diperoleh nilai koefisien PCR sebesar 0,677. Artinya untuk menghasilkan satu unit devisa sebesar Rp 9.030,- melalui pengembangan usahatani tembakau aseli untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dibutuhkan pengorbanan sumberdaya domestik sebesar 62% atau Rp 611.331,- dan untuk hasil analisis sistem usahatani tembakau aseli


(3)

di lahan perbukitan diperoleh nilai koefisien PCR sebesar 0,654. Artinya untuk menghasilkan satu unit devisa sebesar Rp 9.030,- melalui pengembangan usahatani tembakau aseli untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dibutuhkan pengorbanan sumberdaya domestik sebesar 59% atau Rp 590.562,-

Menurut penelititan Thomas Santoso, 2001, komoditas tembakau aseli di wilayah Jawa maupun wilayah luar Jawa dalam berbagai lahan memiliki keunggulan kompetitif yang ditunjukkan melalui nilai koefisien PCR sebesar 0,63 – 0,82 untuk wilayah Jawa dan nilai koefisien PCR sebesar 0,55 – 0,74 untuk wilayah luar Jawa.

Berdasarkan hasil analisis tersebut secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa keunggulan kompetitif untuk lahan perbukitan nilai koefisienya lebih baik dari pada lahan sawah. Hal ini dikarenakan penggunaan ditingkat harga private, biaya private, input tradable dan faktor domestik lebih efisien dan dalam menghasilkan satu-satuan nilai tambah output pada harga privat hanya diperlukan kurang dari satu-satuan biaya sumberdaya domestik. Atau dengan kata lain untuk menghemat satu-satuan devisa pada harga privat hanya diperlukan korbanan kurang dari satu-satuan biaya sumberdaya domestik. Ditinjau dari hasil tersebut, usahatani tembakau aseli dengan keunggulan kompetitifnya akan lebih menguntungkan memenuhi kebutuhan produksi tembakau aseli dalam negeri dari pada mengimpor tembakau dari luar negeri. Karena tembakau aseli dalam negeri memiliki mutu yang bagus dan harga yang murah.


(4)

VII. KESIMPULAN

DAN

SARAN

7.2. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan atas tujuan yang dilakukan melalui analisa data maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil identifikasi dan analisis pada Desa Kedungwaru lahan sawah mempunyai keuntungan yang lebih tinggi pada tingkat harga sosial sebesar Rp. 2.902.840,- sedangkan Desa Simongagrok lahan perbukitan mempunyai keuntungan yang lebih tinggi pada tingkat harga sosial sebesar Rp. 4.430.333.5,-. Berdasarkan hasil usahatani kedua lahan tersebut dapat disimpulkan keuntungan yang diperoleh lebih banyak yaitu kegiatan usahatani pada lahan perbukitan Desa Simongagrok Kecamatan Dawarblandong.

2. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani tembakau aseli dilahan sawah memiliki keunggulan komparatif sebesar 0.674 yang berarti nilai koefisien DRCR < 1.dan keunggulan kompetitif sebesar 0.677 yang berarti nilai koefisien PCR < 1. Artinya untuk menghasilkan satu-satuan nilai tambah pada harga sosial dan privat diperlukan penggunaan sumberdaya domestik lebih kecil dari satu. Sehingga untuk lokasi penelitian di Desa Kedungwaru Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur akan lebih menguntungkan untuk memenuhi kebutuhan produksi tembakau aseli dalam negeri dari pada mengimpor tembakau dari luar negeri.

3. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani tembakau aseli dilahan Perbukitan memiliki keunggulan komparatif sebesar 0.624 yang berarti nilai koefisien DRCR < 1dan keunggulan kompetitif sebesar 0.654 yang berarti nilai koefisien PCR < 1. Artinya untuk menghasilkan satu-satuan nilai tambah pada harga sosial dan privat diperlukan penggunaan sumberdaya domestik lebih kecil dari satu. Sehingga untuk


(5)

lokasi penelitian di Desa Simongagrok Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur akan lebih menguntungkan untuk memenuhi kebutuhan produksi tembakau aseli dalam negeri dari pada mengimpor tembakau dari luar negeri.

4. Berdasarkan analisis daya saing usahatani tembakau aseli pada lahan sawah dan lahan perbukitan yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang ditunjukan dengan nilai koefisien DRCR dan PCR paling baik adalah usahatani tembakau aseli pada lahan perbukitan di Desa Simongagrok Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto.

7.2. Saran

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan serta kesimpulan diatas, maka dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Penggunaan input tradable dan faktor domestik pada lahan sawah agar lebih disesuaikan dengan kebutuhan usahatani tembakau aseli agar nilai koefisien yang diperoleh pada keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitf dapat lebih efisien. Sehingga, untuk lahan sawah daya saing yang diperoleh lebih efisien. 2. Distribusi pupuk harus lebih intensif ke para petani agar penggunaan pupuk oleh

para petani baik di Desa Kedungwaru dan Desa Simongagrok dapat memperlancar kegiatan usahatani tembakau aseli dalam meningkatkan produksi tanaman tembakau aseli baik pada keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Pengunaan teknologi sederhana oleh petani tembakau aseli agar dapat disesuaikan dengan teknologi baru yang lebih efisien. Sehingga, diharapkan hasil produksi yang dicapai meningkat.


(6)

3. Perlu adanya penyuluh pertanian yang membahas tentang penerapan teknologi baru guna peningkatkan produktivitas tembakau aseli sehingga mampu memperkuat daya saing yang telah dimiliki komoditas tembakau aseli.