THE EFFECTIVENESS OF THE LEADERSHIP'S ROLE AND FUNCTION OF MUHAMMADIYAH ELEMENTARY SCHOOL PRINCIPAL OF METRO EFEKTIVITAS PERAN DAN FUNGSI KEPALA SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH METROEFEKTIVITAS PERAN DAN FUNGSI KEPALA SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH METRO

(1)

ABSTRACT

THE INFLUENCE BETWEEN TEACHERS PERSONALITY AND ORGANIZATION CONFLICT TOWARD TEACHERS JOB

COMMITMENT ON PUBLIC SENIOR HIGH SCHOOLS IN PRINGSEWU REGENCY

By

ERLINA INDRIYANI

The purpose of this research is to describe and analyze the influence between: 1) teachers personality toward teachers job commitment, 2) organization conflict toward teachers job commitment also 3) teachers personality and organization conflict simultaneously toward teachers job commitment on public senior high schools in Pringsewu regency.

The kind of this research is quantitative by ex post facto method. The samples of this research are determined by Slovin formula so that we could get as much 94 from 123 teachers on public senior high schools in Pringsewu regency. Data are obtained from questionnaire and documentation, then analyzed by used correlational technique and regression, both simple and double. Hypothesis test is done by simple correlation and double correlation.

The results of this research are: 1) there is positive and significant influence between teachers personality toward teachers job commitment, 2) there is positive and significant influence between organization conflict toward teachers job commitment, 3) there is positive and significant influence between teachers personality and organization conflict toward teachers job commitment.


(2)

iii

ABSTRAK

PENGARUH KEPRIBADIAN GURU DAN KONFLIK

ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN KERJA

GURU SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI

DI KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh

ERLINA INDRIYANI

Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh: 1) kepribadian guru terhadap komitmen kerja guru, 2) konflik organisasi terhadap komitmen kerja guru serta 3) kepribadian guru dan konflik organisasi secara simultan terhadap komitmen kerja guru sekolah menengah atas negeri di Kabupaten Pringsewu.

Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan metode ex post facto. Sampel penelitian ditentukan dengan rumus Slovin sehingga diperoleh sebanyak 94 dari 123 guru Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Pringsewu. Data diperoleh melalui angket dan dokumentasi, kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasional dan regresi, baik secara sederhana maupun ganda. Pengujian hipotesis dilakukan dengan korelasi Product Moment dan korelasi ganda, yang sebelumnya telah dilakukan uji normalitas dan homogenitas.

Hasil penelitian sebagai berikut: 1) terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kepribadian guru terhadap komitmen kerja guru, mengandung arti bahwa semakin baik kepribadian seorang guru maka semakin baik pula komitmen kerjanya, 2) terdapat pengaruh positif dan signifikan antara konflik organisasi terhadap komitmen kerja guru, mengandung arti bahwa semakin baik persepsi seorang guru mengenai konflik organisasi maka semakin baik pula komitmen kerjanya, 3) terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kepribadian guru dan konflik organisasi terhadap komitmen kerja guru, mengandung arti bahwa semakin baik kepribadian guru dan persepsi seorang guru mengenai konflik organisasi maka semakin baik pula komitmen kerjanya.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Moto

Jadikanlah Kegagalan di Masa Lalu untuk Menjadi Bekal yang

Berharga demi

Kesuksesan Masa Depan”


(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahNya, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Magister Manajemen Pendidikan pada Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas Lampung, yang telah memberikan sumbangsih pemikiran dan inovasi guna membangun Universitas Lampung.

2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung, selaku dosen pengajar Program Studi Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Lampung atas sumbangsih ilmunya.

3. Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung, selaku Dekan FKIP dan dosen pengajar Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Lampung atas masukan serta keilmuan yang telah diberikan.

4. Dr. Irawan Suntoro,M.S selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Lampung dan juga Dosen Pembimbing I, atas ilmu yang telah diberikan.

5. Dr. Sowiyah, M.Pd. selaku Sekretaris Program Pascasarjana Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Lampung yang telah memberi masukan, saran dan motivasi secara moril dan materiil sehingga mahasiswa termotivasi.


(10)

ini dapat diselesaikan.

7. Dr. Riswanti Rini, M.Si., selaku dosen pembahas atas segala saran dan masukan kepada penulis, untuk kebaikan hasil penelitian.

8. Dr. Alben Ambarita, M.Pd. selaku dosen Pembahas yang telah memberikan masukan, saran dan motivasi secara moril dan materiil sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

9. Kepala Sekolah dan Dewan Guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu 10. Seluruh Dosen Program Pascasarjana Manajemen Pendidikan FKIP

Universitas Lampung yang telah mencurahkan ilmu tentang Manajemen Pendidikan.

11. Teman-teman seperjuangan khususnya angkatan 2011, yang telah memberikan semangat, dorongan positif dan inspirasi sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Akhirnya kepada semua pihak yang tak dapat kami sebutkan penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi orang lain dan dunia pendidikan.

Pringsewu, 20 Mei 2014 Penulis

Erlina Indriyani NPM. 1123012007


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ……… i

HALAMAN JUDUL ………. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ……… iii

HALAMAN PENGESAHAN……….. iv

ABSTRAK ……….. v

ABSTRACT ……… vi

SANWACANA ……….. vii

MOTTO ……… viii

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR GAMBAR ……….. x

DAFTAR TABEL ………. xi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Identifikasi Masalah ……… 4

1.3 Pembatasan Masalah ……… 5

1.4 Rumusan Masalah ………. 5

1.5 Tujuan Penelitian ……… 6

1.6 Kegunaan Penelitian ……… 6

1.7 Ruang Lingkup Penelitian ………... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….……... 9

2.1 Komitmen Kerja Guru ………..………. 9

2.1.1 Bentuk Komitmen Kerja Guru ………. 10

2.1.2 Proses Terjadinya Komitmen Kerja Guru ………. 12

2.1.3 Faktor-Faktor Pengaruh Komitmen Kerja Guru …….... 14

2.2 Kepribadian Guru ……… 15

2.2.1 Guru Sebagai Pribadi Kunci ………. 17

2.2.2 Guru Sebagai Pengajar dan Pendidik …….………….. 19

2.3 Konflik Organisasi ……… 20

2.3.1 Komponen Konflik Organisasi ……….. 21

2.3.2 Sumber Konflik Organisasi ……… 22

2.3.3 Proses Pengendalian Konflik Organisasi ………... 22

2.3.4 Cara-cara Mengendalikan Konflik Organisasi ……….. 23


(12)

Kerja Guru ……… 27

2.5 Hipotesis ……… 28

BAB III METODE PENELITIAN ……… 29

3.1 Jenis Penelitian ……… 29

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ……… 30

3.3 Variabel Penelitian ……… 32

3.3.1 Variabel Komitmen Kerja Guru ……… 32

3.3.2 Variabel Kepribadian Guru ……… 35

3.3.2 Variabel Konflik Organisasi …..……… 36

3.4 Teknik Pengumpulan Data .……… 39

3.5 Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen .……… 39

3.5.1 Hasil Uji Validitas ……….. 41

3.5.1.1 Hasil Uji Validitas Komitmen Kerja Guru …… 41

3.5.1.2 Hasil Uji Validitas Kepribadian Guru ………... 42

3.5.1.3 Hasil Uji Validitas Konflik Organisasi ………. 43

3.5.2 Hasil Uji Realibilitas ………. 43

3.5.2.1 Hasil Uji Realibilitas Komitmen Kerja Guru … 43 3.5.2.2 Hasil Uji Realibilitas Kepribadian Guru ……… 44

3.5.2.3 Hasil Uji Realibilitas Konflik Organisasi ……. 44

3.6 Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ……… 45

3.6.1 Teknik Analisis Data ……….. 45

3.6.2 Pengujian Prasyarat Analisis ………. 46

3.6.2.1 Uji Normalitas ……….. 46

3.6.2.2 Uji Homogenitas ……… 46

3.6.2.3 Uji Linieritas ……….. 47

3.6.3 Pengujian Hipotesis ……….. 47

3.6.4 Uji Signifikansi Regresi ………. 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……..………. 50

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian……… 50

4.1.1 Variabel Komitmen Kerja Guru ……… 51

4.1.2 Variabel Kepribadian Guru ……… 52

4.1.3 Variabel Konflik Organisasi ……….. 54

4.2 Uji Prasyarat Analisis Regresi ……….. . 55

4.2.1 Uji Normalitas Data ……… 55

4.2.2 Uji Homogenitas ………. 58

4.2.3 Uji Linieritas ……….. 60

4.3 Pengujian Hipotesis Penelitian ……… 60

4.3.1 Pengaruh Kepribadian Guru (X1) terhadap Komitmen Kerja Guru (Y) ……….. 61

4.3.2 Pengaruh Konflik Organisasi (X2) terhadap Komitmen Kerja Guru (Y) ……….. 62 4.3.3 Pengaruh Kepribadian Guru (X1) dan Konflik


(13)

Guru ……….. 65

4.4.2 Pengaruh Konflik Organisasi terhadap Komitmen Kerja Guru ………. 67

4.4.3 Pengaruh Kepribadian Guru dan Konflik Organisasi terhadap Komitmen Kerja Guru ……… 69

4.5 Keterbatasan Penelitian ……….. 71

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ………. 72

5.1 Kesimpulan ……… 72

5.2 Implikasi ……… 73

5.2.1 Upaya Meningkatkan Kepribadian Guru ……….. 74

5.2.2 Upaya Mengatasi Konflik Organisasi ……….. 76

5.3 Saran ………. 78

5.3.1 Saran untuk Guru ……… 78

5.3.2 Saran untuk Kepala Sekolah ………. 78

5.3.3 Saran untuk UPT Dinas Pendidikan ……….. 78

5.3.4 Saran untuk Peneliti ……… 79

DAFTAR PUSTAKA ………. 80 LAMPIRAN


(14)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Populasi dan sampel penelitian... 37

3.2 Daftar pembobotan penilaian komitmen kerja guru... 40

3.3 Indikator instrumen komitmen kerja guru ... 41

3.4 Daftar pembobotan penilaian kepribadian guru ... 42

3.5 Indikator penilaian kepribadian guru .………... 42

3.6 Daftar pembobotan penilaian konflik organisasi ... 44

3.7 Indikator penilaian konflik organisasi ... 44

3.8 Interpretasi nilai r ... 47

3.9 Hasil perhitungan validitas komitmen kerja guru (Y) ... 48

3.10 Hasil perhitungan validitas kepribadian guru (X1) ... 49

3.11 Hasil Perhitungan validitas konflik organisasi (X2) ... 50

3.12 Statistika reliabilitas komitmen kerja guru (Y) ... 51

3.13 Statistika reliabilitas kepribadian guru (X1) ... 51

3.14 Statistika reliabilitas konflik organisasi (X2) ... 52

4.1 Data statistik dasar variabel penelitian ... 58

4.2 Distribusi skor variabel komitmen kerja guru ... 58

4.3 Distribusi skor variabel kepribadian guru ... 60


(15)

xvii

4.5 Hasil uji normalitas variabel penelitian ... 63 4.6 Rangkuman hasil pengujian normalitas Kolmogorov Smirnov ... 63 4.7 Analisis Test of Homogeneity of Variances ... 65 4.8 Uji linieritas antara kepribadian guru terhadap komitmen

kerja guru ... 66 4.9 Uji linieritas antara konflik organisasi terhadap komitmen

kerja guru ... 67 4.10 Hasil uji analisis regresi pengaruh kepribadian guru terhadap

komitmen kerja guru ... 68 4.11 Hasil uji analisis regresi pengaruh konflik organisasi terhadap

komitmen kerja guru ... 69 4.12 Hasil uji analisis regresi ganda pengaruh kepribadian guru dan


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Model Teoritis Pengaruh Kepribadian Guru (X1) dan Konflik

Organisasi (X2) terhadap Komitmen Kerja Guru (Y) ………. 28

4.1 Histogram Skor Komitmen Kerja Guru …………..………. 52

4.2 Histogram Skor Kepribadian Guru ……….……… 53

4.3 Histogram Skor Konflik Organisasi ……… 54

4.4 Normal Q-Q Plot Komitmen Kerja Guru ……… 57

4.5 Normal Q-Q Plot Kepribadian Guru ……… 57


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kualitas sumber daya manusia (SDM) akan sangat berpengaruh terhadap hasil yang dicapai dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang mudah, karena sumber daya manusia yang berkualitas bukan hanya dilihat dari penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi dilihat juga dari sikap dan mentalitasnya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pendidikan bangsanya, karena dengan pendidikan yang berkualitas diharapkan akan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas pula, dan pada akhirnya dapat mendukung perkembangan pembangunan nasional.

Sekolah sebagai salah satu bentuk organisasi akan berkembang dengan baik dan mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan jika didukung oleh komponen yang memadai, diantaranya fasilitas sekolah, sistem manajemen yang baik, minimnya konflik organisasi serta kepribadian guru dan karyawan di sekolah. Sekolah yang memiliki fasilitas lengkap jika dikelola dengan sistem manajemen yang buruk akan memunculkan berbagai persoalan diantaranya krisis kepercayaan terhadap


(18)

unsur pimpinan sekolah, semangat kerja guru dan karyawan rendah, yang pada akhirnya akan berakibat terhadap gagalnya pencapaian tujuan sekolah.

Mutu proses pembelajaran sangat erat kaitannya dengan peran dan tugas guru di sekolah, karena guru secara langsung berhadapan dengan siswa dalam pelaksanaan pendidikan. Menurut Sardiman (2005: 125) guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu, guru harus berperan secara aktif dan dapat menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang hanya melakukan transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transfer nilai-nilai sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar.

Komitmen guru dalam melaksanakan tugas menjadi hal yang sangat penting dalam pencapaian tujuan sekolah. Menumbuhkan komitmen kerja yang tinggi bukan persoalan mudah dalam organisasi sekolah, perlu ada kerjasama yang baik antara unsur pimpinan sekolah dengan guru dan karyawan sekolah. Guru sebagai salah satu komponen yang sangat penting di sekolah mempunyai pengaruh besar dalam menentukan arah dan kemajuan sekolah. Oleh karena itu perlu dijaga keharmonisan hubungan antar guru di sekolah, jangan sampai muncul persoalan-persoalan yang dapat menimbulkan perpecahan. Kepribadian guru secara emosional perlu dijaga dan mendapat perhatian dari pimpinan sekolah.


(19)

Salah satu tugas pimpinan sekolah adalah meminimalkan konflik organisasi sekolah agar dapat menumbuhkan semangat dan motivasi kerja guru agar memiliki komitmen kerja yang tinggi. Guru perlu diberikan motivasi dan kepercayaan dalam melaksanakan tugas dan dijaga stabilitas emosionalnya. Guru yang memiliki kepribadian baik diharapkan akan mampu mengendalikan diri, memiliki semangat dan motivasi kerja tinggi serta memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Iskandar (2012:3) yang menyatakan kepribadian adalah hasil dari perkembangan individu sejak masih kecil dan bagaimana cara individu itu sendiri dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya.

Sebagian besar SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu dalam kurun waktu kurang dari 5 (lima) tahun telah mengalami 3 (tiga) kali pergantian kepala sekolah, yang disebabkan oleh politik praktis, yaitu pergantian kepala daerah yang menyebabkan pergantian struktural dibawahnya. Pergantian itu pun terjadi karena kepala sekolah dianggap tidak mendukung kepala daerah tersebut. Sebagai konsekuensinya, banyak terjadi perubahan agar dapat menyesuaikan dengan kebijakan pimpinan yang baru. Hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi guru dan karyawan sekolah dalam menjalankan tugas dan dapat memicu terjadinya konflik organisasi sekolah. Belum semua guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu dilibatkan dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan sekolah. Kebijakan pimpinan lama yang dirasakan sudah sesuai dengan harapan warga sekolah sering berubah dengan kedatangan kepala sekolah yang baru. Guru membutuhkan waktu yang lama untuk menyesuaikannya, akibatnya komitmen guru dalam melaksanakan tugas sering terganggu.


(20)

Sebagian besar guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu belum melaksanakan kebijakan pimpinan secara optimal. Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan peneliti dapat dilihat bahwa komitmen kerja guru SMA di Kabupaten Pringsewu belum maksimal, seperti antara lain: (1) rata-rata tingkat kehadiran guru, terutama pada jam pertama dimulainya kegiatan pembelajaran hanya 75%, (2) kreativitas guru dalam mengembangkan pembelajaran masih rendah, hal ini dapat dilihat dari kurang dimanfaatkannya fasilitas pendukung pembelajaran yang ada, (3) inisiatif guru dalam mengembangkan sekolah juga masih rendah, kondisi ini terlihat dari masih banyaknya guru yang segera meninggalkan sekolah setelah usai mengajar dan tidak mau tahu dengan urusan pengembangan sekolah.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat di- identifikasi permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1.2.1 Pada umumnya tingkat komitmen kerja guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu belum maksimal.

1.2.2 Masih rendahnya pengelolaan kepribadian guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu dilihat dari masih banyak dijumpai guru yang kurang peduli dengan upaya pengembangan sekolah.

1.2.3 Setiap terjadi pergantian kepala sekolah SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu mengakibatkan terjadinya kebijakan baru yang memicu terjadinya konflik organisasi sekolah.

1.2.4 Belum semua guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu dilibatkan dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan sekolah.


(21)

1.2.5 Sebagian besar guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu belum melaksanakan kebijakan pimpinan secara optimal.

1.2.6 Kurang dimanfaatkannya fasilitas pendukung pembelajaran yang ada menunjukkan bahwa kreativitas guru untuk menciptakan pembelajaran yang menarik bagi siswa juga masih rendah.

1.3Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka peneliti perlu membatasi masalah guna menghindari salah penafsiran dan menyesuaikan dengan kemampuan peneliti. Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Komitmen kerja guru sebagian besar belum maksimal.

1.3.2 Kepribadian guru diduga berpengaruh terhadap komitmen kerja guru. 1.3.3 Konflik organisasi diduga berpengaruh terhadap komitmen kerja guru.

1.4Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah masih rendahnya komitmen kerja guru, dengan demikian permasalahan penelitian yang diajukan:

1.4.1 Apakah terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepribadian guru terhadap komitmen kerja guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu?

1.4.2 Apakah terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara konflik organisasi terhadap komitmen kerja guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu?


(22)

1.4.3 Apakah terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepribadian guru dan konflik organisasi secara bersama-sama terhadap komitmen kerja guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu?

1.5 Tujuan Penelitian

Mengacu pada perumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis:

1.5.1 Pengaruh kepribadian guru terhadap komitmen kerja guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu.

1.5.2 Pengaruh konflik organisasi terhadap komitmen kerja guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu.

1.5.3 Pengaruh kepribadian guru dan konflik organisasi secara bersama-sama terhadap komitmen kerja guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu.

1.6 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1.6.1 Guru, untuk memberikan masukan berkaitan dengan kepribadian guru dan komitmen kerja guru agar lebih baik lagi kedepannya.

1.6.2 Kepala Sekolah, untuk memberikan informasi dan masukan berkaitan dengan kepribadian guru dan konflik organisasi sekolah yang dapat mempengaruhi komitmen kerja guru.

1.6.3 Dinas Pendidikan, untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya mewujudkan pendidikan yang lebih baik.


(23)

1.6.4 Peneliti, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Manajemen Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

1.6.5 Peneliti lain, dapat dijadikan bahan acuan untuk melaksanakan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan kepribadian guru, konflik organisasi dan komitmen kerja guru.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Penulis membatasi ruang lingkup penelitian yang berjudul “Pengaruh kepribadian guru dan konflik organisasi terhadap komitmen kerja guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu” sebagai berikut:

1.7.1 Bidang keilmuan, pengelolaan konflik organisasi di sekolah membutuhkan kemampuan manajerial yang tinggi dari seorang kepala sekolah karena konflik dikatakan sebagai suatu hal yang tidak dapat dielakkan dalam organisasi sekolah, tetapi dapat diselesaikan dan diredakan pada tahap yang paling minimum dan tidak mengganggu kelancaran jalannya organisasi sekolah.

1.7.2 Subyek dalam penelitian ini adalah guru SMA di Kabupaten Pringsewu baik PNS maupun non-PNS.

1.7.3 Tempat dan waktu penelitian: Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) di Kabupaten Pringsewu, yaitu SMAN 2 Pringsewu, SMAN 1 Sukoharjo, SMAN 1 Banyumas. Penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan Juni sampai dengan awal September 2013.


(24)

1.7.4 Obyek dalam penelitian ini adalah kepribadian guru dan konflik organisasi sebagai variabel bebas serta komitmen kerja guru sebagai variabel terikat.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komitmen Kerja Guru

Kata komitmen berasal dari bahasa latin commitere, to connect, entrust the state of being obligated or emotionally, impelled yaitu keyakinan yang mengikat sedemikian kukuhnya sehingga membelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakan perilaku menuju arah yang diyakininya (Tasmara, 2006: 26). Komitmen kerja guru adalah suatu keterkaitan antara diri dan tugas yang diembannya secara tersadar sebagai seorang guru dan dapat melahirkan tanggung jawab yang dapat mengarahkan serta membimbing dalam kegiatan pembelajaran. Komitmen kerja guru yang tinggi sangat diperlukan dalam sebuah organisasi sekolah, karena terciptanya komitmen yang tinggi akan mempengaruhi situasi kerja yang profesional. Berbicara mengenai komitmen kerja guru tidak dapat dilepaskan dari sebuah istilah loyalitas yang sering mengikuti kata komitmen.

Keberhasilan seorang guru dalam pekerjaannya banyak ditentukan oleh tingkat kompetensi, profesionalisme juga komitmen terhadap bidang yang ditekuninya. Komitmen seseorang terhadap organisasi tempat dia bekerja menunjukkan suatu daya dari seseorang dalam mengidentifikasikan keterlibatan dalam organisasi tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Blau dan Boal (1995: 125) yang menyatakan bahwa komitmen organisasional sebagai suatu


(26)

sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari karyawan terhadap organisasi.

Mowday dalam Sopiah (2008: 156) mendefinisikan komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen organisasional. Komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasional merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen kerja guru dalam suatu organisasi sekolah adalah keinginan guru untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi sekolah dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi sekolah dan kualitas pendidikan yang lebih baik.

Kualitas pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 35 ayat 1 dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, menyatakan bahwa untuk mengetahui mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP), yang terdiri dari: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan pra sarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.

2.1.1 Bentuk Komitmen Kerja Guru

Spector at. al dalam Sardiman (2005: 77) mengemukakan bahwa terdapat tiga komponen komitmen kerja guru/ organisasional, yaitu:


(27)

1) Affective commitment, terjadi apabila guru ingin menjadi bagian dari organisasi sekolah karena adanya ikatan emosional.

2) Continuance commitment, muncul apabila guru tetap bertahan pada suatu organisasi sekolah karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena guru tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.

3) Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri guru. Guru bertahan menjadi anggota organisasi sekolah karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi sekolah merupakan hal yang seharusnya dilakukan.

Kanter dalam Sopiah (2008: 158) juga mengemukakan tiga bentuk komitmen kerja guru/ organisasional, antara lain:

1) Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi guru dalam melangsungkan kehidupan organisasi sekolah dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi sekolah.

2) Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen guru terhadap organisasi sekolah sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi sekolah. Ini terjadi karena guru percaya bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaaat.

3) Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen guru pada norma organisasi sekolah yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sekolah sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.


(28)

2.1.2 Proses Terjadinya Komitmen Kerja Guru

Robbins (1999: 69) menjelaskan bahwa komitmen kerja guru terhadap organisasi sekolah merupakan sebuah proses berkesinambungan dan merupakan sebuah pengalaman individu ketika bergabung dalam sebuah organisasi sekolah. Komitmen organisasional timbul secara bertahap dalam diri pribadi guru itu sendiri. Berawal dari kebutuhan pribadi terhadap organisasi kemudian beranjak menjadi kebutuhan bersama dan rasa memiliki dari para guru terhadap organisasi sekolah. Wursanto (2005: 15) mengemukakan bahwa rasa memiliki dari para guru dapat dilihat dalam hal-hal berikut:

1) Adanya loyalitas dari para guru terhadap guru lainnya. 2) Adanya loyalitas para guru terhadap sekolah.

3) Kesediaan berkorban secara ikhlas dari para guru baik moril maupun material demi kemajuan sekolahnya.

4) Adanya rasa bangga dari para guru apabila sekolah tersebut mendapat nama baik dari masyarakat.

5) Adanya niat baik (good will) dari para guru untuk tetap menjaga nama baik sekolahnya dalam keadaan apapun. Wursanto (2005: 16) mengemukakan kesepakatan bersama yang merupakan komitmen dari guru itu meliputi (1) tujuan yang akan dicapai, (2) menetapkan berbagai jenis kegiatan yang harus dilakukan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan, (3) menetapkan ketentuan-ketentuan atau norma-norma yang harus ditaati oleh seluruh anggota organisasi sekolah, (4) menetapkan berbagai sarana yang diperlukan dalam usaha mencapai tujuan tersebut, dan (5) menetapkan cara atau metode yang paling baik untuk mencapai tujuan tersebut.


(29)

Dessler dalam Sopiah (2008: 159-161) mengemukakan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk membangun komitmen guru pada sekolah, antara lain:

1) Make it charismatic, 2) Build the tradition, 3) Have comprehensive grievance procedures, 4) Provide extensive two-way communications, 5) Create a sense of community,6) Build value-based homogeneity,7) Emphasize barnaising, cross-utilization, and team work, 8) Get together, 9) Support employee development, 10) Commit to actualizing, 11) Enrich and empower, 12) The question of employee security, 13) Put it in writing, 14) Hire “Right-Kind” managers, 15) Walk the walk

2.1.3 Faktor-Faktor Pengaruh Komitmen Kerja Guru

Owens (1995: 151) mengemukakan bahwa faktor-faktor pembentuk komitmen organisasional akan berbeda antara guru baru dan guru yang bekerja dalam tahapan lama yang menganggap sekolah atau organisasi tersebut sudah menjadi bagian dalam hidupnya.

Komitmen kerja guru pada organisasi sekolah tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Komitmen kerja guru pada organisasi sekolah juga ditentukan oleh sejumlah faktor. Steers dalam Sopiah (2008: 163) mengidentifikasikan ada tiga faktor yang mempengaruhi komitmen guru pada organisasi sekolah, antara lain: (1) ciri pribadi kinerja, termasuk masa jabatannya dalam organisasi sekolah, dan variasi kebutuhan serta keinginan yang berbeda dari tiap guru, (2) ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan sesama guru. (3) pengalaman kerja, seperti keterandalan


(30)

organisasi di masa lampau dan cara guru-guru lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya mengenai organisasi sekolah.

Winardi (2004: 73) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen kerja guru pada organisasi sekolah, yaitu: (1) Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dan lain-lain, (2) Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik organisasi, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dan lain-lain, (3) Karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi sekolah, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat guru dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi sekolah terhadap guru.

Berdasarkan kajian di atas, maka yang dimaksud dengan komitmen kerja guru adalah keinginan guru untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi sekolah dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi sekolah dan kualitas pendidikan yang lebih baik, dengan indikator afektif, kontinuitas (kesinambungan) dan normatif.

2.2 Kepribadian Guru

Seorang guru (pendidik) dalam menjalankan perannya sebagai pengajar, pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para muridnya (peserta didik), tentunya dituntut untuk memahami dan menguasai tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku murid dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya


(31)

secara efektif dan efisien, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan.

Dari pandangan psikologis, guru diposisikan sebagai pakar kepribadian, seorang guru harus memahami dan menguasai secara teoritis dan praktis kepribadian dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Guru harus memiliki kemampuan untuk menciptakan suasana hubungan antar manusia (human relations), khususnya dengan para murid sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan (Iskandar, 2012: 6).

2.2.1 Guru Sebagai Pribadi Kunci

Secara keseluruhan guru adalah figur yang menarik perhatian semua orang, entah dalam keluarga, dalam masyarakat atau di sekolah. Di sekolah, guru merupakan pribadi kunci dan panutan utama bagi siswanya. Semua sikap dan perilaku guru akan dilihat, didengar dan ditiru oleh siswa. Sebagai pribadi yang selalu digugu dan ditiru, tidak berlebihan bila anak didik selalu mengharapkan figur guru yang senantiasa memperhatikan kepentingan mereka. Figur guru yang selalu memperhatikan kepentingan siswa biasanya mendapatkan ekstra perhatian dari siswanya. Siswa senang dengan sikap dan perilaku baik yang diperlihatkan oleh guru.

Seperti dikutip oleh Bahri Djamarah (2011: 61), Frend W. Hart telah melakukan penelitian terhadap 3.725 orang anak didik HIG HTS School di Amerika Serikat. Dari hasil penelitiannya itu, dia menyimpulkan dengan mengemukakan sepuluh sikap yang baik dan disenangi anak didik sebagai berikut:


(32)

1) Suka menolong pekerjaan sekolah dan menerangkan pelajaran dengan jelas dan mendalam serta menggunakan contoh-contoh yang baik dalam mengajar. 2) Periang dan gembira, memiliki perasaan humor dan suka menerima lelucon

atas dirinya.

3) Bersikap bersahabat, merasa sebagai seorang anggota dalam kelompok kelas. 4) Menaruh perhatian dan memahami anak didiknya.

5) Berusaha agar pekerjaan menarik, dapat membangkitkan keinginan-keinginan bekerja-sama dengan anak didik.

6) Tegas, sanggup menguasai kelas dan dapat membangkitkan rasa hormat pada anak didik.

7) Tidak ada yang lebih disenangi dan tak pilih kasih. 8) Tidak suka mengomel, mencela dan sarkastis.

9) Anak didik benar-benar merasakan bahwa ia mendapatkan sesuatu dari guru. 10) Mempunyai pribadi yang dapat diambil contoh dari pihak anak didik dan

masyarakat lingkungannya.

Diakui memang ada juga guru yang tidak disukai oleh anak didik di sekolah disebabkan budi pekerti guru dalam pandangan anak didik tidak baik. Dari waktu ke waktu, guru juga tidak terlepas dari pengamatan anak didik. Paling sedikit setahun, guru dan anak didik hidup bersama-sama dan dalam rentangan waktu bukan tidak mungkin semua sikap dan perilaku guru terlepas dari pengamatan anak didik. Karena anak didik mempunyai pandangan tersendiri terhadap guru-guru yang mengajar dan mendidiknya. Menurut Bahri Djamarah (2011: 106), terdapat beberapa sifat-sifat guru yang tidak disukai oleh anak didik sebagai berikut:

1) Guru yang sangat sering marah-marah, suka merepek, tak pernah tersenyum, suka menghina,

sarkastis, lekas mengamuk.

2) Guru yang tidak suka membantu dalam pekerjaan sekolah, tidak menerangkan pelajaran dan tugas-tugas dengan jelas.

3) Guru yang tidak adil, mempunyai anak kesayangan, membenci anak-anak tertentu.

4) Guru yang tinggi hati, menganggap dirinya lebih dari orang lain, ingin berkuasa dan menunjukkan kelebihannya, tidak mengenal anak didik di luar sekolah.

5) Guru yang tidak toleran, bertabiat kasar, terlampau keras dan kaku, menyusahkan anak didik di dalam kelas.


(33)

7) Guru yang tidak mengacuhkan perasaan anak didik, membentak-bentak anak didik di depan anak lain, anak-anak takut dan tak senang.

8) Guru yang tidak menaruh minat terhadap anak-anak dan tidak memahami mereka.

9) Guru yang memberi tugas dan pekerjaan rumah yang sulit.

10) Guru yang tidak dapat menjaga ketertiban kelas, tidak dapat mengendalikan kelas, tidak menimbulkan respek dari anak didik.

Dari uraian di atas jelas bahwa yang dikehendaki oleh anak didik bukan hanya kecakapan guru mengajar di kelas, melainkan yang lebih penting adalah kepribadian guru. Kepribadian guru itu yang turut menentukan apakah belajar di kelas merupakan suatu penderitaan atau kebahagiaan bagi anak didik.

2.2.2 Guru Sebagai Pengajar dan Pendidik

Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Unsur manusiawi lainnya adalah anak didik. Guru dan anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan. Keduanya berada dalam proses interaksi edukatif dengan tugas dan peranan yang berbeda. Guru yang mengajar dan mendidik, dan anak didik yang belajar dengan menerima bahan pelajaran dari guru di kelas. Oleh karena itu, walaupun mereka berlainan secara fisik dan mental, tetapi mereka tetap seiring dan setujuan untuk mencapai kebaikan akhlak, kebaikan moral, kebaikan hukum, kebaikan sosial dan sebagainya.

Semua norma tersebut di atas tidak akan pernah dimiliki oleh anak didik bila guru tidak mentransformasikannya dalam kegiatan pembelajaran. Mengajar adalah tugas guru untuk menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar. Mengajar selalu berlangsung dalam suatu kondisi yang disengaja dan diciptakan untuk mengantarkan anak didik ke arah kemajuan dan kebaikan.


(34)

Tetapi perlu diketahui bahwa mengajar tidak sama dengan mendidik. Mengajar hanya sebatas menuangkan sejumlah bahan pelajaran kepada anak didik di kelas atau di ruangan tertentu. Sedangkan mendidik adalah suatu usaha yang disengaja untuk membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif-kreatif dan mandiri. Karena itulah mendidik lebih dekat dengan transfer of values. Ruang lingkup kegiatan mendidik lebih luas dari areal kegiatan mengajar. Walaupun begitu, baik mengajar ataupun mendidik, keduanya adalah tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional.

Sampai kapanpun anak didik selalu menghajatkan kehadiran guru untuk mendidik dan mengajarnya. Guru adalah spiritual father bagi anak didik. Kemuliaan guru akan tercermin dalam kebaikan perilaku anak didik. Kebaikan hati anak didik adalah sebagai manifestasi dari kebaikan pengajaran dan pendidikan yang diberikan oleh guru. Sekolah sebagai panti rehabilitasi anak merupakan laboratorium keilmuan bagi guru dalam mengajar dan membelajarkan anak didik dalam perspektif keilmuan. Di tempat ini anak didik belajar bebas terpimpin, aktif, kreatif dan mandiri, di bawah bimbingan dan pengawasan dari guru.

Berdasarkan kajian di atas, maka yang dimaksud dengan kepribadian guru menurut Penulis adalah kemampuan guru untuk memahami orang lain dengan pengendalian diri, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain, dengan indikator kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial.


(35)

2.3 Konflik Organisasi

Menurut bahasa, konflik dapat diartikan dengan perbedaan, pertentangan dan perselisihan. Sedangkan konflik dalam terminologi Al-Qur’an dengan kata Ikhtilaf yang dapat berarti berlainan (to be at variance); menemukan sebab perbedaan (to find cause of disagreement); berbeda (to differ); mencari sebab perselisihan (to seek cause of dispute) dan sebagainya. Konflik juga dapat dikatakan merupakan suasana batin yang berisi kegelisahan karena pertentangan dua motif atau lebih, yang mendorong seseorang berbuat dua atau lebih kegiatan yang saling bertentangan pada waktu yang bersamaan. Konflik pada hakikatnya adalah segala sesuatu interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua pihak atau lebih.

Konflik organisasi (organizational conflict) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi berbagai sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan/ atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konflik adalah pertentangan dalam hubungan kemanusiaan (intrapersonal atau interpersonal) antara satu pihak dengan pihak yang lain dalam mencapai suatu tujuan, yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan, emosi/ psikologi dan nilai (Rivai, 2009: 749-750).

2.3.1 Komponen Konflik Organisasi

Menurut Rivai (2009: 750), secara umum konflik organisasi itu terdiri atas tiga komponen, yaitu:


(36)

a. Interest (kepentingan), yakni sesuatu yang memotivasi orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Motivasi ini tidak hanya dari bagian keinginan pribadi seseorang, tetapi juga dari peran dan statusnya. b. Emotion (emosi), yang sering diwujudkan melalui perasaan yang menyertai

sebagian besar interaksi manusia seperti marah, kebencian, takut, penolakan. c. Values (nilai), yakni komponen konflik yang paling susah dipecahkan karena

nilai itu merupakan hal yang tidak dapat diraba dan dinyatakan secara nyata. Nilai berada pada kedalaman akar pemikiran dan perasaan tentang benar dan salah, baik dan buruk yang mengarahkan dan memelihara perilaku manusia.

2.3.2 Sumber Konflik Organisasi

Menurut Rivai (2009: 750-751), sumber-sumber konflik organisasi dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu:

a. Biososial: Para pakar manajemen menempatkan frustasi-agresi sebagai sumber konflik. Berdasarkan pendekatan ini frustasi sering menghasilkan agresi yang mengarah pada terjadinya konflik. Frustasi juga dihasilkan dari kecenderungan ekspektasi pencapaian yang lebih cepat dari apa yang seharusnya.

b. Kepribadian dan Interaksi: Termasuk di dalamnya kepribadian yang abrasif (suka menghasut), gangguan psikologi, kemiskinan, keterampilan interpersonal, kejengkelan, persaingan (rivalitas), perbedaan gaya interaksi, ketidaksederajatan hubungan.

c. Struktural: Banyak konflik yang melekat pada struktur organisasi dan masyarakat. Kekuasaan, status dan kelas merupakan hal-hal yang berpotensi menjadi konflik organisasi, seperti tentang Hak Asasi Manusia (HAM), gender dan sebagainya.

d. Budaya dan Ideologi: Intensitas konflik organisasi dari sumber ini sering dihasilkan dari perbedaan politik, sosial, agama dan budaya. Konflik organisasi ini juga timbul di antara masyarakat karena perbedaan sistem nilai.


(37)

e. Konvergensi (gabungan): Dalam situasi tertentu, sumber-sumber konflik organisasi itu menjadi satu, sehingga menimbulkan kompleksitas konflik organisasi itu sendiri.

2.3.3 Proses Pengendalian Konflik Organisasi

Menurut Rivai (2009: 751) bahwa konflik merupakan pertentangan hubungan kemanusiaan, baik secara intrapersonal ataupun interpersonal yang dapat diibaratkan seperti api yang dapat membakar dan menjalar kemana-mana dan memusnahkan jika tidak ditangani secara baik. Proses pengendalian konflik organisasi itu bermula dari persepsi tentang konflik itu sendiri, apa komponennya dan bersumber dari mana, kemudian menuju ke tahap realisasi, penghindaran, intervensi, pemilihan strategi dan implementasi, serta evaluasi dampak yang ditimbulkan oleh konflik organisasi.

Oleh karena itu, pengendalian konflik merupakan salah satu tugas pemimpin/ kepala sekolah dalam kepemimpinannya. Efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dinilai dari bagaimana ia mampu mengendalikan dan mengelola konflik. Kegagalan seorang pemimpin dalam mengendalikan dan mengelola konflik akan menimbulkan sesuatu yang antiproduktif dan destruktif, sebaliknya jika seorang kepala sekolah dalam mengendalikan pengelolaan konflik (baik konflik yang dialami oleh murid, guru ataupun karyawan yang berada di sekolah tersebut) secara baik. Konflik merupakan masalah yang pelik untuk segera dicarikan pemecahannya, meskipun selain itu konflik juga dapat bermanfaat terutama dalam: (1) menciptakan kreativitas, (2) perubahan sosial yang


(38)

konstruktif, (3) membangun keterpaduan kelompok dan (4) peningkatan fungsi kekeluargaan/ kebersamaan.

2.3.4 Cara-cara Mengendalikan Konflik Organisasi

Menurut Rivai (2009: 752), terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin dalam kepemimpinannya untuk mengatasi atau mengendalikan konflik, yaitu:

a. Memberikan kesempatan kepada semua anggota kelompok untuk mengemukakan pendapatnya tentang kondisi-kondisi penting yang diinginkan, yang menurut persepsi masing-masing harus dipenuhi dengan pemanfaatan berbagai sumber daya dan dana yang tersedia.

b. Cara lain yang sering ditempuh untuk mengatasi situasi konflik adalah dengan meminta satu pihak menempatkan diri pada posisi orang lain, dan memberikan argumentasi kuat mengenai posisi tersebut. Kemudian posisi peran itu dibalik, pihak yang tadinya mengajukan argumentasi yang mendukung suatu gagasan seolah-olah menentangnya, dan sebaliknya pihak yang tadinya menentang satu gagasan seolah-olah mendukungnya. Setelah itu masing-masing pihak diberi kesempatan untuk melihat posisi orang lain dari sudut pandang pihak lain.

c. Kewenangan pimpinan sebagai sumber kekuatan kelompok. Seorang manajer yang bertugas memimpin suatu kelompok, untuk mengambil keputusan, atau memecahkan masalah secara efektif, perlu memiliki kemahiran menggunakan kekuasaan atau kewenangan yang melekat pada perannya.


(39)

Selain itu ada beberapa cara untuk mengatasi konflik menurut Todd & Nader (2000: 315) dalam bukunya The Disputing Process Law in Ten Societies yaitu: a. Bersabar (Lumping), yaitu suatu tindakan yang merujuk pada sikap untuk

mengabaikan konflik begitu saja atau dengan kata lain isu-isu dalam konflik itu mudah untuk diabaikan, meskipun hubungan dengan orang yang berkonflik itu berlanjut, karena orang yang berkonflik kekurangan informasi atau akses hukumnya tidak kuat.

b. Penghindaran (Avoidance), yaitu suatu tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri hubungannya dengan cara meninggalkannya. Keputusan untuk meninggalkan konflik itu didasarkan pada perhitungan bahwa konflik yang terjadi atau dibuat tidak memiliki kekuatan secara sosial, ekonomi dan emosional.

c. Kekerasan/ paksaan (Coercion), yaitu suatu tindakan yang diambil dalam mengatasi konflik jika dipandang bahwa dampak yang ditimbulkan membahayakan.

d. Negosiasi (Negotiation), ialah tindakan yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan oleh orang-orang yang berkonflik secara bersama-sama tanpa melibatkan pihak ketiga. Kelompok tidak mencari pencapaian solusi dalam term satu aturan, tetapi membuat aturan yang dapat mengorganisir hubungannya dengan pihak lain.

e. Konsiliasi (Conciliation), yaitu tindakan untuk membawa semua yang berkonflik ke meja perundingan. Konsiliator tidak perlu memainkan secara aktif satu bagian dari tahap negosiasi meskipun ia mungkin bisa melakukannya dalam batas diminta oleh yang berkonflik. Konsiliator sering menawarkan kontekstual bagi adanya negosiasi dan bertindak sebagai penengah.

f. Mediasi (Mediation), hal ini menyangkut pihak ketiga yang ikut menangani/ membantu menyelesaikan konflik agar tercapai persetujuan. Pihak ketiga ini bisa dipilih oleh pihak-pihak yang berkonflik atau perwakilan dari luar. Pihak-pihak yang berkonflik itu menyerahkan penyelesaian konflik kepada pihak ketiga tersebut.

g. Arbitrase (Arbitration), kedua belah pihak yang berkonflik setuju pada keterlibatan pihak ketiga yang memiliki otoritas hukum dan mereka sebelumnya harus setuju untuk menerima keputusannya.

h. Peradilan (Adjudication), hal ini merujuk pada intervensi pihak ketiga yang berwenang untuk campur tangan dalam penyelesaian konflik, apakah pihak-pihak yang berkonflik itu menginginkan atau tidak.


(40)

Menurut Rivai (2009: 754-755), pendekatan berikut ini dapat digunakan sebagai kontribusi peran kepemimpinan dalam mengendalikan/ menyelesaikan konflik:

a. Sanggup menyampaikan pokok masalah penyebab timbulnya konflik.

Konflik tidak dapat diselesaikan jika permasalahan pokoknya terisolasi. Konflik sangat tergantung pada konteks dan setiap pihak yang terkait seharusnya memahami konteks tersebut. Permasalahan menjadi jelas tidak berdasarkan asumsi, melainkan jika disampaikan dalam pernyataan pasti. b. Mau mengakui adanya konflik.

Pendekatan dengan konfrontasi dalam menyelesaikan konflik biasanya justru mengarahkan orang untuk membentuk kubu. Untuk itu, bicarakan pokok permasalahan, bukan siapa yang menjadi penyebabnya.

c. Bersedia melatih diri untuk mendengarkan dan mempelajari perbedaan. Pada umumnya kemauan mendengarkan sesuatu dibarengi dengan keinginan untuk memberi tanggapan. Seharusnya kedua belah pihak berusaha untuk benar-benar saling mendengarkan.

d. Sanggup mengajukan usul atau nasihat.

Ajukan usul baru yang didasari oleh tujuan kedua belah pihak dan dapat mengakomodasi keduanya. Tawarkan juga kesediaan untuk selalu dapat membantu perwujudan rencana-rencana tersebut.

e. Minimalisir ketidakcocokan.

Cari jalan tengah di antara kedua belah pihak yang sering berbeda pandangan dan pendapat. Fokuslah pada persamaan dengan mempertimbangkan perbedaan yang sifatnya tidak mendasar.


(41)

Berdasarkan kajian di atas, maka yang dimaksud dengan konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul, karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi berbagai sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan/ atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi, dengan indikator kompetisi, kolaborasi, kompromi, menghindar dan akomodasi (Robbins, 1999: 67)

2.4 Kerangka Pikir

Merujuk pada uraian tentang komitmen kerja guru, kepribadian guru dan konflik organisasi, penulis mengajukan kerangka pikir tentang pengaruh kepribadian guru dan konflik organisasi terhadap komitmen kerja guru seperti dijelaskan di bawah ini.

2.4.1 Pengaruh Kepribadian Guru Terhadap Komitmen Kerja Guru

Kepribadian guru adalah kemampuan guru untuk memahami orang lain dan pengendalian diri, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Guru merupakan bagian dari organisasi sekolah, kemampuannya dalam mengelola kepribadian dalam kaitannya dengan diri sendiri maupun orang lain sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan sekolah.

Guru yang memiliki kepribadian yang baik, diharapkan mampu menguasai emosinya dengan baik, mampu berkomunikasi, bergaul dan memiliki motivasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Jika hal ini terjadi maka dipastikan guru


(42)

yang memiliki kepribadian baik akan mampu mengendalikan diri dan punya motivasi yang tinggi untuk mengembangkan sekolah. Guru yang demikian dikatakan memiliki komitmen kerja tinggi. Demikian sebaliknya jika guru tidak memiliki kepribadian yang baik maka ia akan kurang maksimal dalam melaksanakan tugasnya.

2.4.2 Pengaruh Konflik Organisasi Terhadap Komitmen Kerja Guru Konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi berbagai sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan/ atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Di sekolah diharapkan tercipta suasana kerja yang nyaman, aturan dan norma-norma yang telah disepakati dapat dipatuhi bersama oleh warga sekolah dan segala macam bentuk konflik dalam organisasi sekolah dapat ditekan. Jika kondisi tersebut dapat diciptakan di sekolah, diharapkan akan membuat guru merasa nyaman di tempat kerjanya. Guru merasa diperhatikan oleh atasannya, diberi kesempatan untuk terlibat secara langsung dalam mengembangkan sekolah. Demikian juga sebaliknya jika suasana lingkungan kerja kurang kondusif akan membuat guru merasa tidak nyaman di sekolah. Akibatnya guru tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, dengan kata lain komitmen kerjanya buruk.


(43)

Secara teoritis pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat disajikan pada kerangka berpikir di bawah ini.

.

.

.

Gambar 2.1: Model teoritis pengaruh kepribadian guru (X1) dan konflik organisasi

(X2) terhadap komitmen kerja guru (Y).

Keterangan:

�� . : derajat determinasi antara variabel X1 dengan variabel Y �� . : derajat determinasi antara variabel X2 dengan variabel Y . : derajat determinasi antara variabel X1 dan X2 dengan variabel Y

2.5 Hipotesis

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka di atas maka hipotesis umum yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah:

2.5.1 Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepribadian guru terhadap komitmen kerja guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu. 2.5.2 Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara konflik organisasi

terhadap komitmen kerja guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu. 2.5.3 Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepribadian guru dan

konflik organisasi secara bersama-sama terhadap komitmen kerja guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu.

X

1

X

2


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian ex post facto, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki peritiwa yang telah terjadi dan kemudian merunut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa tersebut (Sugiyono, 2007: 7). Dengan kata lain penelitian ini untuk menentukan apakah perbedaan yang terjadi antar kelompok subyek (dalam variabel independen) menyebabkan terjadinya perbedaan pada variabel terikat (variabel dependen). Melalui penelitian ini akan diketahui pengaruh dan tingkat pengaruh antara masing-masing variabel bebas (kepribadian guru dan konflik organisasi) dengan variabel terikatnya (komitmen kerja guru). Selain itu melalui penelitian ini juga akan diketahui pengaruh dan tingkat pengaruh antara kedua variabel bebas di atas secara bersama-sama dengan variabel terikatnya.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu menurut Sugiyono (2007: 117). Populasi dalam penelitian ini adalah guru-guru di sekolah menengah atas negeri di Kabupaten Pringsewu, yang berjumlah 123 orang. Dari populasi tersebut telah diambil 94 orang sebagai sampel penelitian. Jumlah tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus Slovin pada taraf signifikan 5%.


(45)

� = �

� 2+ 1 Keterangan:

n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi

d = Taraf signifikansi (5% = 0,05)

Untuk menentukan jumlah sampel di tiap-tiap sekolah digunakan teknik proportional random sampling, yaitu penarikan sampel secara acak atas kelompok populasi dengan memperhatikan proporsi setiap kelompok dalam strata populasi sehingga proporsi populasi yang paling kecil pun dapat terwakili, dengan rumus: �= .�

Keterangan :

S = target jumlah sampel x = jumlah keseluruhan sampel y = jumlah populasi

n = jumlah populasi tiap strata

Dengan menggunakan rumus diatas diperoleh jumlah sampel untuk tiap sekolah seperti tertera pada tabel berikut:

Tabel 3.1: Populasi dan sampel penelitian

No. Nama Sekolah Jumlah Guru Jumlah Sampel

1. SMAN 2 Pringsewu 57 orang 44 orang

2. SMAN 1 Sukoharjo 46 orang 35 orang

3. SMAN 1 Banyumas 20 orang 15 orang

Jumlah 123 orang 94 orang


(46)

Cara mencari jumlah keseluruhan sampel: � = �

� 2+ 1 � = 123

123 .0,052+ 1= 94,07 dibulatkan menjadi 94 Jadi, jumlah keseluruhan sampel adalah 94 orang. Cara mencari target jumlah sampel untuk tiap sekolah: �1 = .�1

�1 = 94

123 . 57 = 43,85 dibulatkan menjadi 44

Jadi, target jumlah sampel untuk sekolah SMAN 2 Pringsewu adalah 44 orang. �2 = .�2

�2 = 94

123 . 46 = 35,15 dibulatkan menjadi 35

Jadi, target jumlah sampel untuk sekolah SMAN 1 Sukoharjo adalah 35 orang. �3 = .�3

�3 = 94

123 . 20 = 15,28 dibulatkan menjadi 15

Jadi, target jumlah sampel untuk sekolah SMAN 1 Banyumas adalah 15 orang.

Langkah-langkah pengambilan sampel penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan seluruh populasi dari sekolah-sekolah SMAN di Kabupaten Pringsewu.


(47)

3. Membuat nomor kode guru untuk setiap sekolah sebanyak populasi kemudian dikocok sampai mendapatkan jumlah sampel yang sudah ditentukan sebelumnya.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002: 99). Penelitian ini menggunakan satu variabel terikat (dependen) dan tiga variabel bebas (independen). Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Sugiyono, 2007: 16). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah komitmen kerja guru. Variabel bebas adalah variabel yang dapat mempengaruhi atau menjadi penyebab berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepribadian guru dan konflik organisasi.

3.3.1 Variabel Komitmen Kerja Guru

Secara konseptual yang dimaksud komitmen kerja guru dalam penelitian ini adalah suatu sikap yang mencerminkan sejauh mana seorang guru mengenal dan terikat pada sekolahnya.

Seperti yang diungkapkan Kanter dalam Sopiah (2008: 158) juga mengemukakan tiga bentuk komitmen kerja guru/ organisasional, antara lain: 1) Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen

yang berhubungan dengan dedikasi guru dalam melangsungkan kehidupan organisasi sekolah dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi sekolah.


(48)

2) Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen guru terhadap organisasi sekolah sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi sekolah. Ini terjadi karena guru percaya bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaaat.

3) Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen guru pada norma organisasi sekolah yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sekolah sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.

Secara operasional komitmen kerja guru dalam penelitian ini adalah skor total yang diperoleh dari guru dengan menggunakan angket yang isinya terdiri dari berbagai macam aspek yang berkaitan dengan sikap guru terhadap sekolah.

Komitmen kerja guru pada organisasi sekolah tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Komitmen kerja guru pada organisasi sekolah juga ditentukan oleh sejumlah faktor. Steers dalam Sopiah (2008: 173) mengidentifikasikan ada tiga faktor yang mempengaruhi komitmen guru pada organisasi sekolah, antara lain: (1) ciri pribadi kinerja, termasuk masa jabatannya dalam organisasi sekolah, dan variasi kebutuhan serta keinginan yang berbeda dari tiap guru, (2) ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan sesama guru. (3) pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara guru-guru lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya mengenai organisasi sekolah.


(49)

Masing-masing indikator komitmen kerja guru diukur dengan angket menggunakan skala Likert dengan lima pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Dari variabel komitmen kerja guru disediakan 20 butir soal, sehingga secara teoritis skor yang diperoleh untuk variabel komitmen kerja guru telah bervariasi antara skor minimal 20 sampai dengan skor maksimal 100.

Tabel 3.2: Daftar Pembobotan Penilaian Komitmen Kerja Guru

No Pilihan Jawaban Bobot nilai

1 Sangat Setuju (SS) 5

2 Setuju (S) 4

3 Ragu-ragu (R) 3

4 Tidak Setuju (TS) 2

5 Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Secara rinci dimensi dan indikator yang akan digunakan untuk memperoleh data tentang komitmen kerja guru dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.3: Indikator Instrumen Komitmen Kerja Guru

No Dimensi Indikator Nomor

Butir 1 Afektif (a) ikatan emosi

(b) loyalitas

(c) kesesuaian visi, misi dan nilai

(d) keterlibatan guru

1,2 3,4 5,6 7,8 2 Kesinambungan (a) kebutuhan materi

(b) pengorbanan yang telah dilakukan guru

(c) persepsi keuntungan dan kerugian

9,10 11,12 13,14 3 Normatif (a) tanggung jawab

(b) beban moril (c) tekanan normatif (d) tekanan internal

15,16 17,18 19 20 Sumber: Robbins (1999)


(50)

3.3.2 Variabel Kepribadian Guru

Secara konseptual yang dimaksud kepribadian guru dalam penelitian ini adalah kemampuan guru dalam memahami seseorang dan pengendalian diri, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Guru harus memiliki kemampuan untuk menciptakan suasana hubungan antar manusia (human relations), khususnya dengan para murid sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan (Iskandar, 2012: 6).

Secara operasional kepribadian guru dalam penelitian ini adalah skor total yang diperoleh dari guru dengan mempergunakan angket yang isinya terdiri dari berbagai macam aspek yang berkaitan dengan kepribadian guru. Pengukuran kepribadian guru menggunakan angket tentang kepribadian guru yang meliputi aspek-aspek: (1) kesadaran diri, (2) pengaturan diri, (3) motivasi, (4) empati dan (5) keterampilan social (Goleman, 2002:513-514).

Masing-masing indikator kepribadian guru diukur dengan angket menggunakan skala Likert dengan lima pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Dari variabel kepribadian guru disediakan 20 butir soal, sehingga secara teoritis skor yang diperoleh untuk variabel kepribadian guru telah bervariasi antara skor minimal 20 sampai dengan skor maksimal 100.


(51)

Tabel 3.4: Daftar Pembobotan Penilaian Kepribadian Guru

No Pilihan Jawaban Bobot nilai

1 Sangat Setuju (SS) 5

2 Setuju (S) 4

3 Ragu-ragu (R) 3

4 Tidak Setuju (TS) 2

5 Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Secara rinci dimensi dan indikator yang digunakan untuk memperoleh data tentang kepribadian guru dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.5: Indikator Penilaian Kepribadian Guru

No Dimensi Indikator Nomor Butir

1 Kesadaran diri

(a) sopan santun (b) saling menghargai (c) dialogis

(d) pemanfaatan waktu luang

1 2 3 4 2 Pengaturan

diri

(a) saling menghargai (b) kejujuran

5,6 7,8 3 Motivasi (a) kebebasan untuk melaksanakan

tugas dan menyelesaikannya (b) keberanian menanggung resiko

pekerjaan

9,10 11,12 4 Empati (a) pemberian reward dan hadiah

(b) promosi jenjang karier

13,14 15,16 5 Keterampilan

sosial

(a) pembagian tupoksi

(b) perumusan tujuan organisasi (c) kemudahan birokrasi

17 18 19,20 Sumber: Goleman (2002: 513-514)

3.3.3 Variabel Konflik Organisasi

Secara konseptual yang dimaksud konflik organisasi (organizational conflict) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi berbagai sumber daya yang terbatas atau


(52)

kegiatan-kegiatan kerja dan/ atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi.

Konflik adalah pertentangan dalam hubungan kemanusiaan (intrapersonal atau interpersonal) antara satu pihak dengan pihak yang lain dalam mencapai suatu tujuan, yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan, emosi/ psikologi dan nilai (Rivai, 2009: 749-750).

Secara operasional konflik organisasi dalam penelitian ini adalah skor total yang diperoleh dari guru dengan mempergunakan angket yang isinya terdiri dari berbagai macam aspek yang berkaitan dengan pertentangan dalam hubungan kemanusiaan antara satu pihak dengan pihak lain dalam mencapai suatu tujuan.

Aspek-aspek strategi atau indicator penilaian konflik organisasi antara lain: kompetisi, kolaborasi, kompromi, menghindar dan akomodasi (Robbins, 1999: 67)

Masing-masing indikator konflik organisasi sekolah diukur dengan angket menggunakan skala Likert dengan lima pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Dari variabel konflik organisasi sekolah disediakan 20 butir soal, sehingga secara teoritis skor yang diperoleh untuk variabel konflik organisasi sekolah telah bervariasi antara skor minimal 20 sampai dengan skor maksimal 100.


(53)

Tabel 3.6: Daftar Pembobotan Penilaian Konflik Organisasi

No Pilihan Jawaban Bobot nilai

1 Sangat Setuju (SS) 5

2 Setuju (S) 4

3 Ragu-ragu (R) 3

4 Tidak Setuju (TS) 2

5 Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Secara rinci dimensi dan indikator pernyataan yang digunakan untuk memperoleh data tentang budaya organisasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.7: Indikator Penilaian Konflik Organisasi

No Dimensi Indikator Nomor

Butir 1 Kompetisi (a) berpegang teguh pada

pendirian (b) berdebat dan

membantah

(c) menggunakan berbagai taktik untuk menang (d) menyatakan posisi diri

yang jelas

1 2 3 4 2 Kolaborasi (a) mengidentifikasi

pendapat lawan (b) menganalisis masukan

5 6 3 Kompromi (a) kemampuan

bernegosiasi

(b) mendengarkan yang dikemukakan lawan (c) memberikan

konsekuensi (d) menemukan jalan

tengah

7 8 9 10 4 Menghindar (a) kemampuan untuk

menarik diri (b) kemampuan meninggalkan sesuatu tanpa terselesaikan (c) kemampuan mengesampingkan 11 12 13


(54)

masalah

(d) kemampuan menerima kesalahan

14 5 Akomodasi (a) kemampuan melupakan

keinginan diri sendiri (b) kemampuan melayani

lawan

(c) kemampuan mematuhi perintah

15,16 17,18 19,20 Sumber: Robbins (1999)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan angket atau kuesioner. Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui (Arikunto, 2002: 140). Angket yang digunakan dalam penilitian ini menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (2007: 86) skala Likert dalam penelitian digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena tertentu. Jadi dengan skala Likert peneliti ingin mengetahui bagaimana kepribadian guru, konflik organisasi dan komitmen kerja guru SMA Negeri di Kabupaten Pringsewu.

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi (Arikunto, 2002:160). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas internal, yaitu validitas yang dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen secara keseluruhan (Arikunto, 2002: 168).


(55)

Validitas instrumen dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment seperti yang tertera di bawah ini.

=

� −( )( )

� 2( )2 2( )2

Keterangan :

rxy: koefisien korelasi

N : jumlah subyek atau responden X : skor butir

Y : skor total

(Arikunto, 2002: 162)

Kesesuaian harga rxy yang diperoleh dari perhitungan dengan

menggunakan rumus di atas dikonsultasikan dengan tabel r kritik Product Moment dengan kaidah keputusan apabila rhitung > rtabel, maka instrumen dikatakan valid.

Sebaliknya apabila rhitung < rtabel, maka instrumen dikatakan tidak valid dan tidak

layak untuk pengambilan data.

Reliabilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data (Arikunto, 2002: 170). Pengujian reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas internal yang diperoleh dengan cara menganalisis data dari suatu hasil uji coba dengan rumus Alpha Cronbach:

11

=

� −

1

1

�2

2

Keterangan : r11

: reliabilitas instrumen

k : banyaknya pertanyaan ��2 : jumlah varian butir �2 : varian total


(56)

Hasil perhitungan reliabilitas dikonsultasikan dengan rtabel rata-rata

signifikansi 5% atau internal kepercayaan 95%. Bila harga perhitungan lebih besar dari nilai rtabel maka instrumen dikatakan reliabel. Reliabilitas instrumen

hasil uji coba kemudian diinterprestasikan berdasarkan tabel di bawah ini.

Tabel 3.8: Interpretasi Nilai r

No Besarnya nilai r Interpretasi

1 Antara 0,80 sampai dengan 1,00 Tinggi 2 Antara 0,60 sampai dengan 0,80 Cukup 3 Antara 0,40 sampai dengan 0,60 Rendah 4 Antara 0,20 sampai dengan 0,40 Sangat rendah 5 Antara 0,00 sampai dengan 0,20 Tidak berkorelasi (Arikunto, 2002: 260)

3.5.1 Hasil Uji Validitas

3.5.1.1Hasil Uji Validitas Komitmen Kerja Guru

Valid dan tidaknya butir pernyataan pada komitmen kerja guru dapat dilihat dengan membandingkan antara rhitung dengan rtabel. Jika rhitungrtabel pada taraf

signifikansi α = 0,05 maka butir pernyataan dinyatakan valid dan jika sebaliknya dinyatakan tidak valid. Besar rtabelpada taraf signifikansi α = 0,05, n = 20 sebesar 0,444. Hasil perhitungan secara lengkap validitas Komitmen Kerja Guru (Y) disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.9: Hasil Perhitungan Validitas Komitmen Kerja Guru (Y) No

Item

rhitung rtabel Status No

Item

rhitung rtabel Status

1 0,654 0,444 Valid 11 0,862 0,444 Valid 2 0,690 0,444 Valid 12 0,631 0,444 Valid 3 0,569 0,444 Valid 13 0,598 0,444 Valid 4 0,756 0,444 Valid 14 0,748 0,444 Valid 5 0,626 0,444 Valid 15 0,645 0,444 Valid 6 0,553 0,444 Valid 16 0,506 0,444 Valid


(57)

7 0,920 0,444 Valid 17 0,626 0,444 Valid 8 0,902 0,444 Valid 18 0,888 0,444 Valid 9 0,920 0,444 Valid 19 0,789 0,444 Valid 10 0,449 0,444 Valid 20 0,937 0,444 Valid Sumber: Hasil Perhitungan Uji Coba

Sesuai dengan perhitungan pada Tabel 3.9 dari 20 butir pernyataan yang diajukan semuanya valid, sehingga semuanya dapat digunakan untuk memperoleh data penelitian.

3.5.1.2 Hasil Uji Validitas Kepribadian Guru

Valid dan tidaknya butir pernyataan pada kepribadian guru dapat dilihat dengan membandingkan antara rhitung dengan rtabel. Jika rhitungrtabel pada taraf

signifikansi α = 0,05 maka butir pernyataan dinyatakan valid dan jika sebaliknya dinyatakan tidak valid. Hasil perhitungan secara lengkap validitas Kepribadian Guru (X1) disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.10: Hasil Perhitungan Validitas Kepribadian Guru (X1)

No Item

rhitung rtabel Status No

Item

rhitung rtabel Status

1 0,554 0,444 Valid 11 0,496 0,444 Valid 2 0,609 0,444 Valid 12 0,671 0,444 Valid 3 0,597 0,444 Valid 13 0,699 0,444 Valid 4 0,772 0,444 Valid 14 0,490 0,444 Valid 5 0,703 0,444 Valid 15 0,641 0,444 Valid 6 0,453 0,444 Valid 16 0,590 0,444 Valid 7 0,469 0,444 Valid 17 0,476 0,444 Valid 8 0,548 0,444 Valid 18 0,451 0,444 Valid 9 0,469 0,444 Valid 19 0,627 0,444 Valid 10 0,629 0,444 Valid 20 0,474 0,444 Valid Sumber: Hasil Perhitungan Uji Coba

Sesuai dengan perhitungan pada Tabel 3.10 dari 20 butir pernyataan yang diajukan semuanya valid, sehingga semuanya dapat digunakan untuk memperoleh data penelitian.


(58)

3.5.1.3Hasil Uji Validitas Konflik Organisasi

Valid dan tidaknya butir pernyataan pada konflik organisasi dapat dilihat dengan membandingkan antara rhitung dengan rtabel. Jika rhitungrtabel pada taraf

signifikansi α = 0,05 maka butir pernyataan dinyatakan valid dan jika sebaliknya dinyatakan tidak valid. Hasil perhitungan secara lengkap validitas Konflik Organisasi (X2) disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.11: Hasil Perhitungan Validitas Konflik Organisasi (X2)

No Item

rhitung rtabel Status No

Item

rhitung rtabel Status

1 0,660 0,444 Valid 11 0,550 0,444 Valid 2 0,578 0,444 Valid 12 0,668 0,444 Valid 3 0,691 0,444 Valid 13 0,700 0,444 Valid 4 0,684 0,444 Valid 14 0,722 0,444 Valid 5 0,679 0,444 Valid 15 0,478 0,444 Valid 6 0,550 0,444 Valid 16 0,503 0,444 Valid 7 0,784 0,444 Valid 17 0,793 0,444 Valid 8 0,710 0,444 Valid 18 0,857 0,444 Valid 9 0,668 0,444 Valid 19 0,668 0,444 Valid 10 0,799 0,444 Valid 20 0,468 0,444 Valid Sumber: Hasil Perhitungan Uji Coba

Sesuai dengan perhitungan pada Tabel 3.11 dari 20 butir pernyataan yang diajukan semuanya valid, sehingga semuanya dapat digunakan untuk memperoleh data penelitian.

3.5.2 Hasil Uji Reliabilitas

3.5.2.1 Hasil Uji Reliabilitas Komitmen Kerja Guru

Perhitungan reliabilitas instrumen untuk komitmen kerja guru (Y) dilakukan pada 20 butir pernyataan. Berdasarkan perhitungan yang diperoleh


(59)

koefisien reliabilitas instrumen komitmen kerja guru (Y) sebesar 0,947. Hal ini menunjukkan bahwa reliabilitas dari komitmen kerja guru (Y) tinggi.

Tabel 3.12: Statistika Reliabilitas Komitmen Kerja Guru (Y) Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items .947 20

Sumber: Perhitungan Data Statistik SPSS.20

3.5.2.2 Hasil Uji Reliabilitas Kepribadian Guru

Perhitungan reliabilitas instrumen untuk kepribadian guru (X1) dilakukan

pada 20 butir pernyataan. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan bantuan program. Berdasarkan perhitungan yang diperoleh koefisien reliabilitas instrumen kepribadian guru (X1) sebesar 0,875. Hal ini menunjukkan bahwa reliabilitas dari

kepribadian guru (X1) tinggi.

Tabel 3.13: Statistika Reliabilitas Kepribadian Guru (X1)

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha

N of Items .875 20

Sumber: Perhitungan Data Statistik SPSS.20

3.5.2.3Hasil Uji Reliabilitas Konflik Organisasi

Perhitungan reliabilitas instrumen untuk konflik organisasi (X2) dilakukan


(60)

reliabilitas instrumen konflik organisasi (X2) sebesar 0,924. Hal ini menunjukkan

bahwa reliabilitas dari konflik organisasi (X2) tinggi.

Tabel 3.14: Statistika Reliabilitas Konflik Organisasi (X2)

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha

N of Items .924 20

Sumber: Perhitungan Data Statistik SPSS.20

3.6 Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Analisis data dan pengujian hipotesis merupakan bagian yang sangat penting karena hasil dari analisis data dan pengujian hipotesis akan dijadikan dasar dalam penarikan kesimpulan.

3.6.1 Teknik Analisis Data

Analisis data dimaksudkan untuk menguji kebenaran hipotesis. Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi dan regresi, baik regresi sederhana maupun regresi ganda. Sebelum analisis data dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan deskripsi data penelitian yang terdiri dari 2 (dua) variabel bebas (kepribadian guru dan konflik organisasi) dan 1 (satu) variabel terikat (komitmen kerja guru) dalam bentuk tabel data, distribusi frekuensi, dan diagram batang. Langkah berikutnya adalah melaksanakan uji persyaratan analisis data yang meliputi uji normalitas dan homogenitas data. Setelah kedua uji tersebut dilakukan dengan pengujian hipotesis penelitian.


(1)

pribadi sendiri. Hubungan ini tidak hanya di kelas melainkan juga harus dibina terus di luar sekolah dan hubungan akan berjalan efektif jika guru tersebut dapat memahami karakter unik siswa dan selalu berinteraksi. Jika interaksi tercipta, guru tersebut akan muadah mengarahkan siswa, karena siswa merasa mendapatkan kesadaran dan kemanfaatan atas anjuran guru bersangkutan.

5.2.2 Upaya Mengatasi Konflik Organisasi

Konflik adalah percekcokan, perselisihan atau pertentangan. Konflik tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikendalikan, dikelola bahkan disinergiskan menjadi sesuatu yang dinamis. Pengendalian konflik merupakan salah satu tugas pemimpin dalam kepemimpinannya. Konflik sebagai sesuatu yang tak terhindarkan. Konflik merekat erat dalam tugas guru dalam melaksanakan kegiatan. Petentangan atau konflik akan selalu ada selama guru itu ada, baik secara individu maupun kelompok dalam suatu organisasi.

Konflik dapat terjadi akibat struktur organisasi dan relatif terpisah dari individu yang menduduki peranan di dalam struktur tersebut, ketergantungan pada sumber daya tersebut yang langka serta suatu kegiatan sekolah yang diperebutkan lebih dari satu orang.

Konflik antar individu dapat diakibatkan adanya konflik struktural, ketidaksenangan terhadap orang lain atau faktor lainnya. Konflik ini terjadi pada waktu timbul hambatan komunikasi diantara pihak-pihak yang bersangkutan. Konflik semacam ini disebut juga konflik emosional (emotional issues), yaitu perasaan negatif antar individu seperti ketakutan, ditolak, sentimen, marah, dan


(2)

77

tidak percaya diri. Konflik ini bisa jadi dirasakan oleh satu pihak saja, sedangkan pihak yang lain tidak merasakan adanya hal yang sama bahkan mungkin sama sekali tidak mengetahui adanya konflik semacam itu.

Konflik strategis biasanya dimulai dengan direncanakan terlebih dahulu dalam rangka melaksanakan tujuan tertentu seperti menimbulkan kompetisi di antara pegawai, guna memperoleh bonus, komisi, promosi, memilih pekerjaan tertentu, atau untuk mendapatkan penghargaan. Disamping itu ada konflik kepentingan terjadi apabila individu-individu atau organisasi-organisasi mencari keuntungan atau kepentingan material dan status atau kekuasaan di atas kepentingan pihak lain. Ada juga konflik afektif yaitu konflik ini terjadi akibat timbulnya pertentangan antara pihak-pihak yang memiliki pendapat, nilai atau norma yang berbeda dan bukan diakibatkan oleh sumber daya atau kekuasaan, melainkan berkaitan dengan falsafah atau sikap dalam kepribadian pihak-pihak yang terlibat.

Ada beberapa cara dalam mengatasi konflik diantaranya adalah dengan melakukan negosiasi atau tawar menawar, dengan melakukan konsoludasi diantara pihak-pihak terlibat, dengan menggunakan jasa pihak ketiga, dengan menetapkan atau menciptakan tujuan bersama dengan memfokuskan pada dua dimensi, dengan menggunakan prediksi yang lebih kontekstual.

Jika cara-cara di atas telah dilakukan termasuk dengan gaya kepemimpinan situasional yang diterapkan oleh kepala sekolah maka konflik dapat teratasi dengan baik. Dengan teratasinya konflik maka guru akan mempunyai suatu dorongan dan motivasi yang tinggi untuk melaksanakan tugas dan


(3)

kegiatan-kegiatan sekolah. Secara langsung maupun tidak langsung, konflik yang sudah teratasi akan meningkatkan komitmen kerja guru.

5.3 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian seperti diuraikan di atas, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:

5.3.1 Saran untuk Guru

Kepada guru agar dapat menumbuhkan kepribadian yang baik dan memperkecil konflik dalam organisasi sekolah. Kesadaran menumbuhkan kepribadian yang baik dan memperkecil konflik organisasi sekolah tidak hanya dipengaruhi oleh faktor luar saja, tetapi yang lebih penting adalah yang berasal dari diri sendiri (motivasi intrinsik) yakni upaya peningkatan komitmen kerja dan profesinya.

5.3.2 Saran untuk Kepala Sekolah

Kepala sekolah hendaknya menerapkan gaya kepemimpinan yang baik dan menggunakan pendekatan kekeluargaan. Hal ini dimaksudkan agar tidak timbul salah persepsi antara guru dan kepala sekolah sehingga menimbulkan jarak antara kepala sekolah dengan guru. Pada akhirnya guru memiliki sikap yang positif terhadap kepala sekolah.

5.3.3 Saran untuk UPT Dinas Pendidikan

5.3.3.1Melakukan pembenahan sistem perencanaan rekrutmen kepala sekolah dan pelatihan guru yang lebih baik untuk menjamin dihasilkannya kualitas yang baik pula.


(4)

79

5.3.3.2Analisis dan pemetaan kebutuhan sekolah dalam kebijakannya dan memberikan dukungan yang baik dengan memberikan perhatian baik moral maupun material.

5.3.4 Saran untuk Peneliti

5.3.4.1Dengan keterbatasan pada penelitian ini, tentunya hasil penelitian ini tidaklah sempurna, sehingga saran dan kritik yang membangun agar penulisan berikutnya lebih baik lagi.

5.3.4.2Bagi para peneliti mengenai komitmen kerja guru selanjutnya diharapkan kiranya dapat dijadikan acuan untuk pengembangan teori yang ada.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bahri Djamarah, Syaiful. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Blau, B.A and Boal, B.K. 1995. Conceptualizing How Job Involvement and Organizational Committment Affect Turnover and Absenteism. Academy of Management. Review.

Dharma, A. 1991. Manajemen Prestasi Kerja. Jakarta: Rajawali Pers.

Goleman, Daniel. 2002. Emotional Intelegence (terjemahan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Iskandar. 2012. Psikologi Pendidikan, Sebuah Orientasi Baru. Jakarta: Referensi. Luthans, F. 1998. Organization Behavior. The McGraw-Hill Companies, Inc. Nawawi, Hadari. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis yang

Kompetitif. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Owens, Robert G. 1995. Organizational Behavior in Education. Allyn and Bacon. Boston.

Republik Indonesia. 2003. Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sekretariat Negara. Jakarta.

Rivai, Veithzal. 2009. Education Management, Analisis Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Robbins, Stephen P. 1999. Organizational Behavior: Concept, Controversies, Application. Prentice Hall.

Sardiman, A.M. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Setiawan, Nugraha. 2007. Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin dan Tabel Krejcie-Morgan, Telaah Konsep dan Aplikasinya. Universitas Padjajaran. Bandung.

Siagian, Sondang P. 2002. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Gunung Agung. Jakarta.


(6)

81

Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Penerbit Andi. Yogyakarta. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Alfa Beta. Bandung.

Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukardi, 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Bumi Aksara. Jakarta.

Tasmara, Toto. 2006. Membudayakan Etos Kerja Islami. Gema Insani Press. Jakarta.

Todd & Nader. 2000. The Disputing Process Law in Ten Societies. New York: Prentice Hall.

Toha, Miftah. 2004. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Usman, Husaini. 2009. Manajemen, Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

West Richard dan Lynn H. Turner. 2000. Pengantar Teori Komunikasi, Analisis dan Aplikasi. Terjemahan Maria Natalia Damayanti Maer. Salemba Humanika. Jakarta.

Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Prenada Media. Jakarta. Wursanto, 2005. Dasar-dasar Ilmu Organisasi. Andi


Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI MANAJEMEN SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH METRO PUSAT

1 27 84

THE INFLUENCE OF SCHOOL LEADERSHIP, SCHOOL CLIMATE, ORGANIZATIONAL CULTURE ON ACHIEVEMENT MOTIVATION OF TEACHERS IN THE ELEMENTARY STATE SCHOOL WEST METRO PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, IKLIM SEKOLAH, BUDAYA ORGANISASI TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI

0 11 108

THE EFFECTIVENESS OF THE LEADERSHIP'S ROLE AND FUNCTION OF MUHAMMADIYAH ELEMENTARY SCHOOL PRINCIPAL OF METRO EFEKTIVITAS PERAN DAN FUNGSI KEPALA SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH METRO

3 69 100

The Role of Principal Leadership in Sustainable Professional Development in 4th State Elementary School, East Metro PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN DI SD NEGERI 4 METRO TIMUR KOTA METRO

3 78 78

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN BUDAYA ISLAMI DI SMK MUHAMMADIYAH Peran Kepala Sekolah Dalam Menumbuhkan Budaya Islami Di Smk Muhammadiyah Gubug Grobogan.

0 3 19

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN BUDAYA ISLAMI DI SMK MUHAMMADIYAH Peran Kepala Sekolah Dalam Menumbuhkan Budaya Islami Di Smk Muhammadiyah Gubug Grobogan.

0 2 12

FUNGSI KEPALA SEKOLAH SEBAGAI MOTIVATOR DALAM PENINGKATAN KINERJA SEKOLAH Fungsi Kepala Sekolah Sebagai Motivator Dalam Peningkatan Kinerja Sekolah Studi Empirik Pada Sekolah Dasar Birrul Walidain Muhammadiyah Sragen Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 2 16

MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH PROGAM UNGGULAN (SDMPU) Manajemen Kepala Sekolah Di Sekolah Dasar Muhammadiyah Progam Unggulan (SDMPU) Gedongan Colomadu Tahun Ajaran 2010/2011.

0 0 14

FUNGSI DAN PERAN BISNIS RITEL DALAM SALURAN PEMASARAN The Function and the Role of Retail Business in Marketing Line

0 0 12

MAJLIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PIMPINAN CABANG MUHAMMADIYAH METRO BARAT SMA MUHAMMADIYAH 1 METRO

0 0 5