intrinsik. Unsur-unsur intrinsik yang dikaji dalam penelitian ini berupa alur, penokohan, atar, dan tema.
1. Alur
Schmitt dan Viala 1982: 63 mengemukakan bahwa suatu cara yang dipakai untuk mengatur aksi para tokoh yang bertujuan untuk membawanya ke
dalam tahapan cerita, juga merupakan suatu cara untuk merangkaikan berbagai peristiwa satu dengan yang lain, sehingga membentuk alur cerita. Sementara itu,
Peyroutet 2001: 4 menerangkan bahwa fiksi terdiri dari beberapa peristiwa dan antara peristiwa satu dengan peristiwa lainnya dirangkai menjadi sebuah cerita
secara berurutan dari situasi awal hingga akhir cerita, rangkaian peristiwa itulah disebut alur.
Secara garis besar, Schmitt dan Viala 1982: 62 mengemukakan kembali pendapatnya mengenai definisi alur yaitu
L’ensemble des faits relatés dans un récit constitué son action. Cette action comprend, des actes les agissements des divers participants, des
états qui affectent ces participants, des situations dans lesquelles ils se trouvent, qui concernent les rapports qu’ils ont entre eux, des
événements naturels ou sociaux, qui serviennent indépendamment de la volonté des partcipants. L’action du récit se construit selon les rapports
et transformations de ces quatre elements, actes et événements venant modifier états et situations.
Keseluruhan serangkaian kejadian dalam sebuah cerita merupakan alur. Alur ini terdiri dari tindakan tingkah laku dari para tokoh, keadaan
keadaan yang dialami para tokoh, situasi situasi yang mempengaruhi ialah situasi yang bersangkutan dengan para tokoh, peristiwa berasal
dari sifat atau hubungan sosial yang dirasakan para tokoh. Alur cerita terbentuk berdasarkan kriteria dan perubahan dari keempat elemen
tersebut, tindakan dan peristiwa yang telah merubah keadaan dan situasi dalam cerita.
Namun, peristiwa-peristiwa yang ada dalam sebuah cerita seringkali tidak kronologis sehingga membuat pembaca sulit untuk memahaminya. Untuk
mengatasi kesulitan tersebut Barthes 1981: 11 menyatakan bahwa memahami sebuah cerita tidak hanya sekedar membaca kata demi kata tetapi juga harus
membentuk kerangka ceritanya dengan cara menentukan satuan-satuan cerita di dalamnya yang kemudian disusun secara vertikal dari tahap satu menuju tahap
selanjutnya. Sesuai dengan penjelasan di atas maka sebagai langkah pertama untuk
mempermudah penentuan alur dapat dilakukan dengan cara menyusun satuan- satuan cerita atau yang lebih dikenal dengan istilah sekuen. Pengertian sekuen
oleh Schmitt dan Viala 1982: 63 ialah sebagai berikut. Une séquence est, d’une façon générale, un segment de texte qui
formeun tout cohérent autour d’un même centre d’intérêt. Une séquence narrative correspond à une série de faits représentant une étape dans
l’évolution de l’action. Sekuen, secara umum, bagian dari teks yang membentuksuatu hubungan
saling keterkaitan dalam satu titik pusat perhatian. Sekuen dalam cerita narasi merupakan urutan kejadian yang menunjukkan tahapan dalam
perkembangan aksi.
Akan tetapi, tidak jarang ditemukan dalam pembuatan sekuen terasa begitu kompleks. Untuk membatasi sekuen-sekuen yang kompleks, Schmitt dan
Viala 1982: 27 menentukan kriteria dalam pembuatan sekuen harus terfokus pada satu titik pusat perhatian focalisation dan harus membentuk satu kesatuan
koheren dalam waktu dan ruang yang sama. Selanjutnya, Barthes 1981: 15 menyebutkan bahwa sekuen-sekuen
cerita tidak seluruhnya memiliki kepentingan yang sama. Sekuen terbagi ke dalam