meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Penyebab utama anemia yang paling umum diketahui adalah : 1 kurangnya kandungan zat besi dalam
makanan, 2 penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah, 3 adanya zat-zat yang menghambat penyerapan zat besi, dan 4 adanya parasit di dalam
tubuh seperti cacing tambang atau cacing pita, atau kehilangan banyak darah akibat kecelakaan atau operasi.
Defisiensi zat besi dari makanan biasanya menjadi faktor utama. Jika zat besi yang dikonsumsi telalu sedikit atau bioavailabilitasnya rendah atau makanan
berinteraksi dengan membatasi absorpsi yang dibutuhkan tubuh untuk memenuhi kebutuhan zat besi, cadangan zat besi dalam tubuh akan digunakan dan hal
tersebut dapat menimbulkan defisiensi zat besi Gleason Scrimshaw 2007. Defisiensi zat besi seperti asupan asam folat dan vitamin A, B1, dan C yang
rendah dan penyakit infeksi seperti malaria dan kecacingan dapat pula menimbulkan anemia WHO 2001.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan
prestasi belajar remaja putri di wilayah Bantar Gebang Bekasi. Wilayah Bantar Gebang Bekasi ini merupakan kawasan tempat pembuangan akhir sampah yang
sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai pemulung yang mengais rezeki dengan mengambil kesempatan untuk memilah sampah organik
dan anorganik.
Tujuan Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar
pada remaja putri SMPN 27 di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi.
Tujuan Khusus 1. Mempelajari karakteristik individu contoh dan karakteristik keluarga contoh.
2. Mempelajari perilaku hidup bersih dan sehat contoh.
3. Mempelajari kebiasaan konsumsi pangan dan tingkat kecukupan pangan
contoh.
4. Mempelajari status anemia gizi contoh. 5. Menganalisis hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan
prestasi belajar contoh.
6. Menganalisis hubungan antara konsumsi pangan dengan prestasi belajar contoh.
7. Menganalisis hubungan antara status anemia contoh dengan prestasi belajar contoh.
Hipotesis
Terdapat hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar pada remaja putri di Kelurahan
Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada remaja mengenai pentingnya menjaga higiene dan sanitasi lingkungan, membiasakan
hidup bersih serta menjaga kesehatan, memberikan gambaran tentang makanan yang bersih dan sehat untuk di konsumsi dalam menunjang status gizi dan
prestasi belajar pada remaja putri SMP. Data hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk membuat kebijakan dalam
bidang pendidikan dan kesehatan bagi remaja untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja Putri
WHO mendefinisikan remaja sebagai bagian dari siklus hidup antara usia 10-19 tahun. Remaja berada diantara dua masa hidup, dengan beberapa
masalah gizi yang sering terjadi pada anak-anak dan dewasa WHO 2006. Remaja memiliki pertumbuhan yang cepat
growth spurt dan merupakan waktu pertumbuhan yang intens setelah masa bayi serta satu-satunya periode dalam
hidup individu terjadi peningkatan laju atau kecepatan pertumbuhan. Selama masa remaja, seseorang dapat mencapai 15 persen dari tinggi badan dan 50
persen dari berat badan saat dewasa. Pertumbuhan yang cepat ini sejalan dengan peningkatan kebutuhan zat gizi, yang secara signifikan dipengaruhi oleh
infeksi dan pengeluaran energi UNS-SCN 2006. Masa tulang meningkat sebesar 45 persen dan
remodeling tulang terjadi; jaringan lunak, organ-organ, dan bahkan massa sel darah merah meningkat dalam hal ukuran, akibatnya
kebutuhan zat gizi mencapai titik tertinggi saat remaja. Adanya kekurangan zat gizi makro dan mikro dapat mengganggu pertumbuhan dan menghambat
pematangan seksual. Kebutuhan untuk individu tidak mungkin diestimasikan karena adanya pertimbangan variasi dalam tingkat dan jumlah pertumbuhan
DiMeglio 2000. Pada remaja wanita, puncak pertumbuhan terjadi sekitar 12-18 bulan
sebelum mengalami menstruasi pertama atau sekitar usia 10-14 tahun ADBSCN 2001 diacu dalam Briawan 2008. Selama periode remaja, kebutuhan
zat besi meningkat secara dramatis sebagai hasil dari ekspansi total volume darah, peningkatan massa lemak tubuh dan terjadinya menstruasi pada remaja
putri Beard 2000. Pada wanita, kebutuhan yang tinggi akan zat besi terutama disebabkan kehilangan zat besi selama menstruasi Wiseman 2002. Secara
keseluruhan, kebutuhan zat besi meningkat dari kebutuhan saat sebelum remaja sebesar 0.7-0.9 mg Fehari menjadi 2.2 mg Fehari atau mungkin lebih saat
menstruasi berat. Peningkatan kebutuhan ini berhubungan dengan waktu dan ukuran
growth spurt sama seperti kematangan seksual dan terjadinya menstruasi. Hal ini mengakibatkan wanita lebih rawan terhadap anemia besi
dibandingkan pria Beard 2000. Wanita cenderung mempunyai simpanan zat besi yang lebih rendah
dibandingkan pria, membuat wanita lebih rentan mengalami defisiensi zat besi saat asupan zat besi kurang atau kebutuhan meningkat. Jika zat besi yang
dikonsumsi terlalu sedikit atau bioavailabilitasnya rendah atau makanan berinteraksi dengan membatasi absorpsi yang dibutuhkan tubuh untuk memenuhi
kebutuhan zat besi, cadangan zat besi dalam tubuh akan digunakan dan hal tersebut dapat menimbulkan defisiensi zat besi Gleason Scrimshaw 2007.
Pada masa remaja, seseorang akan mengalami perubahan baik kognitif, sosial- emosional, dan gaya hidup yang dapat menciptakan dampak yang sangat besar
dalam kebiasaan makan remaja.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat
dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui
pendekatan advokasi, bina suasana social support dan gerakan masyarakat
empowerment sehingga dapat menerapkan cara hidup sehat, dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat Notoatmodjo
2007. Menurut Depkes 2004, perilaku hidup bersih dan sehat adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko
terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS menitikberatkan pada pengertian perilaku sehat, dan dibagi ke dalam tiga indikator, yaitu indikator
nasional, indikator lokal spesifik, dan indikator di tiap tatanan. Pada tingkat nasional, terdapat tiga indikator PHBS, yaitu persentase penduduk tidak
merokok, persentase penduduk yang mengkonsumsi sayur dan buah-buahan, serta persentase penduduk yang melakukan aktifitas fisikolahraga Effendi dkk
2010. Indikator lokal spesifik merupakan indikator nasional yang ditambah
dengan beberapa Indikator lokal spesifik masing-masing daerah sesuai dengan situasi dan kondisi daerah. Menurut Depkes RI 2008, terdapat 16 indikator lokal
spesifik PHBS yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku sehat, yaitu: 1. Ibu hamil memeriksakan kehamilannya
2. Ibu melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan 3. Pasangan usia subur PUS memakai alat KB
4. Balita ditimbang
5. Penduduk sarapan pagi sebelum melakukan aktifitas
6. Bayi mendapatkan imunisasi lengkap 7. Penduduk minum air bersih yang masak
8. Penduduk menggunakan jamban yang sehat 9. Penduduk mencuci tangan dengan sabun
10. Penduduk menggososk gigi sebelum tidur 11. Penduduk tidak menggunakan napza
12. Penduduk mempunyai askestabunganuangemas 13.
Penduduk wanita memeriksakan kesehatan secara berkala dengan SADARI periksa payudara sendiri
14. Penduduk memeriksakan kesehatan secara berkala untuk mengukur hipertensi
15. Penduduk wanita memeriksakan kesehatan secara berkala dengan Pap Smear
16. Perilaku seksual dan indicator lain yang diperlukan sesuai prioritas masalah kesehatan yang ada didaerah
Indikator lain yang juga digunakan untuk menentukan baik atau tidaknya PHBS pada suatu keluarga adalah indeks potensi keluarga sehat IPKS yang
terdiri atas 7 macam indikator menurut Depkes 2008, antara lain sebagai berikut:
1. Tersedianya sarana air bersih 2. Tersedianya jamban keluarga
3. Lantai rumah bukan dari tanah 4. Peserta
KB 5. Memantau tumbuh kembang anak
6. Tidak ada anggota keluarga yang merokok 7. Menjadi peserta JPKM
Sasaran dari program PHBS mencakup lima tatanan, yaitu: tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat umum dan sarana
kesehatan. Sedangkan sasaran program PHBS dalam tatanan keluarga adalah pasangan usia subur, ibu hamil dan atau menyusui, balita dan remaja, usia
lanjut, dan pengasuh anak Depkes RI 2007c. menurut Dinkes 2006, sasaran PHBS dalam tatanan rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga secara
keseluruhan dan dibagi menjadi tiga kelompok, yakni: 1. Sasaran
primer
Merupakan sasaran utama dalam rumah tangga yang akan diubah perilakunya atau anggota keluarga yang bermasalah individu dalam
keljuarga yang bermasalah. 2. Sasaran
sekunder Merupakan sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam keluarga
yang bermasalah, misalnya kepala keluarga, ibu, orang tua, tokoh keluarga, tokoh agama, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas
sektor terkait, PKK, dan lain sebagainya. 3. Sasaran
tersier Merupakan sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu
dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS, misalnya seperti kepala desa,
lurah, camat, kepala puskesmas, guru, tokoh masyarakat, dan lain sebagainya.
Perilaku hidup sehat juga diklasifikasikan ke dalam beberapa perilaku menurut Becker 1979 dalam Notoatmodjo 2007b, yakni sebagai berikut:
1. Makan dengan menu seimbang appropriate diet. Menu seimbang yang
dimaksud adalah dalam arti kualitas yakni mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh, dan dalam arti kuantitas yakni jumlahnya cukup untuk
memenuhi kebutuhan. 2. Olahraga teratur mencakup kualitas gerakan dan kuantitas dalam arti
frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga. 3.
Tidak merokok. Merokok merupakan kebiasaan buruk yang mengakibatkan berbagai macam penyakit. Meski demikian, pada
kenyataannya kebiasaan merokok di Indonesia seolah sudah membudaya hampir 50 penduduk Indonesia usia dewasa. Bahkan saat
ini diperkirakan sekitar 15 remaja telah merokok. 4. Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum-minuman
keras dan mengkonsumsi narkoba narkotik dan bahan-bahan berbahaya lainnya juga semakin meningkat, yakni diperkirakan sekitar 1 penduduk
Indonesia dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasaan minum- minuman keras.
5. Istirahat secara cukup. Meningkatnya kebutuhan hidup akibat tuntutan penyesuaian dengan lingkungan modern, mengharuskan seseorang
untuk bekerja keras dan berlebihan sehingga waktu istirahat menjadi
berkurang. Hal tersebut apabila terus berlanjut dapat membahayakan kesehatan.
6. Mengendalikan stres. Stres dapat terjadi pada siapa saja, dan lebih sebagai akibat dari tuntutan hidup yang sulit. Stres tidak dapat dihindari,
namun yang terpenting dalam menjaga agar stres tidak menyebabkan gangguan kesehatan. Stres dapat dikendalikan dengan melakukan
kegiatan-kegiatan positif. 7. Perilaku atau gaya hidup yang positif bagi kesehatan, misalnya dengan
tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks, dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Perilaku hidup sehat sangat erat kaitannya dengan higiene perorangan personal hygiene. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dengan sabun
dan air bersih merupakan salah satu yang termasuk dalam higiene perorangan yang mampu mencegah resiko terkena diare Nurwulan 2003. Selain itu
kebersihan pribadi juga mencakup : kebersihan kulit, rambut, mata, kuku, hidung, telinga, mulut dan gigi, tangan dan kaki, pakaian, serta kebersihan sesudah
buang air kecil dan besar Depkes 2004. Cuci tangan sebelum makan merupakan salah satu faktor determinan
status anemia. Sebagaimana diketahui bahwa cuci tangan sebelum makan merupakan salah satu perilaku hidup sehat. Melalui membiasakan mencuci
tangan sebelum makan diharapkan kuman-kuman tersebut tidak turut masuk ke dalam mulut, selanjutnya akan menyebabkan kecacingan sebab cacing di perut
sebagai pemicu terjadinya anemia. Anak yang rutin mencuci tangan ternyata mempunyai resiko lebih kecil untuk terkena anemia Irawati
et al 2000.
Kecukupan Gizi Remaja
Kelompok umur remaja menunjukkan fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut “
adolescence growth spurt”, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya. Pada remaja laki-laki kegiatan jasmaniah sangat
meningkat, karena biasanya pada umur inilah perhatian untuk olahraga sedang tinggi-tingginya, seperti atletik, mendaki gunung, sepak bola, hiking, dan
sebagainya Ricket 1996. Remaja putri sangat mementingkan bentuk badannya, sehingga banyak
yang berdiet tanpa nasihat atau pengawasan seorang ahli kesehatan dan gizi Sediaoetama 2000. Tidak sedikit survei yang mencatat ketidakcukupan asupan
zat gizi para remaja. Mereka bukan hanya melewatkan waktu makan terutama
sarapan dengan alasan sibuk, tetapi juga terlihat sangat senang mengkonsumsi junk food. Disamping itu, kekhawatiran menjadi gemuk telah memaksa mereka
untuk mengurangi jumlah pangan yang seharusnya dikonsumsi. Gaya hidup dan kebiasaan makan cenderung berubah ketika masa remaja, hal ini sangat
mempengaruhi asupan zat gizi Arisman 2002. Kebutuhan zat gizi remaja secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Angka kecukupan gizi remaja Zat Gizi
Perempuan tahun Laki-laki tahun
13-15 16-18 13-15
16-18 Energi Kal
2350 2200
2400 2600
Protein g 57
55 60
65 Kalsium mg
1000 1000
1000 1000
Besi mg 26
26 19
15 Vit A RE
600 600
600 600
Vit E mg 15
15 15
15 Vit B1 mg
1.1 1.1
1.2 1.3
Vit C mg 65
75 75
90 Folat mg
400 400
400 400
Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 2004
Banyaknya zat besi yang hilang dari tubuh seseorang berbeda-beda, tergantung simpanan zat besi yang dimilikinya. Apabila tubuh mempunyai
simpanan zat besi dalam jumlah banyak, maka zat besi yang dikeluarkan dari tubuh juga banyak. Sebaliknya pada orang yang menderita anemia gizi, jumlah
zat besi yang dikeluarkan juga sedikit Wirakusumah 2001. Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi heme dalam
hemoglobin dan mioglobin makanan hewani dan besi non heme dalam makanan nabati. Sumber besi non heme yang baik diantaranya adalah kacang-
kacangan. Asam fitat yang terkandung dalam kedelai dan hasil olahannya dapat menghambat penyerapan besi. Namun karena zat besi yang terkandung dalam
kedelai dan hasil olahannya cukup tinggi, hasil akhir terhadap penyerapan besi pun biasanya akan positif. Sayuran daun berwarna hijau memiliki kandungan zat
besi yang tinggi sehingga jika sering dikonsumsi maka akan meningkatkan cadangan zat besi di dalam tubuh. Beberapa jenis sayuran hijau juga
mengandung asam oksalat yang dapat menghambat penyerapan besi, namun efek menghambatnya relatif lebih kecil dibandingkan asam fitat dalam serealia
dan tannin yang terdapat dalam teh dan kopi Almatsier 2002. Bioavailabilitas zat besi dalam makanan sangat dipengaruhi oleh faktor
pendorong dan penghambat. Absorpsi zat besi dapat bervariasi dari 1-40 persen tergantung pada faktor pendorong dan penghambat dalam makanan WHO
2001. Menurut FAOWHO 2001, faktor pendorong penyerapan zat besi
diantaranya : Besi heme yaitu terdapat dalam daging, unggas, ikan, dan seafood,
asam askorbat atau vitamin C, terdapat dalam buah-buahan, serta makanan fermentasi seperti asinan dan kecap. Sedangkan faktor penghambat penyerapan
zat besi : Fitat yaitu terdapat dalam sekam dan butir serealia, tepung, kacang- kacangan, makanan dengan kandungan inositol tinggi, besi yang terikat
phenolic tannin; teh, kopi, coklat, beberapa bumbu seperti oregano, sumber kalsium
terutama dari susu dan produk olahan susu Sumber baik zat besi berasal dari pangan hewani seperti daging, unggas,
dan ikan karena mempunyai ketersediaan biologik yang tinggi Almatsier 2001. Pangan hewani seperti daging sapi, daging unggas, dan ikan memiliki
Meat, Fish, Poultry Factor MPF Factor yang dapat meningkatkan penyerapan besi.
hasil pencernaan ketiga pangan tersebut menghasilkan asam amino cystein
dalam jumlah besar. Selanjutnya asam amino tersebut mengikat besi dan membantu penyerapannya Groff Gropper 2000 diacu dalam Puri 2007.
Konsumsi pangan yang rendah kandungan zat besi dapat menyebabkan ketidakseimbangan besi di dalam tubuh. Selain itu, tingginya konsumsi pangan
yang dapat menghambat penyerapan besi dan rendahnya konsumsi pangan yang dapat membantu penyerapan besi di dalam tubuh juga dapat menyebabkan
ketidakseimbangan besi di dalam tubuh. Jika hal tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka dapat menyebabkan defisiensi besi Almatsier
2002. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui konsumsi
pangan adalah metode frekuensi pangan yang dalam pelaksanaannya dilakukan pencatatan frekuensi atau banyak kali penggunaan pangan yang biasanya
dikonsumsi untuk suatu periode waktu tertentu. Metode ini bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif
tentang pola konsumsi. Dengan metode ini dapat dilakukan penilaian frekuensi penggunaan pangan atau kelompok pangan tertentu sumber lemak, sumber
protein, sumber zat besi, dan lain sebagainya selama kurun waktu yang spesifik per hari, minggu, bulan, tahun dan sekaligus mengestimasi konsumsi zat
gizinya. Kuisioner biasanya mempunyai dua komponen utama yaitu daftar pangan dan frekuensi penggunaan pangan Kusharto Sa’diyyah 2006.
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan rasa lapar
atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan
sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat Sedioetama 2000. Konsumsi pangan merupakan faktor utama
untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta
untuk pertumbuhan Harper et al. 1986.
Konsumsi pangan seseorang yang telah memenuhi kecukupan gizi dianjurkan untuk hidup sehat diketahui setelah dilakukan perbandingan antara
masing-masing zat gizi yang diperoleh dari pangan yang dikonsumsi dengan jumlah masing-masing kecukupan gizi yang dianjurkan Hardinsyah Martianto
1989. Selanjutnya Hardinsyah dan Martianto 1989 juga mengemukakan bahwa pengertian konsumsi gizi berbeda dengan kecukupan gizi. Konsumsi adalah
sesuatu yang nyata, sedangkan kecukupan adalah kondisi yang seharusnya atau sebaliknya. Makanan yang cukup adalah makanan yang jika dikonsumsi setiap
harinya dapat memenuhi kebutuhan zat-zat gizi dalam kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas makanan menunjukkan adanya semua zat gizi yang
diperlukan tubuh dalam susunan makanan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kuantitas menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi
terhadap kebutuhan tubuh Sediaoetama 2000. Konsumsi pangan keluarga, individu maupun golongan tertentu dapat
diketahui dengan melakukan survei konsumsi pangan secara kualitatif maupun kuantitatif Suhardjo 1989. Selanjutnya dikatakan bahwa survei konsumsi
pangan secara kualitatif dimaksudkan untuk mengetahui frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang
kebiasaan makan serta cara memperoleh pangan. Survei pangan secara kuantitatif dapat dilakukan dengan empat metode yaitu a metode
recall mengingat, b metode inventaris, c metode pendaftaran dan d metode
penimbangan Riyadi 1995. Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harper
et al. 1986, faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi dan ketersediaan
pangan. Menurut Sedioetama 2000, Untuk tingkat konsumsi lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan
mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi
dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan
kuantitas harus dapat terpenuhi. Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein, pada tahap awal akan meyebabkan rasa lapar dan dalam
jangka waktu tertentu berat badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan
menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah
terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian Hardinsyah Martianto 1994.
Menurut Suhardjo 1989, pada umumnya remaja mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik. Beberapa remaja, khususnya remaja putri sering
mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut kegemukan. Kebiasaan makan remaja rata-
rata tidak lebih dari 3 kali dan disebut makan bukan hanya dalam konteks mengkonsumsi makanan pokok saja tetapi makanan ringan juga dianggap
sebagai makan. Survei yang dilakukan Hurlock 1997 menunjukkan bahwa remaja suka
sekali jajan makanan ringan. Jenis makanan ringan yang dikonsumsi adalah kue- kue yang rasanya manis dan golongan pastry serta permen. Sedangkan
golongan sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung vitamin A dan vitamin C tidak popular atau jarang dikonsumsi, sehingga dalam diet mereka
rendah akan zat besi, kalsium, vitamin C, vitamin A dan lain-lain. Disamping itu hasil survei juga menunjukkan bahwa remaja suka minum-minuman ringan
soft drink, teh dan kopi. Frekuensi minum-minuman ringan soft drink, teh dan kopi
lebih sering dibandingkan dengan minum susu.
Anemia
Status zat besi tiap individu bermacam-macam mulai dari kelebihan zat besi sampai anemia defisiensi zat besi. Walaupun kebutuhan zat besi bervariasi
pada tiap grup yang tergantung pada faktor-faktor seperti pertumbuhan bayi, remaja, kehamilan, dan perbedaan kehilangan normal zat besi menstruasi dan
kelahiran, terjadi proses yang diatur tubuh dalam meningkatkan absorpsi zat besi sejalan dengan penggunaan zat besi dan menurunkan absorpsi zat besi
yang disimpan di dalam tubuh sejalan dengan adanya asupan makanan Gleason Scrimshaw 2007.
Anemia terjadi apabila kepekatan hemoglobin dalam darah di bawah batas normal. Hemoglobin ialah sejenis pigmen yang terdapat dalam sel darah
merah, bertugas membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Zat besi mempunyai peranan penting dalam tubuh, selain membantu hemoglobin
mengangkut oksigen dan mioglobin menyimpan oksigen, zat besi juga membantu berbagai macam enzim dalam mengikat oksigen untuk proses pembakaran
Brody 1994. Anemia gizi adalah suatu keadaan kekurangan kadar hemoglobin dalam darah yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk
pembentukan hemoglobin Depkes 1998. Menurut WHO 2001, batas ambang anemia untuk wanita usia 11 tahun
keatas adalah apabila konsentrasi atau kadar hemoglobin dalam darah kurang dari 12 gdl. Penggolongan jenis anemia menjadi ringan, sedang, dan berat
belum ada keseragaman mengenai batasannya, namun untuk mempermudah pelaksanaan pengobatan dan mensukseskan program lapangan, menurut
ACCSCN 1991, anemia dapat digolongkan menjadi tiga : Tabel 2 Penggolongan anemia menurut kadar Hb
Anemia Hb gdl
Ringan 10.0-11.9 Sedang 7.0-9.9
Berat 7.0
Sumber : ACCSCN 1991
Hemoglobin Hb
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Hemoglobin berfungsi sebagai pembawa oksigen. Hemoglobin memiliki afinitas daya
gabung kuat dengan O
2
dan dengan oksigen tersebut membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah, maka oksigen dapat dibawa dari paru-
paru ke jaringan tubuh Roosita, Uripi dan Nasoetion 2006. Ganong 2001 mengatakan bahwa hemoglobin adalah molekul globuler yang dibentuk dari
empat subunit. Tiap-tiap sub unit mengandung heme yang bergabung dengan polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi.
polipeptida secara keseluruhan dinyatakan sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin. Terdapat dua pasang pada tiap-tiap molekul hemoglobin, 2 sub unit
mengandung satu jenis polipeptida pada tiap-tiap molekul hemoglobin, 2 sub unit mengandung satu jenis polipeptida dan 2 mengandung polipeptida lain.
Menurut Brody 1994, hemoglobin memiliki berat molekul 64500 dan tersusun atas empat sub unit. Dua sub unit disebut
α-globin, dan dua lainnya disebut
β-globin. Masing-masing sub unit mengandung sebuah grup heme yang dapat mengikat sebuah molekul oksigen. Atom besi yang terdapat dalam
kelompok heme tersebut harus dalam bentuk fero untuk mengikat oksigen. Kadar hemoglobin Hb ± 15 g gram per dl darah. Hemoglobin merupakan molekul
protein didalam sel darah merah yang bergabung dengan oksigen dan karbon dioksida untuk diangkut melalui sistem peredaran darah kedalam jaringan tubuh.
Ion besi dalam bentuk Fe
+2
dalam hemoglobin memberikan warna merah pada darah. Dalam keadaan normal 100 ml darah mengandung 15 gram hemoglobin
yang mampu mengangkut 0.03 gram oksigen. Kadar hemoglonin normal dalam darah untuk wanita usia subur adalah 12 g g per dl darah. Cara penentuan
kadar hemoglobin yang dianggap cukup teliti dan dianjurkan oleh International
Communite for Standarrization in Hematology ICHS adalah Cyanmethemoglobin Sediaoetama 2000. Adapun batas normal kadar
hemoglobin menurut WHO 2001 adalah sebagai berikut: Tabel 3 Batas normal kadar hemoglobin Hb
Kelompok Kadar Hb
g Anak balita
11 g Anak usia sekolah
12 g Wanita dewasa
12 g Laki-laki dewasa
13 g Ibu hamil
11 g Ibu menyusui
12 g Sumber : WHO 2001
Pengukuran Anemia
Metode yang sering digunakan untuk pengukuran hemoglobin adalah metode
cyanmethemoglobin menggunakan system HemoCue sesuai anjuran WHO dan
International Commite for Standardization in Himatologi ICSH. Metode ini digunakan untuk melihat kadar hemoglobin secara kuantitatif dan
merupakan metode laboratorium yang terbaik Stoltfus dan Dreyflus 1998 diacu dalam Basri. Untuk memperkirakan prevalensi anemia dengan mengukur
hemoglobin dengan metode cyanmethemoglobin, mempunyai nilai sensitivitas
dan spesifisitas masing-masing sebesar 82.4 dan 94 Basri 2011.
Faktor penyebab anemia
Sebelum terjadi anemia biasanya terjadi kekurangan zat besi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal, simpanan zat besi yang berbentuk ferritin dan
hemosiderin menurun dan absorpsi besi meningkat. Daya ikat besi iron binding
capacity meningkat seiring dengan menurunnya simpanan zat besi dalam sumsum tulang dan hati. Hal ini menandakan berkurangnya zat besi dalam
plasma. Selanjutnya zat besi yang tersedia untuk pembentukan sel-sel darah merah sistem eritropoesis di dalam sumsum tulang berkurang dan terjadi
penurunan jumlah sel darah merah dalam jaringan. Pada tahap akhir, hemoglobin menurun
hypocromic dan eritrosit menjadi microcytic dan terjadi anemia gizi besi Wirakusumah 2001.
Anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Depkes 1998, anemia terjadi karena : 1 kandungan zat besi makanan yang dikonsumsi tidak
mencukupi kebutuhan, 2 meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, dan 3 meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Penyebab utama anemia yang
paling umum diketahui adalah : 1 kurangnya kandungan zat besi dalam makanan, 2 penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah, 3 adanya
zat-zat yang menghambat penyerapan zat besi, dan 4 adanya parasit di dalam tubuh seperti cacing tambang atau cacing pita, atau kehilangan banyak darah
akibat kecelakaan atau operasi Biesalki dan Erhardt 2007. Defisiensi zat besi dari makanan biasanya menjadi faktor utama. Jika zat
besi yang dikonsumsi telalu sedikit atau bioavailabilitasnya rendah atau makanan berinteraksi dengan membatasi absorpsi yang dibutuhkan tubuh untuk memenuhi
kebutuhan zat besi, cadangan zat besi dalam tubuh akan digunakan dan hal tersebut dapat menimbulkan defisiensi zat besi Gleason Scrimshaw 2007.
Defisiensi zat besi seperti asupan asam folat dan vitamin A, B1, dan C yang rendah dan penyakit infeksi seperti malaria dan kecacingan dapat pula
menimbulkan anemia WHO 2001.
Faktor Risiko Anemia Menstruasi
Anemia pada remaja putri disebabkan masa remaja adalah masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih tinggi termasuk zat besi. Selain
itu pada masa remaja putri, seseorang akan mengalami menstruasi. Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus disertai pelepasan
endometrium. Lama menstruasi biasanya antara 3-5 hari dan ada yang 1-2 hari. Beberapa faktor yang mengganggu kelancaran siklus menstruasi yaitu faktor
stress, perubahan berat badan, olahraga yang berlebihan, dan keluhan menstruasi. Panjang daur dapat bervariasi pada satu wanita selama saat-saat
yang berbeda dalam hidupnya Affandi 1990.
Menstruasi adalah suatu proses fisiologis yang dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain lingkungan, musim, dan tingginya tempat tinggal dari
permukaan laut. Faktor lain yang penting adalah faktor sosial misalnya status perkawinan dan lamanya menstruasi ibu. Rata-rata lama perdarahan pada
kebanyakan wanita setiap periode kurang lebih tetap Affandi 1990. Pada saat menstruasi terjadi pengeluaran draah dari dalam tubuh. Hal ini
menyebabkan zat besi yang terkandung dalam hemoglobin, salah satu komponen sel darah merah, juga ikut terbuang. Semakin lama menstruasi
berlangsung, maka semakin banyak pengeluaran dari tubuh. Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran zat besi meningkat dan keseimbangan zat besi
dalam tubuh terganggu Depkes 1998. Menstruasi menyebabkan wanita kehilangan zat besi hingga dua kali jumlah kehilangan zat besi pada laki-laki
Brody 1994. Apabila darah yang keluar saat menstruasi cukup banyak, berarti jumlah zat besi yang hilang dari tubuh juga cukup besar. Setiap orang mengalami
kehilangan darah dalam jumlah yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keturunan, keadaan kelahiran, dan besar tubuh Affandi
1990. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah darah yang hilang
selama satu periode menstruasi berkisar antara 20-25 cc dan dianggap abnormal jika kehilangan darah menstruasi lebih dari 80 ml Affandi 1990. Jumlah 20-25
cc menyiratkan kehilangan zat besi sebesar 12.5-15 mgbulan atau kira-kira sama dengan 0.4-0.5 mg sehari. Jika jumlah tersebut ditambah dengan
kehilangan basal maka jumlah total zat besi yang hilang sebesar 1.25 mg per hari Arisman 2002. Wanita usia muda relatif lebih sedikit kehilangan darah
menstruasi dibandingkan dengan wanita usia lanjut yang masih mendapat menstruasi. Kebanyakan wanita dengan tingkat menstruasi yang berat sangat
mungkin terkena anemia ringan Wiseman 2002.
Status Gizi
Status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang
lama. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik Supariasa
et al 2001. Pengukuran antropometri terdiri dari dua dimensi yaitu pengukuran pertumbuhan
dan komposisi tubuh pengukuran komponen lemak dan komponen bukan lemak.
Menurut Riyadi 2001, indikator antropometri yang dipakai di lapangan adalah berat badan untuk mengetahui massa tubuh dan panjang atau tinggi
badan untuk mengetahui dimensi berat linier dan indikator tersebut sangat tergantung pada umur. Antropometri sangat penting pada masa remaja karena
antropometri dapat memonitor dan mengevaluasi perubahan pertumbuhan dan kematangan yang dipengaruhi oleh faktor hormonal. Pengukuran paling reliabel
untuk ras spesifik dan popular untuk menentukan status gizi pada masa remaja saat ini adalah Indeks Massa Tubuh IMT. IMT merupakan indeks berat badan
seseorang dalam hubungannya dengan tinggi badan, yang ditentukan dengan membagi berat badan dalam satuan kg dengan kuadrat tinggi badan dalam
satuan meter. Berikut adalah rata-rata berat berat badan dan tinggi badan wanita berdasarkan usia menurut WNPG 2004.
Tabel 4 Rata-rata BB dan TB wanita berdasarkan usia Usia
Berat badan kg Tinggi badan cm
Rata-rata SD Rata-rata SD 10-12 tahun
38.4 9.2
145.4 8.8
13-15 tahun 44.6
6.7 152.3
4.6 16-18 tahun
46.3 4.6
149.1 4.9
Sumber : Jahari Jus’at 2004 dalam WNPG 2004 Pada periode remaja, 20 persen tinggi badan dan 50 persen berat badan
saat dewasa telah dicapai. Oleh karena itu kebutuhan zat gizi mencapai titik tertinggi saat remaja dan adanya kekurangan zat gizi makro dan mikro dapat
mengganggu pertumbuhan dan menghambat pematangan seksual. Wanita yang berstatus gizi baik akan lebih cepat mengalami pertumbuhan badan dan akan
lebih cepat mengalami menstruasi. Sebaliknya wanita yang berstatus gizi buruk pertumbuhannya akan lambat serta menstruasinya akan lebih lambat ABDSCN
2001 diacu dalam Briawan 2008. IMT mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin Thomson 2007. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
Permaesih dan Herman 2005 yang menunjukkan bahwa remaja yang mempunyai IMT kurang atau tubuh kurus mempunyai risiko 1.5 kali untuk
menjadi anemia.
Riwayat Penyakit
Anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi Permaesih dan Herman 2005. Telah diketahui secara luas bahwa infeksi
merupakan faktor yang penting dalam menimbulkan kejadian anemia, dan anemia merupakan konsekuensi dari peradangan dan asupan makanan yang
tidak memenuhi kebutuhan zat besi Thurnham Northrop-Clewes 2007. Kehilangan darah akibat
schistosomiasis, infestasi cacing, dan trauma dapat
menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia. Angka kesakitan akibat penyakit infeksi meningkat pada populasi defisiensi besi akibat efek yang merugikan
terhadap sistem imun. Malaria karena hemolisis dan beberapa infeksi parasit seperti cacing,
trichuriasis, amoebiasis, dan schistosomiasis menyebabkan kehilangan darah secara langsung dan kehilangan darah tersebut
mengakibatkan defisiensi besi WHO 2001. Adanya infeksi cacing tambang menyebabkan pendarahan pada dinding
usus, meskipun sedikit tetapi terjadi terus-menerus sehingga dapat mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi. Infeksi cacing merupakan
contributor utama terjadinya anemia dan defisiensi besi. Cacing tambang dapat menyebabkan perdarahan usus yang memicu kehilangan darah akibat beban
cacing dalam usus. Intensitas infeksi cacing tambang yang menyebabkan anemia defisiensi zat besi bervariasi menurut spesies dan status zat besi
populasi. Cacing tambang yang menyebabkan kehilangan darah terbesar adalah A. duodenale Dreyfuss et al 2000.
Peningkatan kejadian akibat malaria pada penderita anemia gizi besi dapat memperberat keadaan anemia. Malaria adalah infeksi parasit yang
ditimbulkan oleh satu dari empat spesies dari genus Plasmodium yaitu P. vivax,
P. falciparum, P. ovale, dan P. malariae. Pada malaria P. falciparum, anemia
sering ditemukan dan menggambarkan anemia berat Shulman et al 1994.
Menurut hasil penelitian Wijianto 2002, penyakit infeksi seperti malaria dapat menyebabkan rendahnya kadar Hb yang terjadi akibat hemolisis intravaskuler.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada wanita hamil di Nepal, terdapat bukti bahwa malaria berhubungan dengan defisiensi besi. Konsentrasi serum ferritin
pada wanita yang terjangkit P. vivax lebih rendah dan proporsi wanita dengan
serum ferritin lebih rendah cenderung meningkat Dreyfuss et al 2000.
Peradangan dan pemanfaatan hemoglobin oleh parasit memegang peranan penting dalam etiologi anemia pada malaria. Peradangan tersebut
terlihat dalam studi pada anak-anak India 2-11 tahun yang menderita malaria parah, sedang, asimtomatik, dan tidak malaria. Hasil penelitian menunjukkan
malaria asimtomatik memiliki konsentrasi hemoglobin yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak menderita malaria. Walaupun persentase sel
darah merah yang terinfeksi malaria biasanya lebih sedikit, anemia dapat timbul akibat blokade penempatan sel darah merah oleh faktor penghambat seperti
hematopoiesis Thurnham Northrop-Clewes 2007.
Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan output sekolah yang sangat penting dan
merupakan alat pengukuran kemampuan kognitif siswa. Sebelum mengetahui tentang prestasi belajar, perlu kiranya mengetahui tentang definisi belajar.
Menurut Winkel 1996 belajar merupakan suatu aktivitas mentalpsikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersikap relatif konstan dan berbekas. Belajar
merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat dari luar. Hasil belajar tidak dapat langsung terlihat, tanpa seseorang melakukan sesuatu yang
memperlihatkan hasil belajar tersebut melalui prestasi belajar. Pengertian belajar menurut Crow dan Crow 1969 dalam Utami 1993
belajar sebagai suatu program terencana tentang penguasaan suatu bidang studi tertentu, yang meliputi penguasaan terhadap fakta, ide, dan prosedur dari subyek
tersebut. Belajar juga meliputi mempelajari suatu materi baru, pemecahan masalah, menemukan hubungan baru antara suatu konsep dengan konsep
lainnya. Prestasi menurut Munandar 1992 merupakan perwujudan dari bakat dan kemampuan seseorang.
Pengertian prestasi menurut Sudjana 1999, adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Sedangkan Suryadi 1998 memberikan pengertian prestasi
merupakan kesanggupan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, bermutu dan tepat mengenai sasaran dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Prestasi menurut Siswanto 1987 adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya yang dibebankan
kepadanya. Prestasi adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai oleh seseorang, unit, atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan
batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasiperusahaan Samsudin 2003.
Prestasi belajar adalah hasil penilain pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa. Keberhasilan siswa dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain kecerdasan kognitif dan kesuksesan belajar di sekolah school
achievement yang secara umum diketahui sebagai keberhasilan siswa di sekolah Atkinson
2000. Menurut Yuliawati 1997 prestasi akademik atau
prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kemampuan dasar intelegensi, bakat, cara belajar, motivasidorongan, kondisi fisik, fasilitas belajar,
lingkungan fisik, keadaansuasana psikologis dirumah dan hibungan anak dengan orang tua, guru serta teman. Cangelosi 1995 menyatakan bahwa
prestasi siswa merupakan tingkat kemajuan yang telah dicapai siswa dengan tujuan belajar. Suparno 2001 mengemukakan kesulitan-kesulitan atau masalah
yang dihadapi dalam proses belajar. Masalah tersebut diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu masalah internal, eksternal dan lingkungan fisik, sosial dan
ekonomi. Prestasi belajar dapat diukur dengan melakukan tes atau ujian. Fungsi tes
prestasi belajar adalah untuk menentukan keterampilan dan pengetahuan yang sudah diajarkan di berbagai tingkat pendidikan atau menilai sejauh mana siswa
dapat memperoleh manfaat dari pelajaran yang telah diperoleh. Setiap tes tersebut mempunyai butir-butir soal yang berfungsi untuk menilai materi-materi
yang telah disajikan Arikuntoro 2002. Prestasi belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-
perubahan dalam bidang pengetahuan atau pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap. Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan
oleh murid terhadap pertanyaanpersoalantugas yang diberikan oleh guru. Penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap prestasi belajar murid biasanya
diterapkan dalam angka-angka Winkel 1991. Prestasi yang menonjol dalam salah satu bidang akan mencerminkan
bakat yang unggul dalam bidang tersebut. Sebaliknya belum tentu orang yang berbakat akan selalu mencapai prestasi yang tinggi. Sedangkan cara yang dapat
digunakan untuk mengukur prestasi belajar anak dapat dinilai dari angka rapor atau tes prestasi belajar baku. Kelemahan dari angka rapor ialah bahwa angka
rapor berdasarkan hasil prestasi belajar hanya menunjukkan hasil sesaat. Jika kebetulan anak pada waktu pengetesan berada dalam konsisi kurang sehat,
maka hal itu dapat mempengaruhi hasil tesnya. Banyak siswa yang terhambat perkembangan kecerdasannya karena
kurangnya asupan gizi yang berkualitas. Gizi kurang pada anak dapat mempengaruhi perkembangan mental dan kecerdasan anak. Status gizi yang
buruk, kekurangan zat gizi berupa mineral, vitamin dan zat gizi lainnya dapat mempengaruhi metabolisme di otak, sehingga mengganggu pembentukan DNA
di susunan syaraf. Hal tersebut mengakibatkan terganggunya pertumbuhan sel
otak dan melinasi sel otak, terutama pada usia di bawah tiga tahun sehingga sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak
Judarwanto 2004. Kemampuan kognitif pada remaja khususnya siswi sekolah menengah
mempengaruhi kemampuan dalam konsentrasi belajar yang secara tidak langsung dapat berdampak pada tingkat prestasi akademik yang dihasilkan
selama sekolah. Soemantri et al. 1985 telah meneliti hubungan mengenai
anemia defisiensi besi dengan kesuksesan sekolah dengan membandingkan grup anemia n=42 dan grup normal n=17 dengan IQ, prestasi belajar dan
konsentrasi belajar p0.05. Di Indonesia telah ada penelitian yang menunjukan peningkatan
kemampuan kognitif melalui perlakuan pada grup anemia dan non anemia yang dipantau selama tiga bulan sekolah. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar, salah satunya adalah faktor kurangnya atau tidak efektifnya pengajaran oleh guru di sekolah, faktor perhatian siswa, dan motivasi belajar siswa
Grantham 2001. Murray 2007 menemukakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status besi dengan performa kognitif pada wanita usia
reproduksi atau wanita usia subur dengan n=34 dan p=0.038. Selain itu anemia berhubungan kuat dengan perkembangan balita dan rendahnya skor kognitif
pada test dan prestasi belajar anak. Beberapa faktor dapat dihubungkan antara anemia dan kemampuan kognitif antara lain, kemiskinan, status ekonomi, IQ,
BBLR dan infeksi parasit. Selain itu anemia menyebabkan remaja wanita menjadi pasif, sering mengantuk dan tidur, tidak melakukan apa-apa, malas dan jarang
bergaul serta bermain dengan teman sebaya Soeswondo 1989. Survey NHANES pada tahun 1999-2000 melaporkan prevalensi anemia
defisiensi besi terbesar terdapat pada remaja perempuan 9-16 dan pada anak balita sebesar 7. Anemia defisiensi besi dapat berpengaruh pada fungsi
kognitif, pelilaku dan fungsi otak lainnya yang dapat terjadi pada masa perkembangan otak Mc Cann 2007. Anemia juga menyebabkan terjadinya
penurunan skor kemampuan mental MDI Mental Development Index yang
signifikan pada grup anemia. Studi longitudinal mengenai anemia juga telah membuktikan bahwa pada anak anemia memiliki kemampuan kognitif,
perkembangan motorik dan prestasi belajar yang buruk Grantham et al. 2001.
Besi berperan dalam sisitem syaraf pusat perifer dalam enzim yang diperlukan untuk sintesis neurotransmitter dan berperan dalam mielinisasi. Selain itu,
dampak akibat rendahnya status besi yaitu efek negatif pada perkembangan kognitif, kemampuan berkonsentrasi yang buruk, minat belajar yang kurang dan
prestasi yang buruk di sekolah Barasi 2009. Batra 2005 mengemukakan dampak yang terjadi akibat anemia pada
usia sekolah melalui beberapa test yang terdiri dari aritmatik test, test kurikulum sekolah dan test pembendaharaan kata
vocabulary test, dengan hasil bahwa terjadi penunan skor yang signifikan p=0.02 pada subjek anemia di usia sekolah.
Selain itu pada anak usia lebih dari dua tahun dengan anemia biasanya memiliki kemampuan kognitif yang buruk dan prestasi sekolah yang rendah dibandingkan
anak non anemia. Anemia juga menyebabkan penurunan kemampuan verbal verbal learning dan kemampuan mengingat memori pada remaja wanita,
dimana kemampuan verbal dan memori sangatlah penting dalam peningkatan performa akademik Bruner
et al. 1996
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar anak adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain terdiri dari
aspek fisik, keadaan gizi anak, minat, motivasi, konsentrasi, keingintahuan, kepercayaan diri dan intelegensi. Adapun faktor eksternal meliputi faktor
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah seperti bahan pelajaran, metode mengajar, media pendidikan dan lingkungan masyarakat Opit 1996.
Hawadi 2001 menjabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan seorang murid dalam studinya meliputi faktor dari dalam internal
dan dari luar murid eksternal tersebut. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri yaitu minat, sikap, bakat, motivasi berprestasi, konsep diri dan sistem nilai.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang diantaranya adalah lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan lingkungan
masyarakat. Pencapaian prestasi belajar pada seorang anak akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: faktor individu sendiri, faktor keluarga dan sekolah.
Ketiga faktor ini akan bekerjasama membentuk seorang anak untuk dapat berprestasi di sekolah Puspitasari 2008.
Kecerdasan
Kecerdasanintelegensi menurut Sarwono 1986 didefinisikan sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah
serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Gani 1984 dalam Priyatno 2001 mengemukakan dua cara yang dapat dilakukan untuk mengukur
kecerdasan, yaitu pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan menggunakan tes psikologi yang
menghasilkan ukuran taraf kecerdasan Intelegence Quotient IQ, sedangkan
mengukur tidak langsung dapat dilakukan dengan memantau prestasi akademik.
Minat
Menurut Chaplin 1979 dalam Yustiana 1999 secara umum, setiap manusia akan melakukan suatu hal. Minat adalah perasaan seseorang bahwa
aktivitas, pekerjaan atau obyek tertentu berharga baginya. Bila seorang siswa sangat berminat untuk belajar dan menganggap belajar sebagai sesuatu yang
berharga, maka prestasi belajar yang dapat diraihnya dapat tinggi. Menurut Sowekanto 1981 minat adalah bagian dari sikap karena pengertian dari sikap
adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu obyek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda menyenangi obyek
tersebut.
Motivasi
Winkel 1996 mengemukakan bahwa motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar demi mencapai suatu tujuan. Motivasi memegang peranan
penting dalam memberikan gairah atau semangat belajar, sehingga siswa termotivasi kuat memiliki energi banyak untuk melakukan kegiatan belajar.
Menurut Syah 1999 motivasi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik motivasi yang berasal dari dalam diri siswa dan
motivasi ekstrinsik motivasi yang berasal dari luar diri siswa. Motivasi intrinsik mencakup perasaan menyenangi materi dan kebutuhan akan materi tersebut.
Sedangkan motivasi ekstrinsik meliputi adanya pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib, teladan orangtua dan guru.
Cara Belajar
Cara belajar mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Kartono 1985 mengemukakan beberapa hal mengenai cara belajar yang efisien yaitu: a
konsentrasi sebelum dan saat belajar, b segera mempelajari kembali bahan yang telah diterima, c membaca secara teliti dan betul bahan yang sedang
dipelajari serta menguasainya, d menyelesaikan soal-soal. Kesulitan dalam belajar disebabkan oleh kebiasaan belajar yang kurang baik seperti pengaturan
waktu yang tidak tepat sehingga siswa sering tidak siap untuk belajar dan hanya menemukan rutinitas tanpa tahu tujuan sebelumnya Gunarsa Gunarsa 1995.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga sangat menentukan prestasi belajar siswa di sekolah. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama
mempengaruhi perkembangan anak. Kegagalan sering dirasakan orang tua karena ada hal-hal tertentu yang kurang diperhatikan, padahal dapat menjadi
sumber utama ke arah munculnya kesulitan-kesulitan belajar anak. Suasana hubungan antara orang tua dengan anak seringkali menjadi sumber yang
mempengaruhi motivasi anak untuk berprestasi. Benturan nilai antara orang tua dan anak dapat menimbulkan ketegangan yang berlarut-larut yang mengganggu
pola konsentrasi anak Gunarsa Gunarsa 1995. Lingkungan sekolah meliputi hubungan antara anak dengan guru, anak dengan teman, cara mengajar guru
dan fasilitas di sekolah. Lingkungan yang sempit, penerangan kadang kurang baik, kebisingan dapat mempengaruhi motivasi dan secara tidak langsung
mempengaruhi pula proses belajar anak di sekolah. Hubungan Anemia Dengan Prestasi Belajar
Menurut Soekirman 2000, gangguan pada proses pertumbuhan dan perkembangan atau kematangan sel otak serta produksi dan pemecahan zat
senyawa transmitter yang diperlukan untuk mengantar rangsangan pesan dari satu sel neuron ke neuron lainnya yang menjadi terhambat disebabkan oleh
kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan prestasi belajar menurun. Almatsier 1989 menyatakan perkembangan anak sekolah akan
terganggu karena menderita sakit, kurang gizi dan anemia. Keadaan ini akan mempengaruhi proses belajar yang mempunyai dampak lebih lanjut terhadap
konsentrasi dan prestasi belajar. Penelitian Astuti 2002 yang dilakukan pada 60 orang siswa SMUN 1
Trenggalek, Jawa Timur menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status anemia dengan prestasi belajar. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan
oleh Atasasih 2002 pada siswa-siswi SMU 68 Jakarta Pusat, yang mengemukakan bahwa tidak ada hubungan antara anemia dengan prestasi
belajar. Siswa dengan status anemia berat ternyata juga dapat memiliki prestasi belajar cukup. Hal ini disebabkan karena meskipun kadar Hb rendah namun jika
faktor lain yang dapat mendukung prestasi belajar dalam keadaan baik seperti pola belajar serta sarana dan perlengkapan belajar maka hal tersebut
kemungkinan juga dapat mempengaruhi prestasi belajar. Menurut Wirakusumah 1999 status anemia baru dapat berdampak terhadap prestasi belajar jika
termasuk dalam kategori berat dan sudah berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Hubungan Status Gizi dan Prestasi Belajar
Menurut Soewando dkk 1971 diacu dalam Mursidah 1991, menunjukkan bahwa gizi kurang berpengaruh pada kemampuan anak dan dapat
mengakibatkan perhatian dan konsentrasi belajar menurun. Anak yang menderita gizi kurang akan tertinggal dalam belajar, kurang gesit dalam bergaul dengan
sesama temannya atau kurang tanggap atas kejadian di lingkungan sekitarnya. Gizi yang baik akan sangat membantu dalam meningkatkan kesehatan anak.
Menurut Gani 1984 zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan berperan dalam perkembangan bobot fisik besar badan, perkembangan mental dan intelektual
serta produktivitas. Kekurangan gizi menyebabkan seseorang sering terserang penyakit, kurang motivasi, bereaksi lambat, apatis sehingga prestasi belajarnya
pun berkurang.
Hubungan Lingkungan Belajar dengan Prestasi Belajar
Lingkungan tempat tinggal seseorang akan sangat memberikan pengaruh terhadap orang yang tinggal pada lingkungan tersebut. Lingkungan belajar yang
dimaksudkan sebagai situasi atau suasana tempat seseorang berada dan belajar Thanthowi 1998. Lingkungan belajar akan mempengaruhi seseorang dalam
membentuk suatu pola belajar yang akan digunakan untuk mencapai prestasi belajar. Lingkungan yang nyaman akan memberikan ketenangan bagi yang
tinggal disekitarnya dan sebaliknya lingkungan yang tidak nyaman akan membawa dampak yang kurang baik terhadap masyarakat disekitarnya Slamet
1993. Lingkungan belajar yang mendukung terselenggaranya kegiatan belajar
mengajar sangat diharapkan sehingga memungkinkan seseorang belajar dengan baik dan mencapai prestasi yang baik pula. Lingkungan belajar yang baik
didukung dengan kelengkapan fasilitas belajar yang baik pula. Lingkungan belajar yang baik yang dinilai dari lingkungan fisik maupun non fisik serta fasilitas
belajar yang lengkap, akan memberikan pola belajar yang baik bagi seseorang. Sehingga akan mendukung seseorang untuk mencapai prestasi yang baik.
KERANGKA PEMIKIRAN
Karakteristik individu yang meliputi usia, berat dan tinggi badan, status gizi, pengetahuan gizi, serta usia
menarche, lama dan frekuensi menstruasi serta karakteristik keluarga berupa besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan
dan pendapatan orang tua diketahui memberi pengaruh dalam kebiasaan makan dan konsumsi makan remaja. Konsumsi makan yang baik dari remaja
merupakan faktor penting untuk memperoleh asupan gizi yang cukup setiap harinya melalui konsumsi makanan yang beragam. Kebiasaan makan yang baik
pada remaja dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai pangan dan gizi yang selanjutnya membentuk sikap serta praktek gizi.
Masa remaja membutuhkan asupan pangan yang tinggi dalam mencukupi kebutuhan energi dan zat gizi untuk mendukung aktivitas dan menjalankan fungsi
biologis tubuh setiap harinya dengan status gizi yang baik. Kadar hemoglobin di dalam tubuh dipengaruhi oleh jumlah zat besi yang tersedia untuk proses
pembentukan hemoglobin. Zat besi yang tersedia di dalam tubuh terutama diperoleh dari makanan yang dikonsumsi maupun suplemen zat besi.
Salah satu masalah defisiensi zat gizi yang mempengaruhi kemampuan belajar remaja di sekolah adalah anemia. Anemia adalah suatu keadaan yang
salah satunya ditandai dengan kadar hemoglobin darah yang lebih rendah dari nilai normal. Upaya dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, investasi
dibidang gizi penting untuk diperhatikan disamping melakukan investasi dalam ekonomi dan pendidikan. Masalah gizi yang terjadi pada anak sekolah
khususnya remaja akan mempengaruhi proses belajar di sekolah dan akan berdampak pada prestasi belajar di sekolah.
Terbentuknya kebiasaan makan yang baik dapat memenuhi kebutuhan zat besi setiap hari yang akan berpengaruh pada keseimbangan status besi
dalam tubuh. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi makanan yang
mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi. Selain itu perilaku hidup bersih dan sehat juga dapat mempengaruhi terjadinya anemia.
Anemia juga dapat mempengaruhi kemampuan belajar siswi dan dapat mempengaruhi prestasi belajar. Selain itu banyak faktor lain yang mempengaruhi
prestasi belajar, antara lain faktor eksternal yaitu lingkungan belajar, sekolah, masyarakat dan pergaulan serta faktor internal yaitu minat, bakat, intelegensi dan
motivasi. Kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Keterangan : :
Variabel yang
diteliti : Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan
yang dianalisis
: Hubungan yang tidak dianalisis Ketersediaan
makanan Karakteristik keluarga:
Besar keluarga Pekerjaan orang tua
Pendapatan orang tua Pendidikan orang tua
Karakteristik individu: Usia dan usia
menarche, lama frekuensi menstruasi
Berat tinggi badan Status gizi
Pengetahuan gizi
Pola konsumsi pangan: • Frekuensi makan
• Kebiasaan makan • Kebiasaan minum
• Makanan pantangan
Status anemia kadar Hb
Perilaku hidup bersih dan
sehat Prestasi belajar
Nilai UTS, Nilai rapor, Nilai
ulangan harian Faktor eksternal:
Lingkungan belajar, lingkungan sekolah,
lingkungan masyarakat, pergaulan
Faktor internal: Minat, konsep
diri, bakat, intelegensi
Konsumsi energi dan zat gizi
Penyakit kronik, penyakit infeksi,
dan perdarahan kronis malaria dan
kecacingan
Gambar 1 perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar pada remaja putri SMPN 27 di kelurahan sumur batu bantar gebang
bekasi.
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan desain Cross
Sectional Study. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi. Penelitian dilaksanakan selama bulan Oktober-
November 2012.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Populasi contoh dalam penelitian ini adalah remaja putri usia 13-15 tahun, siswi kelas 2 SMP negeri 27 Bekasi. Kriteria contoh yang diambil adalah siswi
SMP Negeri 27 Bekasi yang bertempat tinggal di kawasan tempat pembuangan sampah akhir wilayah Bantar Gebang. Metode penarikan sampel dilakukan
secara purposive sampling. Kriteria inklusi yang digunakan adalah 1 remaja putri
siswa SMPN 27 Bekasi yang sudah mengalami menstruasi, 2 bersedia diambil darah, 3 tidak menderita penyakit saat pengambilan darah 4 bertempat tinggal
di wilayah Bantar Gebang Bekasi, 5 tidak mengkonsumsi obat-obatan, 6 telah mendapatkan izin dari orang tua dan bersedia menandatangani surat pernyataan
ikut serta informed consent dalam penelitian.
Jumlah contoh ditentukan dengan menggunakan asumsi power of study
95, presisi 10, dan prevalensi anemia pada remaja putri yang terjadi di Bekasi sebesar 38.3, populasi siswa SMPN 27 bekasi 1067 siswa dengan
menggunakan rumus study cross sectional menurut Lemeshowb, et al 1997
Berikut ini adalah perhitungan sampel :
n d
Z p q
n .
.3 .3
. .
Keterangan : n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
α = derajat kepercayaan p = prevalensi anemia remaja putri di SMP 27 Bekasi
q = 1 – p d = presisi
N = populasi
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengisian kuisioner oleh contoh
setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti dan wawancara langsung dengan para siswi SMP Negeri 27 Bekasi. Jenis data primer yang diambil meliputi:
karakteristik individu usia, menarche, lama dan frekuensi menstruasi, berat dan
tinggi badan, pengetahuan gizi, karakteristik keluarga pekerjaan dan pendapatan orang tua, besar keluarga, pendidikan orang tua, kebiasaan makan,
konsumsi pangan, status anemia, serta perilaku hidup bersih dan sehat. Data sekunder meliputi kondisi umum Bantar Gebang, jumlah penduduk, gambaran
umum SMP Negeri 27 Bekasi dan data pribadi siswa yang didapatkan dari data biodata anggota siswa di sekolah tersebut, nilai rapor dan nilai ulangan harian.
Data kebiasaan makan dan konsumsi makanan diperoleh dengan menggunakan metode semi kuantitatif
Food Frequency Questionaire FFQ. Data status gizi remaja dikumpulkan dengan menggunakan metode antropometri. Data
konsumsi pangan yang diperoleh dikonversikan dari ukuran rumah tangga ke satuan gram, kemudian dihitung kandungan gizinya menggunakan Daftar
Komposisi Bahan Makanan DKBM. Kemudian berat badan BB, tinggi badan TB, dan IMT contoh diukur untuk menentukan status gizinya, dimana berat
badan BB diukur dengan bathroom scale dengan ketelitian 0.1 kg dan tinggi
badan TB diukur dengan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm.
Status anemia contoh diketahui berdasarkan kadar Hb Hemoglobin
dengan pengambilan sampel darah oleh petugas Parahita Diagnostical Center
yang kemudian dilakukan pengukuran biokimia darah dengan menggunakan metode
Cyanmethemoglobin untuk menentukan konsentrasi hemoglobin. Pemeriksaan kadar Hb menggunakan metode tersebut direkomendasikan oleh
International Committee for Standardiaztion in Hematology ICHS dan dianggap paling teliti dan akurat berdasarkan anjuran WHO Gibson 2005. Sampel darah
yang didapatkan, dikumpulkan dan dibawa ke laboratorium Parahita Diagnostical
Center untuk dilakukan analisis.Berikut ini adalah jenis data primer dan sekunder dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian No
Variabel Jenis data
Cara pengumpulan data 1 Karakteristik
keluarga :
- Pendidikan orangtua
- Besar keluarga
- Pekerjaan orangtua
- Pendapatan orangtua
Primer Wawancara dengan alat bantu
kuisioner
2 Karakteristik individu :
- Usia, berat dan tinggi badan,
menarche, lama dan frekuensi
menstruasi - Pengetahuan
gizi Primer
Wawancara dengan alat bantu kuisioner
3 Kebiasan makan
Primer Wawancara dengan alat bantu
kuisioner dengan metode semi kuantitatif
Food Frequency Questionaire FFQ
4 Konsumsi pangan
Primer Metode semi kuantitatif
Food Frequency Questionaire FFQ dengan
alat bantu kuisioner 5
Perilaku hidup bersih dan sehat
Primer Wawancara dengan alat bantu
kuisioner 6
Riwayat penyakit Primer
Wawancara dengan alat bantu kuisioner
7 Status gizi IMT
Primer Pengukuran berat badan dan tinggi
badan secara langsung dengan menggunakan
bedroom scale dan microtoise
8 Status anemia :
- Hemoglobin Primer
Pemeriksaan darah secara biokimia di laboratorium menggunakan metode
cyanmethemoglobin 9
Keadaan umum Bantar Gebang
Sekunder Data Kecamatan Bantar Gebang
Bekasi 10
Jumlah siswi SMPN 27 Bekasi
Sekunder Data administrasi siswa
11 Keadaan umum SMPN
27 Bekasi Sekunder
Data administrasi sekolah 12
Prestasi belajar Sekunder
Pencatatan nilai UTS, nilai dari buku rapor milik sekolah, nilai ulangan
harian
Pengolahan dan Analisis Data
Data-data yang diperoleh baik data primer maupun sekunder, selanjutnya dikumpulkan untuk diolah dan dianalisis secara statistik. Tahapan pengolahan
data meliputi entry, coding, editing, dan analisis. Data yang diperoleh akan diolah
dan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan program computer Microsoft Excel 2007 dan
Statistical Program Social Sciences SPSS versi 16.0 for Windows. Hubungan antara variabel yang akan diteliti dianalisis dengan
menggunakan uji korelasi untuk melihat hubungan perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, dan status anemia gizi terhadap prestasi belajar remaja
putri. Secara rinci pengolahan data dilakukan sebagai berikut:
Karakteristik keluarga: Besar keluarga. Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga kategori
berdasarkan Hurlock 2004, yaitu: 1 Kecil ≤4 orang. 2 Sedang 5-6 orang, 3
Besar ≥7 orang.
Pendidikan orang tua. Pendidikan orang tua dikelompokkan
berdasarkan lama pendidikan formal yang ditempuh oleh ayah dan ibu contoh yaitu: 1 Tidak sekolah, 2 SDsederajat, 3 SMPsederajat, 4 SMAsederajat, 5
Perguruan tinggi.
Pekerjaan orang tua. Berdasarkan data yang diisi contoh pada kuisioner,
selanjutnya dibahas secara deskriptif.
Pendapatan orang tua. Data pendapatan orang tua dibandingkan
dengan berdasarkan UMR Kota Bekasi.
Karakteristik contoh: Usia. Usia contoh dikelompokkan berdasarkan sebaran data yaitu: 1 13
tahun, 2 13-14 tahun dan 3 14 tahun.
Usia menarche. Usia pertama kali contoh mengalami menstruasi
menarche dikelompokkan berdasarkan sebaran data yaitu: 1 9-10 tahun, 2 11- 12 tahun, 3 13-14 tahun.
Lama menstruasi. Lama menstruasi dikelompokkan menjadi tiga
berdasarkan Affandi 1990, yaitu 1 3 hari, 2 3-7 hari, 3 8 hari.
Frekuensi menstruasi. Frekuensi menstruasi dikelompokkan menjadi
tiga berdasarkan Affandi 1990, yaitu 1 2-3 bulan sekali, 2 sebulan sekali, 3 sebulan 2 kali.
Status anemia. Status anemia berdasarkan kadar Hb dan dikelompokkan
menjadi empat kategori berdasarkan tingkat keparahan anemia ACCSCN 1991, yaitu: 1 Normal apabila kadar Hb:
≥12-15 gdl, 2 Anemia ringan Hb: 10.1-11.9 gdl, 3 Anemia sedang Hb: 7-10 gdl, 4 Anemia berat Hb: 7 gdl.
Status gizi. Status gizi diperoleh dengan metode antropometri melalui
perhitungan indeks massa tubuh berbanding umur IMTU berdasarkan rumus: IMT = Berat Badan kg
Tinggi Badan
2
m Data hasil penimbangan berat badan dihitung menggunakan simpang
baku z-score yang dihitung menggunakan software WHO Anthro Plus Riyadi 2001. Penilaian status gizi berdasarkan nilai z-score dan dibandingkan
dengan baku rujukan WHONHCS dengan perhitungan untuk tiap indeks adalah:
z-score = Nilai individu subyek – Nilai median referensi Nilai standar deviasi referensi
Pengetahuan gizi. Data pengetahuan gizi contoh diperoleh dengan
menilai jawaban yang diberikan pada contoh terhadap pertanyaan meliputi empat hal yaitu pangan sumber zat gizi, fungsi zat gizi, kebiasaan makan yang baik,
dan anemia. Setiap jawaban yang sesuai pada pengetahuan gizi diberikan skor 1, sedangkan setiap jawaban yang tidak sesuai diberikan skor 0. Pengetahuan
gizi contoh dihitung dengan menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh.
Total skor yang diperoleh kemudian diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yang diacu dalam Khomsan 2009, yaitu:
1. Pengetahuan gizi dikategorikan “Baik”, apabila skor yang diperoleh ≥80 dari
total jawaban yang benar. 2. Pengetahuan gizi dikategorikan “Sedang”, apabila skor yang diperoleh
diantara 60 dan 79 dari total jawaban yang benar. 3. Pengetahuan gizi dikategorikan “Kurang”, apabila skor yang diperoleh 60
dari total jawaban yang benar.
Perilaku hidup bersih dan sehat. Data perilaku hidup sehat diukur
melalui 20 pernyataan mengenai kebersihan anggota keluarga kebiasaan mandi, mengganti pakaian setelah mandi, menggosok gigi, mencuci tangan,
menggunting kuku, kebiasaan membuang sampah, penggunaan air bersih, penggunaan jamban, kebiasaan konsumsi alkohol, kebiasaan makan keluarga,
kebersihan makanan dan kebersihan peralatan makan, kebiasan olahraga dan kebiasaan tidak merokok. Pertanyaan mengenai kebersihan anggota keluarga
kebiasaan mandi, mengganti pakaian setelah mandi, menggosok gigi, mencuci tangan, menggunting kuku, kebiasaan makan keluarga, kebersihan makanan
dan kebersihan peralatan makan dengan pilihan jawaban tidak dan ya. Jawaban tidak diberi skor 1 dan jawaban ya diberi skor 3. Pengkategorian perilaku hidup
sehat juga berdasarkan perhitungan interval kelas data. Pemberian skor digolongkan berdasarkan nilai skor dengan menggunakan teknik skoring Slamet
1993 dengan menggunakan rentang kelas dengan rumus sebagai berikut :
Rentang Kelas = Skor Maksimum – Skor Minimum Jumlah Kategori
Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi.
Data konsumsi pangan diperoleh dengan cara pengisian semiquantitative food frequency quetioners FFQ kemudian dikonversikan ke
dalam energi dan zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan DKBM. Menurut Hardinsyah dan Briawan 1994, konversi dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kej = Bj x BDDj x Gj 100 100
Keterangan: Kej
: Kandungan energi dari bahan makanan j yang dikonsumsi g Bj
: Berat bahan makanan j yang dikonsumsi g Gj
: Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan BDDj
: Persen bahan makanan yang dapat dimakan BDD Menurut Hardinsyah
et al. 2002 kecukupan protein contoh diacu berdasarkan formula sebagai berikut:
AKP = BaBs x AKGi
Keterangan: AKP
: Angka kecukupan protein g Ba
: Berat badan aktual Kg Bs
: Berat badan rujukan Kg AKGi
: Angka kecukupan protein yang dianjurkan Perhitungan tingkat kecukupan zat gizi untuk energi dan protein
memperhitungkan berat badan aktual yang dibandingkan dengan berat badan standar yang terdapat dalam Angka Kecukupan Gizi AKG. Nilai standar yang
menyatakan apakah telah mengkonsumsi gizi yang cukup, kurang atau lebih yaitu defisit tingkat berat 70, defisit tingkat sedang 70-79, kurang 90,
cukup 90-119, dan lebih ≥120 Depkes 1996. Tingkat konsumsi zat gizi
siswa dihitung dengan rumus sebagai berikut Hardinsyah Briawan 1994.
TKGi = Ki x 100 AKGi
Keterangan: TKGi
: Tingkat kecukupan zat gizi i Ki
: Konsumsi zat gizi i AKGi
: Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan
Kebiasaan makan. Data kebiasaan makan diperoleh
semiquantitative Food Frequency Questionare FFQ. Kebiasaan makan contoh diambil untuk
mengetahui kebiasaan makan selama satu bulan terakhir untuk pangan sumber karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayuran, buah-buahan, jajanan dan
minuman. Kebiasaan makan contoh diperoleh dalam bentuk frekuensi dan perkiraan berat konsumsi dalam satu minggu untuk seluruh jenis pangan. Data
kebiasaan makan ini kemudian dijelaskan secara deskriptif dan dibandingkan
dengan anjuran Pedoman Umum Gizi Seimbang PUGS. Frekuensi konsumsi pangan contoh dikategorikan menjadi empat kategori yang dimodifikasi dari
Gibson 2005 yaitu selalu 1 kali sehari hingga lebih dari 1 kali sehari, kadang- kadang 3-6 kali seminggu, jarang 1 atau 2 kali seminggu, dan tidak pernah.
Prestasi Belajar. Data prestasi belajar diperoleh dari nilai rapor semester
satu tahun ajaran 20112012. Prestasi belajar merupakan nilai yang diperoleh dari rata-rata nilai rapor Sembilan mata pelajaran contoh. Pengolahan data
prestasi belajar digolongkan menjadi empat kategori berdasarkan Pedoman Buku Rapor dari Departemen Pendidikan Nasional Depdiknas yaitu:
a. Baik jika nilai rata-rata rapor di atas 8.0 b. Lebih dari cukup jika nilai rata-rata rapor di antara 7.0 – 7.9
c. Cukup jika nilai rata-rata rapor di antara 6.0 – 6.9 d. Kurang jika nilai rata-rata rapor di bawah 6.0
Definisi Operasional Remaja putri siswi SMPN 27 yang berusia antara 13-15 tahun yang tinggal di
Bantar Gebang Bekasi.
Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak serta anggota keluarga lainnya.
Pekerjaan orang tua adalah sumber pendapatan keluarga, dapat berupa
pekerjaan tetap atau tidak tetap.
Pendapatan orang tua adalah jumlah penghasilan keluarga yang diperoleh dari
pekerjaan kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya yang dinilai dengan uang selama satu bulan terakhir.
Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal yang telah atau sedang
ditempuh dan dikategorikan berdasarkan jenjang pendidikan SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah perilaku remaja putri dalam kehidupan
sehari-hari yang mencerminkan upaya hidup sehat dalam memelihara kesehatan meliputi kebersihan anggota keluarga kebiasaan mandi,
mengganti pakaian setelah mandi, menggosok gigi, mencuci tangan, menggunting kuku, kebiasaan makan keluarga, kebersihan makanan
dan peralatan makan, kebiasaan olahraga, dan kebiasaan tidak merokok.
Kebiasaan makan adalah tindakan makan remaja putri yang telah dilakukan
secara berulang untuk memenuhi kebutuhan gizinya yang digambarkan dengan kebiasaan konsumsi sumber karbohidrat, protein hewani,
protein nabati, sayuran, buah, jajanan dan minuman yang diketahui jenis, jumlah bahan makanan, dan frekuensi makanan selama satu
minggu, menggunakan semi food frequency questionare FFQ.
Frekuensi konsumsi pangan adalah adalah tindakan makan remaja putri yang
telah dilakukan secara berulang untuk memenuhi kebutuhan gizinya yang digambarkan dengan kebiasaan frekuensi konsumsi serealia dan
umbi, pangan hewani, pangan nabati, sayuran, buah, minuman, jajanan
dan suplemen. Konsumsi pangan adalah segala aktivitas yang dilakukan contoh secara
berulang-ulang dan dapat mempengaruhi jumlah asupan makan seperti frekuensi makan, kebiasaan makan sarapan pagi, jajan, sayur, dan
buah, kebiasaan minum suplemen, kopi, teh, soft drink dan susu dan makanan pantangan.
Tingkat kecukupan zat gizi adalah rata-rata asupan pangan sumber energi,
protein, vitamin C, vitamin A dan zat besi yang dibandingkan dengan
Angka Kecukupan Gizi AKG. Status gizi adalah keadaan kesehatan seseorang sebagai hasil dari absorbsi
dan metabolisme makanan yang dapat diukur dengan menggunakan indeks massa tubuh IMTU.
Status anemia diperoleh melalui pengukuran kadar hemoglobin dalam darah
contoh yang diukur dan dikategorikan menjadi anemia apabila hasil pengukuran kadar hemoglobin contoh 12 gdl dan dikategorikan tidak
anemia, jika kadar hemoglobin contoh ≥12 gdl.
Kadar hemoglobin Hb adalah banyaknya hemoglobin dalam darah remaja
putri yang diukur dengan menggunakan pemeriksaan uji biokimia darah di laboratorium menggunakan metode
cyanmethemoglobin yang lebih akurat.
Usia menarche adalah usia saat pertama kali contoh mengalami menstruasi.
Lama menstruasi adalah lamanya menstruasi remaja putri yang berlangsung
dalam satu periode siklus menstruasi.
Frekuensi menstruasi adalah durasi menstruasi yang dialami contoh
menggambarkan keteraturan menstruasi yang dialami.
Prestasi belajar adalah nilai rapor contoh yang diukur menggunakan nilai rata-
rata seluruh mata pelajaran yang terdapat pada rapor contoh semester satu tahun ajaran 20112012.
Pengetahuan gizi adalah kemampuan kognitif contoh dalam menjawab
pertanyaan terkait perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi makanan yang baik serta anemia yang dapat mempengaruhi prestasi belajar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 27 yang berlokasi di Jalan Sapta Taruna IV, Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa
Barat. Kelurahan Sumur Batu merupakan salah satu dari delapan yang ada di Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 7
rukun warga dan 41 rukun tetangga dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: • Sebelah Utara
: Kelurahan Padurenan Kecamatan Mustika Jaya • Sebelah Timur
: Desa Burangkeng Kabupaten Bekasi • Sebelah Selatan
: Desa Taman Rahayu Kabupaten Bekasi • Sebelah Barat
: Kelurahan Cikiwul Kecamatan Bantargebang Letak kota Pemerintahan Kelurahan Sumur Batu berada di sebelah
tenggara dari kota Pemerintahan Kecamatan Bantargebang, dengan luas ±568.995 ha. Dari luas ±568.995 ha areal yang ada, sekitar 318 ha dipergunakan
untuk pemukiman penduduk dan pertanian, sedangkan sisanya dipergunakan untuk sarana gedung perkantoran dan prasarana pendidikan serta tempat
pembuangan akhir TPA Pemda DKI 20 ha dan Kota Bekasi 17 ha. Keberadaan lokasi TPA Bantargebang membawa dampak tersendiri bagi masyarakat
sekitarnya. Permasalahan lain yang dihadapi dengan adanya lokasi TPA sampah adalah adanya udara yang tidak bersahabat di wilayah Kelurahan Sumur Batu
dan sekitarnya akibat bau yang tidak sedap apabila tersengat hidung. Sekolah SMP Negeri 27 ini didirikan pada tahun 2000. Sekolah ini berdiri
diatas tanah milik pribadi yang berdiri di atas tanah seluas 5200 M
2
dan dengan luas seluruh bangunan seluas 2241 M
2
. SMP Negeri 27 Bekasi dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah yang dibantu oleh 38 guru. Jumlah siswa SMP Negeri
27 sebanyak 609 orang laki-laki dan 580 orang perempuan yang terdiri atas tiga kelas yaitu kelas VII, VIII, dan IX. Jumlah siswa kelas VIII sebanyak 190 orang
laki-laki dan 191 orang perempuan yang terdiri dari delapan kelas. SMP Negeri 27 memiliki akreditasi A. Fasilitas kegiatan pendidikan tersebut terdiri atas
ruangan kelas bertingkat. Jumlah ruang kelas yang dimiliki sebanyak 18 kelas, ruang tata usaha, ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang keterampilan, ruang
laboratorium IPA, perpustakaan, dan laboratorium komputer. Kegiatan belajar di SMP Negeri 27 dibagi kedalam dua waktu belajar yaitu dimulai dari pagi hingga
siang hari yang dimulai pukul 07.00-12.00 WIB dan siang hingga sore hari dimulai pukul 12.30-17.30 WIB.
Karakteristik Keluarga
Karakteristik keluarga contoh terdiri dari besar keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan orangtua dan pekerjaan orangtua. Keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak keluarga inti. Besar keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu
rumah Suhardjo 1989. Menurut Hurlock 2004, data besar keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga
≤ 4 orang, keluarga sedang 5-6 orang, dan keluarga besar dengan jumlah anggota
keluarga ≥ 7 orang. Sebaran Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga
dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga
Besar keluarga
Kategori n
Keluarga kecil ≤ 4
7 7.8
Keluarga sedang 5-6 76
84.4
Keluarga besar ≥ 7
7 7.8
Total 90
100.0
Pendidikan Orangtua Kategori
Ayah Ibu n n
SD 50 55.6
64 71.1
SMP 22 24.4 13 14.4
SMA 17 18.9 13 14.4
Perguruan tinggi
1 1.1 0 0.0 Total
90 100.0 90 100.0
Pekerjaan Orangtua Kategori
Ayah Ibu
n n Pemulung
72 80.0
0 0.0 Ibu rumah tangga
0.0 80
88.9
PNS 5 5.6 1 1.1
Karyawan 7 7.8 1 1.1
Pedagang 3 3.3 3 3.3
Lainnya 3 3.3 5 5.6
Total 90 100 90 100
Pendapatan Orangtua Kategori
n Miskin Rp 231438
69 77
Tidak miskin 231438 21
23 Total 90
100 Berdasarkan Tabel 6, Sebagian besar contoh 84.4 berada pada
kategori keluarga sedang dan rata-rata besar jumlah keluarga contoh adalah 5±1.2. Menurut Suhardjo 1989, besar keluarga berkaitan langsung dengan
pemenuhan kebutuhan hidup baik kebutuhan sandang, pangan, maupun papan
dalam suatu keluarga. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka kebutuhan hidup juga akan semakin meningkat sehingga diperlukan suatu upaya untuk
meningkatkan pendapatan agar kebutuhan hidup dalam keluarga dapat dipenuhi. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan
pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga Sanjur 1982. Menurut Sediaoetama 2000, pengaturan pengeluaran untuk pangan
sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga
tidak mencukupi kebutuhan. Pendidikan orangtua contoh cukup bervariasi, mulai dari lulusan sekolah
dasar SD hingga perguruan tinggi. Sebagian besar ayah dan ibu contoh menempuh pendidikan minimal hingga jenjang SD. Namun jumlah pada ibu lebih
banyak yang hanya menempuh pendidikan minimal hingga SD yaitu sebesar 64 orang 71.1. Rendahnya tingkat pendidikan orang tua dapat berpengaruh
terhadap pemberian informasi dan pengetahuan kepada anak khususnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan.
Tingkat pendidikan yang semakin tinggi mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh seseorang. Ayah sebagai kepala keluarga
bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga perlu pendidikan yang tinggi. Pendidikan ayah mempengaruhi perkembangan anak
dalam pengasuhan yang diberikan. Pengetahuan dan tingkat pendidikan formal serta keikutsertaan dalam pendidikan non formal dari orangtua sangat penting
dalam menentukan status kesehatan dan status gizi keluarga Suhardjo 1989. Tingkat pendidikan terakhir ibu contoh merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi
akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak Rahmawati 2006.
Berdasarkan Tabel 6 diatas sebagian besar ayah contoh bekerja sebagai pemulung 80, sedangkan sebagian besar ibu contoh adalah ibu rumah
tangga 88.9. Menurut Suhardjo 1989, jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas
makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima. Pekerjaan memiliki hubungan dengan tingkat pendidikan sehingga
nantinya akan mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi Sukarni 1994.
Total pendapatan keluarga contoh terendah sebesar Rp.300.000 dan tertinggi sebesar Rp.3.000.000. Pendapatan total tersebut dibagi dengan jumlah
anggota keluarga untuk mendapatkan pendapatan perkapita perbulan, yaitu berkisar antara Rp.62.500 sampai Rp.600.000 dengan rata-rata sebesar
Rp.188.081 perkapita perbulan. Apabila dibandingkan dengan Garis Kemiskinan GK daerah Jawa Barat pada tahun 2012, yaitu Rp 231.438kapitabulan.
Sebagian besar pendapatan keluarga 77 berada pada kategori miskin. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan
yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besat peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan maka
terjadi perubahan dalam susunan makanan Suhardjo 1989.
Karakteristik Contoh Usia
WHO mendefinisikan remaja sebagai bagian dari siklus hidup antara usia 10-19 tahun dan dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu 10-12 tahun, 13-15
tahun, dan 16-18 tahun Jahari Jus’at 2004. Contoh pada penelitian ini berusia 13-15 tahun. Remaja memiliki pertumbuhan yang cepat
growth spurt dan merupakan waktu pertumbuhan yang cepat setelah masa bayi serta satu-satunya
periode dalam hidup individu terjadi peningkatan pertumbuhan UNS-SCN 2006. Adanya kekurangan zat gizi makro dan mikro dapat mengganggu pertumbuhan
dan menghambat pematangan seksual DiMeglio 2000. Pada Tabel 7, menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja putri 70 berada pada usia 13
tahun dan rata-rata usia contoh 13±0.5 tahun. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan usia
Usia tahun n
13 63 70.0
14 25 27.8
15 2 2.2
Total 90
100.0
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan.
Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk Suhardjo 1996. Tingkat pengetahuan gizi
seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizinya Khomsan et al.
2007. Sebagian besar pengetahuan gizi siswi 72.2 berada pada kategori