2009 dengan target realisasi penanaman pada akhir tahun 2009. Kegiatan tersebut diharapkan dapat dicapai untuk HTI 5 juta ha dan HR 2 juta ha. Hasil penelitian
menunjukkan kita baru memanfaatkan sekitar 20 dari potensi kayu dari HR dan apabila sumberdaya ini dimanfaatkan akan dapat membantu menanggulangi
defisit kebutuhan kayu secara nasional. Berdasarkan data statistik Kementerian Kehutanan 2010, pengembangan
HR di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 618, yaitu 33.162 ha pada tahun 2006 sampai dengan 237.969 ha pada tahun 2010 dan peningkatan tajam
terjadi pada tahun 2007 sebesar 104.393 ha. Selama kurun waktu tersebut wilayah yang terbesar dalam pembangunan atau pengembangan HR adalah di pulau Jawa
dan provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi terluas yang memiliki HR secara nasional.
Menurut Sukadaryati 2006 HR yang dikelola oleh pemilik lahan di beberapa daerah tingkat pertumbuhannya masih rendah dan masih dirasakan sulit
dalam pengendalian kegiatan penebangan. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa untuk mengatasinya perlu memperhatikan hal-hal seperti:
- Penetapan model pengelolaan hutan yang tepat sesuai dengan kondisi sosial ekonomi lokal.
- Pengelolaan bisa dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok tani untuk memenuhi persyaratan perolehan investasi.
- Penyediaan bibit tanaman yang berkualitas yang disubsidi dari pemerintah. - Pengesahan peraturan Pemerintah Daerah tentang pengaturan pola
pemanenan. - Sosialisasi proses perizinan penebangan kayu serta penyuluhan bagi
kelompok tani. Hutan rakyat di pulau Jawa mempunyai karakteristik yang berbeda baik
dari segi budidaya maupun status kepemilikannya dibanding di luar pulau Jawa. Budidaya dan pengelolaan HR di Jawa relatif lebih intensif dan lebih baik
dibanding di luar Jawa. Status kepemilikannya dan tata batas lebih jelas, luas lahan lebih sempit dengan kondisi-kondisi pasar, informasi dan aksesibilitas yang
lebih baik juga Darusman dan Hardjanto 2006.
2.3 Industri Kayu
Industri kehutanan berbasis kayu rakyat terus tumbuh dan berkembang. Kondisi ini didukung dengan tingginya tingkat permintaan investasi pendirian
pabrik kayu olahan kayu rakyat dan diharapkan bisa meningkatkan penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat serta perbaikan lingkungan. Hal tersebut
mendorong peningkatan kebutuhan dan penyediaan hasil hutan berupa kayu. Seiring penyediaan bahan baku industri kayu dari hasil hutan alam yang semakin
berkurang, memberi peluang bagi pemilik lahan untuk memanfaatkan lahannya sebagai lahan HR yang bisa mengatasi kekurangan bahan baku tersebut.
Industri kayu olahan yang padat tenaga kerja dapat menciptakan peluang kerja dan dapat pula menahan daya beli konsumsi di daerah perusahaan ekspor
tersebut berada. Hal ini bisa mengakibatkan subsektor industri kayu olahan yang memproduksi komponen kayu untuk pasar ekspor ini mempunyai prospek bisnis
yang sangat baik karena bahan baku, tenaga kerja maupun sebagian besar dari faktor produksi lain berasal dari dalam negeri.
Industri berbagai jenis kayu olahan untuk pasar ekspor mulai dikembangkan oleh perusahaan di Indonesia pada tahun 1986 sesuai dengan
kebijaksanaan pemerintah yang melarang ekspor kayu bulat dan hanya mengizinkan ekspor kayu gergajian maupun kayu olahan lainnya, seperti
furniture, laminating board, wood panel dan lain sebagainya. Permintaan di luar negeri atas perabot rumah tangga maupun barang
komponen dari kayu tersebut cukup banyak dan meningkat dari tahun ke tahun, dimana pengiriman ke para pembeli di luar negeri dari pelabuhan-pelabuhan di
kota besar pulau Jawa, yaitu dari Jakarta, Cirebon, Semarang dan Surabaya. Keadaan ini dapat membuat Indonesia memiliki prospek pengembangan industri
kayu walaupun industri-industri pengolahan kayu tersebut masih mengandalkan mesin impor dari berbagai negara terutama Jepang, Taiwan, China, Malaysia,
Jerman, dan Italia. Hal ini menggambarkan mesin pengolahan kayu di Indonesia masih lemah yang dapat diatasi dengan kerjasama kepada negara-negara tersebut.
Uraian ini menunjukkan bahwa budidaya HR dengan hasil utama kayu berkembang karena adanya pasar untuk peralatan rumah tangga, peti kemas, pulp
dan lain-lain. Pasar itulah yang menetukan pilihan jenis tanaman penghasil kayu
yang sesuai penggunaannya. Kayu sengon lebih banyak digunakan untuk peti kemas, pulp, perabot rumah tangga, bahan bangunan sedangkan kayu jati lebih
utama digunakan untuk perabot rumah tangga dan bahan bangunan yang tergolong mewah. Hasil penting lainnya dari HR adalah kayu bakar yang banyak
dikonsumsi oleh industri-industri kecil Suharjito 2000
2.4 Sengon
Nama ilmiah sengon adalah Paraserianthes falcataria L Nielsen yang termasuk famili Memosaceae. Nama lokalnya seperti albizia, bae, bai, jeungjing
laut, jing laut, rare, salawaku merah, salawaku putih, salawoku, sekat, sengon laut, sengon sabrang, sika, sika bot, sikas, tawa sela, wai, wahagom, wiekkie yang
tersebar di pulau Jawa, Maluku dan Irian Martawijaya dan Kartasujana 1977. Tanaman tersebut bertekstur agak kasar dan merata dengan arah serat
lurus, bergelombang lebar atau terpadu. Permukaan kayu agak licin atau licin dan agak mengkilap dimana kayu yang masih segar berbau petai. Kayu sengon
termasuk kelas awet IVV dan kelas kuat IV-V dengan berat jenis 0,33 0,24- 0,49. Kayunya lunak dan mempunyai nilai penyusutan dalam arah radial dan
tangensial berturut-turut 2,5 persen dan 5,2 persen basah sampai kering. Kayu teras pohon sengon berwarna hampir putih atau coklat muda pucat
seperti daging. Warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras serta dapat mencapai tinggi 45 m dan diameter 10 cm. Batang tak berbanir, bulat
memanjang agak lurus, bebas cabang sampai 20 m. Daur yang paling baik pada umumnya kurang dari 10 tahun untuk menghindari busuk akar. Jenis tanaman ini
tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1.600 mdpl, namun ketinggian optimal pada umumnya adalah 0 - 800 mdpl, dengan suhu berkisar antara 22°
sampai dengan 29° C Dishutbun Provinsi Jambi 2010. Sebagai salah satu pohon dengan pertumbuhan tercepat di dunia, pohon
sengon mudah dalam pengelolaannya. Sengon mampu menyesuaikan diri dengan tanah yang miskin unsur hara dan bersaing dengan alang-alang atau gulma
lainnya. Hal yang perlu diperhatikan dan diwaspadai khususnya bagi sistem penanaman monokultur adalah kendala yang paling utama seperti serangan hama
penyakit Tabel 1.
Tabel 1 Jenis hama dan penyakit tanaman sengon
No. Bagian
tanaman yang diserang
Jenis hama dan penyakit Nama hama
dan penyakit umum
Keterangan 1
Menggerek batang
Xystrocera festiva Coleoptera, Ceramycidae
X. globosa Hama boktor
2 Pemakan daun
Pteroma plagiophleps Lepidoptera,Psychidae
Eurema blanda Lepidoptera, Pieridae
Ulat kantong kecil
Ulat kupu- kupu kuning
Serangan spradis
3 Pemakan akar
Beberapa spesies Coleoptera, Scarabaeidae
Ulat putih Menyerang
sapling 4
Pemakan kulit batang
Indarbela quadrinotata Lepidoptera, Indarbelidae
Ulat kulit batang
5 Penggerek
batang Xylosandrus morigerus
Coleoptera, Scolytidae Kumbang
sisik 6
Damping-off Pythium sp.
Phytoptora sp. Rhizoctonia sp.
Lodoh akarbatang
Menyerang semai
7 Penyakit
Antraknosa Colletotrichum sp.
Antraknosa Menyerang
semai 8
Busuk akar Botryo diplodia sp.
Ganoderma sp. Ustulina sp.
Rosellinia sp. Jamur akar
Menyerang tanaman
muda
9 Kanker karat
puru Uromycladium tepperianum
Jamur karat Menyerang
semua umur
sumber: Nair 2000
Berikut ini dijelaskan beberapa jenis hama dan penyakit yang berpotensi besar kerusakannya;
1. Penyakit Karat Puru Penyakit karat tumorkarat puru gall rust, merupakan salah satu penyakit
yang berbahaya pada tanaman sengon. Dampak penyakit meluas pada semai sampai tanaman dewasa, mulai dari menghambat pertumbuhan sampai mematikan
tanaman. Sebaran geografis penyakit ini adalah di Australia, New Coledonia, Papua
New Guinea 1984, Maluku 19881989, Afrika Selatan 1992, Sabah 1993,