3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Reagen dan Standarisasi 3.3.1.1. Pembuatan Larutan KI 10
Kristal kalium iodida KI ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian dilarutkan dengan
aquadest dalam labu takar 100 ml hingga garis batas.
3.3.1.2. Pembuatan Larutan Indikator Amilum
Ditimbang 1 gram serbuk amilum dan dilarutkan dengan 100 ml akuades dan dipanaskan sambil diaduk di atas pemanas hingga mendidih dan disaring dalam keadaan
panas.
3.3.1.3. Pembuatan Larutan Standart Natrium Tiosulfat 0,1 N
Ditimbang 6,25 gram kristal Na
2
S
2
O
3
.5H
2
O dilarutkan dengan akuades dan diencerkan dalam labu takar 250 ml sampai garis tanda lalu distandarisasi dengan larutan
K
2
Cr
2
O
7
0,1 N menggunakan indikator amilum mengikuti titrasi secara iodometri
3.3.1.4. Pembuatan Larutan K
2
Cr
2
O
7
0,1 N
Ditimbang 7,7 gram serbuk K
2
Cr
2
O
7
dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan dalam labu takar 250 ml sampai garis tanda.
3.3.2 Esterifikasi Asam Oleat dengan n-Pentanol
Kedalam labu leher dua 500 ml dimasukkan sebanyak 50 ml asam oleat, ditambahkan 25 ml n-pentanol dan diikuti dengan 50 ml benzen. Kemudian sambil diaduk
dalam keadaan dingin es batu, melalui corong penetes ditambahkan secara perlahan-lahan 2 ml H
2
SO
4
pekat. Campuran kemudian direfluks pada suhu 80
o
C selama 5 jam. Hasil reaksi kemudian diuapkan dengan rotarievaporator, residu dilarutkan dengan 100 ml dietil
eter. Lapisan eter dicuci dengan 10 ml aquadest sebanyak 2 kali. Hasil pencucian dikeringkan dengan CaCl
2
anhidrous selanjutnya setelah disaring diikuti pengeringan menggunakan Na
2
SO
4
anhidrous kemudian disaring kembali. Filtrat hasil penyaringan diuapkan melalui rotarievaporator untuk mendapatkan n-pentil oleat sebagai residu.
Terhadap ester yang diperoleh dilakukan analisis spektroskopi FT-IR, bilangan iodin, dan indeks bias.
Universitas Sumatera Utara
3.3.3 Epoksidasi n-Pentil Oleat Menjadi Epoksida
Kedalam labu leher dua 500 ml, dimasukkan sebanyak 30 ml asam formiat HCOOH 90 dan ditambahkan 30 ml H
2
O
2
30 secara perlahan-lahan kemudian sambil diaduk melalui corong penetes ditambahkan 2 ml H
2
SO
4
pekat, kemudian dipanaskan pada suhu 40-45
o
C selama satu jam. Selanjutnya melalui corong penetes ditambahkan secara perlahan-lahan n-pentil oleat sebanyak 25 ml. Dipertahankan suhu pemanasan pada
temperatur 40-45
o
C sambil diaduk selama 2 jam. Hasil reaksi epoksida n-pentil oleat dipisahkan dari fase air dan dilakukkan analisa spektroskopi FT-IR.
3.3.4 Alkoksilasi Senyawa Epoksida dengan n-Pentanol Menjadi 9-n-Pentoksi 10- Hidroksi n-Pentil Stearat Campuran
Kedalam labu leher dua 500 ml yang dihubungkan dengan penangas air, pengaduk magnit dan kondensor bola dimasukkan sebanyak 15 ml n-pentanol, kemudian sambil
diaduk dalam keadaaan dingin melalui corong penetes ditambahkan 1 ml H
2
SO
4
pekat. Kedalam campuran ini sambil diaduk dalam keadaan dingin secara perlahan-lahan
ditambahkan 30 ml propanon aseton dan dilanjutkan penambahan epoksida n-pentil oleat melalui corong penetes. Campuran direfluks selama 5 jam. Hasil reaksi kemudian diuapkan
dengan rotarievaporator, residu dilarutkan dalam 80 ml dietil eter. Lapisan eter dicuci dengan 25 ml aquadest sebanyak 3 kali. Hasil pencucian dikeringkan dengan CaCl
2
anhidrous kemudian disaring diikuti pengeringan dengan Na
2
SO
4
anhidrous kemudian disaring kembali. Filtrat hasil penyaringan diuapkan melalui rotarievaporator untuk
mendapatkan senyawa 9 n-pentoksi 10-hidroksi n-pentil stearat campuran sebagai residu. Terhadap senyawa 9 n-pentoksi 10-hidroksi n-pentil stearat campuran yang diperoleh
dilakukan analisis spektroskopi FT-IR,
1
H-NMR, bilangan iodin, dan indeks bias.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Analisa Hasil Reaksi 3.4.1 Analisa dengan Spektroskopi FT-IR
Masing-masing cuplikan dari asam oleat, n-pentil oleat, epoksida n-pentil oleat, dan senyawa 9 n-pentoksi 10-hidroksi n-pentil stearat campuran dioleskan pada plat KBr
hingga terbentuk lapisan tipis yang transparan, selanjutnya diukur spektrumnya dengan alat spektrofotometer FT-IR model I.R-420.
3.4.2 Analisa dengan Spektroskopi
1
H-NMR
Cuplikan senyawa 9 n-pentoksi 10-hidroksi n-pentil stearat campuran hasil sintesa dilarutkan dalam CDCl
3
, selanjutnya diukur spektrumnya dengan spektrofotometer resonansi magnet inti proton model Delta2-NMR 500 MHz, serta digunakan tetra metil
silan TMS sebagai pembanding.
3.4.3 Penentuan Asam Lemak Secara Kromatografi Gas
Metil oleat yang diperoleh dari reaksi antara asam oleat dengan metanol menggunakan katalis H
2
SO
4
diinjeksikan melalui injektor alat kromatografi gas merek Shimadzu GC-02, untuk pemisahan dan identifikasi serta penentuan kuantitatif asam lemak
melalui kromatogram. Kondisi kromatografi gas yang sesuai untuk pemisahan ini adalah sebagai berikut :
- Panjang kolom : Packed Glass 3,1 Meter
- Diameter kolom : 3 mm - Fase diam
: Dietilen Glikol Suksinat DEGS - Fase gerak
: Gas Nitrogen - Suhu Kolom
: 190
o
C - Suhu injektor
: 220
o
C - Suhu detektor
: 230
o
C - Detektor
: Flame Ionization Detector FID - Tekanan Nitrogen : 300 Kpa
- Tekanan Hidrogen : 60 Kpa - Tekanan udara
: 60 Kpa
Universitas Sumatera Utara