JAVA Musikindo menambahkan blower penyejuk udara dibawah panggung dalam jumlah yang banyak, yang dapat menyejukkan udara dalam konser yang
diadakan didalam ruangan atau venue.
25
Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran
dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa yang terjadi didalam hukum pidana
Cara yang paling utama untuk menjaga kenyamanan penonton tentu saja tidak memasukkan penonton
melebihi kapasitas tempat yang ada.
B. Tindak Pidana Dalam Asas Hukum Pidana
26
Didalam bahasa Indonesia Het Strafbare Feit telah diterjemahkan sebagai : . Tindak pidana mempunyai pengertian yang yang abstrak dari peristiwa-
peristiwa yang kongkret dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk
dapat memisahkan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat.
Adakalanya istilah dalam pengertian hukum telah menjadi istilah dalam kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya istilah dalam kehidupan masyarakat
yang dipergunakan sehari-hari dapat menjadi istilah dalam pengertian hukum, misalnya istilah percobaan, sengaja, dan lain sebagainya. Sebelum menjelaskan
arti pentingnya istilah tindak pidana sebagai pengertian hukum, terlebih dahulu diterangkan tentang pemakaian istilah tindak pidana yang beraneka ragam.
1. Het Strafbare Feit
25
Ibid,hlm 19
26
Bambang Poernomo, Azas- Azas Hukum Pidana, Gahlia Indonesia, Yogyakarta , 1976, Hlm 124
Universitas Sumatera Utara
a. Perbuatan yang dapat boleh dihukum b. Peristiwa Pidana
c. Perbuatan Pidana dan d. Tindak Pidana
Masing-masing penerjemah atau yang menggunakan, memberikan sandaran atau pengertian masing-masing dan bahkan perumusan pengeritian dari
istilah tersebut. 2. Pengertian dari “Een strafbaar feit” menurut sarjana-sarjana barat.
Mengenai apa yang diartikan dengan “strafbaar feit”, para sarjana baratpun, memberikan pengertianpembatasan yang berbeda seperti terbaca
diabawah ini antara lain sebagai berikut : a. Perumusan Simons
Simons merumuskan bahwa “Een Strafbaar feit” adalah suatu handeling tindakanperbuatan yang diancam dengan pidana oleh
undang-undang, bertentangan dengan hukum onrehtmatig dilakukan dengan kesalahan schuld oleh seseorang yang mampu
bertanggungjawab . Kemudian beliau membaginya dalam dua golongan unsur yaitu : unsur-unsur objektif yang berupa tindakan yang
dilarang diharuskan, akibat dari keadaan masalah tertentu, dan unsur subjektif yang berupa kesalahan schuld dan kemampuan
bertanggungjawab toerekeings-vatbaar dari petindak.
Universitas Sumatera Utara
b. Perumusan Van hammel Van Hammel merumuskan “Strafbaar Feit” itu sama dengan yang
dirumuskan oleh Simmons, hanya ditambahkannya denggan kalimat ‘tindakan mana bersifat dapat dipidana”.
c. Perumusan VOS VOS merumuskan : “Straftbaar feit adalah suatu kelakuan gedraging
manusia yang dilarang dan oleh undang-undang diancam dengan pidana.
b. Perumusan Pompe Pompe merumuskan : “ Strafbaar Feit” adalah suatu pelanggaran
kaidah penggangguan ketertiban hukum , terhadap mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk
menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin kesehjahteraan umum.
27
3. Pengertian “Strafbaar Feit” setelah terjemahan Diantara sarjana Indonesia tersebut telah memberikan pendapat atau
alasan-alasannya , mengapa harus menggunakan istilah yang dipilihnya itu sebagai terjemahan dari “straafbaar” dan “feit” yang kemudian dimajemukkan.
Beberapa diantara pendapat tersebut adalah sebagai berikut: a. Pendapat Moljatno dan Ruslan Saleh
Prof. Moeljatno yang dimana setelah membahas uraikan beberapa istilah yang telah digunakan untuk terjemahan strafbaar feit, pilihan beliau
27
Sr Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana, Storia Grafika, Jakarta, 2002, Hlm 205
Universitas Sumatera Utara
jatuh pada “perbuatan pidana” dengan alasan dan pertimbangan sebagai berikut :
1.
Kalau untuk recht , sudah lazim dipakai istilah : Hukum, maka dihukum lalu berarti : berecht, diadili, yang sama sekali tidak ada
hubungannya dengan straf, pidana ;karena perkara-perkara perdata pun di berecht, diadili. Maka beliau memilih terjemahan strafbaar feit
adalah istilah Pidana sebagai singkatan YANG DAPAT DIPIDANA.
2.
Perkataan perbuatan sudah lazim dipergunakan dalam percakapan sehari-hari seperti : perbuatan tak senonoh, perbuatan jahat dan
sebagainya dan juga sebagai istilah teknis seperti : perbuatan melawan hukum onrechmatig daad. Perkataan perbuatan berarti dibuat oleh
seseorang dan menunjuk baik pada yang melakukan maupun pada akibatnya . Sedangkan perkataan peristiwa tidak menunjukkan, bahwa
yang menimbulkannya adalah “handeling” atau “gedraging” seseorang, mungkin juga hewan atau alam. Dan perkataan tindak
berarti langkah dan baru dalam bentuk tindak tanduk tingkah laku. b. Pendapat Utrecht
Utrecht menganjurkan pemakaian istilah peristiwa pidana, karena peristiwa itu meliputi perbuatan handelen atau doen, positif atau
melalaikan verzuim atau nalaten atau niet doen, negatif maupun akibatnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Pendapat Satochid Satochid Kertanegara dalam rangkaian kuliah beliau menganjurkan
pemakaian istilah tindak-pidana, karena istilah tindak tindakan , mencakup pengertian melakukan atau berbuat actieve handeling dan
atau pengertian tidak melakukan, tidak berbuat, tidak melakukan suatu perbuatan passive handeling.
Istilah perbuatan berarti melakukan, berbuat active handeling tidak mencakup pengertian mengakibatkan tidak melakon. Istilah peristiwa
tidak menunjukkan kepada hanya tindakan manusia. Sedangkan terjemahan pidana untuk strafbaar adalah sudah tepat.
28
4. Berbagai Perumusan Tindak Pidana Sebelum dicoba memberikan perumusan tindak pidana, terlebih
dahulu akan disitir beberapa perumusan yang telah diperkenalkan oleh beberapa sarjana ahli hukum sebagai berikut :
a. Prof. Moeljatno setelah memilih perbuatan-pidana sebagai terjemahan dari ‘‘Strafbaar Feit”,beliau memberi suatu perumusan pembatasan
sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barangsiapa melanggar larangan tersebut
29
, dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau
menghambat akan tercapainya tata pergaulan didalam masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu
30
28
Ibid. Hlm 208.
29
Moelijatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungan Jawab dalam Hukum Pidana,Bina Aksara, Yogyakarta-1983, Hlm 17
30
Ibid. Hlm 18
. Makna perbuatan pidana, secara
Universitas Sumatera Utara
mutlak harus unsur formil, yaitu mencocoki rumusan undang-undang Tatbestandmaszigkeit dan unsur materil, yaitu sifat bertentangannya
dengan cita-cita mengenai pergaulan masyarakat atau dengan pendek, sifat melawan hukum Rechtswirdigkeit
31
b. Mr. R Tresna setelah mengemukakan bahwa sungguh tidak mudah memberikan suatu ketentuan atau definisi yang tepat, mengatakan bahwa :
Peristiwa – Pidana ialah sesuatu perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, terhadap
perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Beliau menerangkan bahwa perumusan tersebut jauh daripada sempurna , karena dalam uraian
beliau selanjutnya diutarakan bahwa sesuatu perbuatan itu baru dapat dipandang sebagai peristiwa pidana, apabila telah memenuhi persyaratan
yang diperlukan
32
c. Dr. Wirjono Prodjodikoro merumuskan, bahwa Tindak-pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Dan
pelaku itu dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana
33
5. Unsur- Unsur Tindak Pidana Sungguhpun telah banyak diperkenalkan perumusan dari tindak pidana
diatas, diantara sarjana itu ada yang merasa yakin atas kelengkapan dari perumusannya, ada yang mengakui ketidak-sempurnaannya. Seperti telah
disinggung diatas, istilah Tindak dari Tindak-Pidana adalah merupakan singkatan
31
Ibid. Hal 22
32
Dikutip dari Buku Sr Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana, Storia Grafika, Jakarta, 2002, hal 207, Kuliah dari Tresna R.Mr
33
Wirjono Prodjodikoro DR. SH , Asas Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT Eresco, Jakarta, 1969, hal 27
Universitas Sumatera Utara
dari Tindakan Atau Petindak. Artinya adanya orang yang melakukan suatu Tindakan, sedangkan orang yang melakukan itu dinamakan Petindak. Mungkin
sesuatu tindakan dapat dilakukan oleh siapa saja, tetap dalam banyak hal sesuatu tindakan tertentu hanya mungkin dilakukan oleh seseorang dari suatu golongan
jenis kelamin saja, atau seseorang dari suatu golongan yang bekerja pada Negara pemerintah, atau seseorang dari golongan lainnya yang hidup didalam masyarakat.
Antara petindak dengan suatu tindakan yang terjadi harus ada hubungan kejiwaan pshycologis, selain daripada penggunaan salah satu bagian tubuh,
panca indra atau alat lainnya sehingga terwujudnya sesuatu tindakan.Hubungan kejiwaan itu adalah sedemikian rupa dimana petindak dapat menilai tindakannya,
dapat menentukan apakah akan dilakukan atau dihindarinya, dapat pula menginsyafi ketercelaan atas tindakannya itu, atau setidak-tidaknya , oleh
kepatutan dalam masyarakat memandang bahwa tindakan itu adalah tercela. Bentuk hubungan kejiwaan itu dalam istilah hukum-pidana disebut kesengajaan
atau kealpaan, selain daripada itu tiada terdapat dasar-dasar atau alasan peniadaan bentuk hubungan kejiwaan tersebut.
Tindakan yang dilakukannya itu harus bersifat melawan hukum. Dan tidak ada terdapat dasar-dasar atau alasan-alasan yang meniadakan sifat melawan
hukum dari tindakan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa ditinjau dari suatu kehendak yang bebas dari petindak, maka kesalahan itu adalah merupakan “ kata
hati” bagian terdalam dari kehendak itu, sedangan sifat melawan hukum dari tindakan itu merupakan “pernyatan “ bagian luar dari kehendak itu.
Universitas Sumatera Utara
Setiap tindakan yang bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan hukum, menyerang kepentingan masyarakat atau individu yang dilindungi hukum,
tidak disenangi oleh orang atau masyarakat baik yang langsung atu tidak langsung terkena dari tindakan tersebut. Pada umumnya untuk menyelesaikan setiap
tindakan yang sudah dipandang merugikan kepentingan umum disamping kepentingan perseorangan, dikehendaki turun tangannya penguasa. Dan apabila
penguasa tidak turun tangan maka tindakan-tindakan tersebut akan merupakan sumber kekacauan yang tak aka nada habis-habisnya. Demi menjamin keamanan,
ketertiban, dan kesehjahteraan didalam masyarakat, perlu ditentukan mengenai tindakan-tindakan apa saja yang dilarang atau diharuskan.
Apabila seseorang melakukan suatu tindakan sesuai dengan kehendaknya dan karenanya merugikan kepentingan umum masyarakau termasuk kepentingan
perorangan, lebih lengkap kiranya apabila harus ternyata tindakan tersebut terjadi pada suatu tempat, waktu, dan keadaan yang ditentukan. Artinya, dipandang dari
sudut tempat, tindakan itu harus terjadi dari suatu tempat dimana dimana ketentuan pidana Indonesia berlaku; Dipandang dari sudut waktu, tindakan itu
masih dirasakan sebagai suatu tindakan yang perlu diancam dengan pidana belum daluarsa; dan dari sudut keadaan, tindakan itu harus terjadi pada suatu keadaan
dimana tindakan itu dipandang sebagai tercela. Dengan perkataan lain suatu tindakan yang dilakukan diluar jangkauan berlakunya ketentuan pidana Indonesia,
bukanlah merupakan suatu tindak pidana dalam arti penerapan ketentuan pidana Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Perlu diperhatikan pula, apabila masalah waktu, tempat, dan keadaan WTK ini dilihat dari sudut Hukum Pidana Formal, maka ia sangat penting.
Karena tanpa kehadirannya dalam surat dakwaan, maka surat dakwaan itu adalah batal demi hukum. Jadi sama dengan dengan unsur-unsur lainnya yang harus
hadirterbukti. Dari uraian tersebut diatas, secara ringkas dapatlah disusun unsur-unsur
dari tindak pidana yaitu : Ke-1 Subjek
Ke-2 Kesalahan Ke-3 Bersifat melawan hukum dari tindakan
Ke-4 Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana
Ke-5 Waktu, tempat dan keadaan unsur objektif lainnya. Dengan demikian dapat dirumuskan pengertian dari tindak-pidan sebagai :
“Suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu , yang dilarang diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan
hukum serta dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab” 6. Bentuk-bentuk Tindak Pidana “Forms of Criminal Offence”
a. Sebagaimana dimaklumi, aturan pemidanaan dalam KUHP WvS tidak hanya ditujukan kepada orang yang melakukan tindak pidana, tetapi juga
terhadap mereka yang melakukan “percobaan”, “pemufakatan jahat”, “penyertaan”, “perbarengan” con-cursus, dan “pengulangan” recidive.
Universitas Sumatera Utara
Hanya saja didalam KUHP, “pemufakatan jahat” dan “recidive” tidak diatur dalam Aturan Umum Buku I, terapi didalam aturan khusus.
b Dalam Konsep, semua bentuk-bentuk tindak pidana atau tahapannya terjadi dilakukannya tindak pidana itu, dimasukkan dalam Ketentuan
Umum Buku I. Bahkan dalam perkembangan terakhir Konsep 2008 ditambah dengan “persiapan” preparation yang selama ini tidak diatur
dalam KUHP dan juga belum ada dalam Konsep-konsep sebelumnya. c Aturan umum “pemufakatan jahat” dan “persiapan” dalam Buku I Konsep,
agak berbeda dengan “percobaan”
34
1. Penentuan dapat dipidananya “percobaan” dan lamanya dipidana ditetapkan secara umum dalam Buku I, kecuali ditentukan lain oleh
UU: pidana pokoknya maksimum minimum dikurangi sepertiga . Perbedaannya adalah :
2. Penentuan dapat dipidananya “pemufakatan jahat” dan “persiapan “ ditentukan seccara khusustegas dalam UU dalam perumusan tindak
pidana yang bersangkutan. Aturan umum hanya menentukan pengertian batasan kapan dikatakan ada “permufakatan jahat” atau
“persiapan” dan lamanya pidana pokok yaitu dikurangi dua pertiga
35
C. Pengertian dan Unsur PertanggungJawaban Pidana