Jenis Sayuran Kebutuhan informasi pertanian dan aksesnya bagi petani sayuran: pengembangan model penyediaan informasi pertanian dalam pemberdayaan petani, kasus di provinsi Jawa Barat

Jika kebutuhan informasi petani sayuran dikaitkan pemanfaatannya dengan aspek-aspek manajemen usahatani sayuran merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengatasi masalah usahatani pada penelitian ini, maka informasi yang dibutuhkan pada masing-masing aspek adalah: Perencanaan usahatani , membutuhkan informasi: 1 peningkatan produksi dan mutu sayuran, yakni: rencana produksi, jenis sayuran yang diminati pasar, pola tanam satu tahun, prakiraan iklimcuaca, jenis, dan dosisjumlah sarana produksi yang digunakan, 2 ketersediaan sarana produksi, yakni: jenis sarana produksi bibit, pupuk, pestisida yang tersedia, 3 ketersediaan permodalan, yakni: skim pola kredit usahatani dan lembaga penyedia modal, 4 teknologi pengolahan hasil sayuran, yakni: jenis sayuran yang tahan lama disimpan, jenis sayuran dalam bentuk olahan, dan pabrik-pabrik yang mengolah hasil sayuran, 5 dukungan pemasaran, yakni: lokasi pemasaran, harga sayuran, jumlah, dan mutu sayuran yang dibutuhkan, 6 analisis usahatani sayuran, yakni: biaya yang dibutuhkan dan keuntungan diperoleh dalam satu kali proses produksi. Pelaksanaan usahatani , membutuhkan informasi: 1 cara pengorganisasian penyediaan sarana produksi, 2 pengorganisasian penyediaan dan penggunaan permodalan, 3 teknologi budidayaproduksi, 4 teknologi panen dan pasca panen, dan 5 cara pengawasan produksi. Evaluasi usahatani, membutuhkan informasi: 1 prosedur kerja usahatani, 2 cara menilai proses pelaksanaan usahatani, 3 jenis-jenis pengembanganperbaikanperubahan yang mungkin terjadi selama pelaksanaan usahatani, dan 4 hambatan-hambatan yang mungkin terjadi selama pelaksanaan usahatani. Selanjutnya, dalam Mengatasi masalah usahatani , membutuhkan informasi: 1 teknik manajerial usahatani, 2 rantai pemasaran sayuran, dan 3 proses produksi, dan perusahaan mitra. Kondisi Eksternal Petani Sayuran Indikator kondisi eksternal petani sayuran yang dilihat pada penelitian ini, adalah: lingkungan fisik, lingkungan sosial, ketersediaan informasi pertanian, kondisi megapolitan, dan kebijakan bidang penyuluhan dan pembangunan subsektor hortikultura. Analisis terhadap kekondusifan faktor lingkungan berdasarkan tipologi petani dan lokasi petani, dapat disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Kekondusifan Faktor Lingkungan Petani Sayuran Uraian Kekondusifan Faktor Lingkungan Tidak Kondusif Kurang Kon dusif Kondusif Jumlah 1. Tipologi Petani 1.1 Petani Maju - Lingkungan Fisik - Lingkungan Sosial - Ketersediaan Informasi Pertanian - Kondisi Megapolitan - Kebijakan Bidang Penyuluhan dan Pembangunan Subsektor Hortikultura 1.2 Petani Berkembang - Lingkungan Fisik - Lingkungan Sosial - Ketersediaan Informasi Pertanian - Kondisi Megapolitan - Kebijakan Bidang Penyuluhan dan Pembangunan Subsektor Hortikultura 0, 0 0, 0 17, 2 62, 1 50, 0 0, 5 0, 5 13, 7 85, 7 76, 9 70, 7 6, 9 32, 8 32, 8 36, 2 74, 2 7, 2 56, 0 14, 3 19, 3 29, 3 93, 1 50, 0 5, 1 13, 8 25, 3 92, 3 30, 3 0, 0 3, 8 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 2. Lokasi 2.1 Bogor - Lingkungan Fisik - Lingkungan Sosial - Ketersediaan Informasi Pertanian - Kondisi Megapolitan - Kebijakan Bidang Penyuluhan dan Pembangunan Subsektor Hortikultura 2.2 Cianjur - Lingkungan Fisik - Lingkungan Sosial - Ketersediaan Informasi Pertanian - Kondisi Megapolitan - Kebijakan Bidang Penyuluhan dan Pembangunan Subsektor Hortikultura 2.3 Bandung - Lingkungan Fisik - Lingkungan Sosial - Ketersediaan Informasi Pertanian - Kondisi Megapolitan - Kebijakan Bidang Penyuluhan dan Pembangunan Subsektor Hortikultura 0, 0 0, 0 10, 0 62, 5 48, 7 1, 2 1, 3 3, 7 88, 8 71, 3 0, 0 0, 0 30, 0 88, 7 91, 3 77, 5 1, 2 48, 8 33, 8 32, 5 85, 0 5, 0 53, 8 11, 2 28, 7 57, 5 15, 0 48, 7 11, 3 8, 7 22, 5 98, 8 41, 2 3, 7 18, 8 13, 8 93, 7 42, 5 0, 0 0, 0 42, 5 85, 0 21, 3 0, 0 0, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Total Petani - Lingkungan Fisik - Lingkungan Sosial - Ketersediaan Informasi Pertanian - Kondisi Megapolitan - Kebijakan Bidang Penyuluhan dan Pembangunan Subsektor Hortikultura 0, 4 0, 4 14, 6 80, 0 70, 4 73, 3 7, 1 50, 4 18, 8 23, 3 26, 3 92, 5 35, 0 1, 2 6, 3 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Total 1, 3 87, 1 11, 6 100, 0 Sumber: Data Primer 2006 Keterangan: = Kekondusifan faktor lingkungan berbeda nyata p 0,01 menurut tipologi petani dan lokasi Dari data yang digambarkan pada Tabel 26, dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan kekondusifan faktor lingkungan adalah, 95 petani menyatakan lingkungan sosial merupakan faktor lingkungan yang kondusif, 65 petani menyatakan tingkat ketersediaan informasi pertanian kurang kondusif, 74 petani menyatakan lingkungan fisik yang kurang kondusif. Selanjutnya, 99 petani menyatakan kondisi megapolitan tidak kondusif dan 94 petani yang menyatakan kebijakan bidang penyuluhan dan pembangunan subsektor hortikultura juga tidak kondusif. Kondisi ini menunjukkan rendahnya dukungan pemerintah terhadap petani hortikultura secara keseluruhan, termasuk petani sayuran. Lingkungan fisik petani, merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan petani dalam berusahatani. Lingkungan fisik yang dilihat, adalah: kondisi infrastruktur, sarana angkutan hasil pertanian, saluran pengairan, modal usaha, air, lahan, iklimcuaca, sarana dan prasarana, dan tenaga kerja. Apabila kondisi lingkungan fisik cukup kondusif, maka akan memotivasi petani dalam berusahatani yang pada akhirnya akan meningkatkan keinovatifan dan kesadarannya untuk mencari informasi yang dibutuhkan. Fakta menunjukkan, bahwa petani sulit mendapatkan informasi iklimcuaca karena BPPUPTD tidak difasilitasi dengan alat pengukur curah hujan. Di samping itu, belum tersedia sarana penanganan pasca panen, seperti gudang pendingin yang memadai yang semestinya dapat difasilitasi pemerintah, sehingga petani tidak berdaya ketika harga sayuran anjlok pada saat panen raya karena tidak tahan disimpan lama. Dilain pihak, petani tidak mampu menyediakan sarana pendingin karena modal yang ada digunakan untuk sarana produksi dan menutupi kebutuhan sehari-hari. Demikian juga, kondisi lingkungan sosial yang kondusif, tidak terlepas dari dukungan norma masyarakat atau nilai budaya setempat, dukungan keluarga dan tokoh masyarakat, serta interaksi sosial petani dalam masyarakat. Poerwanto 2000 mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan antar dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi dan mengubah tingkah laku yang lain. Petani yang berada dalam sistem sosial, berusaha menyesuaikan perilakunya dalam berusahatani dengan norma masyarakat yang disepakati bersama dan berlaku di daerahnya. Semakin intensif mereka berinteraksi, maka semakin besar kemungkinan mereka untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkannya. Dukungan tokoh masyarakat dapat berperan sebagai sumber informasi pertanian, karena interaksinya cukup luas dengan masyarakat di luar daerahnya. Kondisi ini semestinya dapat dimanfaatkan oleh petani dengan sering bergaul dan bekerjasama dengan tokoh masyarakat setempat. Selain itu, aggota keluarga berperan membantu petani dalam mempertimbangkan pendapat dan pengambilan keputusan untuk memajukan dan mengembangkan usahataninya. Nilai budaya yang dipedomani petani, juga akan mempengaruhi perilaku dan interaksi sosialnya karena sudah merupakan suatu sistem nilai. Menurut Rogers dan Shoemaker 1971, sistem nilai atau norma sistem merupakan pedoman tingkah laku yang telah mapan bagi anggota suatu sistem sosial tertentu. Setiap daerah mempunyai sistem nilai yang berbeda-beda, menyebabkan kondisi sosialnya akan berbeda pula. Tingkat ketersediaan informasi pertanian di lokasi secara lokal, media massa cetak dan elektronik, penyuluh, BPPUPTD, lembaga penyuluhan, dan lembagapusat informasi lainnya serta kualitas informasi yang tersedia masih rendah kurang kondusif, terutama informasi tentang keadaan faktual pelaksanaan usahatani yang akan dilaksanakan dan potensi pengembangan agribisnis sayuran termasuk informasi tentang kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pembangunan subsektor hortikultura. Informasi yang ada di daerahnya kurang mampu menjawab masalah mereka, sehingga informasi tersebut kurang berpengaruh terhadap kemampuan petani dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengatasi masalah usahataninya. Tabel 27 menunjukkan bahwa ada hubungan antara kekondusifan faktor lingkungan dengan penyediaan informasi pertanian. Tabel 27 Hubungan antara Peubah Kekondusifan Faktor Lingkungan dengan Peubah Penyediaan Informasi Pertanian Sumber: Data Primer diolah, 2006 Keterangan: = Korelasi nyata p 0,05 dan = Korelasi nyata p 0,01 Tingkat ketersediaan informasi pertanian, erat kaitannya dengan tingkat kecukupan informasi pertanian bagi petani sayuran. Artinya makin tinggi tingkat ketersediaan informasi pertanian, maka tingkat kecukupan informasi pada petani Peubah X 6 Penyediaan Informasi Pertanian X 6 Peubah X 3 Relevansi X 6.1 Akurasi X 6.2 Kelengkapan X 6.3 Ketajaman X 6.4 Ketepatan X 6.5 Keterwakilan X 6.6 Total X 6 Kekondusifan Faktor Lingkungan X 3 1. Lingkungan Fisik X 3.1 0.07 -0.21 0.03 0.08 0.05 0.09 0.05 2. Lingkungan Sosial X 3.2 0.15 0.38 0.18 0.19 0.21 0.19 0.22 3. Ketersediaan Informasi Pertanian X 3.3 0.05 0.53 0.06 0.05 0.07 0.05 0.11 4. Kondisi Megapolitan X 3.4 0.58 0.05 0.56 0.59 0.57 0.58 0.59 5. Kebijakan Penyuluhan Pembangunan Subsektor Hortikultura X 3.5 0.67 0.04 0.59 0.68 0.64 0.67 0.67 Total X 3 0.45 0.28 0.39 0.47 0.45 0.47 0.48 sayuran juga makin tinggi. Selanjutnya kawasan megapolitan, juga belum kondusif bagi petani dalam pengembangan usahatani sayuran karena belum ada pengaturan jaringan kerjasama dalam satu kawasan, seperti Provinsi DKI.Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten yang menjadi kota satelit Jakarta, baik di bidang pemasaran maupun dalam hal pertukaran informasi pertanian. Kerjasama satu kawasan ini dibutuhkan untuk pengaturan pola tanam dan produksi masing-masing jenis sayuran yang diminati pasar, sehingga tidak terjadi kelebihan produksi pada saat panen yang menyebabkan harga sayuran turun drastis. Kondisi ini, akan mengurangi motivasi petani dalam berusahatani sayuran dalam skala usaha yang lebih luas dan tidak mampu merencanakan usahataninya pada masa yang akan datang. Kebijakan di bidang penyuluhan, juga belum mendukung usahatani sayuran terutama dalam hal: dukungan kelembagaan penyuluhan, lembaga penyedia informasi, ketersediaan sarana penyuluh dan prasarana penyuluhan di BPPUPTD. Di samping itu, penyuluh yang ada saat ini belum memiliki kompetensi yang memadai, utamanya belum memiliki kemampuan dan wawasan dalam mengembangkan agribisnis sayuran. Fakta di lapangan menunjukkan, umumnya penyuluh lebih menguasai bidang usahatani komoditas padi, jagung, kedelai, dan komoditas pangan lainnya yang merupakan komoditas prioritas dan politis. Kurangnya pelatihan bagi penyuluh, menyebabkan rendahnya kompetensi penyuluh di bidang usahatani sayuran. Kondisi ini akan mempengaruhi motivasi petani untuk mencari informasi pertanian, karena tidak dapat memanfaatkan penyuluh sebagai sumber dan saluran informasi yang mereka butuhkan. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan antara kekondusifan faktor lingkungan dengan kondisi internal petani, seperti disajikan pada Tabel 28. Faktor lingkungan ini, juga berpengaruh terhadap motivasi dan kemampuan petani dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengatasi masalah usahataninya. Hubungan antara kekondusifan faktor lingkungan dengan tingkat keberdayaan petani sayuran, dapat diperhatikan pada Tabel 29. Tabel 28 Hubungan antara Peubah Kekondusifan Faktor Lingkungan dengan Peubah Karakteristik Pribadi Petani Sayuran Peubah X 3 Kekondusifan Faktor Lingkungan X 3 Peubah X 1 Lingkungan Fisik X 3.1 Lingkungan Sosial X 3.2 Ketersediaan Informasi Pertanian X 3.3 Kondisi Megapolitan X 3.4 Kebijakan Penyul. Pemb. Subsektor Pertanian X 3.5 Total X 3 Karakteristik Pribadi Petani Sayuran X 1 1. Status Sosial Ekonomi X 1.1 0.18 0.24 0.16 0.38 0.45 0.39 2. Kesadaran Pentingnya Informasi X 1.2 0.02 0.55 0.67 0.25 0.24 0.55 3. Kemampuan Mengakses Informasi X 1.3 0.01 0.54 0.53 0.46 0.49 0.66 4. Motivasi terhadap Usahatani Sayuran X 1.4 0.23 0.32 0.19 0.14 0.17 0.30 5. Keinovatifan X 1.5 -0.27 -0. 08 0.07 -0.16 -0.14 -0.13 Total X 1 0. 05 0.53 0.58 0.35 0.40 0.60 Sumber: Data Primer diolah, 2006 Keterangan: = Korelasi nyata p 0,05 = Korelasi nyata p 0,01 Tabel 29 Hubungan antara Peubah Kekondusifan Faktor Lingkungan dengan Peubah Tingkat Keberdayaan Petani Sayuran Sumber: Data Primer diolah, 2006 Keterangan: = Korelasi nyata p 0,05 = Korelasi nyata p 0,01 Selanjutnya, hasil uji beda menunjukkan bahwa kekondusifan faktor lingkungan berdasarkan tipologi petani berbeda nyata p0,01 untuk: lingkungan sosial, kondisi megapolitan, serta kebijakan bidang penyuluhan dan pembangunan sub sektor hortikultura, tetapi tidak berbeda nyata p0,05 untuk: lingkungan fisik, dan ketersediaan informasi pertanian. Demikian juga berdasarkan lokasi, kekondusifan faktor lingkungan berbeda nyata p0,01 untuk: lingkungan fisik, dan ketersediaan informasi pertanian, kondisi megapolitan, serta kebijakan bidang penyuluhan dan pembangunan subsektor hortikultura, tetapi tidak berbeda nyata p0,05 untuk lingkungan sosial. Peubah X 3 Kekondusifan Faktor Lingkungan X 3 Peubah Y 1 Lingkungan Fisik X 3.1 Lingkungan Sosial X 3.2 Ketersediaan Informasi Pertanian X 3.3 Kondisi Megapolitan X 3.4 Kebijakan Penyul. Pemb. Subsektor Pertanian X 3.5 Total X 3 Tingkat Keberdayaan Petani Sayuran Y 1 1. Kemampuan Merencanakan Usahatani Sayuran Y 1.1 0.30 0.16 -0.11 0.51 0.56 0.34 2. Kemampuan Melaksanakan Usahatani Sayuran Y 1.2 0.26 0.15 -0.09 0.51 0.53 0.36 3. Kemampuan Mengevaluasi Usahatani Sayuran Y 1.3 0.16 0.22 0.005 0.32 0.36 0.30 4. Kemampuan Mengatasi Masalah Usahatani Sayuran Y 1.4 0.24 0.13 -0.02 0.21 0.22 0.19 Total Y 1 0.29 0.19 -0.08 0.51 0.56 0.38 Dengan demikian, kondisi eksternal petani sayuran seperti: lingkungan fisik, lingkungan sosial, ketersediaan informasi pertanian, kondisi megapolitan, dan kebijakan penyuluhan dan pembangunan subsektor hortikultura, merupakan kekondusifan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi karakteristik pribadi petani sayuran, penyediaan informasi pertanian, dan tingkat keberdayaan petani. Kesiapan Sumber Informasi Menyediakan dan Menyalurkan Informasi Pertanian Kesiapan sumber informasi pertanian pada penelitian ini ditentukan dari kualitas sumber informasi pertanian dengan melihat kondisi dari empat indikator, yaitu: ketersediaan sumber informasi, kemampuan sumber informasi menyediakan informasi, kualitas pelayanan sumber informasi, dan kualitas saluran informasi. Analisis terhadap kualitas sumber informasi berdasarkan tipologi dan lokasi petani, dapat disajikan pada Tabel 30. Tabel 30 Kualitas Sumber Informasi Pertanian Uraian Kualitas Sumber Informasi Pertanian Rendah Sedang Tinggi Jumlah 1. Tipologi Petani 1.1 Petani Maju - Ketersediaan Sumber Informasi - Kemampuan Menyediakan Informasi - Kualitas Pelayanan - Kualitas Saluran Informasi 1.2 Petani Berkembang - Ketersediaan Sumber Informasi - Kemampuan Menyediakan Informasi - Kualitas Pelayanan - Kualitas Saluran Informasi 31, 0 27, 6 34, 5 34.,4 46, 2 45, 1 46, 2 62, 1 50, 0 62, 1 58, 6 25, 9 47, 8 50, 0 50, 5 27, 5 19, 0 10, 3 6, 9 39, 7 6, 0 4, 9 3, 3 10, 4 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 2. Lokasi 2.1 Bogor - Ketersediaan Sumber Informasi - Kemampuan Menyediakan Informasi - Kualitas Pelayanan - Kualitas Saluran Informasi 2.2 Cianjur - Ketersediaan Sumber Informasi - Kemampuan Menyediakan Informasi - Kualitas Pelayanan - Kualitas Saluran Informasi 2.3 Bandung - Ketersediaan Sumber Informasi - Kemampuan Menyediakan Informasi - Kualitas Pelayanan - Kualitas Saluran Informasi 33, 8 30, 0 33, 7 53, 7 22, 5 20, 0 22, 5 31, 2 71, 2 72, 5 73, 7 81, 2 51, 2 58 ,8 56, 3 13, 8 65, 0 72, 5 75, 0 56, 3 28, 8 27, 5 26, 3 11, 3 15, 0 11, 2 10, 0 32, 5 12, 5 7, 5 2, 5 12, 5 0, 0 0, 0 0, 0 7, 5 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Total Petani - Ketersediaan Sumber Informasi - Kemampuan Menyediakan Informasi - Kualitas Pelayanan - Kualitas Saluran Informasi 42, 5 40, 8 43, 3 55, 4 48, 3 52, 9 52, 5 27, 1 9, 2 6, 3 4, 2 17, 5 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Total 41, 7 52, 1 6, 2 100, 0 Sumber: Data Primer 2006 Keterangan: = Kualitas sumber informasi pertanian berbeda nyata p 0,01 menurut tipologi petani dan lokasi Secara keseluruhan kualitas sumber informasi masih rendah dengan kondisi masing-masing indikator, yakni: hanya 9 petani yang menyatakan bahwa ketersediaan sumber informasi berada pada kategori tinggi, hanya 6 petani yang menyatakan bahwa kemampuan menyediakan informasi berada pada kategori tinggi, hanya 4 petani yang menyatakan kualitas pelayanan berada pada kategori tinggi, dan hanya 18 yang menyatakan bahwa kualitas saluran informasi berada pada kategori tinggi. Kualitas sumber informasi menurut tipologi petani juga berbeda, karena ada pebedaan jenis informasi yang dibutuhkan petani maju dan petani berkembang. Tabel 31 menunjukkan bahwa ada hubungan antara kualitas sumber informasi dengan penyediaan informasi. Maknanya adalah, apabila sumber informasi dan saluran informasi tidak tersedia dan tidak siap untuk menyalurkan informasi maka rancangan penyediaan informasi petani tidak akan bermanfaat. Tabel 31 Hubungan antara Peubah Kualitas Sumber Informasi dengan Peubah Penyediaan Informasi Pertanian Sumber: Data Primer diolah, 2006 Keterangan: = Korelasi nyata p 0,05 dan = Korelasi nyata p 0,01 Selanjutnya, hasil analisis uji beda menunjukkan bahwa berdasarkan tipologi petani, kualitas sumber informasi berbeda nyata p0,01 untuk indikator: ketersediaan sumber informasi, kemampuan menyediakan informasi, kualitas saluran informasi dan berbeda nyata p0,05 untuk indikator kualitas pelayanan. Sedangkan, kualitas sumber informasi berdasarkan lokasi berbeda nyata p0,01 untuk semua indikator. Dengan demikian, kesiapan sumber informasi pertanian ditentukan oleh kualitas masing-masing faktor yakni: ketersediaan sumber informasi serta kemampuannya menyediakan dan menyalurkan informasi yang dibutuhkan petani untuk mengembangkan usahatani sayuran. Di samping itu, kesiapan atau kualitas sumber informasi dapat mempengaruhi penyediaan informasi pertanian. Penjelasan m asing-masing indikator adalah sebagai berikut: Peubah X 6 Penyediaan Informasi Pertanian X 6 Peubah X 4 Relevansi X 6.1 Akurasi X 6.2 Kelengkapan X 6.3 Ketajaman X 6.4 Ketepatan X 6.5 Keterwakilan X 6.6 Total X 6 Kualitas Sumber Informasi Pertanian X 4 1. Ketersediaan Sumber Informasi X 4.1 0.07 0.78 0.16 0.07 0.06 0.11 0.16 2. Kemampuan Menyediakan Informasi X 4.2 0.08 0.79 0.15 0.08 0.06 0.10 0.16 3. Pelayanan X 4.3 0.12 0.80 0.19 0.10 0.08 0.15 0.20 4. Kualitas Saluran Informasi X 4.4 0.16 0.58 0.22 0.19 0.21 0.19 0.24 Total X 4 0.13 0.81 0.21 0.14 0.13 0.16 0.22 Ketersediaan Sumber Informasi Sumber informasi yang dilihat pada penelitian ini, adalah: penyuluh, Mantri Tani, ketua kelompok tani, petani maju, sesama petani, pedagang sarana produksi, tengkulak, koperasi, BPPUPTD, dan petugas lainnya LSM, swasta. Analisis terhadap ketersediaan berbagai sumber informasi ini, dapat disajikan pada Tabel 32. Tabel 32 Ketersediaan Sumber Informasi Pertanian Uraian Ketersediaan Sumber Informasi Pertanian Td k Tersedia Ragu-ragu Tersedia Jumlah 1. Petani Maju - Penyuluh - Mantri Tani - Petugas lain LSM, swasta - Ketua Kelompok Tani - Petani Maju - Sesama Petani - Pedagang Saprodi - Tengkulak - Koperasi - BPP UPTD 2. Petani Berkembang - Penyuluh - Mantri Tani - Petugas lain LSM, Swasta - Ketua Kelompok Tani - Petani Maju - Sesama Petani - Pedagang Saprodi - Tengkulak - Koperasi - BPP UPTD 34, 5 91, 4

79, 3 29, 3

37, 9 0, 0 10, 3 25, 9 87, 0 50, 0 47, 8 93, 5

84, 1 53, 3

56, 6 2, 7 9, 9 17, 0 96, 2 72, 5 12, 1 1, 7 20, 7 12, 1 22, 4 13, 8 15, 5 19, 0 3, 4 6, 9 19, 2 4, 9 0, 0 13, 2 12, 6 7, 7 11, 0 12, 1 0, 5 6, 0 53, 4 6, 9 0, 0 58, 6 39, 7 86, 2 74, 2 55, 1 8, 6 43, 1 33, 0 1, 6 15 ,9 33, 5 30, 8 89, 6 79, 1 70, 9 3, 3 21, 5 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 2. Total Petani - Penyuluh - Mantri Tani - Petugas lain LSM, Swasta - Ketua Kelompok Tani - Petani Maju - Sesama Petani - Pedagang Saprodi - Tengkulak - Koperasi - BPP UPTD 44, 6 92, 9

82, 9 47, 5

52, 1 2, 1 10, 0 19, 2 94, 2 67, 1 17, 5 4, 2 5, 0 12, 9 15, 0 9, 2 12, 1 13, 7 1, 2 6, 3 37, 9 2, 9 12, 1 39, 6 32, 9 88, 7 77, 9 67, 1 4, 6 26, 6 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Sumber: Data Primer 2006 Keterangan: = Ketersediaan sumber informasi berbeda nyata p 0,01 menurut tipologi petani Secara keseluruhan ketersediaan sumber informasi pertanian masih rendah, dengan ketersediaan masing-masing sumber informasi, yakni: sesama petani 89, pedagang saprodi 78, tengkulak 67, ketua kelompok tani 40, penyuluh 38, petani maju 33 BPPUPTD 27, petugas lainnya 12, koperasi 5, dan Mantri Tani 3. Khusus untuk penyuluh, ada 45 petani yang menyatakan penyuluh tidak ada di wilayahnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa jumlah penyuluh di lapangan masih terbatas dan penyuluh tidak melakukan kegiatan penyuluhan kecuali jika dipanggil oleh petani. Berdasarkan hasil analisis uji beda, ketersediaan sumber informasi menurut tipologi petani berbeda nyata p0,01. Petani berkembang, umumnya mencari informasi kepada tengkulak atau pedagang pengumpul, pedagang sarana produksi, dan sesama petani, jarang mau mencari informasi pasar dengan kesadaran sendiri. Sedangkan petani maju, atas prakarsa sendiri biasanya mendapatkan informasi pasar dengan cara mensurvai sendiri atau langsung dari tangan pertama , baik dari pedagang pasar induk maupun mitra yang lain. Informasi dari tangan pertama ini, sering bias setelah sampai di lapangan yang dibawakan oleh pedagang setempat yang merupakan tangan kedua. Petani maju tidak terpengaruh dengan informasi yang ada di lapangan, tetapi informasi pasar dari tangan pertama lebih mendorongnya untuk mencapai hasil yang lebih tinggi. Dengan demikian, sumber-sumber informasi yang diamati pada penelitian ini seperti: penyuluh, Mantri Tani, ketua kelompok tani, petani maju, sesama petani, pedagang sarana produksi, tengkulak, koperasi, BPPUPTD, dan petugas lainnya LSM, swasta, belum dirasakan petani keberadaannya sebagai sumber informasi pertanian di wilayahnya. Kemampuan Menyediakan Informasi Sumber informasi yang diteliti, adalah: penyuluh, Mantri Tani, ketua kelompok tani, petani maju, sesama petani, pedagang saprodi, tengkulak, koperasi, BPP, dan petugas lainnya. Analisis terhadap kemampuan sumber informasi menyediakan informasi pertanian, dapat disajikan pada Tabel 33. Secara keseluruhan persepsi petani terhadap kemampuan sumber informasi menyediakan informasi pertanian, umumnya masih rendah kecuali dari sesama petani 83. Kemampuan masing-masing sumber informasi dalam menyediakan informasi pertanian, adalah: pedagang saprodi 53, tengkulak 48, ketua kelompok tani 29, petani maju 22, penyuluh 17, petugas lainnya 15, BPPUPTD 11, koperasi 0,4, dan tidak ada petani 0 yang menyatakan bahwa Mantri Tani mampu sebagai sumber informasi pertanian. Khusus untuk penyuluh, ada 52 petani yang menyatakan penyuluh tidak mampu menyediakan informasi yang dibutuhkan petani, karena terbatasnya wawasan dan kurangnya akses penyuluh terhadap sumber-sumber informasi. Tabel 33 Kemampuan Sumber Informasi Menyediakan Informasi Pertanian Uraian Kemampuan Sumber Informasi Pertanian Tidak Mampu Kurang Mampu Mampu Jumlah 1. Petani Maju - Penyuluh - Mantri Tani - Petugas lain LSM,Swasta - Ketua Kelompok Tani - Petani Maju - Sesama Petani - Pedagang Saprodi - Tengkulak - Koperasi - BPP UPTD 2. Petani Berkembang - Penyuluh - Mantri Tani - Petugas lain LSM, Swasta - Ketua Kelompok Tani - Petani Maju - Sesama Petani - Pedagang Saprodi - Tengkulak - Koperasi - BPP UPTD 39, 7 94, 8 79, 3 31, 0 41, 4 0, 1 12, 1 25, 9 91, 4 53, 4 56, 0 94, 5 84, 1 58, 2 57, 7 3, 3 11, 5 18, 1 96, 2 75, 8 25, 8 5, 2 0, 0 27, 6 27, 6 19, 9 37, 9 31,0 8, 6 19, 0 32, 5 5, 5 3, 3 17, 0 23, 6 13, 2 34, 1 33, 0 3, 3 18, 7 34, 5 0, 0 20, 7 41, 4 31, 0 81, 0 50, 0 43, 1 0, 0 27, 6 11, 5 0, 0 12 ,6 24, 8 18, 7 83, 5 54, 4 48, 9 0, 5 5, 5 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Total Petani - Penyuluh - Mantri Tani - Petugas lain LSM, Swasta - Ketua Kelompok Tani - Petani Maju - Sesama Petani - Pedagang Saprodi - Tengkulak - Koperasi - BPP UPTD 52, 1 94, 6 82, 9 51, 6 53, 7 2, 5 11, 7 20, 0 95, 0 70, 4 30, 8 5, 4 2, 5 19, 6 24, 6 14, 6 35, 0 32, 5 4, 6 18, 8 17, 1 0, 0 14, 6 28, 8 21, 7 82, 9 53, 3 47, 5 0, 4 10, 8 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Sumber: Data Primer 2006 Keterangan: = Kemampuan sumber informasi berbeda nyata p 0,01 menurut tipologi petani Kondisi ini tidak terlepas dari terbatasnya sarana penyuluh untuk akses ke sumber-sumber informasi dan kurangnya pelatihan bagi para penyuluh dalam meningkatkan kemampuannya kognitif dan psikomotorik, sehingga tidak jarang petani maju lebih berkembang wawasanpengetahuannya daripada penyuluh karena adanya kesadaran petani maju untuk mencari informasi. Berdasarkan hasil analisis uji beda menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap kemampuan semua sumber informasi menurut tipologi petani, berbeda nyata p0,01, karena jenis- jenis informasi yang dibutuhkan oleh masing-masing petani juga berbeda. Dengan demikian, kemampuan sumber-sumber informasi ini dalam menyediakan informasi masih terbatas pada informasi pasar di tingkat petani dan informasi tentang jenis-jenis sarana produksi yang tersedia di pasar atau di kios- kios. Artinya, belum semua jenis informasi yang dibutuhkan petani sayuran tersedia pada sumber informasi yang diamati pada penelitian ini. Kualitas Pelayanan Sumber Informasi Aspek pelayanan merupakan faktor yang selayaknya menjadi perhatian dari sumber informasi karena pelayanan yang prima akan memotivasi petani untuk memanfaatkan informasi yang disediakan. Indikator kualitas pelayanan, adalah: keterpercayaan reliability, keterjaminan assurance, penampilan tangibility, pemerhatian empathy, dan ketanggapan responsive-ness. Analisis terhadap kualitas sumber-sumber informasi ini, dapat disajikan pada Tabel 34. Tabel 34 Kualitas Pelayanan Sumber Informasi Pertanian Sumber: Data Primer 2006 R = Rendah S = Sedang T = Tinggi Keterangan: = Kualitas pelayanan berbeda nyata p 0,01menurut tipologi petani Uraian Kualitas Pelayanan Keterpercayaan Keterjaminan Penampilan Pemerhatian Ketanggapam R S T R S T R S T R S T R S T 1. Petani Maju - Penyuluh - Mantri Tani - Petugas lainnya LSM, Swasta - Ketua Kelompok Tani - Petani Maju - Sesama Petani - Pedagang Saprodi - Tengkulak - Koperasi - BPP UPTD 2. Petani Berkembang - Penyuluh - Mantri Tani - Petugas lainnya LSM, Swasta - Ketua Kelompok Tani - Petani Maju - Sesama Petani - Pedagang Saprodi - Tengkulak - Koperasi - BPP UPTD 34 , 5 93, 1

79, 3 29, 3

37, 9 0, 0

18, 9 31, 0

87, 9 51, 7

50, 5 93, 4

84, 1 53, 3

56, 6 3, 3

10, 4 19, 8

96, 2 76, 4

13, 8 6, 9

0, 0 25, 9

27, 6 27, 6

37, 8 36, 2

10, 3 17, 2

18, 1 6, 6

3, 3 18, 7

19, 2 18, 7

31, 9 28, 6

2, 7 11, 5

51, 7 0, 0

20, 7 44, 8

34, 5 72, 4

43, 2 32, 8

1, 7 31, 0

31, 3 0, 0

12, 6 28, 6

24, 2 78, 0

57, 7 51, 6

1, 1 12,1

34, 5 93, 1

79, 3 29, 3

37, 9 0, 0

18, 9 31, 0

87, 9 51, 7

48, 4 94, 0

84, 1 53, 3

56, 6 3, 3

11, 5 20, 3

96, 2 72, 5

17, 2 6, 9

0, 0 29, 3 22, 4 29, 3 35, 1 39, 7 10, 3 22, 4

13, 7 6, 0

3, 8 20, 3 13, 7 18, 1 25, 8 29, 1

3, 3 14, 3

48, 3 0, 0

20, 7 41, 4

39, 7 70, 7 45, 9 29, 3

1, 7 25, 9

37, 9 0, 0

12, 1 26, 4

29, 7 78, 6 62, 6 50, 5

0, 5 13, 2

34, 5 93, 1

79, 3 29, 3

39,7 0, 0

12, 1 27, 6

87, 9 51, 7

48, 4 94, 0

84, 1 53, 3

56, 6 3, 3

11, 0 17, 6

96, 2 72, 5

12, 1 6, 9

0, 0 15, 5 24, 1 27, 6 20, 7 29, 3

10, 3 17, 2

12, 1 6, 0

3, 8 11, 0 13, 2 27, 5 22, 5 28, 0

3, 3 8, 8

53, 4 0, 0

20, 7 55, 2

36, 2 72, 4 31, 0 43, 1 1, 7 31, 0

39, 6 0, 0

12, 1 35, 7

30, 2 69, 2 66, 5 54, 4

0, 5 18, 7

37, 9 93, 1

79, 3 29, 3

39, 7 1, 7

13, 8 32, 8

87, 9 51, 7

56, 0 94, 0

84, 1 53, 8 57, 7 4, 9

11, 5 22, 0

96, 2 72, 5

29, 3 6, 9

0, 0 36, 2 31, 0 22, 4 44, 8 37, 9 10, 3 24, 1

31, 3 6, 0

5, 5 23, 6 26, 4 20, 3 34, 6 38, 5

3, 3 19, 8

32, 8 0, 0

20, 7 34, 5

29, 3 12, 1 41, 4 29, 3

1, 7 24, 1

12, 6 0, 0

10, 4 22, 5

15, 9 74, 7 53, 8 39, 6

0, 5 7, 7

37, 9 93, 1

79, 3 31, 0 43, 1 1, 7

15, 5 29, 3

87, 9 51, 7

58, 8 94, 0

84, 1 53, 8 58, 2 5, 5

11, 5 19, 8

96, 2 72, 5

27, 6 6, 9

0, 0 36, 2 31, 0 17, 2 43, 1 43, 1 10, 3 24, 1

28, 0 6, 0

3, 8 23, 1 26, 4 21, 4 33, 5 37, 4

3, 3 18, 1

34, 5 0, 0

20, 7 32, 8

25, 9 17, 2 41, 4 27, 6

1, 7 24, 1

13, 2 0, 0

12, 1 23, 1

15, 4 73, 1 54, 9 42, 9

0, 5 9, 3

Total Petani - Penyuluh - Mantri Tani - Petugas lainnya LSM, Swasta - Ketua Kelompok Tani - Petani Maju - Sesama Petani - Pedagang Saprodi - Tengkulak - Koperasi - BPP UPTD

46, 7 93, 3

82, 9 47, 5

52, 1 2, 5

11, 9 22, 5

94, 2 70, 4

17, 1 6, 7

2, 5 20, 4

21, 3 20, 8

32, 9 30, 4

4, 6 12, 9

36, 3 0, 0

14, 6 32, 1

26, 7 76, 7

55, 3 47, 1

1, 3 16, 7

45, 0 93, 8

82, 9 47, 5

52, 1 2, 5

12, 8 22, 9

94, 2 67, 5

14, 6 6, 3

2, 9 22, 5 15, 8 20, 8 27, 4 31, 7

5, 0 16, 3

40, 4 0, 0

14, 2 30, 0

32, 1 76, 7 59, 8 45, 4

0, 8 16, 3

45, 0 93, 8

82, 9 47, 5

52, 5 2, 5 12, 3 20, 0 94, 2 67, 5

12, 1 6, 3

2, 9 12, 1 15, 8 27, 5 24, 2 28, 3

5, 0 10, 8

42, 9 0, 0

14, 2 40, 4

31, 7 70, 0 63, 5 51. 7

0, 8 21, 7

51, 7 93, 8

82, 9 47, 9 53, 3 4, 9

12, 1 24, 6

94, 2 67, 5

30, 8 6, 3

4, 2 26, 7 27, 5 24, 6 37, 1 38, 3

5, 0 20, 8

17, 5 0, 0

12, 9 25, 4

19, 2 70, 4 50, 8 37, 1

0, 8 11, 7

53, 8 93, 8

82, 9 48, 3 54, 6 5, 4

12, 5 22, 1

94, 2 67, 5

27, 9 6, 3

2, 9 26, 3 27, 5 24, 1 35, 8 38, 8

5, 0 19, 6

18, 3 0, 0

14, 2 25, 4

17, 9 70, 4 51, 7 39, 2

0, 8 12, 9

Secara keseluruhan, persepsi petani terhadap kualitas pelayanan sumber informasi pertanian masih rendah. Urutan kualitas pelayanan yang berada pada kategori tinggi, yakni: sesama petani, pedagang sarana produksi, tengkulak, ketua kelompok tani, petani maju, penyuluh, petugas lainnya, BPPUPTD, koperasi, dan Mantri Tani. Khusus untuk penyuluh, ada 45-54 petani yang menyatakan kualitas pelayanan penyuluh berada pada kategori rendah. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis uji beda menunjukkan bahwa kualitas pelayanan sumber-sumber informasi menurut tipologi petani berbeda nyata p0,01 karena jenis-jenis informasi yang dibutuhkan oleh masing-masing petani juga berbeda. Dengan demikian, kualitas pelayanan jasa informasi dari sumber informasi masih rendah termasuk penyuluh, karena terbatasnya wawasan dan kurangnya akses penyuluh terhadap sumber-sumber informasi. Kualitas Saluran Informasi Proses penyampaian pesan atau informasi pertanian kepada petani sebagai kelompok sasaran, biasanya menggunakan saluran informasi. Agar informasi sampai dengan jelas, tepat waktu, dan tempat yang sesuai maka saluran informasi yang dipakai terbebas dari masalah dan gangguan. Pada penelitian ini, saluran informasi yang dillihat kualitasnya adalah: penyuluh pertanian, kelembagaan petani, dan mass media. Analisis terhadap kualitas saluran informasi pertanian yang dibutuhkan petani sayuran, dapat disajikan pada Tabel 35. Secara keseluruhan, kualitas saluran informasi pertanian masih rendah. Urutan kualitas saluran informasi pada kategori tinggi, yakni: mass media 25, penyuluh 23, dan kelembagan petanikelompok tani 3. Khusus untuk penyuluh dan kelembagaan petani, ada 56 petani yang menyatakan kualitas penyuluh sebagai saluran informasi berada pada kategori rendah dan 62 petani yang menyatakan kualitas kelembagaan petani sebagai saluran informasi berada pada kategori rendah. Penyuluh kurang siap mengembangkan dirinya sebagai penyuluh sekaligus sebagai sumber dan saluran informasi pertanian ditinjau dari aspek: umur, wawasankompetensi, keinovatifan, kekosmopolitan, aksesibilitas kepada sumber informasi, dan sikap profesionalisme. Penyuluh yang ada saat ini di lapangan sudah sangat senior dan hampir pensiun sehingga motivasi untuk meningkatkan kemampuannya sangat rendah. Tabel 35 Kualitas Saluran Informasi Pertanian Uraian Kualitas Saluran Informasi Pertanian Rendah Sedang Tinggi Jumlah 1. Tipologi Petani 1.1 Petani Maju - Penyuluh - Kelembagaan Petani - Mass Media 1.2 Petani Berkembang - Penyuluh - Kelembagaan Petani - Mass Media 34, 5 39,7 36, 2 62, 6 69, 2 48, 4 24, 1 55, 2 25, 9 19, 8 29, 2 30, 8 41, 4 5, 1 37, 9 17, 6 1, 6 20, 8 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 2. Lokasi 2.1 Bogor - Penyuluh - Kelembagaan Petani - Mass Media 2.2 Cianjur - Penyuluh - Kelembagaan Petani - Mass Media 2.3 Bandung - Penyuluh - Kelembagaan Petani - Mass Media 53, 8 61, 3 57, 5 32,5 58, 8 26, 3 81, 3 66, 3 52, 5 6, 2 36, 2 37, 5 48, 8 37, 5 22, 5 7, 5 32, 5 28, 8 40, 0 2, 5 5, 0 18, 7 3, 7 51, 2 11, 2 1, 2 18, 7 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Total Petani - Penyuluh - Kelembagaan Petani - Mass Media 55, 8 62, 1 45, 4 20, 8 35, 4 29, 6 23, 4 2, 5 25, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Sumber: Data Primer 2006 Keterangan: = Kualitas saluran informasi pertanian berbeda nyata p 0,01 menurut tipologi petani dan lokasi Selain itu, kompetensi penyuluh juga sangat rendah terutama di bidang pengembangan agribisnis sayuran. Untuk meningkatkan kualitas penyuluh terutama sebagai sumber dan saluran informasi, penyuluh dituntut untuk selalu berusaha meningkatkan keterampilannya dalam berkomunikasi dan menyampaikan pesan atau informasi dengan carabahasa yang mudah dipahami. Demikian halnya dengan kelembagan petani, rendahnya dinamika kelompok tani sebagai saluran informasi bagi anggotanya, antara lain ditinjau dari: eksistensi kelompok tani sayuran, kerjasama antar anggota, kerjasama antar kelompok, dan kemampuan melakukan kerjasama dengan pihak lain. Dari fakta yang ada, kelompok tani sayuran yang terbentuk karena dorongan dari dalam umumnya cenderung lebih bertahan dan lebih solid dibandingkan dengan kelompok tani yang terbentuk karena dorongan dari luar. Kelompok yang lebih solid, umumnya memiliki komitmen yang tinggi terhadap kelompok. Kesadaran ini menumbuhkan dinamika kelompok dan kekompakan mereka dalam kelompok, sehingga segala informasi baru yang diketahui oleh salah satu anggotanya akan dengan cepat menyebar kepada anggota kelompok lainnya. Axinn 1988 mengemukakan bahwa semua bentuk pendekatan penyuluhan pertanian akan berhasil bila dilandasi dengan kelompok tani yang kuat. Dinamika kelompok dapat mempercepat penyampaian informasi antar sesama anggota. Menurut Cartwright, Zander 1968 dan Slamet 1978, pada dasarnya dinamika kelompok mengandung makna yakni, adanya hubungan psikologis yang saling mempengaruhi antar anggota yang diwujudkan dalam perilaku anggota kelompok tersebut. Dengan kata lain, adanya dinamika kelompok berarti ada interaksi interdependensi saling ketergantungan antar anggota kelompok secara keseluruhan. Dinamika kelompok dapat dianalisis menurut dimensi atau unsur-unsur yang mempengaruhi dinamika tersebut, yaitu: 1 tujuan kelompok, 2 struktur kelompok, 3 fungsi tugas, 4 pengembangan dan pembinaan kelompok, 5 kekompakan kelompok, 6 suasana kelompok, 7 tekanan kelompok, 8 efektivitas kelompok, dan 9 maksud terselubung hidden agenda. Setiap unsur tersebut, dapat diukur dengan beberapa indikator yang dapat menggambarkan secara lebih rinci intensitasnya. Kumulatif dari ciri tiap unsur tersebut, secara keseluruhan dapat digunakan untuk mengukur dinamika suatu kelompok dan akan terlihat sebenarnya unsur mana yang lebih menonjol dan unsur mana yang relatif lebih lemah Cartwright dan Zander, 1968. Menurut Lionberger’s 1960, dalam proses adopsi, saluran informasi melalui media massa sangat tepat untuk informasi baru dan tambahan pada tahap “kesadaran”, sedangkan untuk tahap adopsi berikutnya lebih tepat melalui kontak personal. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis uji beda menunjukkan bahwa kualitas ketiga saluran informasi menurut tipologi petani, berbeda nyata p0,01 karena adanya perbedaan jenjs-jenis informasi yang dibutuhkan oleh masing- masing petani. Demikian juga berdasarkan lokasi petani, kualitas saluran informasi berbeda nyata p0,01 untuk saluran informasi: penyuluh dan mass media tetapi tidak berbeda nyata p0,05 untuk kelembagaan petani karena umumnya kualitas kelembagaan petani secara keseluruhan tidak berbeda untuk semua lokasi. Dengan demikian, kualitas saluran informasi seperti: penyuluh, kelembagaan petani dan media massa masih rendah, disebabkan antara lain: kurangnya kemampuan penyuluh, lemahnya dinamika kelompok, dan kurangnya media massa menyediakan informasi pertanian. Faktor-Faktor yang Mendukung Kemudahan Petani Mendapatkan Informasi Pertanian Kemudahan petani mendapatkan informasi dari berbagai sumber informasi, akan dapat mempengaruhi pandangannya dalam melihat berbagai kesempatan dan peluang yang tersedia, yang dipengaruhi oleh kondisi petani dan sumber informasi. Pada penelitian ini, indikator-indikator yang dilihat tingkat kemudahannya adalah: faktor komunikatif, penggunaan saluran dan alat komunikasi, penyuluhan, dan faktor keterjangkauan petani. Analisis terhadap tingkat kemudahan petani sayuran untuk mendapatkan informasi pertanian, dapat disajikan pada Tabel 36. Secara keseluruhan, tingkat kemudahan petani mendapatkan informasi pertanian masih rendah. Urutan tingkat kemudahan petani mendapatkan informasi pertanian ditinjau dari keempat indikator yang berada pada kategori tinggi, yakni: penyuluhan 16, komunikatif 12, penggunaan saluran dan alat komunikasi 5, dan keterjangkauan 3. Khusus untuk indikator penyuluhan serta penggunaan saluran dan alat komunikasi, ada 56 petani yang menyatakan kualitas penyuluhan sebagai media untuk mendapatkan informasi berada pada kategori rendah dan 84 petani yang menyatakan penggunaan saluran dan alat komunikasi berada pada kategori rendah. Tingkat kemudahan petani maju dan petani berkembang dalam mendapatkan informasi pertanian juga berbeda, karena ada perbedaan kemampuan penggunaan saluran dan alat komunikasi serta keterjangkauan terutama faktor biaya dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan. Indikasi ini mengisyaratkan bahwa dengan adanya perbedaan kondisi pada kedua tipe petani ini, maka model atau rancangan penyediaan informasi juga akan berbeda menurut tipologi petani. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis uji beda menunjukkan bahwa tingkat kemudahan petani maju dan petani berkembang terhadap keempat indikator ini, berbeda nyata p0,01. Tabel 36 Tingkat Kemudahan Petani Mendapatkan Informasi Pertanian Uraian Kemudahan Mendapatkan Informasi Tidak Mudah Kurang Mudah Mudah Jumlah 1. Tipologi Petani 1.1 Petani Maju - Komunikatif - Penggunaan Saluran dan alat Komunikasi - Penyuluhan - Keterjangkauan 1.2 Petani Berkembang - Komunikatif - Penggunaan Saluran dan Alat Komunikasi - Penyuluhan - Keterjangkauan 6, 9 75, 9 36,2 31, 0 25, 3 86, 8 62, 1 56, 0 69, 0 22, 4 31, 0 63, 8 67, 0 13, 2 27, 5 42, 4 24, 1 1, 7 32, 8 5, 2 7, 7 0 , 0 10, 4 1, 6 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 2. Lokasi 2.1 Bogor - Komunikatif - Penggunaan Saluran dan Alat Komunikasi - Penyuluhan - Keterjangkauan 2.2 Cianjur - Komunikatif - Penggunaan Saluran dan Alat Komunikasi - Penyuluhan - Keterjangkauan 2.3 Bandung - Komunikatif - Penggunaan Saluran dan Alat Komunikasi - Penyuluhan - Keterjangkauan 17, 5 75, 0 57, 5 52, 5 16, 3 87, 5 31, 3 43, 8 28, 8 90, 0 78, 8 53, 8 60, 0 23, 8 7, 5 47,5 81, 2 12, 5 62, 5 50, 0 61, 2 10, 0 15, 0 45, 0 22, 5 1, 2 35, 0 0, 0 2, 5 0, 0 6, 2 6, 2 10, 0 0, 0 6, 2 1, 2 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Total Petani - Komunikatif - Penggunaan Saluran dan Alat Komunikasi - Penyuluhan - Keterjangkauan 20, 8 84, 2 55 ,8 50, 0 67, 5 10, 4 28, 4 47, 5 11, 7 5, 4 15, 8 2, 5 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Total 51, 7 45, 4 2, 9 100, 0 Sumber: Data Primer 2006 Keterangan: = Kemudahan mendapatkan informasi berbeda p 0,01 menurut tipologi petani dan lokasi Demikian juga berdasarkan lokasi, tingkat kemudahan petani mendapatkan informasi pertanian berbeda nyata p0,01 pada indikator penyuluhan serta berbeda nyata p0,05 pada indikator komunikatif serta penggunaan saluran dan alat komunikasi, tetapi tidak berbeda nyata p0,05 untuk indikator keterjangkauan karena perbedaan karakterstik pribadi masing-masing petani pada lokasi yang berbeda. Berdasarkan hasil analisis korelasi pada Tabel 37, menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat kemudahan petani mendapatkan informasi dengan penyediaan informasi pertanian. Pada tabel tersebut juga digambarkan bahwa tingkat kemudahan petani mendapatkan informasi pertanian dipengaruhi oleh: faktor komunikatif, penggunaan saluran dan alat komunikasi, penyuluhan, dan keterjangkauan. Tabel 37 Hubungan antara Peubah Kemudahan Mendapatkan Informasi Pertanian dengan Peubah Penyediaan Informasi Pertanian Peubah X 6 Penyediaan Informasi Pertanian X 6 Peubah X 5 Relevansi X 6.1 Akurasi X 6.2 Kelengkapan X 6.3 Ketajaman X 6.4 Ketepatan X 6.5 Keterwakilan X 6.6 Total X 6 Kemudahan Mendapatkan Informasi X 5 1. Komunikatif X 5.1 0.17 0.46 0.21 0.20 0.19 0.17 0.23 2. Penggunaan Saluran dan Alat Komunikasi X 5.2 0.23 0.20 0.23 0.24 0.27 0.24 0.27 3. Penyuluhan X 5.3 0.21 0.56 0.28 0.24 0.25 0.22 0.28 4. Keterjangkauan X 5.4 -0.11 0.54 -0.06 -0.08 -0.09 -0.06 -0.03 Total X 5 0.15 0.62 0.21 0.18 0.18 0.17 0.23 Sumber: Data Primer diolah, 2006 Keterangan: = Korelasi nyata p 0,05 = Korelasi nyata p 0,01 Penjelasan masing-masing indikator adalah sebagai berikut: Interaksi Petani dengan Sumber-sumber Informasi Keterbatasan seseorang dalam berkomunikasi, dapat dianalogikan bahwa orang tersebut kurang komunikatif. Keterbatasan komunikasi petani dapat disebabkan antara lain: keterbatasan pengetahuan, perbedaan budaya, bahasa, jarak yang jauh, menyebabkan kurangnya interaksi dengan orang lain. Menurut Asngari 2001, terjadinya komunikasi itu memungkinkan pihak-pihak yang bekomunikasi saling memberikan serta saling bertukar pendapat dan pengalaman tentang materi yang didiskusikan dalam suasana demokratis dengan dinamika kebersamaan yang tinggi. Ada berbagai cara dan metode dalam menyampaikan informasi, antara lain melalui: media massa, kelompok, dan saluran komunikasi interpersonal. Saluran komunikasi interpersonal, sampai saat ini dianggap saluran yang paling efektif untuk mengubah perilaku masyarakat. Persyaratan utama agar komunikasi efektif atau pesan dapat diterima dengan jelas oleh sasaran adalah, diupayakan pesan tersebut berisi hal-hal yang mudah dipahami oleh sasaran, baik mengenai isi materi maupun bahasa yang digunakan serta disampaikan pada waktu dan tempat yang sesuai. Pada penelitian ini, indikator-indikator yang menunjukkan kekomunikatifan petani adalah, interaksi dengan: kelompok tani, masyarakat luas, inovator, penyuluh, dan sumber informasi lainnya. Analisis terhadap kualitas interaksi kekomunikatifan petani dengan berbagai sumber informasi untuk mendapatkan informasi pertanian, dapat disajikan pada Tabel 38. Tabel 38 Kualitas Interaksi Kekomunikatifan Petani Sayuran dengan Sumber Informasi Pertanian Uraian Kualitas Interaksi Petani Tidak Komuni- katif Kurang Komuni- katif Komunikatif Jumlah 1. Petani Maju - Interaksi dengan Kelompok Tani - Interaksi dengan Masyarakat Luas - Interaksi dengan Inovator - Interaksi dengan Penyuluh - Interaksi dengan sumber Informasi lainnya 2. Petani Berkembang - Interaksi dengan Kelompok Tani - Interaksi dengan Masyarakat Luas - Interaksi dengan Inovator - Interaksi dengan Penyuluh - Interaksi dengan sumber Informasi lainnya 20, 7 44, 8 6, 9 29, 3 37, 9 50, 0 3, 3 17, 6 61, 0 37, 9 13, 8 0, 0 58, 6 1, 7 19, 0 14, 8 53, 8 67, 0 13, 2 19, 2 65, 5 55, 2 34, 5 69, 0 43, 1 35, 2 42, 9 15, 4 25, 8 42, 9 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Total Petani - Interaksi dengan Kelompok Tani - Interaksi dengan Masyarakat Luas - Interaksi dengan Inovator - Interaksi dengan Penyuluh - Interaksi dengan sumber Informasi lainnya 42, 9 13, 4 15, 0 53, 3 37, 9 14, 6 40, 8 65, 0 10, 4 19, 2 42, 5 45, 8 20, 0 36, 3 42, 9 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Sumber: Data Primer 2006 Keterangan: = Kualitas interaksi petani berbeda nyata p 0,01 menurut tipologi petani Secara keseluruhan, interaksi petani dengan sumber informasi masih kurang. Urutan kekomunikatifan petani ditinjau dari kelima indikator yang berada pada kategori komunikatif, yakni: interaksi dengan masyarakat luas 46, kelompok tani 12, sumber informasi lainnya 43, penyuluh 36, dan inovator 20. Khusus untuk interaksi dengan penyuluh dan kelompok tani, ada 53 petani yang menyatakan tidak komunikatif dengan penyuluh dan 43 petani yang menyatakan tidak komunikatif dengan kelompok tani. Kualitas komunikasi petani maju dan petani berkembang untuk mendapatkan informasi pertanian, juga berbeda karena ada pebedaan kemampuan penggunaan saluran dan alat komunikasi dan keterjangkauan terutama faktor biaya dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan. Interaksi petani bekembang dengan berbagai sumber informasi yang ada disekitarnya masih kurang, karena petani berkembang kurang merasa percaya diri sehingga semakin jarang melakukan kontak dengan sumber informasi. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis uji beda menunjukkan bahwa kualitas komunikasi petani maju dan petani berkembang terhadap kelima sumber informasi ini, berbeda nyata p0,01. Demikian juga, kualitas komunikasi petani berdasarkan lokasi berbeda nyata p0,01 untuk semua sumber informasi karena adanya perbedaan kemampuan menggunakan jaringan komunikasi dan keterjangkauan terutama faktor biaya. Dalam melakukan komunikasi atau berinterksi dengan sumber-sumber informasi seperti: kelompok tani, masyarakat luas, penyuluh, dan inovator, maka petani dapat menggunakan teknik-teknik berkomunikasi dengan cara: 1 langsung tatap muka, menggunakan peralatan komunikasi sehingga petani dapat memperoleh respon atau jawaban langsung, 2 tidak langsung tidak tatap muka, tidak bercakap-cakap tapi melalui media komunikasi: media cetak, terproyeksi, surat menyurat sehingga petani tidak dapat secara langsung menerima jawaban langsung, 3 pendekatan secara perorangan orang per orang, 4 pendekatan kelompok misalnya: kelompok diskusi, kelompok tani, 5 pendekatan massal misalnya: pameran, tv, radio, kampanye. Dengan demikian, interaksi petani dengan sumber-sumber informasi masih kurang, hal ini dapat diamati dari komunikasi atau interaksi petani dengan: kelompok tani, masyarakat luas, penyuluh, dan inovator. Penggunaan Saluran dan Alat Komunikasi Saluran komunikasi memegang peranan penting dalam proses penyampaian informasi kepada petani. Pada penelitian ini, saluran dan alat komunikasi yang dillihat penggunaannya, adalah: media massa cetak koran, majalah, brosurleafletposter dan elektronik radio, tv, internet serta alat komunikasi tilponhandphone. Analisis terhadap penggunaan saluran dan alat komunikasi oleh petani sayuran untuk mendapatkan informasi pertanian, dapat disajikan pada Tabel 39. Tabel 39 Penggunaan Saluran dan Alat Komunikasi Uraian Penggunaan Saluran dan Alat Komunikasi Tidak Pernah Jarang Sering Jumlah 1. Petani Maju - Media Cetak: . Koran . Majalah . Brosur Leaflet Poster - Media Elektronik radio, tv, internet - Alat Komunikasi tilpon, handphone 2. Petani Berkembang - Media Cetak: . Koran . Majalah . Brosur Leaflet Poster - Media Elektronik radio, tv, internet - Alat Komunikasi tilpon, handphone 81, 0 84, 5 25, 9 22, 4 43, 1 86, 8 88, 5 52, 2 46, 7 62, 6 17, 3 13, 8 51,7 56, 9 39, 7 11, 6 11, 0 26, 4 47, 8 30, 3 1, 7 1, 7 22, 4 20, 7 17, 2 1, 6 0, 5 21, 4 5, 5 7, 1 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Total Petani - Mass Media Cetak: . Koran . Majalah . Brosur Leaflet Poster - Media Elektronik radio, tv, internet - Alat Komunikasi tilpon, handphone 85, 4 87, 5 45, 8 40, 8 57, 9 12, 9 11, 7 32, 5 50, 0 32, 5 1, 7

0, 8 21, 7

9, 2 9, 6 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Sumber: Data Primer 2006 Keterangan: = Penggunaan saluran dan alat komunikasi berbeda nyata p 0,01 menurut tipologi petani Secara keseluruhan penggunaan saluran dan alat komunikasi oleh petani masih kurang. Penggunaan saluran dan alat komunikasi oleh petani ditinjau dari ketiga indikator yang berada pada kategori sering, yakni: mass media cetak bentuk brosurleafletposter 22, alat komunikasi 10, media elektronik 9, koran 2, dan majalah 1. Khusus untuk penggunaan koran, ada 85 petani yang menyatakan tidak pernah menggunakan koran sebagai saluran komunikasi dan 58 petani yang menyatakan tidak pernah menggunakan alat komunikasi telephonehandphone untuk mendapatkan informasi pertanian. Penggunaan saluran dan alat komunikasi oleh petani maju dan petani berkembang, juga berbeda karena ada pebedaan kemampuan menggunakan saluran dan alat komunikasi serta keterjangkauan terutama faktor biaya dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan. Menurut Rogers dan F.Shoemaker 1971, saluran media massa memiliki ciri yang sangat efektif dalam menciptakan pengetahuan dan relatif dapat menjangkau sasaran yang luas dalam waktu yang singkat. Hal ini, memungkinkan media massa dapat berperanan lebih penting dalam menyampaikan informasi untuk pengenalan inovasi. Sedangkan saluran interpersonal penyuluh dan kelembagaan petani dapat memainkan peranan lebih penting pada tahap persuasi pendekatan, karena kontak dengan penyuluh kelembagaan petani umumnya bersifat pribadi, dan akibat yang ditimbulkan banyak berupa pembentukan dan perubahan sikap. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis uji beda menunjukkan bahwa penggunaan saluran dan alat komunikasi antara petani maju dengan petani berkembang, berbeda nyata p0,01. Tabel 39 menunjukkan bahwa penggunaan saluran dan alat komunikasi oleh petani maju lebih sering dibandingkan dengan petani berkembang untuk semua jenis media massa dan alat komunikasi, karena adanya perbedaan kemampuan dan keterjangkauan terutama faktor biaya. Rendahnya penggunaan saluran komunikasi oleh petani seperti media massa koran, karena kurang tersedianya koran yang menjangkau warga perdesaaan. Di samping itu, pesan-pesan atau informasi yang disajikan tidak sesuai dengan kebutuhan petani atau warga perdesaan. Masyarakat perdesaan lebih menganggap media massa itu sebagai sarana hiburan daripada sebagai media informasi pertanian. Pelaksanaan dan Pemanfaatan Kegiatan Penyuluhan Penyuluhan pertanian dapat diartikan, sebagai proses penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusahatani demi tercapainya peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan perbaikan kesejahteraan keluargamasyarakat yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian Totok Mardikanto, 1991. Penyebaran informasi dalam penyuluhan pertanian, juga mencakup penyebaran informasi yang berlangsung antar penentu kebijakan, antar peneliti, antar petani, dan antar pihak-pihak yang berkedudukan setingkat dalam proses pembangunan pertanian. Proses penyebaran informasi, sebenarnya tidaklah sekedar penyampaian informasi tetapi terkandung maksud yang lebih jauh yakni, untuk dipahami, dikaji, dianalisis dan diterapkandilaksanakan oleh semua pihak yang terkait dalam pembangunan pertanian sampai terwujudnya tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pembangunan pertanian itu sendiri. Pada penelitian ini, indikator kegiatan penyuluhan yang dilihat adalah: intensitas penyuluhan, materi penyuluhan, metode penyuluhan, manfaat penyuluhan, kompetensi penyuluh. Analisis terhadap pelaksanaan dan pemanfaatan kegiatan penyuluhan untuk mendapatkan informasi pertanian, dapat disajikan pada Tabel 40. Tabel 40 Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Uraian Kegiatan Penyuluhan Tidak Komunikatif Kurang Komunkatif Komunikatif Jumlah 1. Petani Maju - Intensitas Penyuluhan - Materi Penyuluhan - Metode Penyuluhan - Manfaat Penyuluhan - Kompetensi Penyuluh 2. Petani Berkembang - Intensitas Penyuluhan - Materi Penyuluhan - Metode Penyuluhan - Manfaat Penyuluhan - Kompetensi Penyuluh 46, 6 81, 0 37, 9 32, 8 27, 6 68, 1 91, 2 66, 5 37, 9 42, 3 37, 9 15, 5 12, 1 6, 9 34, 5 24, 7 8, 3 15, 4 12, 6 44, 0 15, 5 3, 5 50, 0 60, 3 37, 9 7, 2 0, 5 18, 1 49, 5 13, 7 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Total Petani - Intensitas Penyuluhan - Materi Penyuluhan - Metode Penyuluhan - Manfaat Penyuluhan - Kompetensi Penyuluh 62, 9 88, 8 59, 6 36, 7 38, 8 27, 9 10, 0 14, 6 11, 2 41, 7 9, 2 1, 2 25, 8 52, 1 19, 5 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 100, 0 Sumber: Data Primer 2006 Keterangan: =Pelaksanaan kegiatan penyuluhan berbeda nyata p 0,01 menurut tipologi petani Secara keseluruhan, pelakasanaan kegiatan penyuluhan menurut persepsi petani masih kurang dan tidak komunikatif. Kegiatan penyuluhan ditinjau dari kelima indikator yang berada pada kategori komunikatif, yakni: manfaat penyuluhan 60, metode penyuluhan 50, kompetensi penyuluh 38, intensitas penyuluhan 16, dan materi penyuluhan 3. Khusus untuk materi penyuluhan, ada 81 petani yang menyatakan materi penyuluhan tidak komunikatif atau tidak memberikan informasi yang dibutuhkan petani sayuran dan 62 petani yang menyatakan kompetensi penyuluh dalam menyampaikan informasi pertanian berada pada kategori tidak dan kurang komunikatif. Berdasarkan hasil analisis uji beda, menunjukkan bahwa kualitas kegiatan penyuluhan menurut tipologi petani berbeda nyata p0,01. Kegiatan penyuluhan lebih bermanfaat bagi petani maju daripada petani berkembang, karena penyuluh lebih sering melakukan pertemuan dengan petani maju dibandingkan dengan petani berkembang. Makna penyuluhan sebagai penyebarluasan informasi Totok Mardikanto, 1991, perlu dipahami oleh semua pihak.