Kabupaten Karawang 5. Kabupaten Indramayu

14 fase imago merupakan fase yang pengaruh kelembaban udaranya paling rendah terhadap luas serangan WBC. Gambar 28. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Kelembaban Udara di Kabupaten Indramayu kuadratik Curah hujan di musim hujan mempunyai peran yang cukup dominan dalam mempengaruhi luas serangan dibanding curah hujan pada musim kemarau. Hubungan terbaik diperoleh saat dilakukan analisis pada lag 1 saat fase nimfa yang mempunyai koefisien determinasi mencapai 24.2 dan memenuhi persamaan LS = - 33.2 + 0.658 CH. Gambar 29. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Curah Hujan di Kabupaten Indramayu linier Hubungan paling erat dari hasil analisis regresi linier berganda untuk semua faktor iklim di kabupaten Indramayu terhadap luas serangan WBC diperoleh saat analisis tanpa lag atau saat terjadi serangan dan WBC sedang beraktivitas memakan tanaman padi, nilai R 2 saat itu sebesar 17.4 dengan persamaan LS = 5183+953 Tmax + 979Tmin - 2155Trata +15.1RH -0.749CH.

4.1.6. Kabupaten Karawang

Tabel 12. Perbandingan Luas Sawah dan Luas Sawah Terserang WBC Tahun 2001-2005 di Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang juga dikenal sebagai salah satu sentra produksi padi terbesar di Jawa Barat. Alokasi penggunaan lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian sawah mencapai hampir 50 dari total luas wilayahnya seperti terlihat di Tabel 12. Berbagai jenis hama hampir tiap musim tanam menyerang, termasuk WBC. Serangan terluas terjadi pada tahun 2003 yang mencapai 8982 ha atau hampir 10 sawah yang terserang. Tabel 13. Nilai R 2 Luas Serangan versus faktor iklim di Kabupaten Karawang No Faktor Iklim Tanpa lag Lag 1 Lag 2 1. Suhu maksimum T max 3.3 5.0 3.2 2. Suhu minimum T min 4.3 2.4 4.0 3. Suhu rata-rata T rata 3.4 3.6 3.4 4. Kelembaban udara RH 11.1 7.5 8.6 5. Curah Hujan Musim Kemarau CHMK 5.8 4.0 3.1 6. Curah Hujan Musim Hujan CHMH 0.4 12.8 0.0 7. Semua faktor iklim diatas 11.2 8.1 10.7 Dari tabel diatas diketahui bahwa untuk faktor suhu maksimum yang paling mempengaruhi luas serangan WBC di kabupaten Karawang yaitu saat fase nimfa lag 1 dengan nilai R 2 sebesar 5.0 dan diperoleh persamaan LS = -359+ 21.2Tmax- 0.236Tmax 2 yang berarti bahwa suhu maksimum paling mempengaruhi aktivitas nimfa WBC daripada fase lainnya. Tahun Luasan Admin Ha Luasan Sawah Ha Luasan Sawah Terserang WBC Ha Persentase Sawah Persentase Sawah Terserang WBC 2001 187496 93590 364 49.916 0.389 2002 187496 93585 75 49.913 0.080 2003 187496 92815 8982 49.502 9.677 2004 187496 92786 159 49.487 0.171 2005 187496 92588 1204 49.381 1.300 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2006 RH L u a s S e ra n g a n H a 90 85 80 75 70 2500 2000 1500 1000 500 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan RH Lag 1 CH MH mm L u a s S e ra n g a n H a 900 800 700 600 500 400 300 200 100 2500 2000 1500 1000 500 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan CH MH Lag 1 15 Gambar 30. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Maksimum di Kabupaten Karawang kuadratik Hubungan paling erat untuk faktor suhu minimum terhadap luas serangan didapat pada analisis tanpa lag saat fase imago WBC yang mempunyai koefisien determinasi sebesar 4.3 dan persamaan LS = 3650 - 346 T min + 8.25 T min 2 . Hal ini menunjukkan bahwa suhu minimum di kabupaten Karawang lebih berpengaruh pada aktivitas imago WBC. Gambar 31. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Minimum di Kabupaten Karawang kuadratik Suhu rata-rata memiliki pengaruh yang sama terhadap luas serangan saat dilakukan analisis tanpa lag dan pada lag 2, yaitu dengan koefisien determinasi sebesar 3.4. Tetapi, hubungan terbaik diperoleh saat analisis pada lag 1, yaitu saat WBC berada pada fase nimfa. Nilai R 2 pada waktu tersebut sebesar 3.6 dan memenuhi persamaan LS = - 314 + 19.6Trata- 0.191Trata 2 . Gambar 32. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Rata-rata di Kabupaten Karawang kuadratik Faktor kelembaban udara merupakan faktor iklim yang paling dominan dalam mempengaruhi luas serangan di kabupaten Karawang. Berdasarkan hasil analisis regresi kuadratik sederhana didapat bahwa kelembaban berperan cukup besar terhadap seluruh fase dari WBC dari telur hingga imago, namun fase yang paling terpengaruh oleh kelembaban udara adalah fase imago WBC analisis tanpa lag yang mempunyai nilai R 2 sebesar 11.1 dan memenuhi persamaan LS = 1708- 47.9RH+ 0.338 RH 2 . Gambar 33. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Kelembaban Udara di Kabupaten Karawang kuadratik Dari hasil analisis regresi linier sederhana, faktor curah hujan di kabupaten Karawang memiliki hubungan paling erat terhadap luas serangan WBC jika dilakukan analisis pada musim hujan saat lag 1 dengan nilai R 2 sebesar 12.8 dan memenuhi persamaan LS = - 22.0+ 0.290CH. Tetapi jika dilakukan analisis saat lag 2 pada musim yang sama, tidak ada korelasi yang didapat yang ditunjukkan dengan nilai R 2 0. T max oC L u a s S e ra n g a n H a 34 32 30 28 26 24 1500 1200 900 600 300 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T max Lag 1 T min oC L u a s S e ra n g a n H a 25 24 23 22 21 20 19 18 1500 1200 900 600 300 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T min tanpa lag T r at a oC L u a s S e ra n g a n H a 29 28 27 26 25 24 23 22 21 1500 1200 900 600 300 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T rata Lag 1 RH L u a s S e ra n g a n H a 85 80 75 70 65 60 55 50 45 1500 1200 900 600 300 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan RH tanpa lag 16 Gambar 34. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Curah Hujan di Kabupaten Karawang linier Dalam analisis regresi linier berganda di kabupten Karawang, pengaruh semua faktor iklim yang dianalisis secara bersama-sama mempunyai hubungan paling erat saat dilakukan analisis tanpa waktu tunda yang memiliki koefisien determinasi sebesar 11.2 dan memenuhi persamaan LS = 72 - 435 T min - 435 T max + 875 T rata - 2.31 RH - 0.082 CH. 4.1.7. Kabupaten Majalengka Tabel 14. Perbandingan Luas Sawah dan Luas Sawah Terserang WBC Tahun 2001-2005 di Kabupaten Majalengka Tingkat penggunaan lahan untuk areal persawahan cukup besar di kabupaten Majalengka rata-rata 39 dari total wilayahnya seperti tesaji di tabel 14, sedangkan serangan WBC yang teluas terjadi pada tahun 2005 yang meliputi 401 ha sawah atau hampir 0.8 dari total luas sawah di kabupaten Majalengka. Tabel 15. Nilai R 2 Luas Serangan versus faktor iklim di Kabupaten Majalengka No Faktor Iklim Tanpa lag Lag 1 Lag 2 1. Suhu maksimum T max 0.8 1.2 0.3 2. Suhu minimum T min 1.8 0.0 0.1 3. Suhu rata-rata T rata 0.7 0.7 0.1 4. Kelembaban udara RH 0.8 2.0 3.1 5. Curah Hujan Musim Kemarau CHMK 1.5 0.1 0.3 6. Curah Hujan Musim Hujan CHMH 0.2 2.4 1.0 7. Semua faktor iklim diatas 4.5 4.4 6.3 Berdasarkan hasil analisis regresi di kabupaten Majalengka yang tersaji dalam Tabel 8, terlihat bahwa semua faktor iklim yang dianalisis memiliki pengaruh yang tidak terlalu besar terhadap luas serangan WBC. Faktor suhu maksimum memiliki hubungan paling erat dengan luas serangan saat dilakukan analisis pada lag 1 fase nimfa yang mempunyai nilai R 2 sebesar 1.2 dan memenuhi persamaan LS = 17+ 1.48Tmax- 0.0532Tmax 2 . Untuk faktor suhu minimum diperoleh keeratan tertinggi saat analisis tanpa lag dengan koefisien determinasi sebesar 1.8 dan persamaan LS = - 3320+ 285Tmin- 6.10Tmin 2 . Sedangkan untuk faktor suhu rata-rata, hasil analisis tanpa lag dan saat lag 1 menunjukkan nilai keeratan yang sama besar yaitu 0.7, tetapi analisis tanpa lag saat terjadi serangan dianggap memiliki hubungan terbaik karena nilai S residualnya yang lebih kecil dengan persamaan LS = - 1749 + 124 T rata - 2.19 T rata 2 . Gambar 35. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Maksimum di Kabupaten Majalengka kuadratik T max oC L u a s S e ra n g a n H a 37 36 35 34 33 32 31 30 150 120 90 60 30 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T max Lag 1 CH MH mm L u a s S e ra n g a n H a 600 500 400 300 200 100 1500 1200 900 600 300 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan CH MH Lag 1 Tahun Luasan Admin Ha Luasan Sawah Ha Luasan Sawah Terserang WBC Ha Persentase Sawah Persentase Sawah Terserang WBC 2001 130793 51087 74 39.060 0.145 2002 130793 51045 2 39.027 0.004 2003 130793 50937 399 38.945 0.783 2004 130793 50925 38.936 0.000 2005 130793 50906 401 38.921 0.788 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2006 17 Gambar 36. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Minimum di Kabupaten Majalengka kuadratik Gambar 37. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Rata-rata di Kabupaten Majalengka kuadratik Dibandingkan faktor iklim lain di kabupaten Majalengka, kelembaban udara merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi luas serangan. Hubungan terbaik diperoleh saat dilakukan analisis pada lag 2 ketika WBC berada pada fase telur, dengan nilai R 2 sebesar 3.1 dan persamaan LS = 3.9- 0.388RH+ 0.00559 RH 2 . Gambar 38. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Kelembaban Udara di Kabupaten Majalengka kuadratik Curah hujan pada waktu musim hujan cenderung lebih mempengaruhi luas serangan di kabupaten Majalengka saat dilakukan analisis pada lag 1 fase nimfa dengan nilai R 2 sebesar 2.4 dan persamaan LS = 1.33 + 0.0142 CH. Menurut hasil analisis regresi linier berganda, hubungan terbaik antara semua faktor iklim yang dianalisis dengan luas serangan di kabupaten Majalengka diperoleh saat waktu tunda dua bulan lag 2 ketika WBC masih berupa telur dengan koefisien determinasi sebesar 6.3 dan memenuhi persamaan LS = -128- 46.8Tmax - 47.0Tmin + 95 Trata+1.36 RH- 0.0403 CH. Gambar 39. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Curah Hujan di Kabupaten Majalengka linier 4.1. 8. Kabupaten Subang Tabel 16. Perbandingan Luas Sawah dan Luas Sawah Terserang WBC Tahun 2001-2005 di Kabupaten Subang Sumber: Badan Pusat Statistik, 2006 Dari tabel 16 diketahui bahwa tingkat penggunaan lahan yang diperuntukkan untuk areal persawahan di kabupaten Subang cukup besar yaitu rata-rata 39, sedangkan tingkat serangan WBC tertinggi terjadi pada tahun 2003 yang mencakup 3726 ha sawah yang terserang atau mencapai lebih dari 4 dari total wilayah persawahan. Tahun Luasan Admin Ha Luasan Sawah Ha Luasan Sawah Terserang WBC Ha Persentase Sawah Persentase Sawah Terserang WBC 2001 214754 84701 242 39.441 0.286 2002 214754 84701 478 39.441 0.564 2003 214754 84701 3726 39.441 4.399 2004 214754 84701 76 39.441 0.090 2005 214754 83165 2036 38.726 2.448 T min oC L u a s S e ra n g a n H a 25.5 24.5 23.5 22.5 21.5 150 120 90 60 30 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T min tanpa lag T rat a oC L u a s S e ra n g a n H a 31 30 29 28 27 26 150 120 90 60 30 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T rata tanpa lag RH L u a s S e ra n g a n H a 90 80 70 60 50 1500 1200 900 600 300 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan RH Lag 2 CH MH mm L u a s S e ra n g a n H a 800 700 600 500 400 300 200 100 150 120 90 60 30 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan CH MH Lag 1 18 Tabel 17. Nilai R 2 Luas Serangan versus faktor iklim di Kabupaten Subang No Faktor Iklim Tanpa lag Lag 1 Lag 2 1. Suhu maksimum T max 0.2 3.7 1.4 2. Suhu minimum T min 8.1 7.9 8.7 3. Suhu rata-rata T rata 5.2 8.7 8.4 4. Kelembaban udara RH 0.5 1.2 0.4 5. Curah Hujan Musim Kemarau CHMK 8.0 1.8 1.5 6. Curah Hujan Musim Hujan CHMH 5.2 10.5 0.6 7. Semua faktor iklim diatas 8.1 9.1 10.1 Di kabupaten Subang, faktor iklim cukup berperan dalam meluasnya serangan WBC seperti terlihat pada hasil analisis regresi yang disajikan dalam tabel 17, peran suhu maksimum terlihat saat dilakukan analisis pada lag 1 ketika WBC berada pada fase nimfa yang mempunyai nilai R 2 sebesar 3.7 dan memenuhi persamaan LS = 804 + 14.9 T max - 38.3 T max 2 . Gambar 40. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Maksimum di Kabupaten Subang kuadratik Untuk faktor suhu minimum, pengaruhnya terhadap luas serangan hampir sama, tetapi hubungan paling erat didapat saat dilakukan analisis pada lag 2, yaitu saat fase telur WBC. Ketika itu, koefisien determinasinya mencapai 8.7 dengan persamaan LS = 1541 - 43.6 T min - 20.7 T min 2 . Gambar 41. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Minimum di Kabupaten Subang kuadratik Analisis regresi kuadratik sederhana yang dilakukan antara luas serangan dan suhu rata-rata di kabupaten Subang menunjukkan bahwa hubungan terbaik diperoleh saat dilakukan analisis pada waktu tunda satu bulan lag 1 ketika WBC berada pada fase nimfa yang memiliki nilai R 2 sebesar 8.7 dan memenuhi persamaan LS = 1355- 19.0Trata- 1.04Trata 2 . Gambar 42. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Rata-rata di Kabupaten Subang kuadratik Kelembaban udara di kabupaten Subang tidak berpengaruh besar terhadap luas serangan, dari hasil analisis hubungan paling erat didapat saat dilakukan analisis pada waktu tunda satu bulan ketika WBC sedang menjadi nimfa dengan koefisien determinasi sebesar 1.2 dengan persamaan LS = 190 - 3.98 RH + 0.0304 RH 2 . T max oC L u a s S e ra n g a n H a 35 34 33 32 31 30 29 1500 1200 900 600 300 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T max Lag 1 T min oC L u a s S e ra n g a n H a 25 24 23 22 21 1500 1200 900 600 300 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T min Lag 2 T rat a oC L u a s S e ra n g a n H a 29 28 27 26 25 1500 1200 900 600 300 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T rata Lag 1 19 Gambar 43. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Kelembaban Udara di Kabupaten Subang kuadratik Faktor curah hujan di kabupaten Subang paling mempengaruhi WBC adalah pada musim hujan saat stadia nimfa waktu tunda satu bulan, nilai R 2 saat lag 1 tersebut sebesar 10.5 dengan persamaan LS = 5.8 + 0.285 CH . Tetapi jika dilakukan analisis pada lag 2, pengaruh curah hujan langsung menurun hingga 0.6. Gambar 44. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Curah Hujan di Kabupaten Subang linier Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, secara bersama-sama semua faktor iklim di kabupaten Subang mempunyai hubungan paling erat dengan luas serangan saat dilakukan analisis pada waktu tunda dua bulan lag 2 ketika WBC masih berupa telur yang mempunyai koefisien determinasi sebesar 10.1 dan memenuhi persamaan LS = 431-121Tmax -144Tmin + 220Trata+ 10.5 RH- 0.550CH.

4.1. 9. Kabupaten Sukabumi