Wilayah Kabupaten Endemik WBC di Provinsi Jawa Barat

6 Sedangkan untuk mengetahui faktor iklim yang paling berperan digunakan analisis untuk 5 faktor iklim yang memiliki pengaruh terhadap bioekologi WBC [suhu maksimum T maks, suhu minimum T min, suhu rata-rata T rata dan, kelembaban udara RH], sehingga didapat persamaan regresi kuadratik yang menyatakan hubungan tiap faktor iklim dengan luas serangan WBC pada berbagai waktu tunda timelag. Khusus untuk faktor curah hujan, analisis regresi linier sederhana yang digunakan dan dilakukan berdasarkan musimnya, yaitu bulan April-September adalah musim kemarau, dan bulan Oktober-Maret adalah musim hujan. Satu siklus hidup WBC berkisar antara 32-54 hari atau diasumsikan kurang lebih dua bulan, maka terdapat dua waktu tunda yang masing-masing menggambarkan perkembangan hidup WBC sejak fase telur, nimfa, imago, dan akhirnya mati. Pada analisis tanpa lag, berarti faktor iklim secara langsung mempengaruhi luas serangan pada saat terjadi serangan saat itu atau ketika WBC berada pada fase imago yang aktif mencari makan. Analisis pada waktu tunda satu bulan lag 1 berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan dengan WBC sedang berada pada fase nimfa. Sedangkan analisis yang dilakukan pada waktu tunda dua bulan lag 2 berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan saat WBC berada pada fase telur. Pada analisis regresi linier berganda dapat terjadi gejala multikolinieritas antara peubah-peubah bebas terjadi korelasi yang kuat, terutama antara tiga faktor suhu maksimum, minimum dan rata-rata sehingga dilakukan uji koefisien dengan metode regresi stepwise untuk memilih peubah suhu yang memiliki korelasi yang lebih besar dengan peubah luas serangan dan menghilangkan peubah suhu lain karena peubah suhu tersebut yang memiliki korelasi lebih besar dianggap sudah mewakili.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Wilayah Kabupaten Endemik WBC di Provinsi Jawa Barat

Daerah endemik WBC adalah suatu daerah yang selalu diserang oleh WBC pada setiap musim tanamnya, sehingga diperlukan upaya untuk meminimalisasi kerugian yang diakibatkannya. Serangan WBC di provinsi Jawa Barat cenderung selalu terjadi di daerah dataran rendah yang dekat dengan wilayah pesisir pantai Peta selengkapnya di Lampiran 1. 4.1.1. Kabupaten Bekasi Tabel 2. Perbandingan Luas Sawah dan Luas Sawah Terserang WBC Tahun 2001-2005 di Kabupaten Bekasi Berdasarkan Tabel 2 diatas diketahui bahwa tingkat penggunaan lahan di kabupaten Bekasi yang digunakan untuk sawah cukup dominan, yaitu rata-rata 40 dari luas wilayah keseluruhan. Luasan sawah terserang WBC yang paling parah di kabupaten Bekasi terjadi pada tahun 2003 yang mencapai 6166 ha atau lebih dari 10 wilayah persawahan. Tabel 3. Nilai R 2 Luas Serangan versus faktor iklim di Kabupaten Bekasi Tahun Luasan Admin Ha Luasan Sawah Ha Luasan Sawah Terserang WBC Ha Persentase Sawah Persentase Sawah Terserang WBC 2001 144340 58298 11 40.389 0.019 2002 144340 58250 19 40.356 0.033 2003 144340 57212 6166 39.637 10.777 2004 144340 57962 26 40.157 0.045 2005 144340 56993 827 39.485 1.451 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2006 No Faktor Iklim Tanpa lag Lag 1 Lag 2 1. Suhu maksimum T max 8.0 4.0 3.9 2. Suhu minimum T min 3.5 2.9 3.2 3. Suhu rata-rata T rata 7.7 3.9 3.8 4. Kelembaban udara RH 7.1 4.1 3.6 5. Curah Hujan Musim Kemarau CHMK 0.1 1.9 0.3 6. Curah Hujan Musim Hujan CHMH 7.6 1.4 0.1 7. Semua faktor iklim diatas 6.4 5.6 4.7 7 Dari hasil analisis regresi pada Tabel 3 diketahui bahwa untuk faktor suhu maksimum saat terjadi serangan tanpa lag diperoleh nilai R 2 yang terbesar dibanding pada waktu tunda lain, yaitu sebesar 8.0 dengan persamaan LS= 3275- 237Tmax+ 4.27Tmax 2 yang berarti suhu maksimum memiliki peranan yang lebih besar terhadap aktivitas imago WBC yang menyukai suhu yang cukup tinggi daripada saat fase nimfa lag 1 ataupun telur lag 2 yang memiliki nilai R 2 yang lebih kecil. Untuk faktor suhu minimum dan suhu rata-rata juga diperoleh hasil yang sama, yaitu saat terjadi serangan tanpa lag masing-masing mempunyai nilai R 2 sebesar 3.5 dengan persamaan LS = 173 - 171Tmin+ 4.22Tmin 2 dan 7.7 dengan persamaan LS = 4192 - 344Trata+ 7.03Trata 2 . Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh suhu di kabupaten Bekasi paling berperan saat terjadi serangan saat WBC pada fase imago dibandingkan fase WBC lainnya. Gambar 5. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Maksimum di Kabupaten Bekasi kuadratik Gambar 6. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Minimum di Kabupaten Bekasi kuadratik Gambar 7. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Rata-rata di Kabupaten Bekasi kuadratik Hubungan paling erat antara faktor RH dengan luas serangan WBC diperoleh saat terjadi serangan tanpa lag , yaitu saat WBC berada pada fase imago dengan nilai R 2 sebesar 7.1 yang memenuhi persamaan LS = 148 - 43.5RH + 0.317 RH 2 . Gambar 8. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Kelembaban Udara di Kabupaten Bekasi kuadratik Faktor curah hujan yang memiliki pengaruh paling besar dalam kehidupan WBC di kabupaten Bekasi, yaitu pada waktu musim hujan saat WBC sudah menjadi imago tanpa lag dengan nilai R 2 sebesar 7.6 dengan persamaan LS = - 0.57 + 0.0364 CH. . Gambar 9. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Curah Hujan di Kabupaten Bekasi linier T max oC L u a s S e ra n g a n H a 34 32 30 28 26 24 200 150 100 50 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T max tanpa lag T min oC L u a s S e ra n g a n H a 25 24 23 22 21 20 19 18 200 150 100 50 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T min tanpa lag T rat a oC L u a s S e ra n g a n H a 29 28 27 26 25 24 23 22 21 200 150 100 50 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T rata tanpa lag RH L u a s S e ra n g a n H a 85 80 75 70 65 60 55 50 45 200 150 100 50 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan RH tanpa lag CH MH mm L u a s S e ra n g a n H a 600 500 400 300 200 100 200 150 100 50 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan CH MH tanpa lag 8 Jika dilakukan analisis regresi linier berganda antara luas serangan WBC di kabupaten Bekasi dengan semua faktor iklim yang dianalisis sebelumnya maka diperoleh hubungan paling erat saat terjadi serangan tanpa lag atau pada saat WBC berada pada fase imago dengan nilai R 2 sebesar 6.4 yang memenuhi persamaan LS = - 1 + 257Tmax +282 Tmin-531Trata- 1.31RH- 0.082CH. Dari hasil diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor iklim yang paling mempengaruhi luas serangan WBC di kabupaten Bekasi yaitu suhu maksimum T max saat terjadinya serangan tanpa lag. 4.1.2. Kabupaten Cianjur Tabel 4. Perbandingan Luas Sawah dan Luas Sawah Terserang WBC Tahun 2001-2005 di Kabupaten Cianjur. Tingkat penggunaan lahan untuk persawahan padi di kabupaten Cianjur tidak terlalu besar, hanya berkisar 15-16 dari luas wilayah keseluruhan. Walaupun termasuk daerah endemik WBC, serangan WBC tidak terlalu luas di kabupaten Cianjur. Salah satu faktornya disebabkan wilayah sawah yang terbatas bagi WBC untuk mencari makan. Luas serangan yang tertinggi terjadi pada tahun 2003 yang meliputi 410 ha sawah atau sekitar 0.6 dari total luas sawah di kabupaten Cianjur, untuk selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 4. Tabel 5. Nilai R 2 Luas Serangan versus faktor iklim di Kabupaten Cianjur No Faktor Iklim Tanpa lag Lag 1 Lag 2 1. Suhu maksimum T max 0.2 3.2 6.4 2. Suhu minimum T min 2.2 1.8 4.4 3. Suhu rata-rata T rata 3.6 1.9 1.5 4. Kelembaban udara RH 0.7 1.0 1.3 5. Curah Hujan Musim Kemarau CHMK 0.2 4.9 5.5 6. Curah Hujan Musim Hujan CHMH 0.9 0.0. 0.0 7. Semua faktor iklim diatas 4.4 8.2 13.2 Di kabupaten Cianjur, faktor suhu maksimum dan minimum pada waktu tunda dua bulan memiliki hubungan yang paling erat dibandingkan waktu tunda lainnya dengan nilai R 2 sebesar 6.4 dengan persamaan LS = 37.6+ 1.22Tmax- 0.0999Tmax 2 , dan 4.4 dengan persamaan LS = -74.3+ 1.16Tmin+ 3.40 Tmin 2 saat WBC sedang berada pada fase telur. Pada analisis tanpa lag dan lag 1 menunjukkan bahwa suhu maksimum dan minimum tidak banyak mempengaruhi luas serangan, hal ini dapat diakibatkan suhu maksimum suhu pada siang hari dan suhu minimum suhu pada dini hari yang rendah di kabupaten Cianjur kurang mendukung bagi aktivitas imago WBC. Gambar 10. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Maksimum di Kabupaten Cianjur kuadratik Tahun Luasan Admin Ha Luasan Sawah Ha Luasan Sawah Terserang WBC Ha Persentase Sawah Persentase Sawah Terserang WBC 2001 371683 58585 45 15.762 0.077 2002 371683 58823 49 15.826 0.083 2003 371683 61771 410 16.619 0.664 2004 371683 61587 2 16.570 0.003 2005 371683 62876 36 16.917 0.057 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2006 T max oC L u a s S e ra n g a n H a 28 27 26 25 24 23 90 75 60 45 30 15 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T max Lag 2 9 Gambar 11. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Minimum di Kabupaten Cianjur kuadratik Untuk faktor suhu rata-rata terjadi sebaliknya, hubungan paling erat justru diperoleh pada analisis tanpa lag dengan nilai R 2 sebesar 3.6 dengan persamaan LS = 3528- 334Trata+ 7.91Trata 2 , sedangkan saat lag 2 memiliki nilai R 2 yang paling kecil. Hal ini dapat diakibatkan suhu rata-rata sepanjang hari di kabupaten Cianjur lebih cocok bagi aktivitas imago WBC daripada fase WBC lainnya. Gambar 12. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Suhu Rata-rata di Kabupaten Cianjur kuadratik Pada analisis antara luas serangan dan kelembaban udara diperoleh hubungan terbaik saat dilakukan analisis pada lag 2 dengan nilai R 2 sebesar 1.3 dan persamaan LS = 3.7- 0.157RH+ 0.00195RH 2 . Saat itu WBC berada pada fase telur yang membutuhkan kelembaban tinggi agar dapat menetas. Gambar 13. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Kelembaban Udara di Kabupaten Cianjur Kejadian serangan WBC di kabupaten Cianjur cenderung lebih dipengaruhi curah hujan pada musim kemarau saat WBC berada pada fase telur lag 2 dibandingkan pada musim hujan yang biasanya banyak terjadi serangan dengan nilai R 2 mencapai 5.5 dan memenuhi persamaan LS = -1.61+ 0.0297CH. Gambar 14. Hubungan Terbaik Luas Serangan dan Curah Hujan di Kabupaten Cianjur linier Menurut hasil analisis regresi linier berganda, hubungan terbaik antara luas serangan dan faktor iklim di kabupaten Cianjur diperoleh jika dilakukan analisis pada waktu tunda dua bulan saat WBC sedang berada pada fase telur yang memiliki nilai R 2 mencapai 13.2 dan memenuhi persamaan LS = 139+42.7Tmax +52.1 Tmin -97.7 Trata - 0.371RH- 0.0094CH. Berdasarkan hasil analisis, maka faktor iklim yang paling mempengaruhi luas serangan di kabupaten Cianjur adalah suhu maksimum saat fase telur WBC lag 2. T min oC L u a s S e ra n g a n H a 19 18 17 16 15 90 75 60 45 30 15 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T min Lag 2 T rat a oC L u a s S e ra n g a n H a 22.5 22.0 21.5 21.0 20.5 20.0 90 75 60 45 30 15 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan T rata tanpa lag RH L u a s S e ra n g a n H a 95 90 85 80 75 70 65 60 90 75 60 45 30 15 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan RH Lag 2 CH MK mm L u a s S e ra n g a n H a 600 500 400 300 200 100 90 75 60 45 30 15 Hubungan Terbaik Luas Serangan dan CH MK Lag 2 10

4.1. 3. Kabupaten Cirebon