4. PEMBENTUKAN BUAH BERBIJI DAN TIDAK BERBIJI
PADA PAMELO Seeded and Seedless Pummelo Fruit Formation
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pembentukan buah berbiji dan tidak berbiji pada pamelo. Hasil penelitian menunjukkan ke-10 aksesi pamelo
yang diamati memiliki tepung sari yang fertil, dan viabilitas tepung sari aksesi berbiji dan potensial berbiji lebih besar dibandingkan aksesi tidak berbiji. Aksesi
pamelo yang diamati mampu membentuk buah partenokarpik. Penyerbukan sendiri secara alami pada ‘Bali Merah 1’, ‘Bali Merah 2, ‘Nambangan’ dan
‘Bageng Taji’ menghasilkan buah tidak berbiji, tetapi pada ‘Jawa 3’, sebagian buah berbiji. Dengan penyerbukan sendiri secara buatan kelima aksesi mampu
membentuk buah berbiji, dengan jumlah beragam, yang mengindikasikan adanya sifat self-compatible. Penyerbukan silang maupun penyerbukan terbuka pada
semua aksesi menghasilkan buah berbiji dengan derajat yang berbeda, yang menunjukkan fertilitas ovul. ‘Bali Merah 2’ diduga memiliki derajat
partenokarpi yang tinggi, dilihat dari jumlah biji yang rendah 10 biji per buah pada semua perlakuan penyerbukan.
ABSTRACT
This study was aimed at investigating fruit formation of seeded and seedless pummelo accessions. Observations on fruit formation between selected
seeded and seedless pummelo demonstrated that those pummelos accessions were able to produce parthenocarpic fruits, but bored seeded fruits, when self
pollination was induced, thus indicated self-compatibility. Natural self- pollination on ‘Bali Merah 1’, ‘Bali Merah 2, ‘Nambangan’ and ‘Bageng Taji’
yielded seedless fruits, but most fruits of ‘Jawa 3’ was seeded. Artificial self- pollination on those accessions produced seeded fruit, thus showed ovule fertility.
‘Bali Merah 2’ was shown to have high parthenocarpic degree, as indicated by less seed number 10 seed per fruit in all pollination treatments. Therefore
seedlessness in those pummelo accessions was not caused by pollen and ovule sterility, self-incompatibility, or poliploidy but due to parthenocarpy.
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki banyak aksesi pamelo, dan merupakan salah satu daerah penanaman pamelo, selain China bagian selatan, Thailand bagian Selatan,
Taiwan, Jepang dan India Selatan, Malaysia, New Guinea dan Tahiti Morton 1987. Aksesi-aksesi pamelo memiliki jumlah biji beragam, dari tidak berbiji
sampai berbiji Ladaniya 2008. Pembentukan biji pada buah jeruk dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan. Hal ini membuat jumlah biji beragam, bahkan dalam satu kultivar yang sama, tergantung pada waktu dan daerah penanaman Yamamoto et al.
1995. Pembentukan buah tidak berbiji pada jeruk dipengaruhi oleh self- incompatibility
Gomez-Alverado et al. 2004, Yamamoto et al. 2006 yang menginduksi partenokarpi Yamamoto dan Tominaga 2002, sterilitas jantan dan
sterilitas betina Yamamoto et al. 1995, poliploidi, dan waktu reseptif kepala putik terhadap tepung sari. Sterilitas jantan terjadi pada kondisi tidak ada atau
tidak berfungsinya tepung sari, sedangkan sterilitas betina terjadi bila ovul tidak mampu berfungsi secara normal Poespodarsono 1988.
Self-incompatibility adalah mekanisme penolakan tanaman induk terhadap
tepung sari yang mengekspresikan alela yang sama dengan genotipe tanaman induk de Nettancourt 1977, atau mekanisme yang memungkinkan putik suatu
tanaman menolak tepung sarinya sendiri atau tepung sari dari individu yang berkerabat secara genetik Kao dan Huang 1994. Selama ini pamelo dikenal
sebagai tanaman yang self-incompatible Niyomdham 1992, Yamamoto et al. 2006, namun dijumpai tanaman yang tetap berbuah walaupun tidak berbiji,
diduga terjadi partenokarpi, yaitu buah dapat terbentuk walaupun tanpa proses pembuahan. Tanaman jeruk yang menghasilkan buah tidak berbiji bila tidak ada
pembuahan disebut memiliki sifat facultative parthenocarpy Iglesias et al. 2007. Selain itu tanaman jeruk triploid 3n biasanya menghasilkan buah tidak berbiji
Toolapong et al. 1995. Sterilitas tepung sari ditemukan pada berbagai tingkat pada banyak
kultivar jeruk Jackson dan Gmitter tanpa tahun. Untuk mengetahui aktivitas
gamet jantan, dilakukan uji viabilitas, antara lain dengan metode pewarnaan dan perkecambahan tepung sari secara in vitro.
Metode pewarnaan banyak digunakan untuk menduga viabilitas tepung sari, karena mudah dilakukan. Di antara berbagai metode pewarnaan acetic-
orcein, arcetic-carmin, IKI, acridine orange, tetrazolium klorida, penggunaan tetrazolium klorida berkorelasi lebih baik dengan kemampuan tepung sari
berkecambah Heslop-Harrison et al. 1984. Metode perkecambahan dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih baik mengenai fertilitas tepung sari,
dibandingkan cara pewarnaan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pembentukan biji pada buah antara
lain suhu dan musim. Pada orange ’Satsuma’ fertilitas tepung sari meningkat 14- 23 pada suhu 15-20
o
C dibandingkan suhu kontrol di luar greenhouse Yang dan Nakagawa 1970. Buah pamelo yang dipetik pada panen raya berbiji lebih
banyak dibanding hasil panen di luar musim Niyomdham 1992. Pada aksesi pamelo di Indonesia belum diketahui mekanisme pembentukan buah tidak
berbijinya, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memahaminya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter yang berkaitan
dengan pembentukan buah pamelo berbiji, tidak berbiji dan potensial tidak berbiji.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat
Pembuatan preparat untuk uji viabilitas serbuk sari dilakukan di Desa Tambak Mas, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Magetan pada bulan Nopember
2011, dan pengamatan preparat dikerjakan di Laboratorium Mikroteknik Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB pada bulan Desember 2011 sampai
Januari 2012. Percobaan penyerbukan untuk mempelajari pembentukan buah pada pamelo dilakukan di Desa Bageng, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati
dan Desa Tambak Mas, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Magetan pada bulan Oktober 2010 sampai Maret 2012.
Uji Viabilitas Tepung Sari Aksesi Pamelo Berbiji dan Tidak Berbiji
Pengujian viabilitas tepung sari pamelo dilakukan dengan dua cara, yaitu pewarnaan dan pengecambahan. Tepung sari diperoleh dari kuncup bunga pada
stadia balon satu hari sebelum mekar, yang diambil dari aksesi berbiji Jawa 2, Magetan, Sri Nyonya, Adas Duku, Bali Putih, Jawa 3, potensial tidak berbiji
Nambangan, Bali Merah 1 dan tidak berbiji Jawa 1 dan Bali Merah 2. Setiap aksesi menggunakan tiga pohon. Bahan yang digunakan adalah tetrazolium
klorida TTC, media perkecambahan Pollen Germination Medium PGM Schreiber dan Dresselhaus 2003 yang telah dimodifikasi oleh Warid 2010,
pinset, gelas vial, mikroskop Olympus BX41, perlengkapan fotografi.
Uji Pewarnaan Tepung Sari . Dari tiap pohon diambil 10 kuncup bunga pada
stadia balon, dan dari masing-masing bunga diambil satu kepala sari kemudian dicampur. Penentuan viabilitas tepung sari menggunakan larutan TTC 2,3,5-
triphenyl tetrazolium chloride 1. Tepung sari ditebarkan di atas gelas obyek tebal 1-1.2 mm, ditetesi dengan larutan TTC dan segera ditutup dengan cover
glass untuk mengeluarkan oksigen yang dapat menghambat reduksi pewarna.
Preparat diinkubasi di dalam boks plastik yang dialasi tisu basah selama 3 jam. Perbedaan antara tepung sari yang hidup dengan yang tidak hidup dilihat dari
kemampuannya menyerap warna setelah diberi larutan TTC. Tepung sari yang hidup akan berwarna merah, sedangkan yang tidak hidup berwarna kuning. Dari
tiap gelas preparat dilakukan tiga kali pengamatan pada tiga-lima bidang pandang berbeda. Tiap perlakuan diulang tiga kali dengan tiga preparat pada tiap ulangan.
Banyaknya polen tiap ulangan sekitar 200 – 400 butir. Viabilitas serbuk sari dihitung dengan rumus:
Viabilitas = total polen yang terwarnai dalam bidang pandang x 100
jumlah polen yang diwarnai dalam bidang pandang
Uji Perkecambahan Tepung Sari . Sebanyak 10 bunga dipetik pada stadia balon
dan disimpan pada suhu ruang selama 24 jam. Dari tiap bunga diambil satu benang sari, untuk dipisahkan serbuk sarinya. Komposisi media kultur yang
digunakan untuk mengecambahkan tepung sari terdiri atas campuran 10 sukrosa, 0.005 H
3
BO
3
, 10 mM CaCl
2
, 0.05 mM KH
2
PO
4
, dan 4 Polyetilene Glycol 6000 PEG.
Media kultur yang telah disaring dengan kertas saring diambil 10 ml untuk dituangkan ke dalam gelas vial. Tepung sari tiap aksesi dimasukkan ke dalam
gelas vial. Tepung sari dianggap berkecambah jika panjang tabung sari lebih besar dari diameter butiran tepung sari. Pengamatan dilakukan dengan meletakkan satu
tetes larutan media dan tepung sari di atas gelas preparat, kemudian ditutup dengan cover glass, dan diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x.
Pengamatan terhadap butir tepung sari yang berkecambah dilakukan setelah diinkubasi selama 3 jam. Dari tiap gelas preparat dilakukan tiga kali
pengamatan pada tiga-lima bidang pandang berbeda. Tiap perlakuan diulang tiga kali dengan tiga preparat pada tiap ulangan. Sebelum diolah data terlebih dahulu
ditransformasi arcsin persentase menggunakan tabel J agar data menyebar normal Gomez dan Gomez 1995.
Banyaknya polen tiap ulangan sekitar 100 – 400 butir. Viabilitas serbuk sari dihitung dengan rumus:
Viabilitas = total polen yang berkecambah dalam bidang pandang x 100
jumlah polen yang dikecambahkan dalam bidang pandang Uji PenyerbukanAksesi Pamelo Berbiji dan Tidak berbiji
Percobaan ini menggunakan rancangan perlakuan petak terbagi dan rancangan lingkungan acak lengkap yang terdiri atas dua faktor, yaitu aksesi
pamelo dan perlakuan penyerbukan. Aksesi merupakan petak utama yang terdiri atas lima taraf, yaitu Jawa 3, Bali Merah1, Nambangan, Bali Merah 2 dan Bageng
Taji. Perlakuan penyerbukan dibedakan atas lima taraf, yaitu tanpa penyerbukanemaskulasi E, penyerbukan sendiri secara alami PSd-A,
penyerbukan sendiri secara buatan PSd-B, penyerbukan terbuka PT dan penyerbukan silang buatan PSg-B. Setiap perlakuan diulang tiga kali, dan tiap
unit percobaan ialah 10 rangkaian bunga. Setiap pohon mendapat semua perlakuan penyerbukan. Untuk keperluan penyerbukan silang buatan digunakan
tepung sari aksesi yang tumbuh berdekatan, kecuali pada ’Bageng Taji’ diserbuki dengan ’Cikuning’, aksesi asal Majalengka yang tumbuh di Ciawi, Bogor.
Percobaan penyerbukan dilakukan pada tunas bunga berdaun pada stadia balon satu hari sebelum mekar. Bunga yang telah diberi perlakuan dibungkus
dengan kantong kertas dan diberi label. Kantung kertas dibuka empat minggu
setelah penyerbukan MSP. Untuk keperluan penyerbukan buatan, tepung sari segar didapat dari kuncup bunga yang dipetik sebelum mekar. Mahkotanya
dibuang dan tepung sarinya dikeringkan pada suhu ruang. Perlakuan penyerbukan dilakukan dengan lima cara, yaitu:
1. Tanpa PenyerbukanEmaskulasi E. Kuncup bunga aksesi yang