Bahan dan Alat Penelitian Pelaksanaan Penelitian

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret 2006 hingga Juni 2006.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Pengumpulan bahan-bahan penelitian bersumber dari Japan International Co-operation Agency JICA, Badan Meteorologi dan Geofisika dan Departemen Kehutanan Jakarta. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian adalah berupa data sekunder, sebagai berikut : 1. Data Hotspot bulanan di propinsi Kalimantan Barat mulai bulan Januari 2003 sampai Desember 2004. 2. Data Hotspot bulanan di beberapa kabupaten di propinsi Kalimantan Barat mulai bulan Januari 2003 sampai bulan Desember 2004. 3. Data Hotspot bulanan pada penutupan lahan yang ada di propinsi Kalimantan Barat mulai bulan Januari 2003 sampai bulan Desember 2004. 4. Data suhu udara maksimum, curah hujan dan kelembaban udara harian untuk mandapatkan nilai KBDI skala harian selama dua tahun 2003- 2004 dari tujuh stasiun cuaca di propinsi Kalimantan Barat. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis menulis dan perangkat lunak Microsoft Office 2000 dan Minitab versi 11.

C. Pelaksanaan Penelitian

1. Pengolahan data. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara menganalisis data titik panas dan data suhu maksimum, kelembaban udara serta curah hujan untuk mendapatkan indeks kekeringan Keetch – Byram KBDI. Tahapan pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Penghitungan jumlah titik panas bulanan propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 - 2004. b. Penghitungan jumlah titik panas bulanan pada areal penutupan lahan HPH, HTI, perkebunan, hutan lindung, hutan suaka alam dan hutan wisata serta areal transmigrasi tahun 2003 – 2004. c. Penghitungan jumlah titik panas bulanan pada beberapa kabupaten di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 – 2004. d. Penghitungan jumlah titik panas tahunan pada areal penutupan lahan tahun 2003 – 2004. e. Penghitungan jumlah titik panas tahunan pada beberapa kabupaten di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 – 2004. f. Penghitungan jumlah titik panas tahunan di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 – 2004. g. Penghitungan nilai korelasi antara peringkat bahaya kebakaran bulanan yang telah dikonversi menjadi angka dengan jumlah titik panas bulanan. Nilai korelasi untuk masing-masing tahun, dihitung dengan rumus Putri, 2004 : Keterangan : Xi = Peringkat bahaya kebakaran bulan ke-i tahun ke-j Yi = Jumlah Titik Panan bulan ke-i tahun ke-j n = Jumlah bulan 12 Besarnya nilai r berkisar antara -1 ≤ r ≤ 1 dimana jika nilai r mendekati +1 atau -1 maka hubungan antara kedua peubah itu kuat, serta terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya Walpole, 1993. Penghitungan indeks kekeringan menggunakan Indeks Kekeringan Keetch–Byram. Perhitungan bahaya kebakaran ini dilakukan secara manual, dengan menggunakan data suhu maksimum, kelembaban udara dan curah hujan harian. Nilai KBDI yang dihitung adalah nilai KBDI propinsi Kalimantan Barat serta kabupaten-kabupaten yang memiliki curah hujan terbesar pada tahun 2003-2004. Tahapan penghitungan nilai KBDI Deeming, 1995 adalah sebagai berikut : [ ][ ] ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ − − − = n Y Y n X X n Y X Y X r i i i i 2 2 2 1 1 1 1 a. Indeks kekeringan hari kemarin IKHK. Didapatkan dari indeks kekeringan hari terakhir bulan sebelumnya. Jika data tidak tersedia maka dilakukan penjumlahan curah hujan selama satu minggu berturut-turut sehingga curah hujan mencapai nilai sebesar kurang lebih 150 mm, dan indeks kekeringan hari tersebut adalah 0 nol. b. Curah hujan 24 jam, didapatkan curah hujan 24 jam dari stasiun yang melaporkan. c. Curah hujan 24 jam kumulatif dari curah hujan 24 jam. jika nilai curah hujan 24 jam adalah 0 maka nilai curah hujan kumulatif juga akan bernilai 0. nilai yang dimaksud adalah nilai curah hujan hari pertama setelah periode tidak ada hujan, hari kedua dan selanjutnya hingga curah hujan mencapai 5 mm. jika telah mencapai nilai 5 mm tidak perlu dikumulatifkan. d. Curah hujan 24 jam bersih netto. Nilai ini didapatkan dengan mengurangi curah hujan kumulatif 24 jam dengan 5 mm, bila nilainya kurang dari 5 mm maka ditulis 0. e. IKHK dikurangi 10 x curah hujan netto. Nilainya didapatkan dari hasil pengurangan IKHK dengan 10 x curah hujan netto, jika hasilnya bernilai negatif maka dituliskan 0. f. Faktor kekeringan. Didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut Putri, 2004 : Keterangan : FK = Faktor kekeringan IKHK = Indeks kekeringan Keetch – Byram hari kemarin Tmax = Suhu udara maksimum C R = Curah hujan tahunan mm g. Indeks kekeringan hari ini. Parameter ini dihitung dengan cara menjumlahkan nilai faktor kekeringan dengan nilai IKHK yang telah dikurangi 10 x curah hujan netto. 5 . 00175 . 88 . 10 . 1 01 . 299 . 8 552 . 1 max 0875 . 967 . 2000 + − + − + − = xR EXP x xT EXP x IKHK FK h. Kelas bahaya kebakaran ditentukan dengan cara mengelompokkan nilai KBDI kedalam interval kelas bahaya kebakaran. 2. Analisis Data Tahap-tahap analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Membandingkan nilai KBDI dengan jumlah titik panas bulanan di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 – 2004. b. Membandingkan nilai KBDI dengan jumlah titik panas bulanan di kabupaten – kabupaten yang memiliki sebaran titik panas tertinggi tahun 2003 – 2004. c. Analisis terhadap kejadian titik panas pada penggunaan lahan yang memiliki areal penutupan lahan terbanyak di propinsi Kalimantan Barat tahun 2003 – 2004. Tabel 2. Sebaran Titik Panas Hotspot Propinsi Kalimantan Barat Bulan Jumlah Titik Panas 2003 2004 Jumlah Rata-rata Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Tabel 3. Tipe Penggunaan Lahan. Tahun 2003 Jenis Areal Penggunaan Lahan Jumlah Titik Panas Tahun 2004 Jenis Areal Penggunaan Lahan Jumlah Titik Panas

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Geografi