BAB III
PERAN KEPABENAN C USTO MS DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP MEREK TERDAFTAR
A. Pote nsi Ke pabe anan Se bagai
Border Agency Te rhadap Pe rlindungan Me re k
Beberapa tahun terakhir ini, upaya-upaya untuk melaksanakan perlindungan hak merek sebagai HKI yang memadai adequate intellectual property right protection dirasakan semakin meningkat, baik di kalangan industri,
masyarakat luas, maupun pemerintah. Hal ini terjadi, seiring dengan semakin berkembangnya peranan hak merek dalam beberapa bidang kegiatan ekonomi, dan semakin meningkatnya pelanggaran Hak merek. Peningkatan perlindungan hak
merek dianggap sebagai suatu hal yang sangat penting dalam kerangka perdagangan internasional. Pentingnya peningkatan perlindungan HKI ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Peranan dari produk-produk yang berbasiskan HKI dalam perdagangan terutama dalam perdagangan internasional meningkat secara tajam;
2. Kemajuan komunikasi dan hubungan internasional telah menciptakan suatu pasar global;
3. Berkembangnya teknologi yang relatif murah dan tidak terlalu yang relatif murah dan tidak terlalu rumit, untuk melakukan reproduksi jenis-
jenis barang tertentu; 4. Meningkatnya
penelitian dan
pengembangan dalam
menciptakan produk-produk baru;
5. Beberapa aspek teknologi yang baru belum dapat masuk secara tepat dalam salah satu jenis perlindungan HKI.
22
Perlindungan terhadap hak merek sebagai HKI merupakan sebuah
komitmen yang harus dipenuhi sebagai konsekuensi Indonesia menjadi anggota World Trade Organization WTO dengan menandatangani perjanjian Marakesh,
Maroko pada tahun 1994 yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Establishing World Trade Organization yang didalamnya juga
mencakup perjanjian Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights
22
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, “Peranan Bea dan CukaiDalam Perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual,” Makalah disampaikan pada Training Course on Intellectual Property
Rights, Jakarta, 24-28 Mei 2004, hlm. 2-3. 42
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
TRIPs.
23
Persetujuan TRIPs ini memuat norma-norma dan standar perlindungan HKI secara ketat yang bertujuan untuk:
1. Meningkatkan perlindungan
terhadap HKI
dari produk-produk
yang diperdagangkan;
2. Menjamin prosedur pelaksanaan HKI yang tidak menghambat kegiatan perdagangan;
3. Merumuskan aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindungan terhadap HKI;
4. Mengembangkan prinsip, aturan dan mekanisme kerjasama internasional untuk menangani perdagangan barang-barang hasil pemalsuan atau pembajakan atas
HKI.
24
Sebelum berlakunya perjanjian TRIPs, institusi kepabeanan customs di berbagai negara umumnya tidak banyak terlibat dalam perlindungan HKI. Dengan
meningkatnya perdagangan internasional dan semakin meluasnya pelanggaran HKI yang melintasi batas-batas negara, maka disadari pentingnya peran yang dapat
dilakukan oleh pihak pabean dalam melaksanakan perlindungan HKI. Oleh karena itu, dalam TRIPs diatur secara khusus ketentuan tentang ”border measure control
border enforcement
” yaitu pengawasan oleh pihak pabean Customs Administration terhadap barang hasil pelanggaran HKI. Dengan adanya ketentuan
tersebut, maka di tiap negara, aparat border cross control dalam hal ini institusi
23
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melek at Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal , Bandung, Citra
Aditya Bakti, 1996, hlm. 43.
24
Ibid., hlm. 44.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
kepabeanan di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus ikut terlibat dalam pelaksanaan perlindungan HKI termasuk hak merek.
Dalam posisinya sebagai aparat pengawas lalu lintas barang baik yang masuk
maupun yang
keluar dari
wilayah Indonesia, DJBC diwajibkan
mengendalikan impor-ekspor barang-barang hasil pelanggaran di bidang HKI sebagai kelanjutan dari ratifikasi Indonesia tersebut di atas mengenai ketentuan
border measure control border enforcement yang termuat dalam Article 51 sampai Article 60 the TRIPs Agreement, tepatnya diimplementasikan dalam Pasal
54 sampai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan Bab X: ”Larangan dan Pembatasan Impor atau Ekspor, Penangguhan
Impor atau Ekspor Barang hasil Pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual, dan Penindakan atas Barang yang terkait dengan Terorisme dan atau Kejahatan Lintas
Negara”. Dalam fungsi tersebut DJBC diharapkan dapat bertindak efektif menangkal pelanggaran HKI yang melintasi daerah pabean Border Cross
Control. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melaksanakan fungsi pengendalian tersebut dengan cara menangguhkan pengeluaran barang imporekspor dari
kawasan pabean untuk memberikan kesempatan kepada yang berhak atas hak merek untuk mengambil tindakan hukum. Penangguhan pengeluaran barang
dilakukan dengan dua cara: Pertama, penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor berdasarkan perintah tertulis Ketua Pengadilan Negeri atas permintaan
pemilikpemegang HKI dengan mengajukan bukti yang cukup mengenai adanya
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
pelanggaran HKI disertai penempatan jaminan untuk dipertaruhkan passive action procedure.
Kedua, penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor karena jabatan secara ex officio berdasarkan bukti yang cukup mengenai adanya
pelanggaran HKI active action procedure.
B. Ke te rbatasan dalam Pe laksanaan Pe ran Ke pabe anan di Bidang Me re k