23
jumlah polong tan, jumlah biji polong, jumlah polong tanaman, polong rusak, berat 1000 biji, hasil t ha.
3. Sifat fisik dan kimia tanah pada saat sebelum tanam dan setelah panen meliputi analisa unsur makro dan mikro tanah N, P, K, Ca, Mg, Na, C-Organik, pH, P
dan K Potensial, Tekstur, Al-dd dan H-dd 4. Nilai Kesetaraan Lahan NKL dihitung dengan penentuan hasil relatif dari tiap
tanaman yang ditumpangsarikan dengan hasil tanaman tersebut secara monokultur Whigham dan Bharati, 1983
I a I b NKL= --- + -----
Sa Sb I = intercrop yield; S= sole-crop yield; a dan b= component crop
5. Analisis usaha tani dihitung berdasarkan produksi hasil, harga input produksi, harga output, jumlah produk sampingan, harga produk sampingan, dll.
3.8. Analisis Data
Data pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai yang terkumpul akan dianalisis dengan analisis of variant ANOVA dan uji lanjut dengan Least Significant
Different LSD Gomez dan Gomez, 1984. Data farm record keeping ditabulasi dan dianalisis dengan analisis finansial sederhana B C ataupun R C ratio.
24
I V. HASI L DAN PEMBAHASAN 4.1. Koordinasi I nternal dan Antar I nstansi
Koordinasi internal dilaksanakan secara rutin dalam bentuk pertemuan tim dalam perencanaan kegiatan Pemanfaatan lahan kering masam dengan tumpangsari jagung
dan kacang tanah di Desa Pasar Pedati, Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Tengah. Dalam pertemuan rutin yang dilaksanakan tiap bulannya dibahas
mengenai kemajuan kegiatan, hambatan dan kendala pada pelaksanaan kegiatan, tingkat serapan dana, pencapaian dan rencana tindak lanjut pada kegiatan.
Koordinasi antar instansi terkait di tingkat Kabupaten dilaksanakan dalam bentuk kunjungan dan pemaparan maksud kegiatan kepada stakeholders Dinas Pertanian dan
Badan Pelaksana Penyuluhan wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah. Koordinasi dengan dinas terkait ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi, memperoleh
informasi mengenai kondisi agroekosistem wilayah pengkajian, dan juga ketersediaan sarana produksi yang diperlukan untuk mendukung kegiatan pengkajian.
4.2. Dominansi Jenis Gulma
Gulma merupakan tumbuhan yang kehadirannya tidak diharapkan. Gulma termasuk dalam organisme pengganggu tanaman OPT. Identifikasi gulma awal perlu dilakukan
untuk menentukan tindakan pengendalian. Masalah utama pengelolaan tanaman di lahan kering adalah ketersediaan air yang tidak menentu dan gangguan gulma. Gulma
pada pertanaman kacang tanah dapat menghambat pertumbuhan dan penurunan hasil. Penurunan hasil kacang tanah akibat gulma dapat mencapai sekitar 47
Moenandie et al. 1996, sedangkan pada jagung mencapai 39.8 Bangun et al. 1997. Pengendalian gulma dimaksudkan untuk menekan populasi gulma agar tidak
mengganggu tanaman dan menurunkan hasil. Setiap tanaman memiliki waktu kritis berbeda-beda terhadap gangguan gulma. Menurut Zindani dalam Jatmiko et al.
2002, tanaman kacang tanah mengalami masa kritis minimal 42 hari perta,a daur hidupnya dan jagung mengalami masa kritis minimal 21 hari pertama daur hidupnya. A
I dentifikasi dominansi gulma awal pada lahan petani kooperator dapat dilihat pada Tabel 1.
25
Tabel 1. Identifikasi dominansi gulma awal No
Jenis Gulma Dominansi
1 Polygonum
13.33 2
Axonus compresus 6.67
3 Cynodum doctylow
13.33 4
Poa annua 20.10
5 Fallopia convolvulus
13.33 6
Mimosa Pudicalinn 13.33
7 Chrysopogon acicilatus
13.33 8
Cyrtococcum accresiens 6.67
Gulma yang dominan adalah poa annua yang merupakan salah satu keluarga rumputan yang berumur pendek, ditemukan pada berbagai macam tipe lahan,
berbunga sepanjang tahun tabel 1. Tanaman ini dikenal sebagai gulma tahunan yang sering ditemukan pada lahan terbengkalai maupun lahan pertanian. Gulma ini cukup
sulit dikontrol karena tanaman ini akan menghasilkan beberapa ratus benih dalam satu musim dan benihnya dapat menjadi dorman selama beberapa tahun sebelum
berkecambah. Karakteristik untuk mengenali tanaman ini adalah batangnya yang menjulur tinggi daripada keluarga rumputan lainnya. Salah satu metode pengendalian
yang dapat dilakukan adalah dengan cara menggunakan herbisida pra tumbuh untuk mencegah benih berkecambah. Cara lain adalah dengan penggunaan herbisida yang
selektif terhadap poa annua maupun penggunaan herbisida berspektrum luas. Alternatif pengendalian gulma secara umum dapat dilakukan melalui cara kimia,
mekanik dan juga kultur teknik. Cara kimia lebih diarahkan pada kepemilikan lahan luas. Cara yang paling banyak dilakukan petani adalah cara mekanik dan kultur teknis,
karena kepemilikan lahan relatif sempit.
4. 3. Sistem Tumpang Sari Jagung dan Kacang Tanah 4.3.1 Nilai Kesetaraan Lahan NKL
Dihitung dengan penentuan hasil relatif dari tiap tanaman yang ditumpangsarikan dengan hasil tanaman tersebut secara monokultur Whigham dan
Bharati, 1983
26
I a I b LER= --- + -----
Sa Sb I = intercrop yield; S= sole-crop yield; a dan b= component crop
Tumpang sari merupakan salah satu bentuk dari program intensifikasi pertanian alternatif yang tepat untuk memperoleh hasil pertanian yang optimal. Keuntungan pola
tanam tumpangsari selain diperoleh frekuensi panen lebih dari satu kali dalam satu tahun, juga berfungsi untuk menjaga kesuburan tanah. Pola tanam tumpangsari dalam
implementasinya harus dipilih dua atau lebih tanaman yang cocok sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu yang seefisien mungkin serta dapat menurunkan
pengaruh kompetitif sekecil-kecilnya Prajitno, 1988. Francis 1986 menyatakan bahwa tingkat produktivitas tanaman tumpangsari lebih tinggi dengan keuntungan
panen 20 – 60 dibandingkan pola tanam monokultur. Untuk mengevaluasi keuntungan atau kerugian yang ditimbulkan dari pola tanam tumpangsari dengan
monokultur dapat dihitung dari Nilai Kesetaraan Lahan NKL. Nilai NKL ini menggambarkan suatu areal yang dibutuhkan untuk total produksi monokultur yang
setara dengan satu ha produksi tumpang sari. Tabel 2. Nilai rata-rata hasil perhitungan keseluruhan NKL tanaman kacang tanah dan
jagung No
Kombinasi Perlakuan NKL
1. Tumpang sari jagung dan talam
1.99 2.
Tumpang sari jagung dan tuban 2.54
3. Tumpang sari jagung dan kancil
1.94 4.
Tumpang sari jagung dan lokal 1.77
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa NKL tertinggi terdapat pada kombinasi tumpangsari jagung dengan kacang tanah varietas Tuban yakni sebesar 2.54 artinya
NKL 1 ini menunjukkan bahwa perlakuan tumpangsari jagung dengan varietas Tuban memberikan hasil tertinggi dibandingkan tumpangsari dengan varietas lainnya.
Menurut Tharir dan Hadmadi 1984, tanaman yang sesuai untuk dimasukkan dalam pola tumpang sari adalah tanaman tipe pendek, mahkota daun kecil, tidak banyak
cabang, umur genjah dan tahunan, tahan serangan hama dan penyakit, hasil tinggi.
27
4.3.2. Pertumbuhan Vegetatif Kacang Tanah
Di samping pemilihan varietas, sistem tumpangsari juga diperlukan dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan lahan. Tumpangsari
intercropping adalah penanaman dua atau lebih komoditas tanaman secara simultan pada lahan yang sama Whigham dan Bharati, 1983. Kacang tanah merupakan
tanaman yang memiliki daya adaptasi luas, dapat tumbh di lahan kering, lahan sawah maupun lahan bukaan baru marjinal Adisarwanto et al., 1996. Luas panen dan
produksi kacang tanah terus meningkat setiap tahunnya. Minat petani yang terus meningkat dalam budidaya kacang tanah harus disertai dengan penyediaan teknologi,
diantaranya varietas unggul yang sesuai dengan lingkungan dan permintaan pasar. Pada penanaman tumpangsari jagung dan kacang tanah kali ini digunakan varietas
yang tahan cekaman pada lahan kering masam yakni varietas Talam, Tuban dan Kancil yang diperoleh dari Balai Penelitian Kacang dan Tanaman Umbi-umbian dengan
pembandingnya varietas lokal. Sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan. Hasil penelitian Hoof dalam
Ardisarwanto et al. 1993 menginformasikan bahwa sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah di Jawa Timur dengan populasi kacang tanah 95 dan jagung 53
dari populasi tunggalnya menghasilkan rata-rata polong kacang tanah sebesar 80 dan jagung 43 dari pertanaman tunggalnya.
Tabel 3. Data pertumbuhan vegetatif kacang tanah, MK 2014
Varietas Tinggi Tanaman cm
Jumlah Cabang rumpun 28 HST
42 HST 56 HST
84 HST 28 HST
42 HST 56 HST
84 HST Talam
15.76a 22.83a
36.24a 48.37ab
6.20a 7.26bc
7.53a 7.81a
Tuban 15.75a
22.02a 37.19a
48.96a 6.22a
6.70c 7.70a
7.57a Kancil
16.49a 23.33a
35.68a 42.25bc
6.34a 7.67ab
7.36a 7.19a
Lokal 12.72a
18.09b 29.73b
39.96c 6.19a
8.04a 9.17a
8.30a
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada awal fase pertumbuhan 28-42 HST semua varietas mempunyai tinggi tanaman yang hampir sama. Pada umur 28
HST tinggi tanaman berkisar antara 12.72 cm-16.49 cm. Pada umur tanaman 42 HST tinggi tanaman berkisar antara 18.09-23.33 cm. Memasuki fase generatif pada umur
tanaman 56 HST ketinggian tanaman antar varietas menunjukkan perbedaan yang nyata, varietas lokal mempunyai tinggi tanaman yang paling rendah 29.73 cm
dibandingkan dengan varietas Talam, Kancil dan Tuban yang memiliki ketinggian
28
tanaman berkisar antara 35.68-37.19 cm. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada akhir pertumbuhan, varietas Tuban 48.96 cm dan Talam 48.37 cm mempunyai
tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Kancil 42.25 cm dan Lokal 39.96 cm. Tinggi tanaman merupakan faktor penting yang juga dipengaruhi
oleh lingkungan tanah dan iklim dan juga dipengaruhi oleh penyiangan gulma. Penyiangan gulma yang sering dilakukan memberikan tanggapan postif terhadap tinggi
tanaman. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada awal fase pertumbuhan 28-42
HST semua varietas mempunyai jumlah cabang rumpun yang hampir sama. Pada umur 28 HST jumlah cabang rumpun berkisar antara 6.19-6.34. Pada umur tanaman
42 HST jumlah cabang rumpun berkisar antara 6.70-8.04 cm. Memasuki fase generatif pada umur tanaman 56 HST jumlah cabang rumpun antar varietas menunjukkan
perbedaan yang nyata, varietas lokal mempunyai jumlah cabang rumpun yang paling banyak 9.17 dibandingkan dengan varietas Talam, Kancil dan Tuban yang memiliki
jumlah cabang rumpun antara 7.36-7.70. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada akhir pertumbuhan, varietas Lokal 8.30 dan Talam 7.81 mempunyai jumlah
cabang tanaman yang lebih banyak dibandingkan dengan varietas Kancil 7.19 dan Tuban 7.57. Jumlah cabang tanaman merupakan faktor penting yang juga
dipengaruhi oleh lingkungan tanah dan iklim.
4.3.3. Pertumbuhan Generatif Kacang Tanah
Komponen hasil kacang tanah pada semua varietas menunjukkan bahwa berat segar berangkasan yang relatif sama berkisar antara 28.99-36.22 gram rumpun, sedangkan
berat kering berangkasan setelah dijemur kurang lebih 3 hari menunjukkan perbedaan yang signifikat, berat kering berangkasan pada varietas Talam 18.74 gr rumpun,
sedangkan pada ketiga varietas lainnya berkisar antara 16.20-16.39 gram rumpun. Tabel 4. Data komponen hasil kacang tanah sistem tumpangsari , MK 2014
Perlakuan B. segar
berangkasan gr rumpun
Berat kering berangkasan
g rumpun Berat segar
polong gr rumpun
Berat kering polong
gr rumpun Jumlah
polong rumpun
polong rusak
Talam 36.22a
18.74a 29.98a
18.76a 18.44b
26.30a Tuban
35.30a 16.20b
28.37a 18.76a
20.13b 15.13b
Kancil 32.46a
16.39b 31.52a
23.64a 24.62a
14.79b Lokal
28.99a 16.20b
26.51a 18.92a
18.47b 22.54a
29
Pada semua varietas kacang tanah, berat segar polong berkisar antara 26.51-31.52 gram rumpun, sadangkan berat kering polong didominansi oleh varietas Kancil dengan
berat 23.64 gram rumpun. Banyaknya jumlah polong rumpun juga didominasi oleh varietas Kancil dengan jumlah polong sebanyak 24.62 buah rumpub diikuti oleh
varietas Tuban, Lokal dan Talam. Pada persentase polong yang rusak didominansi oleh varietas Talam dengan 26.30 persen dan persentase paling kecil kerusakan pada
polong terdapat pada varietas Kancil dengan persentase kerusakan polong sebesar 14.79 persen. Varietas Kancil memiliki persentase kerusakan polong karena memiliki
ketahanan terhadap penyakit layu, toleran penyakit karat, bercak daun dan tahan A. Flavus serta toleran terhadap klorosis.
Pada komponen hasil jumlah biji rumpun terlihat bahwa varietas Lokal memiliki jumlah biji paling banyak denga jumlah 33.69 biji rumpun dibandingkan varietas lainnya
namun untuk berat 1000 butir didominasi oleh varieta Talam dengan berat 510.60 gram rumpun. Meskipun varietas Lokal memiliki jumlah biji rumpun lebih banyak
dibandingkan varietas Talam, namun varietas talam memiliki ukuran butir yang lebih besar dibandingkan varietas Lokal sehingga berat 1000 butir lebih didominasi oleh
varietas Talam. Untuk komponen hasil berat kering polong terbesar didominasi oleh varietas Tuban dengan jumlah hasil polong kering 2.53 t ha diikuti oleh varietas Talam
2.24 t ha, Kancil 2.07 t ha dan Varietas Lokal 1.92 t ha. Untuk indeks panen terbesar terdapat pada varietas kancil sebesar 49.88 persen diikuti oleh varietas
Tuban, Talam dan Lokal. Tabel 5. Data komponen hasil kacang tanah sistem tumpangsari , MK 2014
Perlakuan Jumlah
biji rumpun Berat 1000 butir
gr Hasil
t ha I ndeks Panen
Talam 25.44a
510.60a 2.24a
46.24a Tuban
27.38a 499.75a
2.53a 46.43a
Kancil 25.14a
491.20a 2.07a
49.88a Lokal
33.69a 434.8a
1.92a 42.17a
Analisis keunggulan komparatif menunjukkan bahwa produktivitas kacang tanah 0.78 ton ha polong kering sudah memperoleh keuntungan sama dengan tanaman
lainnya di lahan kering masam Astanto Kasno et al., 2013. Tinggi tanaman,
30
persentase polong rusak, berat kering berangksan dan berat kering polong serta jumlah polong pertanaman berkaitan erat dengan kapasitas hasil.
4.3.3 Pertumbuhan Vegetatif Jagung
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada awal fase pertumbuhan 28-42 HST semua tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan keempat varietas kacang
tanah mempunyai persen pertumbuhan dan tinggi tanaman yang hampir sama. Pada umur 28 HST persentase pertumbuhan berkisar antara 90.50-96.40 pada semua dan
tinggi tanaman berkisar antara 34.22 cm-36.74 cm. Pada umur tanaman 42 HST tinggi tanaman menunjukkan perbedaan yang cukup nyata dengan tinggi tanaman jagung
tertinggi terdapat pada tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan varietas Lokal yakni 108.83 cm. Memasuki fase generatif pada umur tanaman 56 HST ketinggian
tanaman antar perlakuan tumpangsari varietas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, dan tanaman jagung tidak menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang
baik setelah 56 HST. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan, yakni kondisi kekeringan pada lahan kering masam pada umur tanaman 42 HST dan fase awal
generatif 56 HST. Tinggi tanaman merupakan faktor penting yang juga dipengaruhi oleh lingkungan tanah dan iklim dan juga dipengaruhi oleh penyiangan gulma.
Penyiangan gulma yang sering dilakukan memberikan tanggapan postif terhadap tinggi tanaman.
Tabel 6. Data pertumbuhan vegetatif jagung Perlakuan Tumpangsari
Tumbuh Tinggi tanaman
14HST 28HST
56HST Jagung denganTalam
96.40a 36.74a
95.33a 104.80a
Jagung denganTuban 90.50a
35.72a 102.46a
115.86a Jagung dengan Kancil
94.10a 34.22a
89.60a 105.80a
Jagung dengan Lokal 94.80a
36.08a 108.83a
122.60a Pada tabel 5 dapat dijelaskan bahwa persen pertumbuhan jagung cukup baik
pada awalnya namun pada pertumbuhan 56HST hingga panen tidak nampak pertumbuhan tinggi yang baik pada tanaman jagung. Pada lingkungan seleksi yang
memiliki kejenuhan Al sedang, jagung memberikan tanggap tanaman lebih tinggi, sebaliknya pada lahan kering masam yang memiliki kejenuhan Al rendah, tanaman
31
memberikan respon yang kurang baik, selain itu juga disebabkan kurangnya curah hujan di daerah tersebut pada saat penanaman memasuki 56 HST.
4.3.4. Pertumbuhan Generatif Jagung
Pada pertumbuhan generatif jagung menunjukkan bahwa panjang tongkol pada tanaman jagun yang ditumpangsarikan dengan kacang tanah varietas Talam sebesar
12.54 cm. Panjang tongkol ini relatif kecil dibandingkan panjang tongkol tanaman jagung pada umumnya dikarenakan hasil yang diperoleh tidak maksimal karena kondisi
lingkungan lahan kering masam yang kekeringan pada saat memasuki fase generatif. Untuk diameter tongkol jagung terbesar terdapat pada tanamana jagung yang
ditumpangsarikan dengan varietas Tuban sebesar 3.45 cm. Tabel 7. Data pertumbuhan generatif jagung
Perlakuan Tumpangsari
Panjang Tongkol cm
Diamater cm
Berat 1000 butir gr
Berat kering t ha
Jagung denganTalam 12.20ab
3.34a 208.40a
1.84b Jagung denganTuban
12.54a 3.45a
197.99a 2.35a
Jagung dengan Kancil 12.25ab
3.36a 204.16a
1.83b Jagung dengan Lokal
11.79b 3.34a
193.63a 1.78b
Untuk berat 1000 butir pada tanaman jagung didominasi oleh tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan varietas Talam sebesar 208.40 gram dan komponen berat
kering jagung pada tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan varietas Tuban menunjukkan hasil 2.35 t ha diikuti oleh tanaman jagung yang ditumpangsarikan
dengan varietas Talam 1.84 t ha, Kancil 1.83 t ha dan Lokal 1.78 t ha. Tanaman jagung Zea Mays L sudah lama diusahakan oleh petani di I ndonesia dan
merupakan tanaman pokok kedua setelah padi. Kebutuhan jagung dalam negeri selalu meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya permintaan akan jagung disebabkan
banyaknya permintaan untuk pakan, pangan dan industri. Sebagai tanaman palawija, jagung cocok diusahakan dalam sistem tanam tumpangsari karena memiliki sifat
fisiologi dan anatomis yang sesuai diusahakn untuk sistem tumpangsari. Varietas jagung yang digunakan adalah varietas hibrida dengan sifat toleran pada
pH rendah. Hal ini diperlukan karena umumnya tumpangsari jagung dan kacang tanah
32
ini ditanam pada tanah PMK yang miskin akan hara dan tinggi akan AL dan Fe yang dapat menghambat pertumbuahn dan produksi tanaman. Untuk sistem tumpangsari
jagung dan kacang tanah yang dilakukan di Desa Pasar Pedati, Kecamatan Pondok Kelepa ini menunjukkan hasil yang kurang maksimal dengan hasil produksi jagung
yang ditumpangsarikan dengan kacang tanah varietas tuban sekita 3.92 ton ha. Hal ini disebabkan oleh kondisi lahan yang terlalu kering dan kurangnya sumber air pada
lokasi pengkajian.
4.4 Efektifitas Pemberian Amelioran
Setiap jenis tanaman mempunyai potensi hasil yang optimal yang dapat dicapai apabila lingkungan tumbuh sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut. Tanah dan
iklim merupakan faktor alam yang sangat menentukan keberhasilan usaha tumpangsari. Sifat tanah yang sangat penting untuk diketahui adalah kesuburan fisik
dan kimia. Sedangkan faktor iklim yang paling penting adalah curah hujan dan hari hujan. Curah hujan dan hari hujan sangat bervariasi. Pemuliaan tanaman adaptif dan
pada lahan masam diperlukan jika masalah kemasaman tanah dan kejenuhan Al terjadi pada lapisan dalam subsoil. Bila masalah tersebut terjadi pada lapisan atas, relative
lebih murah diatasi dengan ameliorasi Hairiah et al., 2000, Witcombe et al., 2013, Dalovic et al., 2010
Beberapa permasalahan umum dari tanah Ultisol adalah kemasaman tanah tinggi pH rata-rata 4,5, kejenuhan Al tinggi, miskin kandungan hara makro
terutama P, K, Ca, dan Mg, dan kandungan bahan organik rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat diterapkan teknologi pengapuran, pemupukan P dan K,
dan penambahan bahan organik. Penambahan amelioran kapur dan bahan organik, secara teknis dapat mengatasi permasalahan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman pada lahan Ultisol.
33
Tabel 8. Hasil analisa tanah awal dan akhir
Jenis Analisa Analisa
Tanah Awal Keterangan
Analisa Tanah Akhir
Keterangan Kadar Air
5.8 -
3.8 -
pH H
2
O 5.9
Agak masam 6.01
Agak masam C-Organik
4.04 Tinggi
1.90 Rendah
N-Total 0.30
Sedang 0.23
Sedang P-Bray I ppm
13.13 Tinggi
3.54 Sangat rendah
K-dd me 100 gr 0.21
Rendah 0.72
Tinggi Na me 100gr
0.30 Rendah
0.19 Rendah
Ca me 100gr 0.88
Sangat rendah 0.68
Sangat rendah Mg me 100gr
1.42 Sedang
0.89 Rendah
KTK me 100gr 21.67
Sedang 17.50
Sedang Al-dd
1.64 Sangat rendah
1.10 Rendah
Kejenuhan basa 12.96
- 14.17
-
Kacang tanah merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada kisaran pH tanah 5.3-6.6 Henry, 1995.Pada umumnya jenis tanah Podsolik Merah Kuning Ultisol yang
merupakan lapisan atas topsoil antara 5 – 15 cm miskin akan bahan organic, miskin unsure hara N, P, K, Ca, Mg, keasaman tinggi pH rendah, karena kadar aluminium
Al dan besi Fe dalam tanah tinggi, adanya lapisan krokos dalam tanah kedalaman dan ketebalan beragam yang sangat menghambat pertumbuhan akar tanaman. Untuk
meningkatkan kesuburaan tanah Podsolik Merah Kuning Ultisol pada sistem tanaman tumpangsari, maka diperlukan penambahan unsure hara yang cukup banyak. Cara
peningkatan pH tanah yang sudah lazim dilakukan adalah pengapuran dengan kapur pertanian atau kaptan CaCO3 dengan jumlah yang dibutuhkan bergantung pada pH
awal tanah dan tekstur tanah. Pada tabel 7 terlihat kondisi awal lahan kering masam memiliki nilai pH 5.9 agak masam. Keuntungan pengapuran tergantung pada kondisi
tanah dan tanaman. Secara umum pemberian kapur ke tanah dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah serta kegiatan jasad renik tanah. Bila ditinjau dari sudut
kimia, maka tujuan pengapuran adalah menetralkan kemasaman tanah dan meningkatkan atau menurunkan ketersediaan unsu-unsur hara bagi pertumbuhan
tanaman Malherbe,1965. Kandungan unsure hara makro C-Organik 4.04 tinggi, N- total 0.30 sedang, P-Bray 13.13 tinggi, dan kandungan K-dd 0.21 rendah.
Nitrogen merupakan penyusun setiap sel hidup, karenanya terdapat pada seluruh bagian tanaman. Unsur ini juga merupakan bagian dari penyusun enzim dan molekul
34
klorofil. Umumnya kadar kalium tanah jauh lebih banyak dari fospor, namun untuk lahan kering masam spesifik Bengkulu ini, kandungan fosfor lebih tinggi daripada
kandungan kalium, dikarenakan lahan kering masam berada di daerah dekat pantai, banyak terdapat endapan batuan dari sekitar pantai yang menyebabkan kandungan
fosfor lebih tinggi. Untuk kandungan Na 0.30 rendah, Ca 0.88 sangat rendah, Mg 1.42 sedang, KTK 21.67 sedang dan kandungan Al 1.64 sangat rendah. Kadar
magnesium kadang-kadang ditemukan lebih tinggi dari kalsium tetapi jumlah yang tersedia selalu sedikit, oleh karena itu kekurangan magnesium dapat diatasi dengan
pengapuran. Pada fase akhir setelah panen, tanah lahan kering masam kembali diambil untuk mengetahu kandungan unsure hara tanah akhir. Pada tabel 7 terlihat
kondisi awal lahan kering masam memiliki nilai pH 6.01 agak masam. Kandungan unsur hara makro C-Organik 1.90 rendah, N-total 0.23 sedang, P-Bray 3.54 sangat
rendah, dan kandungan K-dd 0.72 tinggi. Untuk kandungan Na 0.19 rendah, Ca 0.68 sangat rendah, Mg 0.89 rendah, KTK 17.50 sedang dan kandungan Al 1.10
rendah. Oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman akan unsure hara
makro, perlu ditambahkan pupuk untuk mencukupi kebutuhan Nitrogen, Fosfor dan Kalium. Nurhajati Hakim, 1986. Kacang tanah merupakan tanaman legume yang
daoat bersimbiosis dengan rhizobium sehingga mampu mengikat Nitrogen bebas di udara dan membenuk bintil akar yang dapat menyuburkan tanah.
35
Tabel 9. Data hari hujan dan curah hujan kabupaten Bengkulu Tengah BP3K Talang
Pauh, 2014
Bulan Tahun 2011
Tahun 2012 Tahun 2013
Tahun 2014 Hari
Hujan Curah
Hujan Mm
Hari Hujan
Curah Hujan
Mm Hari
Hujan Curah
Hujan Mm
Hari Hujan
Curah Hujan
Mm Januari
16 372
6 117
27 387
24 691.5
Februari 9
169 6
116 22
242.5 14
260.5 Maret
4 162
5 118
20 266.5
20 440.5
April 11
243 7
120 23
353.5 25
1043 Mei
14 160
10 124
25 713.5
20 547
Juni 18
408 10
130 19
470 11
120.5 Juli
15 207
12 137
25 419.5
12 179
Agustus 13
351 11
146 21
339 16
454 September
8 157
12 152
25 688.5
8 124
Oktober 17
920 10
265 19
449.5 -
- November
19 462
18 262.5
25 832
- -
Desember 24
960 25
358.5 25
524 -
- Pada tabel 8 dapat dilihat terdapat ritme yang menarik antara tahun ganjil dan tahun
genap berdasarkan jumlah hari hujan dan jumlah curah hujan. Pada tahun ganjil yakni tahun 2011 dan tahun 2013 curah hujan dan hari hujan yang tinggi terdapat pada
bulan Juni hingga September, sedangkan pada tahun genap yakni tahun 2012 dan tahun 2014, curah hujan dan hari hujan pada bulan Juni hingga September kurang,
sehingga untuk penanaman berikutnya disarankan pada tahun 2014 pada bulan Oktober disaat musim penghujan atau ditahun berikutnya tahun ganjil 2015 pada
bulan Juni hingga September.
36
Tabel 10. Data pertumbuhan vegetatif kacang tanah sistem tanam monokultur
Perlakuan Tinggi Tanaman cm
Jumlah Cabang rumpun 28 HST
42 HST 56 HST
84 HST 28 HST
42 HST 56 HST
84 HST
Talam+ Amelioran
11.80a 24.96a
39.80a 44.16a
5.92a 7.72a
8.60a 8.20a
Tuban+ Amelioran
9.40ab 24.56a
40.50a 44.48a
7.36a 7.52a
9.00a 7.84a
Kancil+ Amelioran
11.50a 23.70ab
35.95 b 38.80a
7.52a 7.60a
7.85a 7.44a
Lokal + Amelioran
8.26b 20.00b
32.10b 35.49a
11.8a 8.40a
9.0oa 7.40a
Talam tanpa Amelioran
14.80a 25.74ab
39.25a 44.68a
6.20a 6.36a
6.70a 6.64b
Tuban tanpa Amelioran
14.96a 28.22a
38.85a 45.28a
6.80a 7.48a
7.45a 8.32a
Kancil tanpa Amelioran
13.94a 24.36bc
28.90a 37.36b
6.36a 7.16a
6.95a 7.00ab
Lokal tanpa Amelioran
11.44a 22.18c
31.15a 36.84a
6.24a 7.44a
6.85a 7.68ab
Pada penanaman kacang tanah dengan sistem tanam monokultur dilakukan penanaman dengan pemberian amelioran dan tanpa penambahan amelioran. Hasil
pengkajian menunjukkan bahwa pada awal fase pertumbuhan 28-42 HST semua varietas mempunyai tinggi tanaman yang hampir sama. Pada umur 28 HST tinggi
tanaman berkisar antara 9.40 cm-14.96 cm. Pada umur tanaman 42 HST tinggi tanaman berkisar antara 20.00-28.22 cm. Memasuki fase generatif pada umur
tanaman 56 HST ketinggian tanaman antar varietas menunjukkan perbedaan yang nyata pada penambahan amelioran dengan tinggi tanaman terbesar pada varietas
Tuban dengan tinggi tanaman 40.50 cm, dan pada perlakuan tanpa penambahan amelioran tinggi tanaman juga didominasi pada varietas Tuban dengan tinggi tanaman
39.25 cm. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada akhir pertumbuhan tanaman jagung dengan pemberian amelioran, varietas Tuban 44.48 cm mempunyai tinggi
tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Talam 44.16 cm, Kancil 38.80 cm dan Lokal 35.49 cm. Sedangkan hasil pengkajian pada akhir
pertumbuhan tanaman kacang tanah tanpa pemberian amelioran, varietas Tuban 45.28 cm mempunyai tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas
Talam 44.68 cm, Kancil 37.36 cm dan Lokal 36.84 cm. Tinggi tanaman merupakan faktor penting yang juga dipengaruhi oleh lingkungan tanah dan iklim
37
dan juga dipengaruhi oleh penyiangan gulma. Penyiangan gulma yang sering dilakukan memberikan tanggapan postif terhadap tinggi tanaman.
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada awal fase pertumbuhan 28 HST, jumlah cabang per tumpun tanaman kacang tanah dengan pemberian amelioran
terbesar pada varietas Lokal 11.8 dibandingkan dengan varietas lainnya.Sementara pada tanaman kacang tanah tanpa pemberian amelioran menunjukkan jumlah cabang
per rumpun yang hampir sama berkisar antara 6.20-6.80. Pada umur tanaman 42 HST jumlah cabang rumpun pada tanaman dengan penambahan amelioran berkisar antara
7.52-8.40 cm, sedangkan jumlah cabang rumpun pada tanaman tanpa penambahan amelioran berkisar antara 6.36-7.48 cm . Memasuki fase generatif pada umur
tanaman 56 HST jumlah cabang rumpun antar varietas pada pemberian amelioran menunjukkan perbedaan yang nyata, varietas Tuban dan Lokal mempunyai jumlah
cabang rumpun yang paling banyak 9.00 dibandingkan dengan varietas Talam dan Kancil, sedangkan pada tanaman kacang tanah pemberian amelioran varietas Tuban
memiliki jumlah cabang per rumpun terbanyak sebesar 7.45 dibandingkan varietas lainnya . Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada akhir pertumbuhan, jumlah
cabang rumpun antar varietas pada pemberian amelioran menunjukkan perbedaan yang nyata, varietas Tuban mempunyai jumlah cabang rumpun yang paling banyak
8.20 dibandingkan dengan varietas Talam, Kancil, dan Lokal, sedangkan pada tanaman kacang tanah pemberian amelioran varietas Tuban juga memiliki jumlah cabang per
rumpun terbanyak sebesar 8.32 dibandingkan varietas lainnya . Jumlah cabang tanaman merupakan faktor penting yang juga dipengaruhi oleh lingkungan
tanah dan iklim. Pada tabel 9 terlihat bahwa tinggi tanaman dan jumlah cabang per rumpun pada perlakuan pemberian amelioran dan tanpa pemberian amelioran tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata, hal ini dikarenakan kondisi curah hujan yang sedikit pada fase generatif, sehingga amelioran yang diberikan ke tanah tidak disera
sempurna oleh tanaman.
38
Tabel 11. Data komponen hasil kacang tanah sistem monokultur , MK 2014
Perlakuan B. segar
berangkasan gr rumpun
Berat kering berangkasan
g rumpun Berat basah
polong gr rumpun
Berat kering polong
gr rumpun Jumlah
polong rumpun
polong rusak
Talam+ Amelioran
34.20ab 1 8.07ab
27.46a 19.64a
18.20a 18.69a
Tuban+ Amelioran
37.97a 20.10a
27.45a 21.02a
20.15a 22.71a
Kancil+ Amelioran
24.33b 14.12b
27.29a 18.52a
15.25a 16.96a
Lokal + Amelioran
27.54ab 13.55b
27.86a 21.71a
20.65a 21.36a
Talam tanpa Amelioran
32.81a 14.04a
23.57a 18.64a
16.40b 27.21a
Tuban tanpa Amelioran
33.21a 17.61a
25.68a 15.72a
24.09a 24.37a
Kancil tanpa Amelioran
22.57a 13.84a
23.98a 17.79a
16.88b 19.77a
Lokal tanpa Amelioran
25.74a 15.92a
25.02a 19.70a
19.96ab 23.74a
Komponen hasil kacang tanah pada pemberian amelioran , varietas Tuban menunjukkan berat segar berangkasan terbesar sebesar 37.97 gram rumpun
dibandingkan varietas lainnya, sedangkan pada tanaman tanpa pemberian amelioran, berat segar berangkasan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Berat kering
berangkasan setelah dijemur kurang lebih 3 hari pada tanaman kacang tanah dengan pemberian amelioran menunjukkan perbedaan yang signifikat, berat kering
berangkasan terbesar pada varietas Tuban 20.10 gr rumpun, sedangkan pada ketiga varietas lainnya berkisar antara 13.55-18.07 gram rumpun.
Pada tanaman kacang tanah dengan pemberian amelioran, varietas kacang tanah memiliki berat segar polong berkisar antara 27.29-27.86 gram rumpun,
sedangkan pada tanaman kacang tanah tanpa pemberian amelioran rumpun, varietas kacang tanah memiliki berat segar polong berkisar antara 23.57-25.68 gram rumpun.
Pada tanaman kacang tanah dengan pemberian amelioran, varietas kacang tanah memiliki berat kering polong berkisar antara 19.64-21.71 gram rumpun, sedangkan
pada tanaman kacang tanah tanpa pemberian amelioran rumpun, varietas kacang tanah memiliki berat kering polong berkisar antara 15.72-19.70 gram. Banyaknya
jumlah polong rumpun pada tanaman kacang tanah dengan pemberian amelioran didominasi oleh varietas Tuban 20.15 dan varietas Lokal 20.65. Sedangkan
39
banyaknya jumlah polong rumpun pada tanaman kacang tanah tanpa pemberian amelioran didominasi oleh varietas Tuban 24.09 Pada persentase polong yang rusak
didominansi oleh varietas Tuban dan Lokal dengan 22.71 dan 21.36 persen dan persentase paling kecil kerusakan pada polong terdapat pada varietas Talam dan
Kancil dengan persentase kerusakan polong sebesar 18.69 dan 16.96 persen. Varietas Kancil memiliki persentase kerusakan polong yang kecil karena memiliki ketahanan
terhadap penyakit layu, toleran penyakit karat, bercak daun dan tahan A. Flavus serta toleran terhadap klorosis.
Tabel 12. Data komponen hasil kacang tanah sistem monokultur , MK 2014
Perlakuan Jumlah
biji rumpun Berat 1000 butir
gr Hasil
t ha I ndeks Panen
Talam+ Amelioran
24.62a 511.40ab
2.03a 51.31a
Tuban+ Amelioran
28.12a 473.00ab
1.76a 48.64a
Kancil+ Amelioran
14.08a 536.00a
1.89a 47.51a
Lokal + Amelioran
27.98a 384.60b
1.70a 41.04a
Talam tanpa
Amelioran 19.49b
512.30a 1.87a
43.41b Tuban
tanpa Amelioran
34.85a 507.00a
2.17a 56.04a
Kancil tanpa
Amelioran 26.18ab
536.20a 2.17a
44.25b Lokal tanpa
Amelioran 33.56a
454.92b 1.82a
45.98b
Pada komponen hasil jumlah biji rumpun terlihat bahwa pada penanaman kacang tanah dengan pemberian ameliorant, varietas Tuban memiliki jumlah biji paling
banyak dengan jumlah 28.12 biji rumpun, begitu juga dengan jumlah biji rumpun pada penanaman kacang tanah tanpa pemberian ameliorant, varietas Tuban memiliki jumlah
biji paling banyak dengan jumlah 34.85 biji rumpun dibandingkan varietas lainnya. Untuk berat 1000 butir pada tanaman kacang tanah dengan pemberian ameliorant dan
tanpa pemberian ameliorant didominasi oleh varietas Kancil dengan berat 536.00 dan 536.200 gram. Untuk komponen hasil berat kering polong terbesar pada tanaman
40
kacang tanah dengan pemberian ameliorant dan tanpa pemberian ameliorant didominasi oleh varietas Kancil dengan jumlah hasil polong kering 1.89 t ha dan 2.17
t ha. Untuk indeks panen terbesar pada tanaman kacang tanah dengan pemberian ameliorant terdapat pada varietas talam sebesar 51.31 persen sedangkan pada
tanaman kacang tanah tanpa pemberian ameliorant terdapat pada varietas tuban sebesar 56.04 persen.
Pada tabel 11 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antar penanaman kacang tanah pada sistem monokultur yang diberi penambahan ameliorant
maupun yang tidak diberikan penambahan amelioran. Hal ini disebabkan karena kurangnya curah hujan pada waktu penanaman dan tidak tersedianya sumber air yang
cukup menyebabkan dolomite yang diberikan ke tanah tidak terserap sempurna. Kurangnya ketersediaan air ini menyebabkan indeks pertanaman di lahan kering relative
masih rendah. Saat ini memang belum banyak yang dapat dilakukan petani, bahkan peran pemerintah untuk penyediaan irigasi di lahan kering masam masih belum terlihat.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan pengapuran untuk menaikkan pH menjadi ph netral pada lahan kering masam wilayah beriklim sedang ternyata tidak dapat diterapkan di
daerah tropic. Pemberian kapur demikian di daerah tropic sering kali mengganggu produksi, karena itu mengapur tanah tropic mendekati netral tidak diperlukan. Tujuan
pengapuran pada tanah masam di wilayah tropic sebaiknya dituj ukan untuk meniadakan pengaruh racun dari aluminium Al dan menyediakan hara kalsium ca
bagi tanaman Nurhajati, 1986.
4.5 Produktivitas, Efisiensi Penggunaan Lahan Dan Keuntungan Usaha Tani Secara Tumpangsari