23
jumlah  polong tan, jumlah  biji polong,  jumlah polong tanaman, polong  rusak, berat 1000 biji, hasil t ha.
3. Sifat fisik dan kimia tanah pada saat sebelum tanam dan setelah panen meliputi analisa  unsur  makro  dan  mikro  tanah  N,  P,  K,  Ca,  Mg,  Na,  C-Organik,  pH,  P
dan K Potensial, Tekstur, Al-dd dan H-dd 4. Nilai  Kesetaraan  Lahan  NKL dihitung  dengan  penentuan  hasil  relatif  dari  tiap
tanaman  yang  ditumpangsarikan  dengan  hasil  tanaman  tersebut  secara monokultur Whigham dan Bharati, 1983
I a       I b NKL= --- + -----
Sa     Sb I  =  intercrop yield;  S=  sole-crop yield; a dan b=  component crop
5. Analisis usaha tani dihitung berdasarkan produksi hasil, harga input produksi, harga output, jumlah produk sampingan, harga produk sampingan, dll.
3.8. Analisis Data
Data  pertumbuhan  dan  produktivitas  tanaman  kedelai  yang  terkumpul  akan dianalisis  dengan analisis  of  variant  ANOVA dan  uji  lanjut  dengan Least  Significant
Different  LSD Gomez  dan  Gomez,  1984. Data  farm  record  keeping  ditabulasi  dan dianalisis dengan analisis finansial sederhana B C ataupun R C ratio.
24
I V. HASI L DAN PEMBAHASAN 4.1. Koordinasi I nternal dan Antar I nstansi
Koordinasi internal dilaksanakan secara rutin dalam bentuk pertemuan tim dalam perencanaan  kegiatan  Pemanfaatan  lahan  kering  masam  dengan  tumpangsari    jagung
dan  kacang  tanah  di  Desa Pasar  Pedati,  Kecamatan  Pondok  Kelapa,  Kabupaten Bengkulu  Tengah.  Dalam  pertemuan  rutin  yang  dilaksanakan  tiap  bulannya  dibahas
mengenai  kemajuan  kegiatan,  hambatan  dan  kendala  pada  pelaksanaan  kegiatan, tingkat  serapan  dana,  pencapaian  dan  rencana  tindak  lanjut  pada  kegiatan.
Koordinasi antar instansi terkait di tingkat Kabupaten dilaksanakan dalam bentuk kunjungan dan pemaparan maksud kegiatan kepada stakeholders Dinas Pertanian dan
Badan  Pelaksana  Penyuluhan  wilayah  Kabupaten  Bengkulu  Tengah.  Koordinasi dengan  dinas  terkait  ini  dimaksudkan  untuk  menyamakan  persepsi,  memperoleh
informasi  mengenai  kondisi  agroekosistem  wilayah pengkajian,  dan  juga  ketersediaan sarana produksi yang diperlukan untuk mendukung kegiatan pengkajian.
4.2. Dominansi Jenis Gulma
Gulma  merupakan  tumbuhan  yang  kehadirannya  tidak  diharapkan.  Gulma  termasuk dalam organisme pengganggu tanaman OPT. Identifikasi gulma awal perlu dilakukan
untuk  menentukan  tindakan  pengendalian.  Masalah  utama  pengelolaan  tanaman  di lahan kering adalah ketersediaan air yang tidak menentu dan gangguan gulma. Gulma
pada  pertanaman  kacang  tanah  dapat  menghambat  pertumbuhan  dan  penurunan hasil.  Penurunan  hasil  kacang  tanah  akibat  gulma  dapat  mencapai  sekitar  47
Moenandie et  al. 1996,  sedangkan  pada  jagung  mencapai  39.8     Bangun et  al. 1997.    Pengendalian  gulma  dimaksudkan  untuk  menekan  populasi  gulma  agar  tidak
mengganggu  tanaman  dan  menurunkan  hasil.  Setiap  tanaman  memiliki  waktu  kritis berbeda-beda  terhadap  gangguan  gulma.  Menurut  Zindani  dalam  Jatmiko et  al.
2002,  tanaman  kacang  tanah  mengalami  masa  kritis  minimal  42  hari  perta,a  daur hidupnya dan jagung mengalami masa kritis minimal 21 hari pertama daur hidupnya. A
I dentifikasi  dominansi  gulma awal pada  lahan  petani  kooperator  dapat  dilihat  pada Tabel 1.
25
Tabel 1. Identifikasi dominansi gulma awal No
Jenis Gulma Dominansi
1 Polygonum
13.33 2
Axonus compresus 6.67
3 Cynodum doctylow
13.33 4
Poa annua 20.10
5 Fallopia convolvulus
13.33 6
Mimosa Pudicalinn 13.33
7 Chrysopogon acicilatus
13.33 8
Cyrtococcum accresiens 6.67
Gulma  yang  dominan  adalah poa  annua yang merupakan  salah  satu  keluarga rumputan  yang  berumur  pendek, ditemukan  pada  berbagai  macam  tipe  lahan,
berbunga sepanjang tahun tabel 1. Tanaman ini dikenal sebagai gulma tahunan yang sering  ditemukan  pada  lahan  terbengkalai  maupun  lahan  pertanian.  Gulma  ini  cukup
sulit dikontrol karena tanaman ini akan menghasilkan beberapa ratus benih dalam satu musim  dan  benihnya  dapat  menjadi  dorman  selama  beberapa  tahun  sebelum
berkecambah.  Karakteristik  untuk  mengenali  tanaman  ini  adalah  batangnya  yang menjulur  tinggi  daripada  keluarga  rumputan  lainnya.  Salah  satu  metode  pengendalian
yang  dapat  dilakukan  adalah  dengan  cara  menggunakan  herbisida  pra  tumbuh    untuk mencegah  benih  berkecambah.  Cara  lain  adalah  dengan  penggunaan  herbisida  yang
selektif terhadap poa annua maupun penggunaan herbisida berspektrum luas. Alternatif  pengendalian  gulma  secara  umum  dapat  dilakukan  melalui  cara  kimia,
mekanik  dan  juga  kultur  teknik.  Cara  kimia  lebih  diarahkan  pada  kepemilikan  lahan luas. Cara yang paling banyak dilakukan petani adalah cara mekanik dan kultur teknis,
karena kepemilikan lahan relatif sempit.
4. 3. Sistem Tumpang Sari Jagung dan Kacang Tanah 4.3.1 Nilai Kesetaraan Lahan  NKL
Dihitung  dengan  penentuan  hasil  relatif  dari  tiap  tanaman  yang ditumpangsarikan  dengan  hasil  tanaman  tersebut  secara  monokultur  Whigham  dan
Bharati, 1983
26
I a       I b LER= --- + -----
Sa     Sb I  =  intercrop yield;  S=  sole-crop yield; a dan b=  component crop
Tumpang  sari  merupakan  salah  satu  bentuk  dari  program  intensifikasi  pertanian alternatif yang tepat untuk memperoleh hasil pertanian yang optimal. Keuntungan pola
tanam  tumpangsari  selain  diperoleh  frekuensi  panen  lebih  dari  satu  kali  dalam  satu tahun, juga berfungsi untuk menjaga kesuburan tanah. Pola tanam tumpangsari dalam
implementasinya  harus  dipilih  dua  atau  lebih  tanaman  yang  cocok  sehingga  mampu memanfaatkan  ruang  dan  waktu  yang  seefisien  mungkin  serta  dapat  menurunkan
pengaruh  kompetitif  sekecil-kecilnya  Prajitno,  1988.  Francis  1986  menyatakan bahwa  tingkat  produktivitas  tanaman  tumpangsari  lebih  tinggi  dengan  keuntungan
panen  20 – 60     dibandingkan  pola  tanam  monokultur.  Untuk  mengevaluasi keuntungan  atau  kerugian  yang  ditimbulkan  dari  pola  tanam  tumpangsari  dengan
monokultur  dapat  dihitung  dari  Nilai  Kesetaraan  Lahan  NKL.  Nilai  NKL  ini menggambarkan  suatu  areal  yang  dibutuhkan  untuk  total  produksi  monokultur  yang
setara dengan satu ha produksi tumpang sari. Tabel  2.  Nilai  rata-rata  hasil  perhitungan  keseluruhan  NKL  tanaman  kacang  tanah  dan
jagung No
Kombinasi Perlakuan NKL
1. Tumpang sari jagung dan talam
1.99 2.
Tumpang sari jagung dan tuban 2.54
3. Tumpang sari jagung dan kancil
1.94 4.
Tumpang sari jagung dan lokal 1.77
Dari  tabel  1  dapat  dilihat  bahwa  NKL  tertinggi  terdapat  pada  kombinasi tumpangsari jagung  dengan  kacang  tanah  varietas  Tuban  yakni  sebesar  2.54  artinya
NKL 1  ini  menunjukkan  bahwa  perlakuan  tumpangsari  jagung  dengan  varietas  Tuban memberikan  hasil  tertinggi  dibandingkan  tumpangsari  dengan  varietas  lainnya.
Menurut  Tharir  dan  Hadmadi  1984,  tanaman  yang  sesuai  untuk  dimasukkan  dalam pola  tumpang  sari  adalah  tanaman  tipe  pendek,  mahkota  daun  kecil,  tidak  banyak
cabang, umur genjah dan tahunan, tahan serangan hama dan penyakit, hasil tinggi.
27
4.3.2. Pertumbuhan Vegetatif Kacang Tanah
Di  samping  pemilihan  varietas,  sistem  tumpangsari  juga  diperlukan  dalam upaya  meningkatkan  produktivitas  dan  efisiensi  penggunaan  lahan.  Tumpangsari
intercropping  adalah  penanaman  dua  atau  lebih  komoditas  tanaman  secara  simultan pada  lahan  yang  sama  Whigham dan  Bharati,  1983. Kacang  tanah  merupakan
tanaman  yang  memiliki  daya  adaptasi  luas,  dapat  tumbh  di lahan  kering,  lahan  sawah maupun  lahan  bukaan  baru marjinal  Adisarwanto et  al.,  1996.  Luas  panen  dan
produksi  kacang  tanah  terus  meningkat  setiap  tahunnya.  Minat  petani  yang  terus meningkat  dalam  budidaya  kacang  tanah  harus  disertai  dengan  penyediaan  teknologi,
diantaranya  varietas  unggul  yang  sesuai  dengan  lingkungan  dan  permintaan  pasar. Pada  penanaman  tumpangsari  jagung  dan  kacang  tanah  kali  ini  digunakan  varietas
yang tahan cekaman pada lahan kering masam yakni varietas Talam, Tuban dan Kancil yang  diperoleh  dari  Balai  Penelitian  Kacang  dan  Tanaman  Umbi-umbian  dengan
pembandingnya varietas  lokal.  Sistem  tumpangsari  jagung  dan  kacang  tanah diharapkan  dapat  meningkatkan  produktivitas  lahan.  Hasil  penelitian  Hoof  dalam
Ardisarwanto et  al. 1993  menginformasikan  bahwa  sistem  tumpangsari  jagung  dan kacang  tanah  di  Jawa  Timur  dengan  populasi  kacang  tanah  95     dan  jagung  53
dari  populasi  tunggalnya  menghasilkan  rata-rata  polong  kacang  tanah  sebesar  80 dan jagung 43   dari pertanaman tunggalnya.
Tabel 3. Data pertumbuhan vegetatif kacang tanah, MK 2014
Varietas Tinggi Tanaman cm
Jumlah Cabang rumpun 28 HST
42 HST 56 HST
84 HST 28 HST
42 HST 56 HST
84 HST Talam
15.76a 22.83a
36.24a 48.37ab
6.20a 7.26bc
7.53a 7.81a
Tuban 15.75a
22.02a 37.19a
48.96a 6.22a
6.70c 7.70a
7.57a Kancil
16.49a 23.33a
35.68a 42.25bc
6.34a 7.67ab
7.36a 7.19a
Lokal 12.72a
18.09b 29.73b
39.96c 6.19a
8.04a 9.17a
8.30a
Hasil  pengkajian  menunjukkan  bahwa pada  awal  fase  pertumbuhan  28-42 HST  semua  varietas  mempunyai  tinggi  tanaman  yang  hampir  sama.  Pada  umur  28
HST  tinggi  tanaman  berkisar  antara  12.72  cm-16.49  cm.  Pada  umur  tanaman  42  HST tinggi  tanaman  berkisar  antara  18.09-23.33 cm.    Memasuki  fase  generatif  pada  umur
tanaman  56  HST  ketinggian  tanaman  antar  varietas  menunjukkan  perbedaan  yang nyata,  varietas  lokal  mempunyai  tinggi  tanaman  yang  paling  rendah  29.73  cm
dibandingkan  dengan  varietas  Talam,  Kancil  dan  Tuban  yang  memiliki  ketinggian
28
tanaman  berkisar  antara  35.68-37.19  cm.  Hasil  pengkajian  menunjukkan  bahwa  pada akhir  pertumbuhan,  varietas  Tuban  48.96  cm  dan  Talam  48.37  cm  mempunyai
tinggi  tanaman  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  varietas  Kancil  42.25  cm  dan Lokal  39.96  cm.  Tinggi  tanaman  merupakan  faktor  penting  yang  juga  dipengaruhi
oleh  lingkungan  tanah  dan  iklim  dan  juga  dipengaruhi  oleh  penyiangan  gulma. Penyiangan gulma yang sering dilakukan memberikan tanggapan postif terhadap tinggi
tanaman. Hasil pengkajian  menunjukkan  bahwa pada  awal  fase  pertumbuhan  28-42
HST  semua  varietas  mempunyai  jumlah  cabang rumpun  yang  hampir  sama.  Pada umur  28  HST  jumlah  cabang rumpun  berkisar  antara  6.19-6.34.  Pada  umur  tanaman
42 HST jumlah cabang rumpun berkisar antara 6.70-8.04 cm.  Memasuki fase generatif pada  umur  tanaman  56  HST  jumlah  cabang rumpun  antar  varietas  menunjukkan
perbedaan  yang  nyata,  varietas  lokal  mempunyai  jumlah  cabang rumpun  yang  paling banyak  9.17  dibandingkan  dengan  varietas  Talam,  Kancil  dan Tuban  yang  memiliki
jumlah cabang rumpun antara 7.36-7.70. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada akhir  pertumbuhan,  varietas  Lokal  8.30  dan  Talam  7.81  mempunyai  jumlah
cabang tanaman  yang  lebih  banyak  dibandingkan  dengan  varietas  Kancil  7.19  dan Tuban  7.57.  Jumlah  cabang tanaman  merupakan  faktor  penting  yang  juga
dipengaruhi oleh lingkungan tanah dan iklim.
4.3.3. Pertumbuhan Generatif Kacang Tanah
Komponen  hasil  kacang  tanah  pada  semua  varietas  menunjukkan  bahwa  berat  segar berangkasan  yang relatif  sama  berkisar  antara  28.99-36.22  gram rumpun,  sedangkan
berat kering berangkasan setelah dijemur kurang lebih 3 hari menunjukkan perbedaan yang  signifikat,  berat  kering  berangkasan  pada  varietas  Talam  18.74  gr rumpun,
sedangkan pada ketiga varietas lainnya berkisar antara 16.20-16.39 gram rumpun. Tabel 4. Data komponen hasil kacang tanah sistem tumpangsari , MK 2014
Perlakuan B. segar
berangkasan gr rumpun
Berat kering berangkasan
g rumpun Berat segar
polong gr rumpun
Berat kering polong
gr rumpun Jumlah
polong rumpun
polong rusak
Talam 36.22a
18.74a 29.98a
18.76a 18.44b
26.30a Tuban
35.30a 16.20b
28.37a 18.76a
20.13b 15.13b
Kancil 32.46a
16.39b 31.52a
23.64a 24.62a
14.79b Lokal
28.99a 16.20b
26.51a 18.92a
18.47b 22.54a
29
Pada  semua  varietas  kacang  tanah,  berat  segar polong berkisar  antara  26.51-31.52 gram rumpun, sadangkan berat kering polong didominansi oleh varietas Kancil dengan
berat  23.64  gram rumpun.  Banyaknya  jumlah  polong rumpun  juga  didominasi  oleh varietas  Kancil  dengan  jumlah  polong  sebanyak  24.62  buah   rumpub  diikuti  oleh
varietas Tuban, Lokal dan Talam. Pada persentase polong yang rusak didominansi oleh varietas  Talam  dengan  26.30  persen  dan  persentase  paling  kecil  kerusakan  pada
polong  terdapat  pada  varietas  Kancil  dengan  persentase  kerusakan  polong  sebesar 14.79  persen.  Varietas  Kancil  memiliki  persentase  kerusakan  polong  karena  memiliki
ketahanan  terhadap penyakit  layu, toleran  penyakit  karat,  bercak  daun  dan  tahan  A. Flavus serta toleran terhadap klorosis.
Pada komponen hasil jumlah biji rumpun terlihat bahwa varietas Lokal memiliki jumlah biji  paling  banyak  denga  jumlah  33.69  biji rumpun  dibandingkan  varietas  lainnya
namun  untuk  berat  1000  butir  didominasi  oleh  varieta  Talam  dengan  berat  510.60 gram rumpun.  Meskipun  varietas  Lokal  memiliki  jumlah  biji rumpun  lebih  banyak
dibandingkan  varietas  Talam,  namun  varietas  talam  memiliki  ukuran  butir  yang  lebih besar  dibandingkan  varietas  Lokal  sehingga  berat  1000  butir  lebih  didominasi  oleh
varietas  Talam.  Untuk  komponen  hasil  berat  kering  polong  terbesar  didominasi  oleh varietas Tuban dengan jumlah hasil polong kering 2.53 t ha diikuti oleh varietas Talam
2.24  t ha,  Kancil  2.07  t ha  dan  Varietas  Lokal  1.92  t ha.  Untuk  indeks  panen terbesar  terdapat  pada  varietas  kancil sebesar  49.88  persen  diikuti  oleh  varietas
Tuban, Talam dan Lokal. Tabel 5. Data komponen hasil kacang tanah sistem tumpangsari , MK 2014
Perlakuan Jumlah
biji rumpun Berat 1000 butir
gr Hasil
t ha I ndeks Panen
Talam 25.44a
510.60a 2.24a
46.24a Tuban
27.38a 499.75a
2.53a 46.43a
Kancil 25.14a
491.20a 2.07a
49.88a Lokal
33.69a 434.8a
1.92a 42.17a
Analisis  keunggulan  komparatif  menunjukkan  bahwa  produktivitas  kacang  tanah 0.78  ton ha  polong  kering  sudah  memperoleh  keuntungan  sama  dengan  tanaman
lainnya  di  lahan  kering  masam  Astanto  Kasno  et  al.,  2013.  Tinggi  tanaman,
30
persentase  polong  rusak,  berat  kering  berangksan  dan  berat  kering  polong  serta jumlah polong pertanaman berkaitan erat dengan kapasitas hasil.
4.3.3 Pertumbuhan Vegetatif Jagung
Hasil  pengkajian  menunjukkan  bahwa pada  awal  fase  pertumbuhan  28-42 HST semua tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan keempat varietas kacang
tanah  mempunyai  persen  pertumbuhan  dan  tinggi  tanaman  yang  hampir  sama.  Pada umur  28  HST  persentase  pertumbuhan  berkisar  antara  90.50-96.40  pada  semua  dan
tinggi tanaman berkisar antara 34.22 cm-36.74 cm. Pada umur tanaman 42 HST tinggi tanaman  menunjukkan  perbedaan  yang  cukup  nyata  dengan  tinggi  tanaman  jagung
tertinggi terdapat pada tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan varietas Lokal yakni  108.83  cm.    Memasuki  fase  generatif  pada  umur  tanaman  56  HST  ketinggian
tanaman  antar  perlakuan  tumpangsari  varietas  tidak  menunjukkan  perbedaan  yang nyata,  dan  tanaman  jagung  tidak  menunjukkan  pertumbuhan  tinggi  tanaman  yang
baik  setelah  56  HST.    Hal  ini  disebabkan  oleh  faktor  lingkungan,  yakni  kondisi kekeringan  pada  lahan  kering  masam  pada  umur  tanaman  42  HST  dan  fase  awal
generatif  56  HST.  Tinggi  tanaman  merupakan  faktor  penting  yang  juga  dipengaruhi oleh  lingkungan tanah  dan  iklim  dan  juga  dipengaruhi  oleh  penyiangan  gulma.
Penyiangan gulma yang sering dilakukan memberikan tanggapan postif terhadap tinggi tanaman.
Tabel 6. Data pertumbuhan vegetatif jagung Perlakuan Tumpangsari
Tumbuh Tinggi tanaman
14HST 28HST
56HST Jagung denganTalam
96.40a 36.74a
95.33a 104.80a
Jagung denganTuban 90.50a
35.72a 102.46a
115.86a Jagung dengan Kancil
94.10a 34.22a
89.60a 105.80a
Jagung dengan Lokal 94.80a
36.08a 108.83a
122.60a Pada  tabel 5 dapat  dijelaskan  bahwa  persen  pertumbuhan  jagung  cukup  baik
pada  awalnya  namun  pada  pertumbuhan  56HST  hingga  panen  tidak  nampak pertumbuhan  tinggi  yang  baik  pada  tanaman  jagung.  Pada  lingkungan  seleksi  yang
memiliki  kejenuhan  Al  sedang,  jagung  memberikan  tanggap  tanaman  lebih  tinggi, sebaliknya  pada  lahan  kering  masam  yang  memiliki  kejenuhan  Al  rendah,  tanaman
31
memberikan  respon  yang  kurang  baik,  selain  itu  juga  disebabkan  kurangnya  curah hujan di daerah tersebut pada saat penanaman memasuki 56 HST.
4.3.4. Pertumbuhan Generatif Jagung
Pada  pertumbuhan  generatif  jagung  menunjukkan  bahwa  panjang  tongkol  pada tanaman  jagun  yang  ditumpangsarikan  dengan  kacang  tanah  varietas  Talam  sebesar
12.54  cm.  Panjang  tongkol  ini  relatif  kecil  dibandingkan  panjang  tongkol  tanaman jagung pada umumnya dikarenakan hasil yang diperoleh tidak maksimal karena kondisi
lingkungan  lahan  kering  masam  yang  kekeringan  pada  saat  memasuki  fase  generatif. Untuk  diameter  tongkol  jagung  terbesar  terdapat  pada  tanamana  jagung  yang
ditumpangsarikan dengan varietas Tuban sebesar 3.45 cm. Tabel 7. Data pertumbuhan generatif jagung
Perlakuan Tumpangsari
Panjang Tongkol cm
Diamater cm
Berat 1000 butir gr
Berat kering t ha
Jagung denganTalam 12.20ab
3.34a 208.40a
1.84b Jagung denganTuban
12.54a 3.45a
197.99a 2.35a
Jagung dengan Kancil 12.25ab
3.36a 204.16a
1.83b Jagung dengan Lokal
11.79b 3.34a
193.63a 1.78b
Untuk  berat  1000  butir  pada  tanaman  jagung  didominasi  oleh  tanaman  jagung  yang ditumpangsarikan  dengan  varietas  Talam  sebesar  208.40  gram  dan  komponen  berat
kering  jagung    pada  tanaman  jagung  yang  ditumpangsarikan  dengan  varietas  Tuban menunjukkan  hasil  2.35  t ha  diikuti  oleh  tanaman  jagung  yang  ditumpangsarikan
dengan varietas Talam 1.84 t ha, Kancil 1.83 t ha dan Lokal 1.78 t ha. Tanaman  jagung  Zea  Mays L  sudah  lama  diusahakan  oleh  petani  di  I ndonesia  dan
merupakan tanaman pokok kedua setelah padi. Kebutuhan jagung dalam negeri selalu meningkat  dari  tahun  ke  tahun.  Meningkatnya  permintaan  akan  jagung  disebabkan
banyaknya  permintaan  untuk  pakan,  pangan  dan  industri.  Sebagai  tanaman  palawija, jagung  cocok  diusahakan  dalam  sistem  tanam  tumpangsari  karena  memiliki  sifat
fisiologi dan anatomis yang sesuai diusahakn untuk sistem tumpangsari. Varietas  jagung  yang  digunakan  adalah  varietas  hibrida  dengan  sifat toleran  pada
pH rendah. Hal ini diperlukan karena umumnya tumpangsari jagung dan kacang tanah
32
ini  ditanam  pada  tanah  PMK  yang  miskin  akan  hara  dan  tinggi  akan  AL  dan  Fe  yang dapat  menghambat  pertumbuahn  dan  produksi  tanaman.  Untuk  sistem  tumpangsari
jagung dan  kacang  tanah  yang  dilakukan  di  Desa  Pasar  Pedati,  Kecamatan  Pondok Kelepa  ini  menunjukkan  hasil  yang  kurang  maksimal  dengan    hasil  produksi  jagung
yang ditumpangsarikan dengan kacang tanah varietas tuban sekita 3.92 ton ha. Hal ini disebabkan  oleh  kondisi  lahan  yang  terlalu  kering  dan  kurangnya  sumber  air  pada
lokasi pengkajian.
4.4 Efektifitas Pemberian Amelioran
Setiap  jenis  tanaman  mempunyai  potensi  hasil  yang  optimal  yang  dapat  dicapai apabila  lingkungan  tumbuh  sesuai  dengan  kebutuhan  tanaman  tersebut.  Tanah  dan
iklim  merupakan  faktor  alam  yang  sangat  menentukan  keberhasilan  usaha tumpangsari.  Sifat  tanah  yang  sangat  penting  untuk  diketahui  adalah  kesuburan  fisik
dan  kimia.  Sedangkan  faktor  iklim  yang  paling  penting  adalah  curah  hujan  dan  hari hujan.  Curah  hujan  dan  hari  hujan  sangat  bervariasi.    Pemuliaan  tanaman  adaptif  dan
pada lahan masam diperlukan jika masalah kemasaman tanah dan kejenuhan Al terjadi pada  lapisan  dalam  subsoil.  Bila  masalah  tersebut  terjadi  pada  lapisan  atas,  relative
lebih murah  diatasi  dengan  ameliorasi  Hairiah  et  al.,  2000,  Witcombe  et  al.,  2013, Dalovic et al., 2010
Beberapa  permasalahan  umum  dari  tanah  Ultisol  adalah  kemasaman  tanah tinggi  pH  rata-rata     4,5,  kejenuhan  Al  tinggi,  miskin  kandungan  hara  makro
terutama  P,  K,  Ca,  dan  Mg,  dan  kandungan  bahan  organik  rendah.  Untuk  mengatasi permasalahan  tersebut  dapat  diterapkan  teknologi  pengapuran,  pemupukan  P  dan  K,
dan  penambahan  bahan  organik. Penambahan  amelioran  kapur  dan  bahan  organik, secara  teknis  dapat  mengatasi  permasalahan  pertumbuhan  dan  perkembangan
tanaman pada lahan Ultisol.
33
Tabel 8. Hasil analisa tanah awal dan akhir
Jenis Analisa Analisa
Tanah Awal Keterangan
Analisa Tanah Akhir
Keterangan Kadar Air
5.8 -
3.8 -
pH H
2
O 5.9
Agak masam 6.01
Agak masam C-Organik
4.04 Tinggi
1.90 Rendah
N-Total 0.30
Sedang 0.23
Sedang P-Bray I  ppm
13.13 Tinggi
3.54 Sangat rendah
K-dd me 100 gr 0.21
Rendah 0.72
Tinggi Na me 100gr
0.30 Rendah
0.19 Rendah
Ca me 100gr 0.88
Sangat rendah 0.68
Sangat rendah Mg me 100gr
1.42 Sedang
0.89 Rendah
KTK me 100gr 21.67
Sedang 17.50
Sedang Al-dd
1.64 Sangat rendah
1.10 Rendah
Kejenuhan basa 12.96
- 14.17
-
Kacang  tanah  merupakan  tanaman  yang  dapat  tumbuh  pada  kisaran  pH  tanah 5.3-6.6 Henry, 1995.Pada umumnya jenis tanah Podsolik Merah Kuning Ultisol yang
merupakan  lapisan  atas  topsoil  antara  5 – 15  cm  miskin  akan  bahan  organic,  miskin unsure  hara  N,  P,  K,  Ca,  Mg,  keasaman  tinggi  pH  rendah,  karena  kadar  aluminium
Al  dan  besi  Fe  dalam  tanah  tinggi,  adanya  lapisan  krokos  dalam  tanah  kedalaman dan  ketebalan  beragam  yang  sangat  menghambat  pertumbuhan  akar  tanaman.  Untuk
meningkatkan kesuburaan tanah Podsolik Merah Kuning Ultisol pada sistem tanaman tumpangsari,  maka  diperlukan  penambahan unsure  hara  yang  cukup  banyak.  Cara
peningkatan  pH  tanah  yang  sudah  lazim  dilakukan  adalah  pengapuran  dengan  kapur pertanian  atau  kaptan  CaCO3  dengan  jumlah  yang  dibutuhkan  bergantung  pada  pH
awal  tanah  dan  tekstur  tanah. Pada  tabel  7  terlihat  kondisi  awal  lahan  kering  masam memiliki nilai pH 5.9 agak masam.  Keuntungan pengapuran tergantung pada kondisi
tanah  dan  tanaman.  Secara  umum  pemberian  kapur  ke  tanah  dapat  mempengaruhi sifat  fisik  dan  kimia  tanah  serta  kegiatan  jasad  renik  tanah.  Bila  ditinjau dari  sudut
kimia,  maka  tujuan  pengapuran  adalah  menetralkan  kemasaman  tanah  dan meningkatkan  atau  menurunkan  ketersediaan  unsu-unsur  hara  bagi  pertumbuhan
tanaman  Malherbe,1965.  Kandungan  unsure  hara  makro  C-Organik  4.04  tinggi,  N- total  0.30  sedang, P-Bray  13.13  tinggi,  dan  kandungan  K-dd  0.21  rendah.
Nitrogen  merupakan  penyusun  setiap  sel  hidup,  karenanya  terdapat  pada  seluruh bagian  tanaman.  Unsur  ini  juga  merupakan  bagian  dari  penyusun  enzim  dan  molekul
34
klorofil.    Umumnya  kadar  kalium  tanah  jauh  lebih  banyak  dari  fospor,  namun  untuk lahan  kering  masam  spesifik  Bengkulu  ini,  kandungan  fosfor  lebih  tinggi  daripada
kandungan  kalium,  dikarenakan  lahan  kering  masam  berada  di  daerah  dekat  pantai, banyak  terdapat  endapan  batuan  dari  sekitar  pantai  yang menyebabkan  kandungan
fosfor  lebih  tinggi.  Untuk  kandungan  Na  0.30  rendah,  Ca  0.88  sangat  rendah,  Mg 1.42  sedang,  KTK  21.67  sedang  dan  kandungan  Al  1.64  sangat  rendah.  Kadar
magnesium  kadang-kadang  ditemukan  lebih  tinggi  dari  kalsium  tetapi  jumlah  yang tersedia  selalu  sedikit,  oleh  karena  itu  kekurangan  magnesium  dapat  diatasi  dengan
pengapuran.  Pada  fase  akhir  setelah  panen,  tanah  lahan  kering  masam  kembali diambil  untuk  mengetahu  kandungan  unsure  hara  tanah  akhir.  Pada  tabel  7  terlihat
kondisi awal  lahan  kering  masam  memiliki  nilai  pH  6.01  agak  masam.  Kandungan unsur hara makro C-Organik 1.90 rendah, N-total 0.23 sedang, P-Bray 3.54 sangat
rendah,  dan  kandungan  K-dd  0.72  tinggi.  Untuk  kandungan  Na  0.19  rendah,  Ca 0.68  sangat  rendah,  Mg  0.89  rendah,  KTK  17.50  sedang  dan  kandungan  Al  1.10
rendah. Oleh  karena  itu  untuk  mencukupi  kebutuhan  hara  tanaman  akan  unsure  hara
makro,  perlu  ditambahkan  pupuk  untuk  mencukupi  kebutuhan  Nitrogen,  Fosfor  dan Kalium.  Nurhajati  Hakim,  1986. Kacang  tanah  merupakan  tanaman legume yang
daoat  bersimbiosis  dengan rhizobium sehingga  mampu  mengikat  Nitrogen  bebas  di udara dan membenuk bintil akar yang dapat menyuburkan tanah.
35
Tabel 9. Data  hari  hujan dan  curah  hujan kabupaten Bengkulu  Tengah  BP3K Talang
Pauh, 2014
Bulan Tahun 2011
Tahun 2012 Tahun 2013
Tahun 2014 Hari
Hujan Curah
Hujan Mm
Hari Hujan
Curah Hujan
Mm Hari
Hujan Curah
Hujan Mm
Hari Hujan
Curah Hujan
Mm Januari
16 372
6 117
27 387
24 691.5
Februari 9
169 6
116 22
242.5 14
260.5 Maret
4 162
5 118
20 266.5
20 440.5
April 11
243 7
120 23
353.5 25
1043 Mei
14 160
10 124
25 713.5
20 547
Juni 18
408 10
130 19
470 11
120.5 Juli
15 207
12 137
25 419.5
12 179
Agustus 13
351 11
146 21
339 16
454 September
8 157
12 152
25 688.5
8 124
Oktober 17
920 10
265 19
449.5 -
- November
19 462
18 262.5
25 832
- -
Desember 24
960 25
358.5 25
524 -
- Pada  tabel  8  dapat  dilihat  terdapat  ritme  yang  menarik  antara  tahun  ganjil  dan  tahun
genap berdasarkan jumlah hari hujan dan jumlah curah hujan. Pada tahun ganjil yakni tahun  2011  dan  tahun  2013  curah  hujan  dan  hari  hujan  yang  tinggi  terdapat  pada
bulan  Juni  hingga  September,  sedangkan  pada  tahun  genap  yakni  tahun  2012  dan tahun  2014,  curah  hujan  dan  hari  hujan  pada  bulan  Juni  hingga September  kurang,
sehingga  untuk  penanaman  berikutnya  disarankan  pada  tahun  2014  pada  bulan Oktober  disaat  musim  penghujan  atau  ditahun  berikutnya  tahun  ganjil  2015  pada
bulan Juni hingga September.
36
Tabel 10. Data pertumbuhan vegetatif kacang tanah sistem tanam monokultur
Perlakuan Tinggi Tanaman cm
Jumlah Cabang rumpun 28 HST
42 HST 56 HST
84 HST 28 HST
42 HST 56 HST
84 HST
Talam+ Amelioran
11.80a 24.96a
39.80a 44.16a
5.92a 7.72a
8.60a 8.20a
Tuban+ Amelioran
9.40ab 24.56a
40.50a 44.48a
7.36a 7.52a
9.00a 7.84a
Kancil+ Amelioran
11.50a 23.70ab
35.95 b 38.80a
7.52a 7.60a
7.85a 7.44a
Lokal + Amelioran
8.26b 20.00b
32.10b 35.49a
11.8a 8.40a
9.0oa 7.40a
Talam tanpa Amelioran
14.80a 25.74ab
39.25a 44.68a
6.20a 6.36a
6.70a 6.64b
Tuban tanpa Amelioran
14.96a 28.22a
38.85a 45.28a
6.80a 7.48a
7.45a 8.32a
Kancil tanpa Amelioran
13.94a 24.36bc
28.90a 37.36b
6.36a 7.16a
6.95a 7.00ab
Lokal tanpa Amelioran
11.44a 22.18c
31.15a 36.84a
6.24a 7.44a
6.85a 7.68ab
Pada  penanaman  kacang  tanah  dengan  sistem tanam  monokultur  dilakukan penanaman  dengan  pemberian  amelioran  dan  tanpa  penambahan  amelioran.  Hasil
pengkajian  menunjukkan  bahwa pada  awal  fase  pertumbuhan  28-42  HST  semua varietas  mempunyai  tinggi  tanaman  yang  hampir  sama.  Pada  umur  28  HST  tinggi
tanaman  berkisar  antara  9.40  cm-14.96  cm.  Pada  umur  tanaman  42  HST  tinggi tanaman  berkisar  antara  20.00-28.22  cm.    Memasuki  fase  generatif  pada  umur
tanaman  56  HST  ketinggian  tanaman  antar  varietas  menunjukkan  perbedaan  yang nyata  pada  penambahan  amelioran  dengan  tinggi  tanaman  terbesar  pada  varietas
Tuban  dengan  tinggi  tanaman  40.50  cm,  dan  pada  perlakuan  tanpa  penambahan amelioran tinggi tanaman juga didominasi pada varietas Tuban dengan tinggi tanaman
39.25  cm.  Hasil  pengkajian  menunjukkan  bahwa  pada  akhir  pertumbuhan  tanaman jagung  dengan  pemberian  amelioran,  varietas  Tuban  44.48  cm  mempunyai  tinggi
tanaman  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  varietas  Talam  44.16  cm,    Kancil 38.80  cm  dan  Lokal  35.49  cm.  Sedangkan  hasil  pengkajian  pada  akhir
pertumbuhan  tanaman  kacang  tanah  tanpa  pemberian  amelioran,  varietas  Tuban 45.28 cm mempunyai tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas
Talam  44.68  cm,    Kancil  37.36  cm  dan  Lokal  36.84  cm.  Tinggi  tanaman merupakan  faktor  penting  yang  juga  dipengaruhi  oleh  lingkungan  tanah  dan  iklim
37
dan juga dipengaruhi oleh penyiangan gulma. Penyiangan gulma yang sering dilakukan memberikan tanggapan postif terhadap tinggi tanaman.
Hasil  pengkajian  menunjukkan  bahwa pada  awal  fase  pertumbuhan  28  HST, jumlah  cabang  per  tumpun  tanaman  kacang  tanah  dengan  pemberian  amelioran
terbesar  pada  varietas  Lokal  11.8  dibandingkan  dengan  varietas  lainnya.Sementara pada  tanaman  kacang  tanah  tanpa  pemberian  amelioran  menunjukkan  jumlah  cabang
per rumpun yang hampir sama berkisar antara 6.20-6.80. Pada umur tanaman 42 HST jumlah  cabang rumpun  pada  tanaman  dengan  penambahan  amelioran  berkisar  antara
7.52-8.40  cm,  sedangkan  jumlah  cabang rumpun  pada  tanaman  tanpa  penambahan amelioran  berkisar  antara  6.36-7.48  cm  .    Memasuki  fase  generatif  pada  umur
tanaman  56  HST  jumlah  cabang rumpun  antar  varietas  pada  pemberian  amelioran menunjukkan  perbedaan  yang  nyata,  varietas  Tuban  dan  Lokal  mempunyai  jumlah
cabang rumpun  yang  paling  banyak  9.00  dibandingkan  dengan  varietas  Talam  dan Kancil,  sedangkan  pada  tanaman  kacang  tanah  pemberian  amelioran  varietas  Tuban
memiliki  jumlah  cabang  per  rumpun  terbanyak  sebesar  7.45  dibandingkan  varietas lainnya  .  Hasil  pengkajian  menunjukkan  bahwa  pada  akhir  pertumbuhan,  jumlah
cabang rumpun  antar  varietas  pada  pemberian  amelioran  menunjukkan  perbedaan yang  nyata,  varietas  Tuban  mempunyai  jumlah  cabang rumpun  yang  paling  banyak
8.20 dibandingkan dengan varietas Talam, Kancil, dan Lokal, sedangkan pada tanaman kacang  tanah  pemberian  amelioran  varietas  Tuban  juga  memiliki  jumlah  cabang  per
rumpun  terbanyak  sebesar  8.32  dibandingkan  varietas  lainnya  .  Jumlah cabang tanaman  merupakan  faktor  penting  yang  juga  dipengaruhi  oleh  lingkungan
tanah  dan  iklim.  Pada  tabel  9  terlihat  bahwa  tinggi  tanaman  dan jumlah  cabang  per rumpun  pada  perlakuan  pemberian  amelioran  dan  tanpa  pemberian  amelioran  tidak
menunjukkan  perbedaan  yang  nyata,  hal  ini  dikarenakan  kondisi  curah  hujan  yang sedikit  pada  fase  generatif,  sehingga  amelioran  yang  diberikan  ke  tanah  tidak  disera
sempurna oleh tanaman.
38
Tabel 11. Data komponen hasil kacang tanah sistem monokultur , MK 2014
Perlakuan B. segar
berangkasan gr rumpun
Berat kering berangkasan
g rumpun Berat basah
polong gr rumpun
Berat kering polong
gr rumpun Jumlah
polong rumpun
polong rusak
Talam+ Amelioran
34.20ab 1   8.07ab
27.46a 19.64a
18.20a 18.69a
Tuban+ Amelioran
37.97a 20.10a
27.45a 21.02a
20.15a 22.71a
Kancil+ Amelioran
24.33b 14.12b
27.29a 18.52a
15.25a 16.96a
Lokal + Amelioran
27.54ab 13.55b
27.86a 21.71a
20.65a 21.36a
Talam tanpa Amelioran
32.81a 14.04a
23.57a 18.64a
16.40b 27.21a
Tuban tanpa Amelioran
33.21a 17.61a
25.68a 15.72a
24.09a 24.37a
Kancil tanpa Amelioran
22.57a 13.84a
23.98a 17.79a
16.88b 19.77a
Lokal tanpa Amelioran
25.74a 15.92a
25.02a 19.70a
19.96ab 23.74a
Komponen  hasil  kacang  tanah  pada  pemberian  amelioran  ,  varietas  Tuban menunjukkan  berat  segar  berangkasan  terbesar  sebesar  37.97  gram rumpun
dibandingkan  varietas  lainnya,  sedangkan  pada  tanaman  tanpa  pemberian  amelioran, berat segar  berangkasan  tidak  menunjukkan  perbedaan  yang  signifikan.  Berat  kering
berangkasan  setelah  dijemur  kurang  lebih  3  hari  pada  tanaman  kacang  tanah  dengan pemberian  amelioran  menunjukkan  perbedaan  yang  signifikat,  berat  kering
berangkasan  terbesar  pada  varietas  Tuban  20.10  gr rumpun,  sedangkan  pada  ketiga varietas lainnya berkisar antara 13.55-18.07 gram rumpun.
Pada  tanaman  kacang  tanah  dengan  pemberian  amelioran,  varietas  kacang tanah  memiliki  berat  segar  polong  berkisar  antara  27.29-27.86  gram rumpun,
sedangkan  pada  tanaman  kacang  tanah  tanpa  pemberian  amelioran rumpun,  varietas kacang  tanah  memiliki  berat  segar  polong  berkisar  antara  23.57-25.68  gram rumpun.
Pada  tanaman  kacang  tanah  dengan  pemberian  amelioran,  varietas  kacang  tanah memiliki  berat  kering  polong  berkisar  antara  19.64-21.71  gram rumpun,  sedangkan
pada  tanaman  kacang  tanah  tanpa  pemberian  amelioran rumpun,  varietas  kacang tanah  memiliki  berat  kering  polong  berkisar  antara  15.72-19.70  gram.  Banyaknya
jumlah  polong rumpun  pada  tanaman  kacang  tanah  dengan  pemberian  amelioran didominasi  oleh  varietas  Tuban  20.15  dan  varietas  Lokal  20.65.  Sedangkan
39
banyaknya  jumlah  polong rumpun  pada  tanaman  kacang  tanah  tanpa  pemberian amelioran  didominasi  oleh  varietas  Tuban  24.09  Pada  persentase  polong  yang  rusak
didominansi  oleh  varietas  Tuban  dan  Lokal  dengan  22.71  dan  21.36  persen  dan persentase  paling  kecil  kerusakan  pada  polong  terdapat  pada  varietas  Talam  dan
Kancil  dengan  persentase  kerusakan  polong  sebesar  18.69  dan  16.96  persen.  Varietas Kancil  memiliki  persentase  kerusakan  polong  yang  kecil  karena  memiliki  ketahanan
terhadap penyakit layu, toleran penyakit karat, bercak daun dan tahan A. Flavus serta toleran terhadap klorosis.
Tabel 12. Data komponen hasil kacang tanah sistem monokultur , MK 2014
Perlakuan Jumlah
biji rumpun Berat 1000 butir
gr Hasil
t ha I ndeks Panen
Talam+ Amelioran
24.62a 511.40ab
2.03a 51.31a
Tuban+ Amelioran
28.12a 473.00ab
1.76a 48.64a
Kancil+ Amelioran
14.08a 536.00a
1.89a 47.51a
Lokal + Amelioran
27.98a 384.60b
1.70a 41.04a
Talam tanpa
Amelioran 19.49b
512.30a 1.87a
43.41b Tuban
tanpa Amelioran
34.85a 507.00a
2.17a 56.04a
Kancil tanpa
Amelioran 26.18ab
536.20a 2.17a
44.25b Lokal tanpa
Amelioran 33.56a
454.92b 1.82a
45.98b
Pada  komponen  hasil  jumlah  biji rumpun  terlihat  bahwa  pada  penanaman kacang tanah dengan pemberian ameliorant, varietas Tuban memiliki jumlah biji paling
banyak dengan jumlah 28.12 biji rumpun, begitu juga dengan jumlah biji rumpun pada penanaman kacang tanah tanpa pemberian ameliorant, varietas Tuban memiliki jumlah
biji  paling  banyak  dengan  jumlah  34.85  biji rumpun  dibandingkan  varietas  lainnya. Untuk berat 1000 butir pada tanaman kacang tanah dengan pemberian ameliorant dan
tanpa  pemberian  ameliorant  didominasi  oleh  varietas  Kancil dengan  berat  536.00  dan 536.200  gram.  Untuk  komponen  hasil  berat  kering  polong  terbesar  pada  tanaman
40
kacang  tanah  dengan  pemberian  ameliorant  dan  tanpa  pemberian  ameliorant didominasi  oleh  varietas  Kancil  dengan  jumlah  hasil  polong  kering  1.89  t ha  dan  2.17
t ha.  Untuk  indeks  panen  terbesar  pada  tanaman  kacang  tanah  dengan  pemberian ameliorant  terdapat  pada  varietas  talam  sebesar  51.31  persen  sedangkan  pada
tanaman  kacang  tanah  tanpa  pemberian  ameliorant  terdapat  pada  varietas  tuban sebesar 56.04 persen.
Pada  tabel  11 terlihat  bahwa  tidak  ada  perbedaan  yang  signifikan  antar penanaman  kacang  tanah  pada  sistem  monokultur  yang  diberi  penambahan  ameliorant
maupun  yang  tidak  diberikan  penambahan  amelioran.  Hal  ini  disebabkan  karena kurangnya  curah  hujan  pada  waktu  penanaman  dan  tidak  tersedianya  sumber  air  yang
cukup  menyebabkan  dolomite  yang  diberikan  ke  tanah  tidak  terserap  sempurna. Kurangnya ketersediaan air ini menyebabkan indeks pertanaman di lahan kering relative
masih  rendah.  Saat  ini  memang  belum  banyak  yang  dapat  dilakukan  petani,  bahkan peran pemerintah untuk penyediaan irigasi di lahan kering masam masih belum terlihat.
Dapat  disimpulkan  bahwa  tujuan  pengapuran  untuk  menaikkan  pH  menjadi  ph  netral pada  lahan  kering  masam  wilayah  beriklim  sedang  ternyata  tidak  dapat  diterapkan  di
daerah  tropic.  Pemberian  kapur  demikian  di  daerah  tropic  sering  kali  mengganggu produksi,  karena  itu  mengapur  tanah  tropic  mendekati  netral  tidak  diperlukan.  Tujuan
pengapuran  pada  tanah  masam  di  wilayah  tropic  sebaiknya  dituj ukan  untuk meniadakan  pengaruh  racun  dari  aluminium  Al  dan  menyediakan  hara  kalsium  ca
bagi tanaman Nurhajati, 1986.
4.5 Produktivitas,  Efisiensi  Penggunaan  Lahan  Dan  Keuntungan  Usaha  Tani Secara Tumpangsari