40
kacang tanah dengan pemberian ameliorant dan tanpa pemberian ameliorant didominasi oleh varietas Kancil dengan jumlah hasil polong kering 1.89 t ha dan 2.17
t ha. Untuk indeks panen terbesar pada tanaman kacang tanah dengan pemberian ameliorant terdapat pada varietas talam sebesar 51.31 persen sedangkan pada
tanaman kacang tanah tanpa pemberian ameliorant terdapat pada varietas tuban sebesar 56.04 persen.
Pada tabel 11 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antar penanaman kacang tanah pada sistem monokultur yang diberi penambahan ameliorant
maupun yang tidak diberikan penambahan amelioran. Hal ini disebabkan karena kurangnya curah hujan pada waktu penanaman dan tidak tersedianya sumber air yang
cukup menyebabkan dolomite yang diberikan ke tanah tidak terserap sempurna. Kurangnya ketersediaan air ini menyebabkan indeks pertanaman di lahan kering relative
masih rendah. Saat ini memang belum banyak yang dapat dilakukan petani, bahkan peran pemerintah untuk penyediaan irigasi di lahan kering masam masih belum terlihat.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan pengapuran untuk menaikkan pH menjadi ph netral pada lahan kering masam wilayah beriklim sedang ternyata tidak dapat diterapkan di
daerah tropic. Pemberian kapur demikian di daerah tropic sering kali mengganggu produksi, karena itu mengapur tanah tropic mendekati netral tidak diperlukan. Tujuan
pengapuran pada tanah masam di wilayah tropic sebaiknya dituj ukan untuk meniadakan pengaruh racun dari aluminium Al dan menyediakan hara kalsium ca
bagi tanaman Nurhajati, 1986.
4.5 Produktivitas, Efisiensi Penggunaan Lahan Dan Keuntungan Usaha Tani Secara Tumpangsari
Keuntungan dalam usahatani kacang tanah dengan sistem monokultur adalah selisih antara besarnya penerimaan usahatani dengan besarnya biaya yang digunakan
dalam usahatani dengan sistem monokultur. Selanjutnya keuntungan dalam usahatani dengan tumpangsari kacang tanah dan jagung adalah selisih ant ara penerimaan
ushatani dengan biaya yang digunakan dalam usahatani dengan tumpangsari yang dilakukan.
41
Biaya usahatani yang digunakan dalam usahatani baik dengan sistem monokultur maupun tumpangsari merupakan biaya tunai yang digunakan dalam
usahatani. Biaya usahatani yang digunakan dalam usahatani monokultur kacang tanah terdiri dari biaya pengolahan lahan, biaya penanaman, biaya pemupukan, biaya
pemeliharaan, biaya pengendalian hama dan penyakit, biaya pemanenan dan biaya pengeringan. Sedangkan biaya usaha tani yang digunakan dalam usahatani
tumpangsari kacang tanah dan jagung terdiri dari biaya pengolahan lahan, biaya penanaman, biaya pemupukan, biaya pemeliharaan, biaya pengendalian hama dan
penyakit, biaya pemanenan, biaya pengeringan dan biaya pemipilan jagung. Dari pelaksanaan kegiatan pemanfaatan teknologi tumpangsari kacang tanah
dan kedelai pada lahan kering masam diketahui bahwa besarnya keuntungan dalam usahatani dengan sistem monokultur kacang tanah adalah sebesar Rp. 14.081.500 dan
keuntungan usahatani dengan sistem tumpangsari kacang tanah dan jagung adalah sebesar Rp. 30.264.000 Tabel 10.
42
Tabel 13. Biaya usahatani, produksi, penerimaan dan keuntungan kegiatan monokultur dan tumpangsari di Kabupaten Bengkulu Tengah tahun 2014
No Uraian
Monokultur Kacang Tanah Rp.
Tumpangsari Kacang Tanah dan
Jagung Rp. 1
Biaya Rp ha Biaya Sarana produksi Rp ha
7.718.500 4.486.000
Biaya Tenaga Kerja Rp ha 2.200.000
2.400.000 Jumlah Rp ha C= Cost
9.918.500 6.886.000
2 Produksi Kg ha P
Kacang tanah Kg ha 1.600
2.200 Jagung Kg ha
1.900 3
Harga Rp kg H Kacang tanah Rp kg
15.000 15.000
Jagung Rp kg 4.500
4 Penerimaan Rp ha
Kacang tanah Rp ha 24.000.000
33.000.000 Jagung Rp ha
8.550.000 Jumlah Penerimaan
Revenue= R= PxH Rp ha 24.000.000
41.550.000 5
Pendapatan Benefit= B = R-C Rp ha
14.081.500 34.664.000
R C 2,4
6,0 B C
1,4 5,0
Sumber : Data Primer diolah Tabel 10 menunjukkan bahwa pada usahatani monokultur kacang tanah,
nisbah penerimaan dengan biaya yang disebut Revenue Cost Rasio R C Ratio adalah 2,4, artinya setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan dalam usahatani monokultur
kacang tanah akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 2.400,- dan pada usahatani tumpangsari kacang tanah dan jagung Revenue Cost Rasio R C Ratio adalah 6,0,
artinya setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan dalam usahatani tumpangsari kacang tanah dan jagung akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 6.000.
43
Hasil analisis menunjukkan bahwa pada usahatani monokultur kacang tanah, nisbah pendapatan dengan biaya yang disebut Benefit Cost Rasio B C Ratio adalah
1,4, artinya setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan dalam usahatani monokultur kacang tanah akan memperoleh pendapatan sebesar Rp. 1.400,- dan pada usahatani
tumpangsari kacang tanah dan jagung Benefit Cost Rasio B C Ratio adalah 5,0, artinya setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan dalam usahatani tumpangsari kacang
tanah dan jagung akan memperoleh pendapatan sebesar Rp. 5.000. Dari hasil analisis juga diketahui bahwa B C rasio pada usahatani tumpangsari
5,0 lebih besar dari pada B C rasio pada usahatani monokultur 1,4. Keuntungan pada usahatani monokultur adalah sebesar Rp. 14.081.500,- dan pada usahatani
tumpangsari adalah sebesar Rp. 34.664.000, sehingga selisih keuntungan antara usahatani tumpangsari dengan monokultur adalah sebesar Rp. 20.582.500, hal ini
artinya secara ekonomi usahatani tumpangsari kacang tanah dan jagung lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani kacang tanah saja monokultur.
4.6. Sosialisasi Kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam