Peran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pertambangan Emas Agincourt Resources Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Batangtoru Tapanuli Selatan

(1)

PERAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

PERTAMBANGAN EMAS AGINCOURT RESOURCES DALAM

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

BATANGTORU TAPANULI SELATAN

TESIS

Oleh

ARIFIN SALEH

087024043/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

PERTAMBANGAN EMAS AGINCOURT RESOURCES DALAM

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

BATANGTORU TAPANULI SELATAN

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARIFIN SALEH

087024043/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : Peran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pertambangan Emas Agincourt Resources Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Batangtoru Tapanuli Selatan

Nama Mahasiswa : Arifin Saleh Nomor Induk Mahasiswa : 087024043

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Drs. Agus Suriadi, M.Si

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan FISIP USU


(4)

Tanggal Lulus: 3 Juni 2010 Telah diuji pada

Tanggal 3 Juni 2010

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. Dr. Badaruddin, M.Si. Anggota : 1. Drs. Agus Suriadi, M.Si

2. Drs. Zulkifli Lubis, MA 3. Drs. Irfan, M.Si


(5)

PERNYATAAN

PERAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN PERTAMBANGAN EMAS AGINCOURT RESOURCES DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BATANGTORU TAPANULI SELATAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Mei 2010


(6)

ABSTRAK

Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) mewajibkan perusahaan untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para

stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari keuntungan. Stakeholder yang

dimaksud di antaranya adalah para karyawan (buruh), kostumer, masyarakat, komunitas lokal, pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). PT Agincourt Resources (PTAR), perusahaan pertambangan emas yang beroperasi di Batangtoru, Tapanuli Selatan sudah lama menerapkan CSR-nya. Dana CSR tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan, seperti sosialisasi kegiatan explorasi pertambangan, memberikan bantuan kepada masyarakat dalam berbagai aspek misalnya bantuan sosial, kesehatan, peralatan kedokteran untuk Puskesmas Batangtoru, bantuan pendidikan, dan bantuan infrastruktur.

Melihat pentingnya peran CSR itu dalam upaya pemberdayaan masyarakat, maka menarik untuk meneliti bagaimana sebenarnya peran CSR dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar perusahaan pertambangan emas. Rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimana peran tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan emas Agincourt Resources dalam upaya pemberdayaan masyarakat (bidang sosial, ekonomi, lingkungan) di Batangtoru, Tapsel?

Metode yang dipergunakan dalam penelitian adalah metode diskriptif dengan pendekatan gabungan kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran tanggung jawab sosial perusahaan PT Agincourt Resources (PTAR) dalam upaya pemberdayaan masyarakat Batangtoru di bidang sosial, bidang ekonomi, dan bidang lingkungan memang sudah berjalan, misalnya dalam hal bantuan kegiatan dan sarana di bidang keagamaan, olahraga, kesehatan, pendidikan, dan sosialisasi/komunikasi, pelatihan-pelatihan, dan bantuan modal. Hanya saja bantuan itu dinilai belum memadai sehingga masyarakat juga masih ragu-ragu apakah bantuan tersebut bermanfaat kepada pemberdayaan mereka. Peran tanggung jawab sosial perusahaan dalam hal ini belum menyentuh kebutuhan langsung dari masyarakat dan masih layak dipertanyakan serta belum bisa meningkatan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

Kata Kunci: Peran, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, dan Pemberdayaan Masyarakat


(7)

ABSTRACT

Corporate social responsibility (CSR) requires companies to meet and consider the interests of stakeholders in its operations for profit. Stakeholder in question of who are employees (workers), customers, communities, local communities, governments and nongovernmental organizations (NGOs). PT Agincourt Resources (PTAR), a gold mining company with operations in Batangtoru, South Tapanuli has been implementing CSR. CSR funds are used for various activities, such as the socialization of mining exploration activities; provide assistance to communities in various aspects such as social assistance, health, medical equipment for PHC Batangtoru, education assistance, and infrastructure assistance.

Seeing the importance of CSR's role in community empowerment, it is interesting to examine how the actual role of CSR in an effort to empower communities around the gold mining company. Formulation of the problem in research is how the role of corporate social responsibility Agincourt Resources in the gold mining community empowerment (social, economic, environmental) in Batangtoru, South Tapanuli?

The method used in this research is descriptive method with a combination of quantitative and qualitative approaches.

This study has shown that the role of corporate social responsibility PT Agincourt Resources (PTAR) Batangtoru community empowerment efforts in the social, economic, and environmental fields is already under way, for example in terms of activities and means of assistance in the field of religion, sports, health, education, and socialization/communication, training, and provision of capital. It's just that it was not considered adequate assistance so that people are still in doubt whether the aid is beneficial to their empowerment. The role of corporate social responsibility in this regard has not been touched directly the needs of society and is still questionable and has not been able to improve the socio-economic life of society.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Tesis yang berjudul Peran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pertambangan Emas Agincourt Resources Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Batangtoru Tapanuli Selatan ini ditulis sebagai salah satu persyaratan akhir guna memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) pada program Pascasarjana Studi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Banyak pihak yang memberi andil dalam proses perkuliahan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga rampung menjadi Tesis, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati , penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang juga Ketua Program Studi Magister Studi Pembangunan.

3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, bimbingan serta saran selama penulisan Tesis ini.

4. Bapak Drs. Agus Suriadi, M.Si, selaku anggota pembimbing yang banyak memberikan arahan dan bimbingan hingga Tesis ini selesai dan juga memberikan motivasi dalam setiap diskusi selama menjalani dan di sela-sela perkuliahan sehingga mendorong penulis untuk secepatnya menyelesaikan studi.

5. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA dan Bapak Drs. Irfan, M.Si selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan saran dalam penulisan Tesis ini.


(9)

6. Ayahanda Abdul Muluk Siregar (alm) dan Ibunda Masmur B. Harahap yang senantiasa berdoa dan terus memberi semangat untuk perjuangan dan keberhasilan penulis.

7. Istri tercinta Leny Rangkuty, S.Sos yang selalu membantu dan memberi semangat serta mendampingi penulis hingga tesis ini selesai. Begitu juga kepada anak-anak saya Fatih Fauzan Saleh Siregar, M. Jemkhairil Saleh Siregar, dan Lutfi Yafi Saleh Siregar. Mudah-mudahan Tesis ini nantinya menjadi motivasi bagi mereka untuk sekolah yang lebih tinggi lagi.

8. Abang H. M. Kahfi Siregar, S.Sos, Kakanda Hj. Syulhenni Sari Siregar, S.Sos, M.AP, Adinda Juli Damayanti Siregar, SPd, Asrul Hanapi Siregar, SH, dan Rusman Hidayat Siregar, S.Sos yang juga berperan dalam membantu perjuangan penulis dalam menyelesaikan studi ini.

9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa MSP angkatan XIII dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang sedikit banyaknya sudah ikut membantu dalam penyelesaian Tesis ini.

Penulis sangat menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, dan semua itu karena keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu penulis tetap mengharapkan saran dan kritik membangun demi kesempurnaan Tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, Juni 2010


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Pribadi

Nama : Arifin Saleh, S.Sos

Nomor Induk Mahasiswa : 087024043

Tempat/Tanggal Lahir : Padangsidimpuan/30 Januari 1974

Alamat : Perumahan Alam Patumbak Permai

Blok H No. 9 Patumbak, Deliserdang Alamat Email : arifinsiregar@yahoo.com

Status Perkawinan : Kawin

Nama Istri : Leny Rangkuty, S.Sos

Nama anak : 1. Fatih Fauzan Saleh Siregar 2. M.Jemkhairil Saleh Siregar 3. Lutfi Yafi Saleh Siregar Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1980 – 1986 (tamat) SD Negeri 142436 Padangsidimpuan 2. Tahun 1986 – 1989 (tamat) SMP Negeri 4 Padangsidimpuan 3. Tahun 1989 – 1992 (tamat) SMA Negeri 1 Padangsidimpuan

4. Tahun 1993 – 1997 (tamat) Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU Medan

5. Tahun 2008 - Sekarang Mahasiswa Program Magister Studi Pembangunan, Pascasarjana USU

Riwayat Pekerjaan

1. Tahun 2000–2001 Wartawan Tabloid Politik OTONOM (Media Kerjasama Parliament Watch dengan USAID) 2. Tahun 2001 – 2008 Redaktur Harian Sumut Pos (Jawa Pos Grup) 3. Tahun 2005 – sekarang Dosen Kopertis Wilayah I Sumut/NAD dpk.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR BAGAN DAN GAMBAR xi

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.2. Perumusan Masalah 8

1.3. Tujuan Penelitian 9

1.4. Manfaat Penelitian 9

1.5. Kerangka Pemikiran 10

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep dan Hakikat CSR 12

2.1.1. Arti Penting CSR dan dan Ruang Lingkupnya 15 2.1.2. CSR dan Teori Triple Bottom Line 19 2.2. Konsep Pemberdayaan Masyarakat 22 2.2.1. Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Program dan Proses 25 2.2.2. Dimensi dan Indikator Pemberdayaan Masyarakat 27 2.2.3. Pemberdayaan Masyarakat oleh Dunia Usaha 31 2.2.4. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat 34

2. 3. Penerapan CSR di Indonesia 36

2.3.1. Peran CSR dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat 42 2.3.2. Model Pemberdayaan Melalui CSR 47 2.3.3. Program CSR dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat 51

BAB III : METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian 55

3.2. Defenisi Konsep 55

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 56

3.4. Informan Penelitian 56

3.5. Teknik Pengumpulan Data 57

3.6. Lokasi Penelitian 58

3.7. Analisi Data 58


(12)

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kecamatan Batangtoru 60 4.2. Gambaran Umum PT Agincourt Resources 69 4.3. Program PT Agincourt Resources Terkait CSR 71

4.4. Identitas Responden 72

4.4.1. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam

Upaya Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Sosial 75 4.4.2. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam

Upaya Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Ekonomi 92 4.4.3. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam

Upaya Pemeliharaan Bidang Lingkungan 104

BAB V : PENUTUP

5.1. Kesimpulan 114

5.2. Saran 116

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1 Beberapa Perusahaan yang Telah Melaksanakan CSR 40

Tabel 2 Topografi Desa/Kelurahan 61

Tabel 3 Luas, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Dirinci

Menurut Desa/Kelurahan 62

Tabel 4 Jumlah Penduduk Dirinci

Menurut Jenis Kelamin Dan Desa/Kelurahan 63 Tabel 5 Jumlah Penduduk, Rumah Tangga Dirinci

Menurut Desa/Kelurahan 64

Tabel 6 Luas Panen, Rata-rata Produktivitas dan Produksi Padi

dan Palawija menurut Jenis Tanaman 65

Tabel 7 Luas Panen, Rata-rata Produktivitas dan

Produksi Sayur-sayuran menurut Jenis Tanaman 66 Tabel 8 Luas Tanaman dan Produksi Perkebunan Rakyat

menurut Jenis Tanaman 67

Tabel 9 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin 73

Tabel 10 Distribusi Responden Menurut Agama 73

Tabel 11 Distribusi Responden Menurut Suku 73

Tabel 12 Distribusi Responden Menurut Pendidikan 74 Tabel 13 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan 74 Tabel 14 Pengetahuan Tentang Program-program Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan atau CSR Dalam Bidang Sosial 76 Tabel 15 Bantuan dalam Kegiatan atau Sarana Bidang Keagamaan 77 Tabel 16 Bantuan dalam Kegiatan atau Sarana Bidang Kesehatan 77


(14)

Tabel 17 Bantuan dalam Kegiatan atau Sarana Bidang Olahraga 77 Tabel 18 Bantuan-bantuan yang Diberikan Sudah Memadai atau Tidak 78 Tabel 19 Bantuan-bantuan yang Diberikan Bermanfaat atau Tidak 79 Tabel 20 Program CSR dalam Upaya Membangun Hubungan/Komunikasi

Antarmasyarakat atau Masyarakat dengan Perusahaan 79 Tabel 21 Bantuan Bisa Menciptakan atau Meningkatkan Kehidupan Sosial

dan Keimanan Masyarakat yang Lebih Baik 80 Tabel 22 Program dan Bantuan Bisa Membuat Kondisi Kesehatan

dan Pendidikan Masyarakat Lebih Baik 80

Tabel 23 Program dan Bantuan Berjalan dengan Baik dan Sesuai Harapan 80 Tabel 24 Masih Ada atau Tidak Kegiatan atau Bidang Sosial Lainnya

yang Harus Mendapat Bantuan dari Program CSR 81 Tabel 25 Pengetahuan Tentang Program-program Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan atau CSR Dalam Bidang Ekonomi 92 Tabel 26 Program Berupa Penciptaan Lapangan Kerja Baru

Bagi Masyarakat 93

Tabel 27 Program Ekonomi dalam Upaya Peningkatan

Ekonomi Masyarakat 94

Tabel 28 Pelatihan-pelatihan untuk Menambah Keterampilan Masyarakat 94 Tabel 29 Pelatihan-pelatihan Bisa Menciptakan Lapangan Kerja yang Baru 95 Tabel 30 Bantuan Permodalan untuk Usaha-usaha Ekonomi

yang Dilakukan Masyarakat 95

Tabel 31 Program, Pelatihan, dan Bantuan Bermanfaat bagi Masyarakat 96 Tabel 32 Program, Pelatihan, dan Bantuan Bisa Meningkatkan Kehidupan

di Bidang Ekonomi yang Lebih Baik 96

Tabel 33 Pendapatan Masyarakat Meningkat 97

Tabel 34 Masyarakat Memiliki Tabungan Baik di Bank


(15)

Tabel 35 Masyarakat Memiliki Tambahan Aset/Kekayaan

Berupa Barang/Benda Setelah ada Program Bidang Ekonomi 98 Tabel 36 Pengetahuan Tentang Program-program Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan atau CSR Dalam Bidang Lingkungan 105

Tabel 37 Perusahaan Terus Melakukan Upaya Pemeliharaan

Lingkungan Alam

106

Tabel 38 Masyarakat Dilatih Menjaga Hutan dan Kelestarian Lingkungan Alam

106

Tabel 39 Program Lingkungan Lewat CSR Perusahaan Membuat Lingkungan Alam akan Tetap Terpelihara 107

Tabel 40 Program Lingkungan Sudah Memadai dalam Menjaga

Lingkungan Alam


(16)

ABSTRAK

Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) mewajibkan perusahaan untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para

stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari keuntungan. Stakeholder yang

dimaksud di antaranya adalah para karyawan (buruh), kostumer, masyarakat, komunitas lokal, pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). PT Agincourt Resources (PTAR), perusahaan pertambangan emas yang beroperasi di Batangtoru, Tapanuli Selatan sudah lama menerapkan CSR-nya. Dana CSR tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan, seperti sosialisasi kegiatan explorasi pertambangan, memberikan bantuan kepada masyarakat dalam berbagai aspek misalnya bantuan sosial, kesehatan, peralatan kedokteran untuk Puskesmas Batangtoru, bantuan pendidikan, dan bantuan infrastruktur.

Melihat pentingnya peran CSR itu dalam upaya pemberdayaan masyarakat, maka menarik untuk meneliti bagaimana sebenarnya peran CSR dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar perusahaan pertambangan emas. Rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimana peran tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan emas Agincourt Resources dalam upaya pemberdayaan masyarakat (bidang sosial, ekonomi, lingkungan) di Batangtoru, Tapsel?

Metode yang dipergunakan dalam penelitian adalah metode diskriptif dengan pendekatan gabungan kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran tanggung jawab sosial perusahaan PT Agincourt Resources (PTAR) dalam upaya pemberdayaan masyarakat Batangtoru di bidang sosial, bidang ekonomi, dan bidang lingkungan memang sudah berjalan, misalnya dalam hal bantuan kegiatan dan sarana di bidang keagamaan, olahraga, kesehatan, pendidikan, dan sosialisasi/komunikasi, pelatihan-pelatihan, dan bantuan modal. Hanya saja bantuan itu dinilai belum memadai sehingga masyarakat juga masih ragu-ragu apakah bantuan tersebut bermanfaat kepada pemberdayaan mereka. Peran tanggung jawab sosial perusahaan dalam hal ini belum menyentuh kebutuhan langsung dari masyarakat dan masih layak dipertanyakan serta belum bisa meningkatan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

Kata Kunci: Peran, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, dan Pemberdayaan Masyarakat


(17)

ABSTRACT

Corporate social responsibility (CSR) requires companies to meet and consider the interests of stakeholders in its operations for profit. Stakeholder in question of who are employees (workers), customers, communities, local communities, governments and nongovernmental organizations (NGOs). PT Agincourt Resources (PTAR), a gold mining company with operations in Batangtoru, South Tapanuli has been implementing CSR. CSR funds are used for various activities, such as the socialization of mining exploration activities; provide assistance to communities in various aspects such as social assistance, health, medical equipment for PHC Batangtoru, education assistance, and infrastructure assistance.

Seeing the importance of CSR's role in community empowerment, it is interesting to examine how the actual role of CSR in an effort to empower communities around the gold mining company. Formulation of the problem in research is how the role of corporate social responsibility Agincourt Resources in the gold mining community empowerment (social, economic, environmental) in Batangtoru, South Tapanuli?

The method used in this research is descriptive method with a combination of quantitative and qualitative approaches.

This study has shown that the role of corporate social responsibility PT Agincourt Resources (PTAR) Batangtoru community empowerment efforts in the social, economic, and environmental fields is already under way, for example in terms of activities and means of assistance in the field of religion, sports, health, education, and socialization/communication, training, and provision of capital. It's just that it was not considered adequate assistance so that people are still in doubt whether the aid is beneficial to their empowerment. The role of corporate social responsibility in this regard has not been touched directly the needs of society and is still questionable and has not been able to improve the socio-economic life of society.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Seiring meningkatnya kesadaran dan munculnya berbagai tuntutan terhadap perusahaan yang mengelola sumber daya alam dan lingkungan, maka konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang. Belakangan CSR pun menjadi kewajiban perusahaan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga lingkungan sosial dan lingkungan alam.

Secara sederhana, Jhonatan Sofian menyebutkan CSR sebagai suatu konsep yang mewajibkan perusahaan untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para

stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari keuntungan. Stakeholder yang

dimaksud di antaranya adalah para karyawan (buruh), kostumer, masyarakat, komunitas lokal, pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM)

Pemerintah Republik Indonesia juga sudah mewajibkan setiap perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam dan lingkungan untuk melaksanakan CSR. Hal ini jelas diatur dalam UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat 1 menyebutkan: “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.” Pasal 2 mempertegas bahwa: “Tanggung jawab sosial


(19)

dan lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.”

Tanggung jawab perusahaan memberikan konsep yang berbeda dimana perusahaan tersebut secara sukarela menyumbangkan sesuatu demi masyarakat yang lebih baik dan lingkungan hidup yang lebih bersih. Tanggung jawab sosial dari perusahaan didasarkan pada semua hubungan, tidak hanya dengan masyarakat tetapi juga dengan pelanggan, pegawai, komunitas, pemilik, pemerintah, supplier bahkan juga kompetitor.

Menurut Bank Dunia, tanggung jawab sosial perusahaan terdiri dari beberapa komponen utama: perlindungan lingkungan, jaminan kerja, hak azasi manusia, interaksi dan keteribatan perusahaan dengan masyarakat, standar usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan kesehatan, kepemimpinan dan pendidikan, bantuan bencana kemanusiaan (Harry Wahyudhy Utama, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan,

Meski CSR sudah jadi tuntutan masyarakat dan belakangan diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun amat disesalkan dari hasil survey yang dilakukan oleh Suprapto dan Siti Adi Prongadi Adiwoso (2006) pada tahun 2005 terhadap 375 perusahaan di Jakarta menunjukkan bahwa 166 atau 44,27% perusahaan menyatakan tidak melakukan kegiatan CSR dan 209 atau 55,75% perusahaan melakukan kegiatan CSR. Sedangkan bentuk CSR yang dijalankan meliputi; kegiatan kekeluargaan (116 perusahaan), sumbangan pada lembaga agama (50 perusahaan), sumbangan pada yayasan sosial (39) perusahaan), pengembangan komunitas (4


(20)

perusahaan). Survei ini juga mengemukakan bahwa CSR yang dilakukan oleh perusahaan amat tergantung pada keinginan dari pihak manajemen perusahaan sendiri.

Hasil Program Penilaian Peringkat Perusahaan (PROPER) 2004-2005 Kementerian Negara Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa dari 466 perusahaan dipantau ada 72 perusahaan mendapat rapor hitam, 150 merah, 221 biru, 23 hijau, dan tidak ada yang berperingkat emas. Dengan begitu banyaknya perusahaan yang mendapat rapor hitam dan merah, menunjukkan bahwa mereka tidak menerapkan tanggung jawab lingkungan. Di samping itu dalam prakteknya tidak semua perusahaan menerapkan CSR. Bagi kebanyakan perusahaan, CSR dianggap sebagai parasit yang dapat membebani biaya atau “capital maintenance”. Kalaupun ada yang melakukan CSR, itu pun dilakukan untuk adu gengsi. Jarang ada CSR yang memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat (Dr Sukarmi MH, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Corporate Social Responsibility dan Iklim Penanaman

Namun demikian, tidak dapat pula dipungkiri bahwa perkembangan pelaksanaan CSR akhir-akhir ini juga mengalami kecenderungan positif, khususnya dalam upaya pemberdayaan masyarakat atau community development (CD). Telah terjadi pergeseran dalam pendekatan korporasi dalam melaksanakan CSR. Semula CSR dilaksanakan dalam kerangka pendekatan tradisional, di mana implementasi CSR dianggap sebagai beban belaka, kini telah timbul kesadaran pelaksanaan CSR merupakan bagian yang menyatu dalam strategi bisnis suatu korporasi, di mana implementasi CSR justru mendukung tujuan-tujuan bisnis inti.


(21)

Pola community development (CD) merupakan bentuk CSR yang saat ini banyak dipraktikkan oleh perusahaan (korporasi) besar (baca; buku Jackie Ambadar 2008, CSR dalam Praktik di Indonesia dan lihat Tabel 1).

Masalahnya, menurut Badaruddin (2008) apakah makna yang terkandung dalam CD sudah diimplementasikan secara baik dan benar. Dalam implemenetasi CD inilah potensi modal sosial (social capital) dapat dimanfaatkan dan didayagunakan agar makna yang terkandung dalam CD benar-benar dapat terlaksana.

Badaruddin (2008) melanjutkan pendekatan CSR hendaknya dilakukan secara holistic, artinya, pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan tidak dalam kegiatan bisnis semata, melainkan juga bergerak dari yang sifatnya derma (charity) menuju ke arah CSR yang lebih menekankan pada keberlanjutan pengembangan masyarakat (community development). Intinya, bagaimana dengan CSR tersebut masyarakat menjadi berdaya baik secara ekonomi, sosial, dan budaya secara berkelanjutan (sustainability) sehingga perusahaan juga dapat terus berkembang secara berkelanjutan.

Dalam konteks ini, CSR lebih dimaknai sebagai investasi jangka panjang bagi perusahaan yang melakukannya. Perusahaan yang mengedepankan konsep

community development lebih menekankan pembangunan sosial dan pembangunan

kapasitas masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Selain dapat menciptakan peluang-peluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan, cara ini juga dapat membangun citra sebagai perusahaan yang ramah dan peduli lingkungan. Selain itu, akan tumbuh trust (rasa percaya) dari


(22)

masyarakat. Sense of belonging (rasa memiliki) perlahan-lahan muncul dari masyarakat sehingga masyarakat merasakan bahwa kehadiran perusahaan di daerah mereka akan berguna dan bermanfaat.

PT. Newmont sebagai contohnya, terus berupaya untuk mengembalikan citra positif mereka akibat dugaan pencemaran di Teluk Buyat. Perusahaan milik asing yang bergerak di sektor pertambangan emas di Minahasa itu berkomitmen melanjutkan kegiatan reklamasi, pemantauan dan pengelolaan lingkungan terutama pengujian toksisitas terhadap larutan talling agar tidak melewati ambang batas dan tidak mencemari biota laut. (Harry Wahyudhy Utama, Tanggung Jawab Sosial

Dalam konteks Sumatera Utara, terdapat cukup banyak perusahaan besar negara seperti PTPN yang bergerak di sektor perkebunan, dan perusahaan swasta nasional dan asing yang juga bergerak di sektor perkebunan serta perusahaan-perusahaan lainnya di berbagai sektor (pertambangan, industri, jasa, dan lain sebagainya). Seandainya perusahaan-perusahaan tersebut mau melaksanakan CSR dengan pendekatan yang holistic, niscaya akan berkontribusi signifikan bagi reduksi kemiskinan di Sumatera Utara.

Perusahaan pertambangan emas yang beroperasi di Batangtoru, Tapanuli Selatan, misalnya, sudah lama menerapkan CSR-nya. Pertambangan emas tersebut memiliki sejarah dimana awalnya kepemilikannya dipegang oleh PT Danau Toba Mining dengan Perjanjian Kontrak Karya Generasi VI pada tanggal 28 April 1997 berdasarkan Surat Persetujuan Presiden RI No. B-143/Prs/3/1997 tanggal 17 Maret 1997.


(23)

Kemudian PT Newmont Horas Nauli (PT NHN) menggantikan PT Danau Toba Mining berdasarkan SK Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia No. C-1699 HT.01.04-TH.002, 7 Maret 2001. Selanjutnya PT Agincourt Resources (PT AR) menggantikan PT NHN berdasarkan SK Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia No. W 7-01496 HT.2006 tanggal 10 Oktober 2006

Semasa dikelola PT Newmont Horas Nauli atau sejak tahun 2003, perusahaan itu sudah melakukan kegiatan CSR. Menurut Suria Atmadja, selaku Community Relations Manager PT AR, keberadaan perusahaan mereka harus bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya, terlepas apakah perusahaan masih melakukan ekplorasi yang belum tentu berhasil mendapat cadangan emas.

Tahun 2003, dana untuk kegiatan CSR yang dianggarkan sebesar 30.000 US dollar. Tahun 2004-2005 sebesar 153.000 US dollar, tahun 2006 sebesar 70.000 US dollar, tahun 2007 sebesar 152.000 U dollar, dan tahun 2008 sebesar 200.000 US dollar.

Dana tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan seperti sosialisasi kegiatan explorasi pertambangan, memberikan bantuan kepada masyarakat dalam berbagai aspek misalnya bantuan kesehatan, peralatan kedokteran untuk Puskesmas Batangtoru, bantuan pendidikan, bantuan infrastruktur, donasi bagi korban tsunami di Nias dan daerah lainnya

Hanya saja, CSR yang dilakukan selama ini kesannya masih bersifat corporate giving atau bermotif amal atau charity dan corporate philanthropy yang bermotif kemanusiaan. Padahal menurut Edi Suharto (2008), CSR itu juga harus memenuhi sifat corporate community relations atau membangun hubungan


(24)

masyarakat dengan perusahaan dan community development yang lebih bernuansa pemberdayaan masyarakat.

Selain pemberian bantuan, PT AR juga melakukan upaya-upaya pengembangan ekonomi lokal bagi masyarakat sekitar. Tahun 2004-2005, perusahaan itu melakukan pengembangan bisnis lokal dengan langkah pembelanjaan lokal sebesar Rp.675.000.000, dengan perincian di Batangtoru Rp.437.000.000, Padangsidimpuan Rp.212.000.000, dan Sibolga Rp.26.000.000.

Tahun 2006-2007, pembelanjaan lokal juga dilakukan sebesar Rp.4.754.500.000, dengan perincian di Batangtoru Rp.3.400.000.000, Padangsidimpuan Rp.870.000.000, Siais Rp.405.000.000, dan Sibolga Rp.79.500.000.

Tahun 2008, dilanjutkan dengan pembelanjaan sebesar Rp.5.263.500.000 dengan perincian di Batangtoru Rp.3.700.000.000, Padangsidimpuan Rp.1.005.000.000, Siais Rp.526.000.000, dan Sibolga Rp.32.500.000.

Hanya saja, pembelanjaan lokal yang dilakukan perusahaan itu terkesan belum sesuai dengan konsep CSR sebagai upaya pengembangan ekonomi lokal. Sebab, kalau pembelanjaan lokal, masyarakat sekitar belum tentu berdaya. Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikatakan Mas Achmad Daniri yang menyebutkan, salah satu bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan adalah menciptakan peluang-peluang sosial-ekonomi masyarakat dan menyerap tenaga kerja.

Menurut Jackie Ambadar (2008) CSR juga harus bisa mendekatkan masyarakat untuk memperoleh akses informasi, akses pengetahuan dan keterampilan,


(25)

akses untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial, dan akses ke sumber-sumber keuangan untuk pengembangan kegiatan sosial ekonominya.

Melihat pentingnya peran CSR itu dalam upaya pemberdayaan masyarakat, maka menarik untuk meneliti bagaimana sebenarnya peran CSR dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar perusahaan pertambangan emas. Ini juga sekaligus untuk menjajaki program CSR apa sebenarnya yang cocok dalam pemberdayaan masyarakat di sekitar perusahaan pertambangan emas Batangtoru.

Penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengisi keterbatasan literatur dan karya ilmiah tentang perlunya peran CSR dalam upaya pemberdayaan masyarakat, mengingat di Sumatera Utara ini terdapat beberapa perusahaan pertambangan yang dalam waktu dekat akan beroperasi. Penelitian ini diberi judul: “Peran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pertambangan Emas Agincourt Resources dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Batangtoru.”

1.2. Perumusan Masalah

PT AR, perusahaan pertambangan emas di Batangtoru, Tapsel sudah dan akan melakukan CSR dalam berbagai kegiatan, seperti memberikan bantuan kepada masyarakat dalam berbagai aspek misalnya bantuan pendidikan, bantuan kesehatan, bantuan infrastruktur, pengembangan ekonomi lokal, serta pelatihan-pelatihan bagi masyarakat sekitar. Hanya saja, perlu diteliti bagaimana sebenarnya penerapan CSR itu dan juga perannya dalam upaya pemberdayaan masyarakat termasuk program-program CSR apa saja yang pas dan cocok untuk pemberdayaan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan emas Batangtoru.


(26)

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana peran tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan emas Agincourt Resources dalam upaya pemberdayaan masyarakat (bidang sosial, ekonomi, lingkungan) di Batangtoru, Tapsel?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui peran tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan emas Agincourt Resources dalam upaya pemberdayaan masyarakat di bidang sosial, ekonomi, lingkungan di Kecamatan Batangtoru, Tapsel.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk berbagai pihak, di antaranya: - Secara teoritis dan akademis, penelitian ini diharapkan memberi kontribusi

keilmuan tentang peran program CSR perusahaan pertambangan emas terhadap upaya pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan.

- Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberi masukan, saran, dan rekomendasi kepada perusahaan, pemerintah, dan kelompok kepentingan lainnya tentang bagaimana menerapkan program CSR perusahaan pertambangan emas dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar lokasi perusahaan.


(27)

- Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi stake holders, khususnya masyarakat untuk memilih dan mengajukan program CSR yang cocok untuk mereka.

1.5. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini berangkat dari pemikiran bahwa CSR itu terbagi ke dalam tiga bidang, di mana masing-masing bidang memiliki sub bidang. Masing-masing bidang itu bertujuan dalam rangka mengupayakan pemberdayaan masyarakat. Jika permberdayaan masyarakat berhasil diharapkan kehidupan masyarakat dalam hal bidang sosial, ekonomi, dan lingkungannya ikut berkembang.

Untuk lebih ringkasnya, kerangka pemikiran dari penelitian ini bisa dilihat dari skema di bawah ini:


(28)

CSR (Corporate Social Responsibility) Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Bidang Sosial a. Kesehatan b. Agama c. Olahraga d. Bantuan Sosial

Bidang Ekonomi

a. Pembangunan ekonomi lokal

b.Penciptaan lapangan kerja

Bidang Lingkungan - Pemeliharaan lingkungan

Pemberdayaan Masyarakat

Berdaya Secara Sosial di bidang a. Kesehatan b. Agama c. Olahraga

Berdaya Secara Ekonomi dengan adanya:

a. Pembangunan ekonomi lokal (ditandai dengan peningkatan tabungan, pendapatan, dan asset kekayaan)

b. Penciptaan lapangan kerja

Lingkungan Terjaga -Pemeliharaan lingkungan


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep dan Hakikat CSR

Ada banyak definisi yang diberikan untuk konsep CSR. Dari kata-kata

corporate, social, dan responsibility yang terkandung dalam istilah ini, maka

CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab yang dimiliki oleh suatu perusahaan terhadap masyarakat di mana perusahaan tersebut berdiri atau menjalankan usahanya (http://www6.miami.edu/ethics/pdf_files/csr_guide.pdf, diakses 22 Jun. 2009).

Mas Achmad Daniri selaku Chairman of Mirror Committee on Social

Responsibility Indonesia menyebutkan CSR merupakan basis teori tentang perlunya

sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat setempat. Secara teoretis, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategic-stakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah kerja dan operasinya.

Edi Suharto (2008) mengartikan CSR operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate philanthropy, corporate

community relations, dan community development.

Suharto melanjutkan, ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa dimaknai sebagai dimensi atau pendekatan CSR. Corporate giving bermotif amal atau


(30)

charity, corporate philanthropy bermotif kemanusiaan dan corporate community relations bernapaskan tebar pesona, community development lebih bernuansa

pemberdayaan.

Kamus online Wikipedia mendefinisikan CSR sebagai suatu konsep bahwa suatu organisasi (khususnya, tapi tidak terbatas pada perusahaan) memiliki kewajiban untuk memperhatikan kepentingan pelanggan, karyawan, pemegang saham, komunitas dan pertimbangan-pertimbangan ekologis dalam segala aspek dari usahanya.

argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang

Selanjutnya, Bank Dunia menyebutkan “CSR is the commitmen of bussiness

to contribute to sustainable economic development working with employees and their repersentatives, the local community and society for bussines and good for development.” Dalam hal ini CSR itu berarti komitmen bisnis untuk berperilaku

etis dan berperan serta dalam pembangunan berkelanjutan dengan bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan guna memperbaiki kehidupan mereka dengan cara yang bermanfaat bagi bisnis, agenda pembangunan berkelanjutan, serta masyarakat umum.


(31)

Definisi yang juga diterima luas oleh para praktisi dan aktivis CSR adalah definisi menurut The World Business Council for Sustainable Development yaitu bahwa CSR merupakan suatu komitmen terus-menerus dari pelaku bisnis untuk berlaku etis dan untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi sambil meningkatkan kualitas hidup para pekerja dan keluarganya, juga bagi komunitas lokal dan masyarakat pada umumnya.

Dengan demikian konsep CSR memiliki arti bahwa selain memiliki tanggung jawab untuk mendatangkan keuntungan bagi para pemegang saham dan untuk menjalankan bisnisnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku, suatu perusahaan juga memiliki tanggung jawab moral, etika, dan filantropik. Pandangan tradisional mengenai perusahaan melihat bahwa tanggung jawab utama (jika bukan satu-satunya) perusahaan adalah semata-mata terhadap pemiliknya, atau para pemegang saham (Asongu,J.J.

Hakikat yang lebih luas yaitu bahwa perusahaan juga memiliki tanggung jawab terhadap pihak-pihak lain seperti karyawan, supplier, konsumen, komunitas setempat, masyarakat secara luas, pemerintah, dan kelompok-kelompok lainnya.

Rumusan atau definisi atau pengertian yang diberikan di atas menunjukkan kepada masyarakat bahwa setidaknya ada tiga hal pokok yang membentuk pemahaman atau konsep mengenai corporate social responshibility. Ketiga hal tersebut menurut Gunawan Widjaya & Yeremia Ardi Pratama (2008) adalah :

1. Bahwa sebagai suatu artificial person, perusahaan atau korporasi tidaklah berdiri sendiri dan terisolasi, perusahaan atau perseroan tidak dapat menyatakan bahwa mereka tidak memiliki tanggungjawab terhadap keadaan ekonomi, lingkungan maupun sosialnya;


(32)

2. Keberadaan (eksistensi) dan keberlangsungan (sustainability) perusahaan atau korporasi sangatlah ditentukan oleh seluruh stakeholder-nya dan bukan hanya shareholders-nya. Para stakeholders ini, terdiri dari shareholders, konsumen, pemasok, klien, customer, karyawan dan keluarganya, masyarakat sekitar dan mereka yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan (the local cimmunity and society at large);

3. Melaksanakan CSR berati juga melaksanakan tugas dan kegiatan sehari-hari perusahaan atau korporasi, sebagai wadah untuk memperoleh keuntungan melalui usaha yang dijalankan dan atau dikelola olehnya. Jadi ini berarti CSR adalah bagian terintegrasi dari kegiatan usaha (bussiness), sehingga CSR berarti juga menjalankan perusahaan atau korporasi untuk memperoleh keuntungan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa CSR, pada awalnya bukanlah suatu bentuk tanggung jawab yang mempunyai akibat hukum yang memaksa. Jadi lebih merupakan moral obligation perusahaan terhadap:

1. Keadaan ekonomi, 2. Keadaan sosial dan

3. Keadaan lingkungan perusahaan yang terkait dengan kegiatan usaha atau jalannya perusahaan secara berkesinambungan. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk atau wujud pelaksanaan CSR tidak selalu harus sama antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya.

2.1.1. Arti Penting CSR dan dan Ruang Lingkupnya

CSR merupakan komitmen yang berkesinambungan dari kalangan bisnis, untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi perkembangan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya. Ada enam kecenderungan


(33)

utama, yang semakin menegaskan arti penting CSR, yaitu meningkatnya kesenjangan antara kaya dan miskin; posisi negara yang semakin berjarak pada rakyatnya; makin mengemukanya arti kesinambungan; makin gencarnya sorotan kritis dan resistensi dari publik, bahkan yang bersifat anti-perusahaan; tren ke arah transparansi; dan harapan-harapan bagi terwujudnya kehidupan yang lebih baik dan manusiawi pada era milenium baru.

Artinya, CSR sangat dibutuhkan masyarakat di sekitar lokasi perusahaan. Sebab, selain akan terjadi berbagai perubahan sosial, kekayaan sumber daya alam yang selama ini sangat bermanfaat bagi masyarakat juga akan terganggu. Menurut Fransisca SSE Seda (2004) di sinilah letak paradoks dari proses perubahan sosial kekayaan akan sumber daya alam dapat menjadi “pedang bermata dua” bagi suatu negara yang sedang berkembang. Ia dapat menguntungkan tetapi pada saat yang sama dapat pula menjadi kerugian. Ia dapat menjadi rahmat atau kutukan.

Jika kekayaan sumber daya alam itu tidak dikelola dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat maka, penolakan terhadap kehadiran perusahaan akan terus terjadi. Jadi CSR itu memang harus terus diupayakan. Apalagi, menurut Zamroni (2001), pembangunan dalam era abad XXI dewasa ini memiliki 3 (tiga) ciri utama, yakni revolusi informasi (komputer dan sarana telekomunikasi), pasar global yang sangat kompetitif dan, kerusakan lingkungan yang sangat parah.

Dalam memasuki ekonomi global perlu mengkaji secara cermat atas aspek-aspek yang penting dalam kehidupan masyarakat seperti manajemen pembangunan, demokrasi dan pendidikan. Ketepatan dalam menentukan pilihan akan sangat menentukan kehidupan bangsa di masa mendatang. Oleh karena kajian-kajian yang


(34)

jernih, obyektif dan dengan pertimbangan nasib warga secara keseluruhan sangat diperlukan.

David C Korten dalam bukunya Pembangunan yang Memihak Rakyat,

Kupasan tentang Teori dan Metode Pembangunan mengatakan kekuatan rakyat untuk

memegang kekuasaan atas hidup dan lembaga-lembaga mereka pada akhirnya tergantung pada keyakinan bahwa mereka mempunyai hak sekaligus kesempatan. Dengan tumbuhnya kesadaran akan kenyataan ini, usaha-usaha pembangunan daerah pedesaan di dunia ketiga memberi prioritas yang semakin besar kepada program-program yang menekankan penguasaan sumber daya lokal oleh masyarakat setempat. Dalam rangka melakukan CSR, pemerintah juga harus tetap memperhatikan kelompok pembaharu, usaha kecil menengah dan sektor pendidikan. Sebab, menurut Boediono (2009) selain menciptakan iklim usaha dan iklim kompetisi yang sehat, pemerintah dapat memacu terbentuknya kelompok pembaharuan dengan mendorong perkembangan kelompok wirausaha yang tangguh melalui program-program khusus untuk menghilangkan kendala-kendala yang dihadapi usaha kecil dan menengah untuk mengakses pembiayaan, teknologi, layanan infrastruktur dan pasar. Pengusaha kecil dan menengah adalah embrio kelas menengah yang tangguh karena itu pengembangan UKM merupakan elemen penting dalam upaya pengembangan demokrasi. Langkah penting lain untuk membentuk kelompok pembaharuan yang handal adalah melalui pendidikan.

Pemerintah sebenarnya dapat melakukan banyak aktivitas nonregulatori yang mendorong CSR seperti koordinasi kebijakan mengenai CSR antardepartemen, meningkatkan profil CSR sehingga makin banyak perusahaan tertarik, membiayai


(35)

penelitian-penelitian tentang CSR, mempromosikan CSR pada UKM, serta menciptakan insentif untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki kinerja CSR yang baik selain memberi disinsentif bagi mereka yang berkinerja buruk. Terakhir, pemerintah dapat mendemonstrasikan praktik-praktik terbaik CSR, sebagai sarana perusahaan-perusahaan untuk belajar bagaimana kinerja terbaik itu bisa dicapai.

Pada bulan September 2004, ISO (International Organization for

Standardization) sebagai induk organisasi standarisasi internasional, berinisiatif

mengundang berbagai pihak untuk membentuk tim (working group) yang membidani lahirnya panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility.

Jika merujuk pemahaman yang digunakan oleh para ahli yang menggodok ISO 26000 Guidance Standard on Social Responsibility yang secara konsisten mengembangkan tanggung jawab sosial, maka masalah SR akan mencakup 7 isu pokok yaitu:

1. Pengembangan Masyarakat 2. Konsumen

3. Praktek Kegiatan Institusi yang Sehat 4. Lingkungan

5. Ketenagakerjaan 6. Hak asasi manusia

7. Organizational Governance (governance organisasi)

ISO 26000 menjadi kunci penting untuk mendorong CSR yang substansial dan komprehensif. Karenanya, perusahaan tidak boleh berkesimpulan bahwa hanya karena berderma bermiliar-miliar dari keuntungannya, sebuah perusahaan disebut telah bertanggung jawab sosial. Bagaimana keuntungan itu dibuat -apakah dengan dampak negatif minimum dan dampak positif maksimum- lebih menentukan


(36)

tanggung jawabnya (Taufik Rahman dan Jalal, CSR di Tahun 2008: Tak Ada Kecenderungan Menyurut, Jakarta , 8 April 2008, Lingkar Studi CSR. www.csrindonesia.com).

Bill Gates (2008), pendiri Microsoft menyebutkan CSR itu adalah sebuah bentuk baru kapitalisme yang memberikan perhatian lebih kepada kelompok-kelompok miskin yang selama ini terpinggirkan oleh dahsyatnya deru kapitalisme. Dalam pandangan Gates, perlu dirancang suatu sistem (termasuk pengelolaan laba perusahaan) dan menentukan cara-cara baru untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan kualitas hidup kelompok-kelompok miskin. Terutama, di bidang-bidang yang betul-betul kasat mata seperti ekonomi, kesehatan dan pendidikan.

2.1.2. CSR dan Teori Triple Bottom Line

Skema pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi, yang menjadikan sektor pertanian (pedesaan) menjadi penopang industrialisasi ternyata tidak bisa diharapkan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada satu sisi masyarakat desa harus menerima kenyataan dimana laju perkembangan industri berlangsung melalui pengorbanan sektor pertanian dan di sisi lain sumber-sumber agraria telah mengalami pengurasan besar-besaran dan mengalami penurunan kapasitas untuk melakukan pemulihan.

Kehidupan rakyat pedesaan tidak menjadi baik bahkan sebaliknya, kemiskinan dan kesenjangan sosial serta keterbelakangan telah menjadi bagian dari hidup rakyat desa. Terhadap situasi yang demikian, banyak penduduk desa yang akhirnya pergi ke luar desa, mengadu nasib dan sekaligus menyediakan tenaga murah


(37)

bagi percepatan industrialisasi. Marjinalisasi desa dapat dilihat sebagai bagian dari skenario untuk menopang industri, yang berbasis tenaga kerja murah dan bahan baku yang berlimpah (serta murah).

Timur Mahardika (2001) menilai kehancuran lingkungan dan penurunan kapasitas sumber daya alam merupakan kenyataan dari proses pengurasan kekayaan alam untuk keperluan menggerakkan roda pembangunan. Hutan, tambang dan lain-lain telah dengan sangat luar biasa dikuras dan tidak dipikirkan peruntukkannya bagi generasi yang akan datang. Di berbagai daerah, terkesan kuat bahwa kekayaan alam telah dijual. Sementara massa rakyat harus memikul akibatnya berupa lingkungan yang rusak, sungai tercemar, hutan gundul dan kekayaan alam yang menipis.

Memahami CSR sebagai kebertanggungjawaban entitas laba atas dampak operasionalnya maka seharusnya praktik CSR juga melingkupi sektor industri lain. Bahkan di banyak negara, komitmen keseimbangan triple bottom line juga melingkupi industri keuangan, properti, apparel, media, komunikasi, teknologi, dan lainnya-termasuk juga dalam ranah perangkat pemerintahannya dan di kalangan masyarakat sipil (Muhammad Endro Sampurna, Lingkar Studi CSR,

Dalam hal ini, jika sebelumnya pijakan tanggung jawab perusahaan hanya terbatas pada sisi finansial saja (single bottom line), kini dikenal konsep triple bottom

line, yaitu bahwa tanggung jawab perusahaan berpijak pada 3P (profit, people,

planet) (Holy K. M. Kalangit, SH, Konsep Corporate Social Responsibility, Pengaturan dan Pelaksanaannya di Indonesia, 2 Februari 2009.


(38)

Dengan semakin berkembangnya konsep CSR ini, maka banyak teori yang muncul yang diungkapkan berbagai pihak mengenai CSR ini. Salah satu yang terkenal adalah teori Triple Bottom Line yang dikemukakan oleh John Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of

Twentieth Century Bussiness”. Elkington mengembangkan konsep triple bottom line

degan istilah economoic prosperity, environmental quality dan social justice.

Elkington memberi pandangan bahwa jika sebuah perusahaan ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka perusahaan tersebut harus memperhatikan “3P”. Selain mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).

Gunawan Widjaya & Yeremi Ardi Prtama (2008) menekankan dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggungjawab yang berpijak pada

single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi keuangan

saja, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya.

Uraian yang diberikan di atas menunjukkan bahwa keuntungan ekonomis tidak dapat dipisahkan dalam kerangka pelaksanaan CSR, oleh karena tujuan dari pelaksanaan CSR itu sendiri sustainability bagi perusahaan. Melaksanakan CSR bukan berarti mengurangi kesejahteraan stakeholders, oleh karena itu maka aspek ekonomis juga harus menjadi pertimbangan bagi perusahaan yang melaksanakan CSR.


(39)

2.2. Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Shardlow dalam Jackie Ambadar (2008) menyebutkan pemberdayaan masyarakat atau community development (CD) intinya adalah bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai keinginan mereka.

Pemberdayaan masyarakat juga diartikan sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial (http://www.pemberdayaan.com/pembangunan/pemberdayaan-masyarakat-dan-pembangunan-berkelanjutan.html, diakses 24 Juni 2009).

Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi, mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang.

Menurut Jackie Ambadar (2008), konsep pemberdayaan masyarakat dari dua hal, yaitu “pemberdayaan” dan “masyarakat”. Secara singkat, pemberdayaan atau pengembangan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi 3 (tiga) sektor utama, yaitu ekonomi, sosial (termasuk di dalamnya: bidang pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya), dan bidang lingkungan.

Sedangkan masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai


(40)

contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah pertokoan atau sebuah kampung di wilayah pedesaan. Kemudian masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan identifikasi kebutuhan tertentu seperti halnya pada kasus para orangtua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus (anak cacat fisik) atau bekas para pengguna pelayanan kesehatan mental.

Harry Hikmat (2001) menyebutkan pemberdayaan dalam wacana pembangunan selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial.

Isbandi Rukminto Adi (2008) menyatakan “pembangunan masyarakat“ (pembangunan = deve1opment; masyarakat = community) digunakan untuk memggambarkan pembangunan bangsa secara keseluruhan. Sementara itu, dalam arti yang sempit (mikro) istilah pengembangan masyarakat di Indonesia sering dipadankan dengan pembangunan masyarakat desa dengan mempertimbangkan desa dan kelurahan berada pada tingkatan yang setara sehingga pengembangan masyarakat (desa) kemudian menjadi dengan konsep “pengembangan masyarakat lokal” (locality

development).

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan


(41)

apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah (Edi Suharto; 2004).

Parson (dalam Edi Suharto; 2004) menyatakan pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah, untuk (a) memiliki akses terhadap sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (b) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

2.2.1. Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Program dan Proses

Dalam penggunaannya di Indonesia, menurut Soetomo (2006), konsep

community development juga diterjemahkan ke dalam beberapa istilah yang berbeda.

Sementara pihak menerjemahkan community development sebagai pembangunan masyarakat. Dilihat dan terjemahan unsur kata-katanya barangkali tidak salah, walaupun demikian dalam penggunaannya sebagai konsep yang bulat mungkin dapat mendatangkan dualisme pengertian.


(42)

Soetomo melanjutkan, dalam arti luas, pembangunan masyarakat berarti perubahan sosial berencana baik dalam bidang ekonomi, teknologi, sosial maupun politik. Pembangunan masyarakat dalam arti luas juga dapat berarti proses pembangunan yang lebih memberikan fokus perhatian pada aspek/manusia dan masyarakatnya. Dalam arti sempit, pembangunan masyarakat berarti perubahan sosial berencana pada suatu lokalitas tertentu.

Sementara itu menurut Isbandi Rukminto Adi (2008) upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dan sisi keberadaannya sebagai suatu program ataupun sebagai suatu proses. Pemberdayaan sebagai suatu program, di mana pemberdayaan dilihat dari tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai suatu tujuan, yang biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Misalnya, program pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan jangka waktu 1, 2, ataupun 5 tahun. Konsekuensi dari hal ini, bila program itu selesai, dianggap pemberdayaan sudah selesai dilakukan. Hal seperti mi banyak terjadi dengan sistem pembangunan berdasarkan proyek yang banyak dikembangkan oleh lembaga-lembaga pemerintah, di mana proyek yang satu dan yang lainnya kadangkala tidak berhubungan, bahkan tidak saling mengetahui apa yang sedang dikerjakan oleh bagian yang lain, meskipun itu dalam satu lembaga yang sama, sedangkan pada beberapa organisasi nonpemerintah kegiatannya juga tidak jarang terputus karena telah berakhirnya dukungan dana dan pihak donor.

Sementara itu, kelompok yang lain ada pula yang melihat pemberdayaan sebagai suatu proses. Sebagai suatu proses, pemberdayaan merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang hidup seseorang (on going process).


(43)

Edi Suharto (2004) menyebut berdasarkan definisi-definisi yang ada pemberdayaan juga dibedakan sebagai sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.

Sebagi tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

Hanya saja yang harus dipahami, menurut Jim Ife & Frank Tegoriero (2008), pengembangan masyarakat bukan sekadar mengumpulkan orang-orang. Pengembangan masyarakat melibatkan pemberdayaan masyarakat untuk saling bekerja, mengembangkan struktur yang berarti orang-orang menjadi lebih tergantung satu sama lain untuk mencapai segala sesuatu, dan mencari cara-cara yang memberi pengaruh kepada setiap orang dan dihargai oleh orang lain. Proses kelompok, inklusivitas, membangun kepercayaan, dan mengembangkan perasaan bersama untuk mencapai tujuan sangat penting dalam pengembangan masyarakat, dan oleh karena itu gagasan tentang masyarakat dapat dan seharusnya meluas ke semua proses pengembangan masyarakat.


(44)

2.2.2. Dimensi dan Indikator Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Jim Ife & Frank Tegoriero (2008), setidaknya ada enam dimensi pengembangan atau pemberdayaan masyarakat dan kesemuanya berinteraksi satu dengan lainnya dalam bentuk-bentuk yang kompleks. Keenam dimensi tersebut yaitu:

• Pengembangan sosial • Pengembangan ekonomi • Pengembangan politik • Pengembangan budaya • Pengembangan lingkungan

• Pengembangan personal/ spiritual

Beberapa dimensi lebih fundamental daripada lainnya; misalnya banyak orang (khususnya orang-orang pribumi) akan beranggapan bahwa pengembangan personal/spiritual merupakan landasan untuk semua pengembangan yang lain. Tetapi untuk tujuan penyusunan model pengembangan masyarakat dan model pemikiran tentang peran pekerja masyarakat, keenam dimensi di atas dipertimbangkan sebagai hal yang sangat penting.

Dalam situasi tertentu, tidak semua dimensi ini akan memiliki prioritas yang setara. Masyarakat mana pun akan mengembangkan keenam dimensi tersebut untuk level-level yang berbeda; misalnya, satu masyarakat mungkin memiliki basis ekonomi yang kuat, partisipasi politik yang sehat dan identitas budaya yang kuat, tapi sekaligus memiliki pelayanan kemanusiaan yang kurang baik, lingkungan fisik yang buruk, harga diri yang rendah dan tingkat pengasingan yang tinggi. Dalam masyarakat yang demikian, pengembangan lingkungan dan personal/spiritual akan menjadi prioritas tertinggi dalam program pengembangan masyarakat. Nämun begitu,


(45)

masyarakat lainnya akan mencerminkan gambaran yang berbeda dan memerlukan prioritas yang berbeda dalam proses pengembangan.

Poin penting yaitu bahwa keenam aspek pengembangan masyarakat tersebut sangat penting dan untuk memiliki masyarakat yang benar-benar sehat dan berfungsi perlu mencapai level pengembangan yang tinggi untuk keenam dimensi secara keseluruhan. Pekerja masyarakat manapun atau siapa pun yang terkait dengan program pengembangan masyarakat harus memperhatikan keenam dimensi itu dan tujuan tersebut harus memaksimalkan pengembangan pada seluruh dimensi itu.

Schuler, Hashemi dan Riley dalam (Edi Suharto;2004) mengembangkan beberapa indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks pemberdayaan :

• Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian

• Kemampuan membeli komoditas ‘kecil’: kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.


(46)

• Kemampuan membeli komoditas ‘besar’: kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

• Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputuan rumah tangga: mampu membuat keputusan secara sendiri mapun bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha.

• Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang melarang mempunyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah.

• Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.

• Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap ‘berdaya’ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah.


(47)

• Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya.

2.2.3. Pemberdayaan Masyarakat oleh Dunia Usaha

Belakangan ini dirasakan adanya dorongan di kalangan dunia usaha agar dalam melaksanakan berbagai aktivitas tidak semata-mata diorientasikan kepada upaya untuk memperoleh keuntungan ekonomi secara langsung, tetapi juga diorientasikan dalam rangka kepedulian sosial dan tanggung jawab sosial. Bahkan dalam batas-batas tertentu usaha yang berorientasi kepedulian dan tanggung jawab sosial tersebut dirasakan sebagai bagian dan implementasi nilai kemanusiaan dan keadilan sosial yang menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk dunia usaha. Pada umumnya implementasi kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia usaha tersebut diwujudkan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR).

Umumnya, ada sejumlah faktor yang mendorong dunia usaha melaksanakan aktivitas CSR sebagai bagian dari seluruh aktivitas perusahaannya. Menurut Soetomo (2006), sebagian melaksanakannya dengan alasan tidak dapat menghindar, karena kegiatan CSR oleh perusahaan yang bersangkutan merupakan amanat undang-undang. Pada umumnya regulasi mewajibkan usaha pertambangan besar yang mempunyai dampak yang cukup signifikan bagi lingkungan alam dan sosial di sekitarnya untuk melakukan aktivitas CSR ini. Walaupun demikian tidak jarang pula perusahaan yang baru tergerak untuk melakukan aktivitas yang berorientasi kepedulian sosial ini setelah mendapat tekanan dan berbagai elemen masyarakat.


(48)

Sementara itu, walaupun bagi dunia usaha tertentu regulasi tidak mewajibkannya, tetapi masih banyak faktor yang mendorong mereka untuk melakukan kegiatan CSR ini. Tidak jarang dijumpai adanya lembaga independen yang memberikan sertifikasi kepada dunia usaha yang telah melakukan berbagai aktivitas kepedulian sosial yang memenuhi kriteria yang ditentukan oleh lembaga tersebut.

Pemberian sertifikasi ini dianggap dapat menaikkan citra perusahaan sehingga memberikan stimulan bagi dunia usaha yang belum menempatkan program kepedulian sosial dalam agenda perusahaan untuk melaksanakannya atau lebih mengembangkan aktivitas kepedulian sosial bagi yang sudah melakukan sebelumnya. Di samping itu tidak jarang pula stimulasi itu tidak berasal dari luar melainkan dari dalam. Banyak dunia usaha yang memperhitungkan bahwa kegiatan CSR yang dilakukan dapat menjadi bagian dan alat promosi dan pemasaran, dengan demikian mereka justru memasukkan kegiatan CSR ini sebagai bagian integral dan keseluruhan aktivitas bisnisnya.

Berkaitan dengan semakin gencarnya gerakan yang dibangun oleh aktivis yang mengusung nilai kemanusiaan dan keadilan sosial, menyebabkan kedua nilai tersebut semakin memperoleh tempat dalam kehidupan masyarakat termasuk juga di kalangan dunia usaha. Oleh sebab itu, tidak jarang keinginan untuk mengimplementasikan nilai tersebut juga menjadi salah satu faktor yang mendorong dunia usaha melakukan aktivitas CSR, terlepas kegiatan itu memberikan dampak atau tidak secara ekonomis dan profit bagi perusahaan. Pada umumnya community development dianggap sebagai sarana yang tepat untuk melaksanakan aktivitas CSR


(49)

yang proporsional tersebut. Hal itu dapat dipahami dan beberapa pertimbangan. Pertama, sesuai dengan karakteristiknya melalui program community development dapat dikembangkan dan dimanfaatkan unsur modal sosial baik yang dimiliki dunia usaha maupun masyarakat. Dengan melaksanakan community development, dunia usaha dapat membangun citra sehingga selanjutnya dapat berdampak pada perluasan jaringan dan peningkatan trust.

Sementara itu bagi masyarakat, khususnya masyarakat lokal, melalui

community development dapat dikembangkan dan dimanfaatkan unsur solidaritas

sosial, kesadaran kolektif, mutual trust dan resiprocal dalam masyarakat untuk mendorong tindakan bersama guna meningkatkan kondisi kehidupan ekonomi, sosial dan kultural masyarakat.

Kedua, melalui community development dapat diharapkan adanya hubungan sinergis antara kekuatan dunia usaha melalui berbagai bentuk bantuannya dengan potensi yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh dunia usaha melalui CSR bukan semata-mata bantuan yang bersifat karitatif, melainkan bagian dan usaha untuk mengembangkan kapasitas masyarakat. Oleh sebab itu melalui pendekatan community development dapat diharapkan program CSR tersebut akan mendorong usaha pembangunan oleh masyarakat lokal secara berkesinambungan dan terlembagakan.

Ketiga, aktivitas bersama antara dunia usaha dengan masyarakat, terutama masyarakat lokal melalui community development dapat difungsikan sebagai sarana membangun jalinan komunikasi. Apabila media komunikasi sudah terlembagakan, berbagai persoalan dalam hubungan dunia usaha dengan masyarakat dapat


(50)

dibicarakan melalui proses dialog yang elegan dan dapat mengakomodasi kepenting- an semua pihak. Hal itu dimungkinkan karena melalui kegiatan bersama dalam menggarap program-program dengan pendekatan community development dapat dibangun saling pengertian dan empati di antara semua pihak yang terkait.

2.2.4. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat

Dari beberapa literatur, diperoleh bahwa tahapan pemberdayaan masyarakat yang cukup popular adalah:

1. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan dan potensinya.

2. Mengembangkan rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian 3. Menerapkan rencana tersebut

4. Secara terus-menerus memantau dan mengkaji proses dan hasil kegiatannya (Monitoring dan Evaluasi / M&E)

Dalam pengembangan masyarakat, muncul dan berkembang bermacam-macam model pendekatan yang dapat dimanfaatkan. Sering kali masyarakat mendapat bantuan fisik dari pihak luar. Namun sering kali juga bantuan tidak berlanjut dan setelah program selesai bantuan tersebut tidak bermanfaat bagi masyarakat. Untuk jangka pendek masalah dapat dipecahkan, tetapi untuk jangka panjang tidak ada perbaikan. Pada intinya, sangatlah penting bagi petugas lapangan untuk mengetahui apa itu Pemberdayaan Masyarakat dan apa perbedaannya dengan Pembinaan. Pembinaan adalah intervensi dari orang luar yang mengambil inisiatif, memutuskan dan melakukan sesuai pikirannya sendiri. Masyarakat ‘diikutkan’ sebagai obyek pembangunan. Pihak luar berperan sebagai ‘pembina’.


(51)

Pemberdayaan adalah proses dari, oleh dan untuk masyarakat, di mana masyarakat didampingi dalam mengambil keputusan dan berinisiatif sendiri agar mereka lebih mandiri dalam pengembangan dan peningkatan taraf hidupnya. Masyarakat adalah subyek pembangunan. Pihak luar berperan sebagai fasilitator. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat, masyarakat difasilitasi oleh pihak luar untuk memecahkan masalahnya sendiri dengan mengakses dan menggunakan sumber daya setempat. Dengan demikian, pemecahan masalah dan pengembangannya berkelanjutan dan ketergantungan masyarakat pada pihak-pihak dan bantuan luar dapat dikurangi.

Sementara itu, menurut Subejo dan Supriyanto (2004) tahapan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dimulai dari dari proses seleksi lokasi sampai dengan pemandirian masyarakat. Secara rinci masing-masing tahap tersebut adalah sebagai berikut:

Tahap 1. Seleksi lokasi

Tahap 2. Sosialisasi pemberdayaan masyarakat

Tahap 3. Proses pemberdayaan masyarakat, yang dibagi ke dalam beberapa kegiatan: • Kajian keadaan pedesaan partisipatif

• Pengembangan kelompok

• Penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan • Monitoring dan evaluasi partisipatif

Tahap 4. Pemandirian Masyarakat

Seleksi lokasi dilakukan sesuai dengan kriteria yang disepakati oleh lembaga, pihak-pihak terkait dan masyarakat. Penetapan kriteria penting agar tujuan lembaga


(52)

dalam pemberdayaan masyarakat akan tercapai serta pemilihan lokasi dilakukan sebaik mungkin. Sedangkan sosialisasi pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk menciptakan komunikasi serta dialog dengan masyarakat. Sosialisasi ini membantu untuk meningkatkan pengertian masyarakat dan pihak terkait tentang program. Proses sosialisasi sangat menentukan ketertarikan masyarakat untuk berperan dan terlibat dalam program.

Proses pemberdayaaan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya.

2.3. Penerapan CSR di Indonesia

Dalam konteks Indonesia, menurut Jackie Ambadar (2008), sebenarnya tidak diketahui secara pasti kapan CSR mulai masuk ke Indonesia, namun seiring dengan semakin majunya teknologi dan perkembangan dunia bisnis, maka konsep CSR ini pun begitu marak di Indonesia. CSR di Indonesia saat ini banyak mendapatkan perhatian dari banyak lapisan masyarakat.

Tapi dalam catatan Edi Suharto (2008), di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (corporate social activity) atau aktivitas sosial perusahaan. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan.

Melalui konsep investasi sosial perusahaan seat belt, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam


(53)

mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasanya kegiatan perusahaan membawa dampak (baik maupun buruk) bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat (stakeh holders), khususnya di sekitar perusahaan beroperasi.

Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya.

Saat ini, penerapan CSR di Indonesia terus berkembang. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang disahkan DPR 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini. Keempat ayat dalam Pasal 74 UU tersebut menetapkan kewajiban semua perusahaan di bidang sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1). Namun, UU PT tidak menyebutkan secara terperinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3, dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran.”


(54)

PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Hanya saja, ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh peraturan pemerintah yang hingga kini belum dikeluarkan.

Ke depan, seharusnya proses regulasi yang menyangkut kewajiban CSR perlu memenuhi pembuatan peraturan yang terbuka dan akuntabel. Pertama, harus jelas apa yang diatur. Lalu, harus dipertimbangkan semua kenyataan di lapangan, termasuk orientasi dan kapasitas birokrasi dan aparat penegak hukum serta badan-badan yang melakukan penetapan dan penilaian standar. Yang juga harus diperhitungkan adalah kondisi politik, termasuk kepercayaan pada pemerintah dan perilaku para aktor politik dalam meletakkan masalah kesejahteraan umum. Ini artinya harus melalui dialog bersama para pemangku kepentingan, seperti pelaku usaha, kelompok masyarakat yang akan terkena dampak, dan organisasi pelaksana (Pelaksanaan CSR di Indonesia.

).

Meski demikian, berbagai perusahaan terus berlomba-lomba menerapkan CSR. Pihak perusahaan memang sudah mulai paham bahwa pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan dapat dikemas untuk mengupayakan citra positif atau alat promosi perusahaan yang sangat efektif. Lebih jauh dari sekedar promosi, meskipun hal ini bukan merupakan tujuan, tampak bahwa semakin berkembang pula pandangan bahwa keunggulan bersaing bisa didapatkan dengan memadukan berbagai pertimbangan sosial dan lingkungan dalam strategi bisnis.

Salah satu contohnya adalah Program-program CSR dalam 3 Best Practice yang dilaksanakan oleh PT. Kaltim Prima Coal yakni:


(55)

- CSR Bidang sosial meliputi: Pendidikan, kesehatan, agama, olah raga.

- CSR bidang ekonomi, meliputi: Sektor pengembangan usaha kecamatan, sektor penciptaan lapangan kerja lainnya, dan.

- CSR bidang lingkungan, meliputi: Sektor pemeliharaan lingkungan lainnya. Hasil penelitian lain yang dilakukan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT Pertamina (2008) memperlihatkan kegiatan CSR Pertamina yang dilaksanakan sejak tahun 1993. Kegiatan CSR itu diintegrasikan sehubungan dengan kebijakan pemerintah dalam pembentukan unit Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) di bawah Direktorat Keuangan.

Pada masa itu bentuk CSR Pertamina dikenal sebagai pemberdayaan masyarakat, yang diimplementasikan dalam beberapa jenis, seperti penyaluran pinjaman modal usaha, bantuan hibah untuk pembinaan dan pelatihan dan pembentukan pasar atau jaringan pasar produk dan usaha. Contoh pemberdayaan masyarakat di unit operasi Pertamina Program Pendampingan Petani Patra Mekar di wilayah kerja PT Pertamina (Persero) UP VI Balongan (Chotib; 2008).

Perusahaan lainnya juga tak mau kalah. Untuk lebih lengkapnya, lihat tabel berikut ini:


(56)

Tabel 1 Beberapa Perusahaan yang Telah Melaksanakan CSR

Perusahaan Dana CSR

dan Tahun

Program

PT Pertamina (Persero) Rp. 59,9 milliar (2007) Pengembangan bidang kesehatan, pendidikan dan pelatihan, pembangunan infrastruktur dan sarana umum, rumah ibadah dan bantuan bencana alam

PT Freeport Indonesia Rp. 500 milliar per tahun Kesehatan, membangun rumah sakit, program air bersih dan pembuatan jamban. Pendidikan program beasiswa, bantuan kredit usaha rakyat

PT HM Sampoerna Tbk Rp. 47, 6 milliar (2006) Memajukan pendidikan lewat sampoerna foundation (SF) melalui SF United School Program pada 5 SMA Negeri di jawa Timur dan DIY. Merekonstruksi sekolah yang rusak akibat gempa.

PT Telkom Tbk Rp. 228 milliar (2007) Kemitraan dengan UKM bantuan

modal kerja, pinjaman khusus jangka pendek, serta hibah pembinaan pendidikan, pelatihan dan pemagangan bagi mitra binaan.

Bina lingkungan : bantuan korban bencana alam, beasiswa pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur sarana ibadah, infrastruktur pendidikan, panti asuhan, dan panti jompo

PT Kaltim Prima Coal Sekitar Rp. 20,4 milliar (2007)

Program pendidikan dan pelatihan, serta kesehatan masyarakat

PT Aneka Tambang Tbk Rp. 150 milliar (2008) Pinjaman bergulir program bina kemitraan dan beasiswa pendidikan.

Sumber: Harian Seputar Indonesia, 7 Desember 2008

Dalam konteks Sumatera Utara, CSR juga sudah diterapkan di beberapa perusahaan, misalnya PTPN 3 yang baru-baru ini menyalurkan dana CSR senilai Rp700 juta kepada empat kelompok tani di Kabupaten Serdang Bedagai. Keempat kelompok tani itu masing-masing memperoleh bantuan berupa sarana produksi


(1)

5. Apakah yang dilakukan program CSR bidang lingkungan itu sudah memadai dalam menjaga lingkungan alam?

a. Sudah memadai b. Ragu-ragu c. Tidak memadai


(2)

Lampiran 3

RINGKASAN HASIL WAWANCARA

No Informan Hasil Wawancara

1. Suria Atmadja, Community Relation PTAR, 24 Maret 2010

”Sudah banyak yang kita lakukan, meski begitu kita akan terus meningkatkannya. Meski perusahaan kita belum melakukan eksploitasi, tapi kita sudah melakukan program pemberdayaan melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan. Kita akan tetap komitmen dan konsisten melakukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat itu.”

”Program pemberdayaan ekonomi masyarakat juga melibatkan kerja sama dengan BLK Tapsel dalam hal memberi pelatihan dalam bidang pengelasan, listrik, elektronik. Kegiatan itu akan terus dilakukan sebagai bentuk bentuk komitmen perusahaan dalam memberi kontribusi untuk pemberdayaan masyarakat Batangtoru khususnya masyarakat di 11 desa lingkar tambang.”

”Perusahaan kami pasti peduli dengan pemeliharan lingkungan. Komitmen soal lingkungan ini tidak bisa ditawar-tawar. Kami juga tahu dampak lingkungan yang akan terjadi, maka sejak awal kami juga akan mengantisipasi dan akan terus melakukan pemeliharaan yang tentu kami berharap bantuan atau partisipasi dari pihak masyarakat. Program pemeliharaan lingkungan itu akan terus berlangsung meski pun nanti tambang sudah tutup.”


(3)

2. Stevi Thomas, Community Development PTAR,

25 Maret 2010

”Kendala belum kita temukan. Perusahaan akan terus komit melakukan permberdayaan. Semua elemen kita libatkan, termasuk pemerintah setempat, seperti Dinas Kesehatan Tapsel yang kita libatkan dalam program-program kesehatan.”

”Bantuan kesehatan sudah banyak kita lakukan bahkan bayi kurang gizi juga ada yang kita bantu. Semua program kesehatan itu memang sangat dibutuhkan masyarakat.”

”Program pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi ke depan akan diarahkan ke pembinaan bisnis yang berkelanjutan, pengelolaan keuangan lembaga atau rumah tangga, melibatkan partisipasi perusahaan lokal dalam setiap proyek yang ada di perusahaan pertambangan. Contoh konkritnya, misalnya mendidik pendere getah agar lebih bagus dalam bekerja dan mengelola keuangan. Kemudian menggali dan menggalakkan potensi desa berbasis desa baik dalam bidang pertanian, perkebunan, perikanan, dan inti plasma. Tujuannya ketika tambang sudah tutup mereka semua menjadi pengusaha yang mandiri.”

3. Nurasyiah, S.Ag, Kepala Desa Perkebunan Batangtoru, 17 Maret 2010

”Kalau program itu saja yang dilaksanakan tidak akan banyak manfaatnya. Program juga seharusnya bisa berupa pembukaan lapangan kerja baru, bantuan terhadap keluarga miskin, lebih-lebih mereka yang tidak mendapat ganti rugi tanah yang dipakai pihak perusahaan. Khusus lapangan pekerjaan, selain bekerja di perusahaan, program CSR-nya juga harus bisa menciptakan pekerjaan di berbagai bidang.”

”Hubungan masyarakat dengan pihak perusahaan memang bagus, tapi soal informasi pertambangan sebagian masyarakat belum tahu persis. Mereka hanya tahu ada pertambangan,


(4)

tapi soal yang lainnya masyarakat belum tahu secara lengkap.”

4. A. Nasution, Tokoh masyarakat 17 Maret 2010

”Dana yang sudah dikeluarkan perusahaan dalam kegiatan ini pasti tidak sedikit. Kalau boleh memberi usul, seharusnya dana-dana program itu diberikan pengelolaannya kepada kelompok masyarakat, lembaga atau sejenisnya sehingga pemanfaatannya bisa lebih efektif dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Kalau pihak perusahaan yang melaksanakan, mereka mungkin menghadapi keterbatasan baik berupa tenaga kerja, kemampuan mendekati masyarakat, dan ketidaktahuan akan kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Lembaga atau kelompok masyarakat yang akan mengelola kegiatan dan dana yang diberikan bisa beranggotakan perwakilan masyarakat dan juga utusan pemerintah. Cara ini juga tentu membuat masyarakat lebih berdaya daripada hanya ditangani perusahaan yang kesannya akan membuat masyarakat mengalami ketergantungan.”

”Masyarakat sudah tahu operasional pertambangan akan diadakan di beberapa kawasan hutan yang ada di Batangtoru. Kami sebenarnya sangat berharap agar penebangan hutan bisa dilakukan sedikit mungkin. Dan kalau penebangan sudah dilakukan segera dilaksanakan penghijauan kembali.”

5. Efendi Harahap,

Tokoh Masyarakat, 18 Maret 2010

”Yang ada hanya sebatas pemberian bantuan, misalnya bantuan berbuka puasa bagi masyarakat yang kurang mampu, belajar bersama bagi anak-anak SD dilengkapi perpustakaan yang ala kadarnya. Memang ada juga taman bacaan, tapi bukunya masih kurang lengkap. Akan lebih baik lagi, kalau perpustakaan sekolah juga dilengkapi dan difasilitasi. Di bidang kesehatan melaksanakan


(5)

pemberantasan nyamuk termasuk penyakit cikungunya. Di bidang olahraga setiap 17 Agustus memberi bantuan berupa uang atau peralatan olahraga.”

”Pihak perusahaan jangan hanya fokus terhadap pembayaran ganti rugi kepada masyarakat yang memiliki tanah atau lahan yang akan

dipergunakan perusahaan dalam operasional tambangnya. Tapi, masyarakat yang tidak mendapatkan ganti rugi tapi diyakini akan mendapatkan dampak akibat kehadiran

perusahaan juga harus diperhatikan. Setidaknya mereka tidak jadi korban dari dampak

lingkungannya.”

6. Joddar Pulungan,

Tokoh Masyarakat, 18 Maret 2010

”Masyarakat sudah pintar. Sebagian besar masyarakat sudah tahu berapa keuntungan pihak perusahaan dalam menambang emas itu. Jadi, kami harap bantuan yang diberikan juga bisa lebih banyak dan lebih beragam.”

”Kalau ada pelatihan keterampilan, ada kesempatan bekerja dan membuka usaha baru maka masyarakat akan bisa produktif dan tentu pendapatannya akan meningkat sehingga ia bisa menambah barang-barang harta benda kepunyaannya dan tentu kehidupan ekonominya akan semakin baik. Hal-hal seperti inilah seharusnya yang menjadi perhatian perusahaan dalam melaksanakan program tanggung jawab sosialnya sebagai upaya memderdayakan masyarakat di bidang ekonomi.”

7. Barnes Harahap,

Tokoh Masyarakat, 25 Maret 2010

”Kehadiran perusahaan pertambangan emas memang menjadikan kesempatan untuk berusaha atau mendapatkan pekerjaan bagi masyarakat sedikit terbuka, tapi lapangan pekerjaan itu terfokus di perusahaan.

Sementara usaha lainnya yang diharapkan bisa tumbuh belum terlihat. Kalau memang akan terus melakukan pelatihan-pelatihan, sebaiknya perusahaan juga mengikutinya dengan


(6)

bantuan modal untuk berusaha. Kalau tidak, masyarakan akan tetap berharap bekerja di perusahaan.”

“Segala sesuatu yang berhubungan dengan tambang maupun penggalian harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Jangan seenaknya menebangi hutan tanpa melakukan penghijauan.”

8. M.Rangkuti, Kepala Rumah Tangga,

27 Maret 2010

“Masyarakat memang mendapat bantuan di beberapa kegiatan. Tapi kalau kami pikir-pikir bantuan tersebut sama sekali belum memadai. Soal manfaatnya memang ada, tapi kami tetap tidak yakin apakah bantuan itu membuat kondisi sosial, agama, pendidikan, dan kesehatan di daerah kami ini semakin baik.”

9. Maratakun Ritonga,

Kepala Rumah Tangga,

3 April 2010

”Kalau hanya pelatihan-pelatihan saja untuk apa itu. Sebab, setelah dilatih ke mana mereka akan menyalurkan keterampilannya itu. Tidak banyak tempat di Batangtoru ini yang bisa menyerap keterampilan mereka. Makanya sebaiknya ada juga modal usaha dari pihak perusahaan dan juga bimbingan lanjut agar mereka yang dilatih bisa buka usaha dan produktif di bidang kerjanya.”

10. Suherno, Kepala Rumah Tangga,

5 April 2010

”Peran tanggung jawab sosial seperti itu kurang bermanfaat. Peran seperti itu juga tidak akan bisa menciptakan kehidupan sosial, agama, dan kondisi kesehatan masyarakat yang lebih baik.”

“Kami sadar lingkungan di sini akan rusak dengan beroperasinya perusahaan pertambangan emas. Tolong selamatkan kami Pak! Sejak datangnya perusahaan sering terjadi longsor dan banjir. Perusahaan harus berhati-hati menggunakan zat berbahaya yang dapat merusak lingkungan.”


Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Keberadaan PT.Agincourt Resources Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan

2 36 107

Pekerja Perempuan di PT. Agincourt Resources Martabe, Batangtoru (Studi Etnografi Mengenai Strategi Adaptasi Pekerja Perempuan di PT. Agincourt Resources Martabe, Kecamatan Batangtoru)

4 96 128

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Studi Di PT. Tambang...

0 27 5

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

0 37 2

Dampak Kehadiran PT Agincourt Resources Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sumuran Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 2

Dampak Kehadiran PT Agincourt Resources Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sumuran Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 26

Dampak Kehadiran PT Agincourt Resources Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sumuran Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 8

Dampak Kehadiran PT Agincourt Resources Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sumuran Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 2

Dampak Kehadiran PT Agincourt Resources Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sumuran Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 15

2.2 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 2.2.1 Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan - Optimalisasi Peran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Di Kabupaten Toba Samosir

1 0 53