Konsep Pemberdayaan Masyarakat Drs. Irfan, M.Si 4. Prof. Subhilhar, MA, Ph.D

2.2. Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Shardlow dalam Jackie Ambadar 2008 menyebutkan pemberdayaan masyarakat atau community development CD intinya adalah bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai keinginan mereka. Pemberdayaan masyarakat juga diartikan sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial http:www.pemberdayaan.compembangunanpemberdayaan- masyarakat-dan-pembangunan-berkelanjutan.html, diakses 24 Juni 2009. Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi, mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang. Menurut Jackie Ambadar 2008, konsep pemberdayaan masyarakat dari dua hal, yaitu “pemberdayaan” dan “masyarakat”. Secara singkat, pemberdayaan atau pengembangan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi 3 tiga sektor utama, yaitu ekonomi, sosial termasuk di dalamnya: bidang pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya, dan bidang lingkungan. Sedangkan masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai Universitas Sumatera Utara contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah pertokoan atau sebuah kampung di wilayah pedesaan. Kemudian masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan identifikasi kebutuhan tertentu seperti halnya pada kasus para orangtua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus anak cacat fisik atau bekas para pengguna pelayanan kesehatan mental. Harry Hikmat 2001 menyebutkan pemberdayaan dalam wacana pembangunan selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Isbandi Rukminto Adi 2008 menyatakan “pembangunan masyarakat“ pembangunan = deve1opment; masyarakat = community digunakan untuk memggambarkan pembangunan bangsa secara keseluruhan. Sementara itu, dalam arti yang sempit mikro istilah pengembangan masyarakat di Indonesia sering dipadankan dengan pembangunan masyarakat desa dengan mempertimbangkan desa dan kelurahan berada pada tingkatan yang setara sehingga pengembangan masyarakat desa kemudian menjadi dengan konsep “pengembangan masyarakat lokal” locality development. Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan empowerment, berasal dari kata ‘power’ kekuasaan atau keberdayaan. Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan Universitas Sumatera Utara apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah Edi Suharto; 2004. Parson dalam Edi Suharto; 2004 menyatakan pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga- lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah, untuk a memiliki akses terhadap sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang- barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan b berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

2.2.1. Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Program dan Proses

Dalam penggunaannya di Indonesia, menurut Soetomo 2006, konsep community development juga diterjemahkan ke dalam beberapa istilah yang berbeda. Sementara pihak menerjemahkan community development sebagai pembangunan masyarakat. Dilihat dan terjemahan unsur kata-katanya barangkali tidak salah, walaupun demikian dalam penggunaannya sebagai konsep yang bulat mungkin dapat mendatangkan dualisme pengertian. Universitas Sumatera Utara Soetomo melanjutkan, dalam arti luas, pembangunan masyarakat berarti perubahan sosial berencana baik dalam bidang ekonomi, teknologi, sosial maupun politik. Pembangunan masyarakat dalam arti luas juga dapat berarti proses pembangunan yang lebih memberikan fokus perhatian pada aspekmanusia dan masyarakatnya. Dalam arti sempit, pembangunan masyarakat berarti perubahan sosial berencana pada suatu lokalitas tertentu. Sementara itu menurut Isbandi Rukminto Adi 2008 upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dan sisi keberadaannya sebagai suatu program ataupun sebagai suatu proses. Pemberdayaan sebagai suatu program, di mana pemberdayaan dilihat dari tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai suatu tujuan, yang biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Misalnya, program pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan jangka waktu 1, 2, ataupun 5 tahun. Konsekuensi dari hal ini, bila program itu selesai, dianggap pemberdayaan sudah selesai dilakukan. Hal seperti mi banyak terjadi dengan sistem pembangunan berdasarkan proyek yang banyak dikembangkan oleh lembaga-lembaga pemerintah, di mana proyek yang satu dan yang lainnya kadangkala tidak berhubungan, bahkan tidak saling mengetahui apa yang sedang dikerjakan oleh bagian yang lain, meskipun itu dalam satu lembaga yang sama, sedangkan pada beberapa organisasi nonpemerintah kegiatannya juga tidak jarang terputus karena telah berakhirnya dukungan dana dan pihak donor. Sementara itu, kelompok yang lain ada pula yang melihat pemberdayaan sebagai suatu proses. Sebagai suatu proses, pemberdayaan merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang hidup seseorang on going process. Universitas Sumatera Utara Edi Suharto 2004 menyebut berdasarkan definisi-definisi yang ada pemberdayaan juga dibedakan sebagai sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagi tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses. Hanya saja yang harus dipahami, menurut Jim Ife Frank Tegoriero 2008, pengembangan masyarakat bukan sekadar mengumpulkan orang-orang. Pengembangan masyarakat melibatkan pemberdayaan masyarakat untuk saling bekerja, mengembangkan struktur yang berarti orang-orang menjadi lebih tergantung satu sama lain untuk mencapai segala sesuatu, dan mencari cara-cara yang memberi pengaruh kepada setiap orang dan dihargai oleh orang lain. Proses kelompok, inklusivitas, membangun kepercayaan, dan mengembangkan perasaan bersama untuk mencapai tujuan sangat penting dalam pengembangan masyarakat, dan oleh karena itu gagasan tentang masyarakat dapat dan seharusnya meluas ke semua proses pengembangan masyarakat. Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Dimensi dan Indikator Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Jim Ife Frank Tegoriero 2008, setidaknya ada enam dimensi pengembangan atau pemberdayaan masyarakat dan kesemuanya berinteraksi satu dengan lainnya dalam bentuk-bentuk yang kompleks. Keenam dimensi tersebut yaitu: • Pengembangan sosial • Pengembangan ekonomi • Pengembangan politik • Pengembangan budaya • Pengembangan lingkungan • Pengembangan personal spiritual Beberapa dimensi lebih fundamental daripada lainnya; misalnya banyak orang khususnya orang-orang pribumi akan beranggapan bahwa pengembangan personalspiritual merupakan landasan untuk semua pengembangan yang lain. Tetapi untuk tujuan penyusunan model pengembangan masyarakat dan model pemikiran tentang peran pekerja masyarakat, keenam dimensi di atas dipertimbangkan sebagai hal yang sangat penting. Dalam situasi tertentu, tidak semua dimensi ini akan memiliki prioritas yang setara. Masyarakat mana pun akan mengembangkan keenam dimensi tersebut untuk level-level yang berbeda; misalnya, satu masyarakat mungkin memiliki basis ekonomi yang kuat, partisipasi politik yang sehat dan identitas budaya yang kuat, tapi sekaligus memiliki pelayanan kemanusiaan yang kurang baik, lingkungan fisik yang buruk, harga diri yang rendah dan tingkat pengasingan yang tinggi. Dalam masyarakat yang demikian, pengembangan lingkungan dan personalspiritual akan menjadi prioritas tertinggi dalam program pengembangan masyarakat. Nämun begitu, Universitas Sumatera Utara masyarakat lainnya akan mencerminkan gambaran yang berbeda dan memerlukan prioritas yang berbeda dalam proses pengembangan. Poin penting yaitu bahwa keenam aspek pengembangan masyarakat tersebut sangat penting dan untuk memiliki masyarakat yang benar-benar sehat dan berfungsi perlu mencapai level pengembangan yang tinggi untuk keenam dimensi secara keseluruhan. Pekerja masyarakat manapun atau siapa pun yang terkait dengan program pengembangan masyarakat harus memperhatikan keenam dimensi itu dan tujuan tersebut harus memaksimalkan pengembangan pada seluruh dimensi itu. Schuler, Hashemi dan Riley dalam Edi Suharto;2004 mengembangkan beberapa indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks pemberdayaan : • Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian • Kemampuan membeli komoditas ‘kecil’: kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu; kebutuhan dirinya minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo. Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. Universitas Sumatera Utara • Kemampuan membeli komoditas ‘besar’: kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. • Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputuan rumah tangga: mampu membuat keputusan secara sendiri mapun bersama suamiistri mengenai keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha. • Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang suami, istri, anak-anak, mertua yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang melarang mempunyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah. • Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desakelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris. • Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap ‘berdaya’ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah. Universitas Sumatera Utara • Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya.

2.2.3. Pemberdayaan Masyarakat oleh Dunia Usaha

Belakangan ini dirasakan adanya dorongan di kalangan dunia usaha agar dalam melaksanakan berbagai aktivitas tidak semata-mata diorientasikan kepada upaya untuk memperoleh keuntungan ekonomi secara langsung, tetapi juga diorientasikan dalam rangka kepedulian sosial dan tanggung jawab sosial. Bahkan dalam batas-batas tertentu usaha yang berorientasi kepedulian dan tanggung jawab sosial tersebut dirasakan sebagai bagian dan implementasi nilai kemanusiaan dan keadilan sosial yang menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk dunia usaha. Pada umumnya implementasi kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia usaha tersebut diwujudkan dalam bentuk Corporate Social Responsibility CSR. Umumnya, ada sejumlah faktor yang mendorong dunia usaha melaksanakan aktivitas CSR sebagai bagian dari seluruh aktivitas perusahaannya. Menurut Soetomo 2006, sebagian melaksanakannya dengan alasan tidak dapat menghindar, karena kegiatan CSR oleh perusahaan yang bersangkutan merupakan amanat undang- undang. Pada umumnya regulasi mewajibkan usaha pertambangan besar yang mempunyai dampak yang cukup signifikan bagi lingkungan alam dan sosial di sekitarnya untuk melakukan aktivitas CSR ini. Walaupun demikian tidak jarang pula perusahaan yang baru tergerak untuk melakukan aktivitas yang berorientasi kepedulian sosial ini setelah mendapat tekanan dan berbagai elemen masyarakat. Universitas Sumatera Utara Sementara itu, walaupun bagi dunia usaha tertentu regulasi tidak mewajibkannya, tetapi masih banyak faktor yang mendorong mereka untuk melakukan kegiatan CSR ini. Tidak jarang dijumpai adanya lembaga independen yang memberikan sertifikasi kepada dunia usaha yang telah melakukan berbagai aktivitas kepedulian sosial yang memenuhi kriteria yang ditentukan oleh lembaga tersebut. Pemberian sertifikasi ini dianggap dapat menaikkan citra perusahaan sehingga memberikan stimulan bagi dunia usaha yang belum menempatkan program kepedulian sosial dalam agenda perusahaan untuk melaksanakannya atau lebih mengembangkan aktivitas kepedulian sosial bagi yang sudah melakukan sebelumnya. Di samping itu tidak jarang pula stimulasi itu tidak berasal dari luar melainkan dari dalam. Banyak dunia usaha yang memperhitungkan bahwa kegiatan CSR yang dilakukan dapat menjadi bagian dan alat promosi dan pemasaran, dengan demikian mereka justru memasukkan kegiatan CSR ini sebagai bagian integral dan keseluruhan aktivitas bisnisnya. Berkaitan dengan semakin gencarnya gerakan yang dibangun oleh aktivis yang mengusung nilai kemanusiaan dan keadilan sosial, menyebabkan kedua nilai tersebut semakin memperoleh tempat dalam kehidupan masyarakat termasuk juga di kalangan dunia usaha. Oleh sebab itu, tidak jarang keinginan untuk mengimplementasikan nilai tersebut juga menjadi salah satu faktor yang mendorong dunia usaha melakukan aktivitas CSR, terlepas kegiatan itu memberikan dampak atau tidak secara ekonomis dan profit bagi perusahaan. Pada umumnya community development dianggap sebagai sarana yang tepat untuk melaksanakan aktivitas CSR Universitas Sumatera Utara yang proporsional tersebut. Hal itu dapat dipahami dan beberapa pertimbangan. Pertama, sesuai dengan karakteristiknya melalui program community development dapat dikembangkan dan dimanfaatkan unsur modal sosial baik yang dimiliki dunia usaha maupun masyarakat. Dengan melaksanakan community development, dunia usaha dapat membangun citra sehingga selanjutnya dapat berdampak pada perluasan jaringan dan peningkatan trust. Sementara itu bagi masyarakat, khususnya masyarakat lokal, melalui community development dapat dikembangkan dan dimanfaatkan unsur solidaritas sosial, kesadaran kolektif, mutual trust dan resiprocal dalam masyarakat untuk mendorong tindakan bersama guna meningkatkan kondisi kehidupan ekonomi, sosial dan kultural masyarakat. Kedua, melalui community development dapat diharapkan adanya hubungan sinergis antara kekuatan dunia usaha melalui berbagai bentuk bantuannya dengan potensi yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh dunia usaha melalui CSR bukan semata-mata bantuan yang bersifat karitatif, melainkan bagian dan usaha untuk mengembangkan kapasitas masyarakat. Oleh sebab itu melalui pendekatan community development dapat diharapkan program CSR tersebut akan mendorong usaha pembangunan oleh masyarakat lokal secara berkesinambungan dan terlembagakan. Ketiga, aktivitas bersama antara dunia usaha dengan masyarakat, terutama masyarakat lokal melalui community development dapat difungsikan sebagai sarana membangun jalinan komunikasi. Apabila media komunikasi sudah terlembagakan, berbagai persoalan dalam hubungan dunia usaha dengan masyarakat dapat Universitas Sumatera Utara dibicarakan melalui proses dialog yang elegan dan dapat mengakomodasi kepenting- an semua pihak. Hal itu dimungkinkan karena melalui kegiatan bersama dalam menggarap program-program dengan pendekatan community development dapat dibangun saling pengertian dan empati di antara semua pihak yang terkait.

2.2.4. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat

Dari beberapa literatur, diperoleh bahwa tahapan pemberdayaan masyarakat yang cukup popular adalah: 1. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan dan potensinya. 2. Mengembangkan rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian 3. Menerapkan rencana tersebut 4. Secara terus-menerus memantau dan mengkaji proses dan hasil kegiatannya Monitoring dan Evaluasi ME Dalam pengembangan masyarakat, muncul dan berkembang bermacam- macam model pendekatan yang dapat dimanfaatkan. Sering kali masyarakat mendapat bantuan fisik dari pihak luar. Namun sering kali juga bantuan tidak berlanjut dan setelah program selesai bantuan tersebut tidak bermanfaat bagi masyarakat. Untuk jangka pendek masalah dapat dipecahkan, tetapi untuk jangka panjang tidak ada perbaikan. Pada intinya, sangatlah penting bagi petugas lapangan untuk mengetahui apa itu Pemberdayaan Masyarakat dan apa perbedaannya dengan Pembinaan. Pembinaan adalah intervensi dari orang luar yang mengambil inisiatif, memutuskan dan melakukan sesuai pikirannya sendiri. Masyarakat ‘diikutkan’ sebagai obyek pembangunan. Pihak luar berperan sebagai ‘pembina’. Universitas Sumatera Utara Pemberdayaan adalah proses dari, oleh dan untuk masyarakat, di mana masyarakat didampingi dalam mengambil keputusan dan berinisiatif sendiri agar mereka lebih mandiri dalam pengembangan dan peningkatan taraf hidupnya. Masyarakat adalah subyek pembangunan. Pihak luar berperan sebagai fasilitator. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat, masyarakat difasilitasi oleh pihak luar untuk memecahkan masalahnya sendiri dengan mengakses dan menggunakan sumber daya setempat. Dengan demikian, pemecahan masalah dan pengembangannya berkelanjutan dan ketergantungan masyarakat pada pihak-pihak dan bantuan luar dapat dikurangi. Sementara itu, menurut Subejo dan Supriyanto 2004 tahapan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dimulai dari dari proses seleksi lokasi sampai dengan pemandirian masyarakat. Secara rinci masing-masing tahap tersebut adalah sebagai berikut: Tahap 1. Seleksi lokasi Tahap 2. Sosialisasi pemberdayaan masyarakat Tahap 3. Proses pemberdayaan masyarakat, yang dibagi ke dalam beberapa kegiatan: • Kajian keadaan pedesaan partisipatif • Pengembangan kelompok • Penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan • Monitoring dan evaluasi partisipatif Tahap 4. Pemandirian Masyarakat Seleksi lokasi dilakukan sesuai dengan kriteria yang disepakati oleh lembaga, pihak-pihak terkait dan masyarakat. Penetapan kriteria penting agar tujuan lembaga Universitas Sumatera Utara dalam pemberdayaan masyarakat akan tercapai serta pemilihan lokasi dilakukan sebaik mungkin. Sedangkan sosialisasi pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk menciptakan komunikasi serta dialog dengan masyarakat. Sosialisasi ini membantu untuk meningkatkan pengertian masyarakat dan pihak terkait tentang program. Proses sosialisasi sangat menentukan ketertarikan masyarakat untuk berperan dan terlibat dalam program. Proses pemberdayaaan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya.

2.3. Penerapan CSR di Indonesia

Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Keberadaan PT.Agincourt Resources Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan

2 36 107

Pekerja Perempuan di PT. Agincourt Resources Martabe, Batangtoru (Studi Etnografi Mengenai Strategi Adaptasi Pekerja Perempuan di PT. Agincourt Resources Martabe, Kecamatan Batangtoru)

4 96 128

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Studi Di PT. Tambang...

0 27 5

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

0 37 2

Dampak Kehadiran PT Agincourt Resources Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sumuran Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 2

Dampak Kehadiran PT Agincourt Resources Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sumuran Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 26

Dampak Kehadiran PT Agincourt Resources Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sumuran Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 8

Dampak Kehadiran PT Agincourt Resources Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sumuran Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 2

Dampak Kehadiran PT Agincourt Resources Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sumuran Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 15

2.2 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 2.2.1 Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan - Optimalisasi Peran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Di Kabupaten Toba Samosir

1 0 53