pemahaman terkait keadilan, prinsip dan hak individu akan meningkat selaras dengan level moralitas yang mengalami kenaikan level penalarannya.
2.1.2 Teori Atribusi
Teori atribusi merupakan teori perilaku individu yang dikembangkan oleh Fritz Heider pada tahun 1958. Teori atribusi dijelaskan dalam Lubis 2014
merupakan sebuah teori yang mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan atau sebab perilakunya. Teori ini
merupakan salah satu teori dalam riset keperilakuan yang dapat dijadikan landasan mempelajari dan meneliti perilaku individu. Terdapat tiga peran-peran
perilaku penentu atribusi dalam menentukan apakah penyebab perilaku secara internal atau eksternal yaitu perbedaan distinctiveness, konsensus consensus,
dan konsistensi consistency. Masing-masing peran penentu atribusi tersebut dijelaskan dalam uraian dibawah ini:
1. Perbedaan distinctiveness Perbedaan mengacu pada apakah seorang individu bertindak sama dalam
berbagai keadaan. Apakah perilaku individu dalam suatu situasi tidak seperti apa yang dia perlihatkan pada situasi lain? Jika perilaku adalah tidak biasa pengamat
mungkin membuat satu atribusi eksternal. Jika tindakan ini biasa, pengamat mungkin akan menilai seperti disebabkan oleh pertimbangan internal.
2. Konsensus consensus Mempertimbangkan bagaimana perilaku seorang individu dibandingkan
dengan individu lain pada situasi yang sama. Jika setiap orang yang dihadapkan pada situasi yang sama menanggapi situasi tersebut dengan cara yang sama, kita
dapat mengatakan perilaku tersebut menunjukkan konsensus. Ketika konsensus tinggi, satu atribusi eksternal diberikan terhadap perilaku seseorang, namun jika
perilaku seseorang berbeda dengan orang lain, anda akan menyimpulkan bahwa penyebab perilaku individu adalah internal.
3. Konsistensi consistency Jika seorang individu yang melakukan tindakan dan diulangi sepanjang
waktu, maka kebiasaan tindakan individu tersebut merupakan atribut penyebab internal.
Perkembangan moral yang tinggi dan didukung dengan perkembangan
pengalaman audit tinggi yang dimiliki auditor memiliki kecenderungan untuk berperilaku etis. Sedangkan perkembangan moral yang rendah dan kurangnya
pengalaman audit seorang auditor memiliki kecenderungan untuk berperilaku tidak etis. Terdapat dua faktor dari keadaan tersebut berdasarkan teori atribusi,
pertama, faktor internal yang berasal dari dalam diri seorang auditor dan merupakan kendali dari dirinya sendiri yang akan mementukan akan berperilaku
etis ataukah tidak mereka dalam melakukan tugas audit. Kedua yaitu faktor eksternal yang meliputi kondisi sosial yang ada di lingkungan masyarakat,
lingkungan mereka bekerja dan faktor lainnya dimana perilaku seorang auditor terjadi tanpa adanya pengaruh dari dalam diri auditor itu sendiri melainkan karena
faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya.
2.2 Etika dan Moral