B. Pondok Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren
Kata pondok kamar, gubuk, rumah kecil dipakai dalam bahasa Indonesia dengan menekankan kesederhanaan bangunan. Mungkin juga
“pndok” diturunkan dari kata Arab “funduk” ruang tidur, wisma, hotel sederhana.
16
Kata pesantren yang terdiri dari kata asal “santri” awalan “pe” dan akhiran “an”, yang menentukan tempat, jadi berarti “tempat para santri”.
Kadang- kadang ikatan kata “sant” manusia baik dihubungkan dengan
suku kata “tra” suka menolong”, sehingga kata pesantren dapat berarti “tempat pendidikan manusia baik-baik”.
17
Mengenai istilah “santri” menurut Nurcholish Madjid setidaknya ada dua pendapat yang bisa kita jadikan acuan. Pertama, pendapat yang
menyatakan bahwa “santri” itu berasal dari kata “sastri” sebuah kata dari bahasa sansekerta, yang artinya “melek huruf”. Kedua, pendapat yang
mengatakan bahwa “santri” berasal dari bahasa Jawa, persisnya dari kata cantrik, yang artinya seseorang yang selalu mengikuti seorang guru ke
mana guru ini pergi menetap.
18
Tetapi dalam pendapat lain disebutkan bahwa istilah santri sendiri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji. C.C Berg meyatakan
bahwa akar kata santri berasal dari shastri bahasa India yang berarti orang yang tahu buku-buku Agama Hindu. Kata shastri sendiri berasal dari
16
Manfred Ziemek, Pesantren dalam Pembahasan Sosial Jakarta: P3M, 1986, h. 98.
17
Ziemek, Pesantren dalam Pembahasan Sosial, h. 99.
18
Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, h. 19.
shastra yang berarti buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.
19
Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren bisa disebut dengan pondok saja atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren.
Secara esensial, semua istilah ini mengandung makna yang sama, kecuali sedikit perbedaan. Asrama yang menjadi penginapan santri sehari-hari
dapat dipandang sebagai pembeda antara pondok dan pesantren.
20
2. Sejarah Pondok Pesantren
Dari segi historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia
Indigenous.
21
Sebagai model pendidikan yang memiliki karakter khusus dalam perspektif wacana pendidikan nasional sekarang ini, sistem pondok
pesantren telah mmengundang spekulasi yang bermacam-macam. Minimal ada tujuh teori yang mengungkapkan spekulasi tersebut. Teoripertama
menyebutkan bahwa pondok pesantren merupakan bentuk tiruan atau adaptasi terhadap pendidikan hindu dan budha sebelum Islam datang ke
Indonesia. Teori kedua, mengklaim berasal dari India. Teori ketiga, menyatakan bahwa model pendidikan pondok pesantren ditemukan di
Baghdad. Teori keempat, bersumber dari perpaduan Hindu-Budha pra muslim di Indonesia dan India. Teori kelima, mengungkapkan dari
kebudayaan Hindu-Budha dan Arab. Teori keenam, menegaskan dari India
19
Habibullah Bahwi, “Peran Intelektual Pesantren Indonesia dan Hauzah Iran,” artikel
diakses pada
6 Desember
2013 darihttp:citation.itb.ac.idpdfJURNALKARSA,JurnalSosialdanBudayaKeislamanVol2020,
20No201202012128-131-1-PB.pdf
20
Qomar, PESANTREN, h. 1.
21
Madjid, Bilik-BilikPesantren, h. 3.
dan orang Islam Indonesia. Teori ketujuh, menilai dari India, Timur Tengah dan tradisi lokal yang lebih tua.
22
Agaknya pesantren terbentuk atas pengaruh India, Arab, dan tradisi Indonesia sebagaimana dimaksudkan teori terakhir. Ketiga tempat ini
merupakan arus utama dalam mempengaruhi tebentuknya sistem pendidikan pesantren. Arab sebagai tempat kelahiran Islam mengilhami
segala bentuk pengajaran dan pendidikan Islam. India minimal menjadi daerah transit para penyebar Islam masa awal. Sedang Indonesia saat
kehadiran pesantren didominasi Hindu-Budha dijadikan pertimbangan dalam membangun sistem pesantren sebagai bentuk akulturasi
acculturation atau kontak budaya culture contact.
23
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Nurcholish Madjid yang mengatakan bahwa lembaga
yang serupa pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak pada masa kekuasaan Hindu-Buddha. Sehingga Islam tinggal meneruskan dan
mengIslamkan lembaga pendidikan yang sudah ada. Tentunya ini tidak mengecilkan peranan Islam dalam memelopori pendidikan di Indonesia.
24
Dikalangan para ahli sejarah terdapat perselisihan pendapat dalam menyebutkan pendiri pesantren pertama kali. Sebagian mereka
menyebutkan Syaikh Maulana Malik Ibrahim, atau yang dikenal dengan Syaikh Maghribi dari Gujarat India sebagai pendiri atau pencipta pondok
pesantren yang pertama di Jawa. Namun menurut S.M.N. A-attas Maulana Malik Ibrahim itu oleh para ahli dikenal sebagai penyebar Islam
pertama di Jawa, yang mengIslamkan wilayah-wilayah pesisir utara Jawa,
22
Qomar, PESANTREN, h. 1o
23
Qomar, PESANTREN, h. 1o.
24
Majid, Bilik-Bilik Pesantren, h. 3
bahkan berkali-kali mencoba menyadarkan raja Hindu-Budha Majapahit, Vikramavardhana berkuasa 788-8331386-1429 agar sudi masuk Islam.
Akan tetapi mengingat pesantren yang dirintis Maulana Malik Ibrahim itu belum jelas sistemnya, maka keberadaan pesantrennya masih dianggap
spekulatif. Mengenai teka-teki siapa pendiri pesantren pertama kali di Jawa khususnya, agaknya analisis lembaga research Islam pesantren luhur
cukup cermat dan dapat dijadikan pedoman. Dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim sebagai peletak dasar pertama sendi-sendi berdirinya
pesantren, sedang Raden Rahmatullah Sunan Ampel sebagai wali pembina pertama di Jawa Timur. Ia juga mendirikan pusat pendidikan dan
pengajaran yang kemudian disebut dengan pesantren Kembang Kuning Surabaya.
25
3. Unsur-Unsur Pondok Pesantren
Hampir dapat dipastikan, lahirnya suatu pesantren berawal dari beberapa elemen dasar yang selalu ada di dalamnya. Ada lima elemen
pesantren, antara satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kelima elemen atau unsur tersebut meliputi:
a. Kyai
b. Santri
c. Pondok
d. Masjid
25
Qomar, PESANTREN, h. 9.
e. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik atau yang sering disebut
dengan kitab kuning.
26
Senanda dengan pendapat di atas, Ziemek menyebutkan bahwa unsur-unsur pesantren yang tersebar luas di Indonesia diantaranya:
a. Kyai sebagai pendiri
b. Santri
c. Masjid atau Langgar
d. Asrama untuk pelajar serta ruangan-ruangan belajar.
27
4. Jenis-Jenis Pondok Pesantren
Pesantren terbentuk dari hasil usaha mandiri kyai dengan dibantu santri dan masyarakat sekitar, sehingga memiliki berbagai bentuk. Setiap
pesantren memiliki ciri khusus akibat perbedaan selera kyai dan keadaan sosial budaya maupun sosial geografis yang mengelilinginya.
28
Kemunculan pesantren memang sangat tergantung pada figur seorang kyai sebagai pendirinya. Tanpa kyai, siklus pesantren akan
terputus dan akan berjalan timpang, atau bisa saja buyar. Karenanya, kyai menjadi sosok sentral yang paling diagungkan di lingkungan pesantren.
Posisinya yang demikian tinggi itu memaksa lembaga ini harus tunduk dan patuh sepenuhnya di bawah kehendak sang kyai, karena otoritas
sepenuhnya berada dalam genggamannya. Maka dari itu, jatuh bangunnya sebuah pesantren sangatlah tergantung pada kuat tidaknya seorang kyai
memikul beban lembaganya. Karena porsi ketergantungannya pada sosok
26
Amin Haedari, Masa depan pesantren dalam tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global Jakarta: IRD PRESS, 2004, cet. I. h. 25.
27
Ziemek,Pesantren dalam Pembahasan Sosial,h. 100.
28
Qomar, Pesantren, h. 16.
kyai begitu tinggi, maka gerak lajunya pun tak jarang tersendat oleh kehendak para kyai. Kondisi inilah yang menjadikan lembaga ini terkesan
lamban dalam merespons perkembangan situasi global. Kalau karakter kyainya tertutup, maka dapat dipastikan lembaga pesantren yang
diasuhnya juga akan tertutup. Jadi, seperti apapun bentuk pesantren yang kita saksikan sekarang ini tidak bisa lepas dari hasil perjuangan para kyai.
Format dan sistem apapun yang akan dikembangkan di dalamnya adalah konsep utuh dari seorang kyai selaku pendirinya.
29
Perbedaan corak antar pesantren merupakan hal yang niscaya. Karena setiap kyai mempunyai latar belakang pendidikan dan selera yang
berbeda. Pengklasifikasian pesantren bisa dilihat dari berbagai perspektif, diantaranya:
1 Keterbukaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
a. Pesantren Salafi
Jenis pesantren ini tetap mengajarkan pengajaran kitab- kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya. Penerapan
sistem madrasah untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama,
tanpa mengajarkan pengetahuan umum. b.
Pesantren Khalafi Jenis pesantren ini telah memasukana pelajaran-
pelajaran umum
dalam madrasah-madrasah
yang
29
Habibullah Bahwi, Peran Intelektual Pesantren Indonesia dan Hauzah Iran.
dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum di lingkungan pesantren.
2 Jumlah Santri
a. Pesantren Kecil
biasanya mempunyai santri dibawah seribu dan pengaruhnya terbatas pada tingkatan kabupaten.
b. Pesantren Menengah
Biasanya mempunyai seribu sampai dua ribu santri, yang memiliki pengaruh dan menarik santri-santri dari
berbagai kabupaten. c.
Pesantren Besar Biasanya memiliki lebih dari dua ribu yang berasal dari
berbagai kabupaten dan propinsi. 3
Sistem Pendidikan a.
Memiliki santri yang belajar dan tinggal bersama kyai, kurikulum tergantung kyai, dan pengajaran secara individual.
b. Memilik madrasah,kurikulum tertentu, pengajaran bersifat
aplikasi, kyai memberikan pengajaran secara umum dalam waktu tertentu, santri bertempat tinggal di asrama untuk
mengetahui pelajaran agama dan umum. c.
Hanya berupa asrama, santri belajar di sekolah, madrasah, bahkan perguruan tinggi umum atau agama di luar, kyai
sebagai pengawas dan Pembina mental. 4
Berdasarkan Spesifikasi Keilmuan
a. Pesantren Alat mengutamakan penguasaan gramatika bahasa
Arab b.
Pesantren Fiqih c.
Pesantren Qira’ah d.
Pesantren Tasawuf 5
Jenis Santri a.
Pesantren Khusus Anak b.
Pesantren Khusus Orang Tua c.
Dan pesantren Mahasiswa.
30
5. Model Pengajaran di Pesaantren
Pada kebanyakan pesantren salafi tradisional, metode klasik kegiatan belajar mengajarnya terdiri dari dua bentuk, yakni 1 Sorogan,
dan 2 Bandungan Sunda; di Jawa dikenal dengan istilah bandongan atau wetonan. Sistem sorogan disebut pula dengan sistem individual
individual learning. Sedangkan, sistem bandungan bandongan atau wetonan disebut pula dengan sistem kolektif collectival Learning atau
together learning. 1
Sistem Sorogan Sistem sorogan adalah sistem membaca kitab secara individul,
atau seorang murid nyorog menghadap guru sendiri-sendiri untuk dibacakan diajarkan oleh gurunya beberapa bagian dari kitab yang
dipelajarinya, kemudian sang murid menirukannya berulang kali. Pada prakteknya, seorang murid mendatangi guru yang akan membacakan
30
Qomar, Pesantren, h. 16-18.
kitab-kitab berbahasa Arab dan menerjemahkannya ke dalam bahasa ibunya misalnya: Sunda atau Jawa. Pada gilirannya murid mengulangi
dan menerjemahkannya kata demi kata word by word sepersis mungkin seperti apa yang diungkapkan oleh gurunya.
Sistem ini biasanya diberikan dalam pengajian kepada murid- murid yang telah menguasai pembacaan al-Qur
’án. Dalam sistem tersebut, murid diwajibkan menguasai cara pembacaan dan terjemahan
secara tepat, dan hanya boleh menerima tambahan pelajaran bila telah berulang-ulang mendalami pelajaran sebelumnya. Sistem sorogan inilah
yang dianggap fase yang tersulit dari sistem keseluruhan pengajaran pesantren, karena di sana menuntut kesabaran kerajinan, ketaatan dan
disiplin pribadi dari sang murid sendiri. Murid seharusnya sudah paham tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti pendidikan
selanjutnya di pesantren. Sistem sorogan juga digunakan di pondok pesantren tetapi biasanya hanya untuk santri baru yang memerlukan
bantuan individual. 2
Sistem Bandungan Bandungan berasal dari kata ngabandungan yang berarti
memperhatikan secara seksama atau menyimak. Bandungan merupakan metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren.
Kebanyakan pesantren,
terutama pesantren-pesantren
besar menyelenggarakan
bermacam-macam kelas bandungan
atauhalaqohuntuk mengajarkan mulai kitab-kitab elementer sampai tingkat tinggi,
Sistem bandungan adalah sistem transfer keilmuan atau proses belajar mengajar yang ada di pesantren salaf di mana kyai atau ustad
membacakan kitab, menerjemah dan menerangkan. Sedangkan santri atau murid mendengarkan, menyimak dan mencatat apa yang
disampaikan oleh kyai. Dalam sistem ini, sekelompok murid mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, dan
menerangkan buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang artinya sekelompok
siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru. Penyelenggaraan kelas bandungan dapat pula dimungkinkan oleh suatu sistem yang
berkembang di pesantren di mana kyai seringkali memerintahkan santri- santri senior untuk mengajar dalam halaqah. Santri senior yang
mengajar ini mendapat titel ustad guru. Sistem bandungan bandongan atau wetonan dibangun di atas
filosofis, bahwa 1 pendidikan yang dilakukan secara berjamaah akan mendapatkan pahala dan berkah lebih banyak dibandingkan secara
individual, 2 pendidikan pesantren merupakan upaya menyerap ilmu dan barokah sebanyak-banyaknya, sedangkan budaya pasif diam dan
mendengar adalah sistem yang efektif dan kondusif untuk memperolah pengetahuan tersebut. 3 pertanyaan, penambahan, dan kritik dari sang
murid pada kyai merupakan hal yang tidak biasa atau tabu, agar tidak dianggap sebagai tindakan su al-adab berakhlak yang tidak baik.
31
31
Dadan Rusmana, “
Sorogan dan Bandungan: Sistem Klasik Pendidikan di Pesantren ”
artikel diakses pada 23 Agustus 2013 dari http:dadanrusmana.blogspot.com201205sorogan-dan-bandungan-sistem-klasik.html
Dalam sistem ini sekelompok murid antara 5 sampai 500 mendengarkan
seorang Guru
atau Kyai
yang membaca,
menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid memperhatikan buku atau
kitabnya sendiri dan membuatcatatan-catatan baik arti maupun keterangan tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompok
kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang artinya lingkaran murid, atau sekelompok santri yang belajar di bawah bimbingan
seorang guru. Metode pengajaran bandungan ini adalah metode bebas, sebab tidak ada absensi santri, dan tidak ada pula sistem
kenaikan kelas. Santri yang sudah menamatkan sebuah kitab boleh langsung menyambung ke kitab lain yang lebih tinggi dan lebih besar.
Ada dua macam bentuk materi kitab kuning, yaitu 1 Bentuk nadzm, yang ditulis dalam ritme syair 2 Bentuk essai natsr
uraian-uraian masalah. Bentuk yang kedua sering merupakan komentar terhadap matn original text, baik yang berupa essai natsr maupun
nadzm, seperti kitab syarh commentaries Ibnu Aqil terhadap Alfiah, oleh Ibnu Malik, atau berupa essai yang diikuti oleh syawahid bukti-
bukti teoritis yang ditulis dalam bentuknadzm, atau tanpa keduanya. Dalam mengajarkan kitab yang di dalamnya adanadzm, baik yang
berfungsi sebagai matn ataupun syawahid,
Kyai ataupun
Guru menyuruh santri menghafalkan nadzm-nadzm yang ada, kemudian
melafalkan tanpa membaca bersama-sama dengan lagu sesuai
dengan bahr aturan nada dan ritme syair Arab yang ada setiap kali pengajian akan dilanjutkan.
3 Sistem Musyawarah atau Munadzarah
Pada beberapa pesantren salafiyah yang besar berkembang pula sistem musyawarah atau munadzarah. Para asatidz guru-guru ini
dapat dikelompokkan ke dalam kelompok yunior ustad muda, dan yang senior, mereka menjadi anggota kelas musyawarah. Satu dua ustad
senior yang sudah matang dengan mengajarkan kitab-kitab besar akan memperoleh gelar kyai muda. Dalam kelas musyawarah sistem
pembelajaran berbeda dengan sistem bandongan atau sorogan. Di sini para santri harus mempelajari sendiri kitab-kitab yang ditunjuk. Kyai
memimpin sendiri kelas musyawarah seperti dalam forum seminar dan terkadang lebih banyak dalam bentuk tanya jawab, biasanya hampir
seluruhnya diselenggarakan dalam wacana kitab klasik. Wahana tersebut merupakan latihan bagi santri untuk menguji keterampilan
dalam menyadap sumber-sumber argumentasi dalam kitab-kitab Islam klasik.
32
32 Dadan Rusmana,
“ Sorogan dan Bandungan: Sistem Klasik Pendidikan di Pesantren
” artikel diakses pada 23 Agustus 2013 dari http:dadanrusmana.blogspot.com201205sorogan-
dan-bandungan-sistem-klasik.html
BAB III PROFIL AJENGAN SOFWAN ABDUL GHONI
DAN PONDOK PESANTREN BAITUL BURHAN A.
Profil Ajengan Sofwan Abdul Ghoni 1.
Riwayat Hidup
Ajengan Sofwan Abdul Ghoni atau lebih dikenal dengan sebutan Ajengan Wawan beliau dilahirkan pada hari Rabu tanggal 5 September
1973 atau dalam penanggalan Hijriyah bertepatan dengan tanggal 7 Sya`ban 1393 H. di kampung Tegal Jati desa Cibogo Hilir kecamatan
Plered kabupaten Purwakarta. Beliau dididik dan dibesarkan dilingkungan pesantren. Ayahnya adalah seorang ulama sekaligus pengasuh pondok
pesantren Miftahul Huda Al-Burhani Plered Purwakarta. Perjalanan hidup beliau selalu diwarnai dengan ujian, perjuangan dan pengorbanan. Seperti
lautan yang tak pernah sepi dari hembusan angin dan ombak. Meskipun putra seorang kyai dan menurut silsilah keluarga beliau adalah keturunan
darah biru, tetapi kehidupannya sangat sederhana. Kesederhanaan itu terlihat dari sikap dan prilaku kesehariannya. Dalam menu makan saja,
Ajengan Sofwan Abdul Ghoni kecil bersama keluarganya tak jauh dari ikan asin.
1
Ayahnya bukanlah seorang ulama yang punya banyak harta, meski demikian dia seorang yang sangat dermawan dan selalu mengajarkan
anak-anaknya untuk berderma. Ajaran itulah yang tertanam dalam diri KH. Sofwan Abdul Ghani sampai sekarang. Tinggal di lingkungan pesantren
1
Wawancara pribadi dengan KH. Sofwan Abdul Ghoni, Karawang, 06 Juni 2014
30