BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang khas dalam sejarah pendidikan Islam di dunia.Pasalnya pondok pesantren
merupakan produk asli bangsa Indonesia dan hanya bisa ditemukan di Indonesia. Walaupun ada perbedaan pandangan mengenai asal-muasal proses
lahirnya pondok pesantren. Tetapi mayoritas para peneliti, seperti Karel Steenbrink, Cliffordrd Geerts, dan yang lainya sepakat dengan hal ini
1
.Senada dengan pandangan tersebut, Nurcholish Madjid menyatakan bahwa dari segi
historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia Indigenous.
2
Sebagai institusi pendidikan sekaligus institusi dakwah Islam paling tua di Indonesia, pesantren memiliki akar sejarah yang jelas.Perintis pertama
yang mengawali berdirinya pondok pesantren dapat ditelusuri dengan jelas, walaupun ada sedikit pandangan yang berbeda.Namun perbedaan itu tidak
mengurangi apalagi memutus tali sejarah berdirinya pondok pesantren.Dari beberapa pandangan, nampaknya analisis Lembaga Research Islam
Pesantren Luhur bisa dijadikan pedoman.Dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim adalah sebagai peletak dasar pertama sendi-sendi berdirinya pondok
pesantren.Adapun Sunan Gunung Djati mendirikan pondok pesantren
1
Amin Haedari, dkk.,Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas dan Komplesitas Global Jakarta: IRD PRESS, 2005, h. 1.
2
Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan Jakarta: Paramadina, 1997, h. 3.
1
setelahnya.Hal itu dlihat dari selisih masa hidup keduanya yang terpaut ±103 tahun.
3
Yang dianggap cukup untuk menetukan perbedaan generasi keduanya. Dari sejarahnya sebagaimana dijelaskan di atas, tentunya menambah
keyakinan kita bahwa pondok pesantren memang produk asli bangsa Indonesia.Sampai saat ini eksistensinya masih tetap terjaga.Bahkan
mengalami kemajuan yang sangat pesat, melebihi kemajuan sistem pendidikan modern di tanah air.
Sejalan dengan pesatnya kemajuan dunia dalam semua aspeknya, menghadirkan tantangan yang cukup berat bagi pondok pesantren.Sebagai
institusi dakwah yang sudah mapan dan sebagai benteng terakhir pertahanan moral bangsa, pondok pesantren harus mampu berinovasi dalam
pengembangan sistem pendidikan dan mampu beradaptasi dengan kondisi masyarakat yang ada. Secara otomatis para kyai pimpinan pesantren-lah yang
punya peran sentral dalam melakukan itu. Karena pesantren adalah wujud nyata dari semangat dakwah yang dibawa oleh mereka.Banyak pondok
pesantren yang gugur dalam menghadapi derasnya perkembangan zaman.Tetapi tidak sedikit pula pondok pesantren yang mampu bertahan
bahkan menjadi pusat peradaban di wilayahnya. Tujuan utama didirikannya pondok pesantren adalah Dakwah
Islamiyah.Sejalan dengan semangat kyai yang mendirikannya. Dengan cara inilah proses transformasi nilai-nilai keislaman selama ini berlangsung.
Sebelum maraknya kegiatan tabligh yang sering kita lihat di layar TV sekarang ini. Walaupun tidak bisa menyentuh
mad’u secara luas, tetapi
3
Mujamil Qomar, PESANTREN: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi Jakarta: Erlangga, h. 9.
kegiatan dakwah
bisa dilakukukan
secara komprehensif
di lingkungannya.Karena
terlibat langsung
dalam aktifitas
keseharian masyarakat sebagai
mad’u, bahkan menjadi bagian darinya. Problematika ummat adalah pertanyaan yang harus dijawab oleh
paraagen dakwah, tidak hanya sebatas teoritis tetapi juga dalam bentuk- bentuk lain yang mungkin lebih kompleks.Atas dasar itulah para agen dakwah
dituntut untuk mampu berinovasi dalam melakukan kegiatan dakwahnya. Jika itu tidak dilakukan, maka tujuan dakwah akan sulit tercapai.
Sebelah utara kota Karawang. Tepatnya di kampung Jarakah desa Lemahduhur kecamatan Tempuran kabupaten Karawang. Terdapat sebuah
pondok pesantren dengan nama Baitul Burhan yang cukup populer di wilayah Karawang. Kepopuleran itu tidak lepas dari keberhasilan dalammelakukan
kegiatan dakwahnya. Setidaknya ada beberapa indikasi sederhana yang menunjukan keberhasilan tersebut diataranya jumlah santri yang banyak dan
stabil, bangunan yang terus berkembang, respon positif masyarakat, dan dukungan dari para ulama setempat juga aparatur pemerintahan.
Sejauh pengetahuan penulis, ada banyak pondok pesantren di wilayah ini.Tetapi kebanyakan kondisinya antara hidup dan mati.Paling tidak
beberapa indikasi keberhasilan di atas tidak ditemukan di dalamnya. Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan besar, mengapa kondisi itu terjadi, apakah
dakwah yang dilakukan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat, ataukah ada hal lain. tentunya hal ini perlu diteliti lebih jauh lagi.
Al- Qur’an memberikan beberapa gambaran mengenai bagaimana
seharusnya dakwah itu dilakukan. Sebagaimana tercantum dalam surat an- Nahl ayat 125.
“Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.” QS. An-Nahl: 125 Berdasarkan ayat di atas, ada tiga pendekatan dakwah dalam kontek
dakwah bil al lisan.Diantaranya, al- Hikmah, Mau’idzatul Hasanah, dan
Mujadalah Bi-Al-Lati Hiya Ahsan.Kata hikmah memiliki pengertian yang sangat luas.Menurut M. Abduh sebagaimana dikutip oleh M. Munir dalam
bukunya yang berjudul Metode Dakwah, kata al-Hikmah dalam ayat di atas didefinisikan sebagai ilmu yang sahih benar dan sehat yang menggerakan
kemauan untuk melakukan sesuatu perrbuatan yang bermanfaat berguna. Dalam sumber yang sama disimpulkan bahwa metode dakwah dapat
dikategorikan ke dalam metode dakwah Bil al-Hikmah.Dimana metode dakwah menggunakan pendekatan yang nyata dalam berdakwah, dengan
memperhatikan kondisi mad’u.
4
Ini tentu hanya pedoman umum saja. Untuk bisa mengekspresikannya menjadi kegiatan dakwah yang menarik dan bisa
diterima di masyarakat tentu memerlukan kreatifitas dari setiap agen dakwah.. Berkaitan dengan itu ada hal yang ingin penulis ketahui lebih jauh lagi
yaitu mengenai dakwah dan pendekatannya khusunya yang dipraktekan
4
M. Munir, Metode Dakwah Jakarta: Prenada Media Group, 2009, h. 214.
langsung oleh para da’i.Sebagai respon mereka terhadap kondisi masyarakat
sebagai objek dakwahnya Mad’u. Karenannya dalam penelitian ini penulis
mengangkat judul “DAKWAH AJENGAN SOFWAN ABDUL GHONI PADA PONDOK PESANTREN BAITUL BURHAN KARAWANG
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah