Formulasi Gel Bioetanol dengan Pengental Polimer Asam Akrilat

(1)

FORMULASI GEL BIOETANOL DENGAN PENGENTAL

POLIMER ASAM AKRILAT

Oleh

SONDANG MEILIANTI

F34052944

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Sondang Meilianti. F34052944. Formulasi Gel Bioetanol dengan Pengental Polimer Asam Akrilat. Di bawah bimbingan Purwoko dan Dwi Setyaningsih. 2009

RINGKASAN

Bahan bakar terbaharui yang potensial dikembangkan di Indonesia adalah bioetanol. Akan tetapi penggunaan bioetanol dewasa ini terhambat oleh tingkat keamanan penggunaannya yang mudah menguap dan cepat terbakar. Untuk meningkatkan keamanan dalam pemakaian, dibutuhkan pengembangan bentuk lain seperti bentuk gel yang lebih aman, mudah digunakan, dan mudah ditransportasikan.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formulas yang baik dalam pembuatan gel bioetanol dan mengetahui pengaruh konsentrasi bioetanol dan massa polimer asam akrilat yang ditambahkan. Konsentrasi bioetanol yang digunakan adalah 60%, 70%, 80% dan 90%. Massa polimer asam akrilat yang digunakan adalah 0,25 %; 0,50% dan 0,75%

Analisa utama yang dilakukan adalah pengukuran viskositas dan nilai kalori. Analisa pendukung yang dilakukan adalah penampakan gel bioetanol, uji pembakaran, pengamatan tinggi api, suhu dan warna api pembakaran, stabilitas api pembakaran, pengukuran residu pembakaran, dan water boiling test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai viskositas gel bioetanol yang dapat digunakan adalah antara 2 381 cP hingga 16 893 cP sehingga gel bioetanol masih memiliki kemampuan untuk mengalir. Nilai kalori yang dihasilkan antara 11 752 J/g hingga 23 981 J/g. Hasil analisis ragam menyatakan bahwa jumlah polimer asam akrilat dan konsentrasi bioetanol yang ditambahkan berpengaruh nyata terhadap viskositas dan nilai kalori.

Pada uji ketahanan pembakaran, 5 gram bioetanol dapat menyala antara 3 menit 20 detik hingga 4 menit 15 detik. Residu sisa pembakaran sebanyak 0,4% gram hingga 26% berwujud abu atau kerak putih kering, sisa gel dan sisa air. Tinggi api pembakaran yang teramati antara 8-12 cm hingga 10-15 cm. Seluruh api pembakaran berwarna biru, tidak stabil karena memiliki banyak lidah api (multiple flames) dan memiliki lidah kemerahan pada bioetanol konsentrasi 70% dan 60%. Suhu api pembakaran yang dapat terukur adalah 300oC hingga 318oC. Pada pengujian waterboiling test, dibutuhkan gel bioetanol sebanyak 40,46 gram hingga 57,10 gram sedangkan waktu yang dibutuhkan satu liter air untuk mencapai kondisi mendidih sempurna adalah antara 20.13' hingga 30.35' di mana makin rendah konsentrasi bioetanol yang digunakan maka kebutuhan gel bioetanol semakin banyak dan lama waktu memasak semakin lama.

Dari pengujian di atas, formula bioetanol yang terbaik dan yang paling ekonomis adalah gel bioetanol 80% dan 0,75% polimer asam akrilat dengan nilai viskositas 3 583 cP dan nilai kalori 20 255 J/g.


(3)

Sondang Meilianti. F34052944. Formulation Of Bioethanol Gel with Acrylic Acid Polymer As Thickening Agent. Supervised by Purwoko dan Dwi Setyaningsih. 2009

SUMMARY

Bioetanol is one of renewable fuel which can develop potentially in Indonesia. Nowadays, the barrier of bioethanol using is the degree of safety in case where bioethanol can vapor easily and fast burn. To increase the degree of safety, another form which is know as bioethanol gel that more safe, easy to use and easy to transport is needed. The aims of this research are to know the effect of bioethanol concentration and acrylic acid polymer which added and the good formulas to make bioethanol gel. The concentration of bioethanol which is use in this research are 60%, 70%, 80% and 90%. The concentration of acrylic acid polymer are 0,25%, 0,50% and 0,75%.

Concentration of bioethanol and acrylic acid polymer and the interaction between of bioethanol and acrylic acid polymer had a significant effect on increasing the viscosity and calorific value of bioethanol gel. The value of viscosity are between 2 381 cP to 16 893 cP so that the bioethanol gel can flow. The value of calorific value are between 11 752 J/g until 23 981 J/g. Bioethanol gel can burned 3 minutes 20 second to 4 minutes 15 second. The residue that can measured at the rate of 0,02 gram to 1,30 gram in the form of white dry crust, water in gel form, and water only. The high of flame at the rate of 8-12 cm until 10-15 cm. All the flame are blue, unstable because it has multiple flames, and has a red thinge for a while at 60% and 70% of bioethanol. The flame temperature at the rate of 300OC to 318OC. In waterboiling test, 40,46 gram until 57,10 gram bioethanol gel needed and time to boil at the rate of 20.13’ minute to 30.35’ minute where is the more concentration of bioethanol used, more bioethanol gel and time to boil needed.

From the tests, boethanol gel with concentration 80% which added by 0,75% acrylic acid polymer is the best formulas of all. The viscosity value for the best formula is 3 583 cP and calorific value is 20 255 J/g.


(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skrpsi dengan judul “Formulasi Gel Bioetanol dengan Pengental Polimer Asam Akrilat” adalah hasil karya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing Akademik kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya

Bogor, Oktober 2009 Yang Membuat Pernyataan,

Sondang Meilianti F34052944


(5)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FORMULASI GEL BIOETANOL DENGAN PENGENTAL

POLIMER ASAM AKRILAT

SKRIPSI

Sebagai salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SONDANG MEILIANTI F34052944

Dilahirkan pada tanggal 23 Mei 1987 Di Pontianak

Disetujui, Bogor, Oktober 2009

Drs. Purwoko, MS Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II


(6)

BIODATA PENULIS

Sondang Meilianti (F34052944) merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang dilahirkan di Pontianak, 23 Mei 1987 dari pasangan Ir. M. Sianturi dan R. Marpaung, A.Md. Pendidikan formal ditempuh tahun 1991 di TK. Pembina Pontianak, tahun 1993 di SD Kristen Immanuel Pontianak, tahun 1999 di SLTP Negeri 3 Pontianak, tahun 2002 di SMU Negeri I Pontianak dan pada tahun 2005 diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada tahun 2009 penulis meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian sekaligus menyelesaikan pendidikan tinggi strata satunya.

Selama menjalani kegiatan akademik, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (2007 – 2009) dan Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB. Pada tahun 2008, penulis berkesempatan menjalankan praktek lapang di PS. Madukismo Yogyakarta dan menyelesaikan tugas akhir dengan judul Formulasi Gel bioetanol dengan Pengental Polimer Asam Akrilat di bawah bimbingan Drs. Purwoko, MS dan Dr.Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berjudul Formulasi Gel Bioetanol dengan Pengental Polimer Asam Akrilat. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua orang tua dan keluarga atas dukungan moral, doa tak henti dan dorongan semangat yang diberikan.

2. Drs. Purwoko, M.Si selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah hingga penyusunan tugas akhir.

3. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah hingga penyusunan tugas akhir.

4. Teman-teman TIN 42 atas semangat dan persahabatannya selama ini terlebih Amelia Riyanti, Saepul Rizal, Arif Rahman Hakim, dan semua laboratory freaks Februari hingga September 2009.

5. Sahabat terbaikku, Vrika Nurrahman atas printer, ikan mas koki anti stress, dorongan semangat dan perhatiannya.

6. Ida, Desli, Mei, Thea dan semua saudari-saudariku di ITB atas persahabatan dan dukungannya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini dan berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama demi kemajuan bioenergi Indonesia.

Bogor, 30 Juni 2009


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

C. RUANG LINGKUP PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIOETANOL ... 3

B. POLIMER ASAM AKRILAT ... 4

C. GEL BIOETANOL ... 9

D. PARAMETER KUALITAS GEL BIOETANOL ... 11

1. Viskositas ... 11

2. Nilai Kalor Pembakaran ... 12

E. PEMBAKARAN ... 13

III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT ... 15

B. PROSEDUR PENELITIAN ... 15

1. Penelitian Pendahuluan ... 15

2. Penelitian Utama ... 18

3. Metode Analisa ... 18

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 22

1. Penentuan Metode Formulasi Gel Bioetanol ... 22

2. Proses Formulasi dan Pembuatan Gel Bioetanol ... 24


(9)

1. Viskositas ………..……. 26

2. Nilai Kalori ………..……….. 30

3. Uji Kinerja Pembakaran Gel Bioetanol ………...……... 32

4. Penentuan Formulasi Gel Bioetanol Terbaik ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

A. KESIMPULAN …... 45

B. SARAN ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kimia polimer asam akrilat, (a) 2 dimensi dan

(b) 3 dimensi ... 5

Gambar 2. Perubahan struktur molekul polimer asam akrilat saat pengentalan ... 7

Gambar 3. Viskositas beberapa jenis polimer asam akrilat dengan peningkatan konsentrasi polimer ... 12

Gambar 4. Diagram alir pembuatan gel bioetanol dengan metode I ... 17

Gambar 5. Diagram alir pembuatan gel bioetanol dengan metode II ... 17

Gambar 6. Gel bioetanol hasil (a) Alir proses metode I dan (b) Alir Proses metode II ... 22

Gambar 7. Histogram viskositas gel bioetanol ... 26

Gambar 8. Histogram nilai kalor gel bioetanol ... 30

Gambar 9. Struktur monomer polimer asam akrilat ... 31

Gambar 10. Histogram lama pembakaran gel bioetanol ... 33

Gambar 11. Histogram residu pembakaran gel bioetanol ... 35


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sifat fisik bioetanol ... 4

Tabel 2. Karakteristik kimia polimer asam akrilat ... 5

Tabel 3. Basa penetral yang direkomendasikan ... 7

Tabel 4. Rasio netralisasi basa terhadap konsentrasi polimer ... 8

Tabel 5. Komposisi gel bioetanol dengan pengental selulosa ... 10

Tabel 6. Komposisi bahan gel bioetanol ... 10

Tabel 7. Nilai kalori netto beberapa bahan bakar ... 13

Tabel 8. Energi pembakaran bioetanol (diperkirakan dari energi ikatan) ... 14

Tabel 9. Formula gel bioetanol ... 16

Tabel 10. Karakteristik fisik dan visual gel bioetanol ... 22

Tabel 11. Karakteristik fisik viskositas bioetanol ... 29

Tabel 12. Karakteristik visual residu uji pembakaran ... 36

Tabel 13. Tinggi api pembakaran gel bioetanol ... 37

Tabel 14. Suhu api pembakaran minyak tanah dan minyak jarak ... 39

Tabel 15. Hasil pengujian water boiling test ... 40

Tabel 16. Formula gel bioetanol berdasarkan nilai viskositas terpilih ... 42


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gel bioetanol pada berbagai formulasi ... 51

Lampiran 2. Hasil pengukuran viskositas gel bioetanol ... 53

Lampiran 3. Analisis ragam viskositas gel bioetanol ... 54

Lampiran 4. Hasil pengukuran nilai kalori gel bioetanol ... 57

Lampiran 5. Hasil analisis ragam nilai kalori gel bioetanol ... 58

Lampiran 6. Hasil pengukuran lama pembakaran gel bioetanol ... 61

Lampiran 7. Hasil pengukuran residu pembakaran gel bioetanol ... 62

Lampiran 8. Dokumentasi residu pembakaran gel bioetanol ... 63


(13)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu bahan bakar nabati yang telah dikenal meluas di Indonesia adalah bioetanol. Beberapa komoditi nasional yang potensial digunakan sebagai bahan bakar nabati, khususnya bioetanol adalah tebu, nira aren dan singkong. Saat ini bioetanol kurang dilirik sebagai bahan bakar substitusi di Indonesia karena kurangnya dukungan pemerintah dengan masih diterapkannya subsidi untuk bahan bakar minyak.

Salah satu solusi untuk mengembangkan bahan bakar nabati adalah pengembangan bioetanol skala kerakyatan. Namun usaha bioetanol skala rakyat masih menghadapi kendala dalam aspek legalitas, keamanan dan aturan bea cukai yang tinggi mengingat etanol sangat rentan terhadap penyalahgunaan menjadi minuman keras. Penggunaan kompor bioetanol cair sebagai aplikasi dalam memasak juga memiliki kelemahan keamanan karena sifat fisik bioetanol cair yang mudah menguap dan terbakar. Dalam Robinson (2006), bioetanol cair mudah menguap karena memiliki titik uap dan titik nyala yang rendah yaitu 14OC. Viskositas dan tegangan permukaan yang rendah dalam kondisi cair memudahkan bioetanol mengalir dengan bebas atau memercik. Uap bioetanol inilah yang berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran apabila terpapar panas. Pengalaman Brazil sebagai salah satu negara dengan penggunaan bioetanol terbesar di mana bioetanol dalam bentuk cair merupakan penyebab utama kebakaran di negara tersebut. Oleh karena itu, perlu dikembangkan bioetanol dalam bentuk lain seperti bentuk gel yang lebih aman, mudah digunakan, mudah ditransportasikan serta efisien seperti gel bioetanol. Bioetanol dalam bentuk gel sebenarnya sudah digunakan sejak beberapa tahun yang lalu, hanya saja untuk hal-hal yang bersifat dekoratif dan bukan sebagai bahan bakar untuk memasak skala rumah tangga. Gel bioetanol ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan energi rumah tangga.

Proses jelifikasi bioetanol menjadi gel dapat dilakukan dengan menambahkan bahan pengental (thickening agent) tertentu. Thickening agent yang


(14)

potensial digunakan antara lain berbahan dasar selulosa maupun polimer sintetis. Thickening agent yang dipilih adalah thickening agent yang dapat ikut terbakar bersama dengan bioetanol seperti polimer asam akrilat. Penambahan thickening agent akan mengubah sifat fisik bioetanol sehingga tidak mudah menguap dan bioetanol terabsorb di dalam thickening agent yang akan menahan laju penguapannya. Perlu dilakukan analisa secara kualitatif dan kuantitatif mengenai karakteristik - karakteristik gel bioetanol yang terbentuk antara lain viskositas, nilai kalori, penampakan gel bioetanol, uji pembakaran, water boiling test, sisa pembakaran, suhu api pembakaran dan stabilitas sehingga dapat diketahui formulasi terbaik untuk menghasilkan gel bioetanol.

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh konsentrasi bioetanol dan polimer asam akrilat yang digunakan terhadap karakteristik gel bioetanol yang meliputi nilai kalori, viskositas serta kemampuannya sebagai bahan bakar.

2. Mendapatkan formula gel bioetanol dengan karakteristik yang sesuai untuk dijadikan bahan bakar rumah tangga.

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian ini mencakup :

1. Penentuan tahapan proses yang tepat untuk menghasilkan gel bioetanol melalui trial error.

2. Penentuan konsentrasi bioetanol dan asam akrilat yang digunakan.

3. Pengujian secara kuantitatif meliputi uji kalori, viskositas serta uji kualitatif dari pembakaran yaitu lama pembakaran, residu pembakaran, tinggi api, suhu api, stabilitas api pembakaran dan uji pendidihan air (water boiling test).


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BIOETANOL

Bioetanol merupakan suatu zat cair yang tak berwarna, cepat menguap, mudah terbakar, dan memiliki bau yang spesifik. Bioetanol dapat terbakar dengan nyala api berwarna biru tanpa asap dan tidak selalu dapat terlihat nyalanya dalam keadaan cahaya normal. Sifat - sifat fisik bioetanol di atas dikarenakan oleh adanya gugus hidroksil (OH) dan rantai karbonnya yang pendek. Gugus hidroksil pada bioetanol dapat bereaksi dalam suatu ikatan hidrogen yang mengakibatkan bioetanol lebih kental (viscous) dan mudah menguap dibandingkan dengan campuran organik polar lainnya dengan berat molekul yang sama (www.wikipedia.org/ ethanol, 2008).

Dalam Zuzarte (2007), reaksi proses pembentukan etanol sintetis adalah : C 2 H 4 + H2+ ½ O2 CH3 CH2 OH

Sa’id (1987) menyebutkan bahwa alkohol, etanol pada khususnya, dapat dibuat dari berbagai bahan hasil pertanian. Secara umum bahan - bahan tersebut dapat dibagi menjadi bahan yang mengandung turunan gula, bahan yang mengandung pati dan bahan yang mengandung selulosa. Secara sederhana, proses fermentasi etanol dapat diikhtisarkan dengan reaksi sebagai berikut.

C6H12O6 S. cerevciaae 2C2H5OH + 2CO2 + Kalor

Prihandana et al (2007), menggolongkan etanol dalam dua kelompok besar sebagai berikut :

1. Etanol berhidrat yang merupakan etanol dengan kadar 95-96 % v/v yang kemudian dibagi lagi dalam :

a. Technical atau raw sprit grade, digunakan untuk bahan bakar spiritus, desinfektan, minuman, dan pelarut.

b. Industrial grade, digunakan untuk bahan baku industri dan pelarut. c. Potable grade, digunakan untuk minuman berkualitas tinggi. 2. Etanol anhidrat atau etanol kering yang merupakan etanol dengan kadar

99,5 % ke atas yang digunakan untuk bahan bakar. Jika dimurnikan lebih lanjut, akan dapat digunakan untuk keperluan pelarut dan farmasi di


(16)

laboratorium analisis. Etanol ini juga dikenal sebagai fuel grade ethanol (FGE) yaitu etanol yang mengandung air dalam konsentrasi minimal.

Sebagai suatu bahan kimia, bioetanol memiliki sifat-sifat fisik khas yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat fisik bioetanol *

Sifat Fisik Kuantitas

Massa molekul relative 46,07 g/mol

Titik beku -114,1°C

Titik didih normal 78,32°C

Densitas pada 20o C 0,7893 g/ml

Kelarutan dalam air 20o C sangat larut

Viskositas pada 20o C 1,17 cP

Kalor spesifik 20oC 0,579 kal/g°C

Kalor pembakaran, 25o C 7092,1 kal/g Kalor penguapan (78,32°C) 200,6 kal/g * Rizani (2000)

B. POLIMER ASAM AKRILAT

Dalam Molyneux (1998), asam poliakrilat atau polyacrilic acid merupakan bahan yang memegang peranan penting dalam pembahasan sifat dan kandungan dari polimer sintetis yang larut dalam air karena asam poliakrilat merupakan asam polikarboksilat sintetis dalam bentuk paling sederhana dan telah diketahui secara luas. Asam poliakrilat merupakan bahan kimia yang yang terbentuk karena polimerisasi monomer dengan menggunakan bahan perintis radikal bebas yang biasa digunakan terhadap monomer lain yang telah dilemahkan ikatannya atau dalam suatu enceran dalam air, butanone, ataupun dioxane. Monomer yang telah dilemahkan tersebut atau pada suatu enceran butanone, polimer mengalam perubahan wujud di mana monomer tersimpan dalam bentuk padat dari awalnya yang berupa cairan (precipitate out) selama reaksi. Enceran yang menyerupai air dapat membentuk komposisi tertentu ke bentuk polimer ikatan silang. Cara lain dalam pembentukan asam poliakrilat adalah melalui proses hidrolisis poli alkil


(17)

akrilat. Asam poliakrilat telah tersedia secara bebas dan diperdagangkan dengan nama dagang yang berbeda-beda oleh produsennya. Nama dagang yang telah dikenal luas adalah Acrysol (Rohm&Haas), Carbopol (B.F Goodrich), dan Carbomer (B.P, USNF). Dalam Hosmani (2004), rumus kimia untuk polimer asam akrilat adalah C3H4O2 dan penamaan sesuai IUPAC adalah

propanoat-2-enoic acid. Struktur molekul polimer asam akrilat dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b)

Gambar 1. Struktur kimia polimer asam akrilat, (a) 2 dimensi dan (b) 3 dimensi

Karakteristik kimia molekul polimer asam akrilat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik kimia polimer asam akrilat *

Sifat Kimia Jumlah

Berat Molekul 72,06266 (g/mol)

Formula molekul C3H4O2

X-Log-P3 0,3

Donor ikatan -H 1

Penerima ikatan –H 2

Ikatan yang dapat berotasi 1

Massa molekul nisbi 72, 021129

Massa monoisotop 72,021129

Daerah permukaan polar 37,3

Jumlah atom 5

Kompleksitas 55,9

Atom isotop 0

Atom stereocenter terbatas 0

Atom stereocenter tak terbatas 0


(18)

Dalam Malcolm (2001), ikatan silang (cross-linking) dalam polimer terjadi ketika ikatan valensi primer terbentuk antara molekul-molekul rantai polimer yang terpisah. Selain ikatan di mana monomer membentuk rantai polimer, ikatan polimer yang lain terbentuk di antara polimer tetangganya. Ikatan ini dapat terbentuk secara langsung di antara rantai tetangganya atau dua rantai dapat terikat menjadi rantai yang lain. Walaupun tidak sekuat ikatan pada rantai, ikatan silang mempunyai peran yang sangat penting pada polimer. Ketika polimer diregangkan, ikatan silang (cross link) mencegah rantai untuk berpisah. Ikatan ini memperkuat, namun ketika tegangan dihilangkan maka struktur akan kembali ke bentuk semula Fresno et al (2002) menyatakan bahwa partikel-partikel mikro polimer asam akrilat mengalami proses pembentukan ikatan silang (cross linked) dengan polialkenil poliether atau divinyl glikol. Polimer anionik ini akan mengembang selama proses netralisasi dalam media cair dan membentuk gel. Penambahan amina organik sebagai penetral memungkinkan untuk mengubah polimer asam akrilat menjadi bentuk jelly dalam berbagai pelarut semipolar atau dalam campuran antara pelarut dengan air. Kesesuaian dari polimer dengan pelarut tergantung dari formasi pasangan ion dengan gugus amina.

Dalam Technical Data Sheet Noveon (2008) mengenai proses netralisasi polimer asam akrilat dalam sistem akueus dan hidroalkohol, polimer asam akrilat harus dinetralisasi dengan tujuan memperoleh tingkat viskositas yang maksimum. Dispersi yang belum ternetralisasi memiliki pH dengan rentang 2,5 - 3,5 tergantung pada konsentrasi polimer yang digunakan. Viskositas akan meningkat setelah penambahan basa dan pH mencapai 9 dan terus mengalami peningkatan bila pH menurun. Mekanisme proses pengentalan (thickening mechanism) dalam penggunaan polimer asam akrilat adalah pada saat didispersikan di air, molekulnya mulai terhidrasi dan secara bertahap mengalami pelepasan struktur melingkar (uncoil). Perubahan struktur melingkar molekul polimer asam akrilat dapat dilihat pada Gambar 2.


(19)

Gambar 2. Perubahan struktur molekul polimer asam akrilat saat pengentalan

Dalam Technical Data Sheet Noveon (2008) mengenai proses netralisasi polimer asam akrilat dalam sistem akueus dan hidroalkohol, bioetanol dan isopropanol dapat dikentalkan dengan menggunakan polimer asam akrilat. Faktor yang penting adalah pemilihan bahan penetral yang tepat berdasarkan jumlah bioetanol yang digunakan sehingga gel dapat terbentuk. Jika basa penetral yang digunakan kurang sesuai maka garam dari polimer akan terpecah karena garam polimer tersebut tidak larut dalam waktu lama pada campuran bioetanol dan air (hidroalkohol). Basa penetral yang direkomendasikan untuk sistem hidroalkohol dapat dilihat di Tabel 3.

Tabel 3. Basa penetral yang direkomendasikan *

Persentase Alkohol Penetral (Neutralizer)

20% Sodium hidroksida

30% Potassium hidroksida

60% Trietanolamina

60% Tris Amino

80% AMP-95®

90% Triisopropanolamina

>90% Ethomeen C-25

* Technical Data Sheet Noveon (2008)

Cara yang paling umum untuk mencapai tingkat kekentalan maksimum adalah dengan mengubah polimer asam akrilat menjadi garam. Hal ini dapat


(20)

dengan mudah dilakukan dengan menetralkan polimer dengan basa yang umum diperoleh seperti Natrium Hidroksida (NaOH) atau Triethanolamina (TEA). Macam- macam basa yang dapat digunakan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rasio netralisasi basa terhadap konsentrasi polimer *

Nama Dagang Nama CTFA Produsen

Rasio netralisasi

NaOH (18%) Sodium hidroksida - 2,3/1,0

Amonia (28%) Ammonium hidroksida - 0,7/1,0

KOH (18%) Potassium hidroksida - 2,7/1,0

AMP-95® Aminometil Propanol Angus 0,9/1,0 Neutrol® TE Tetrahidroksipropil

Etilendiamina BASF 2,3/1,0

TEA (99%) Trietanolamina - 1,5/1,0

Trisamino®

40%) Trometamina Angus 3,3/1,0

Ethomeen®

C-25 PEG-15 Cocamina Akzo 6,2/1,0

Diisopropanol-amina Diisopropanol-amina Dow 1,2/1,0

Triisopropanol-amina Triisopropanol-amina Dow 1,5/1,0

* Technical Data Sheet Noveon (2008)

Dalam Islam et al (2004), dispersi antara polimer dengan air digunakan secara umum sebagai bahan pengental dalam produk kosmetika dan farmasi untuk meningkatkan karakteristik rheologinya. Beberapa keuntungan dalam penggunaan polimer asam akrilat sebagai pengental adalah :

1. Tingkat kekentalan tinggi pada konsentrasi penggunaan yang rendah. 2. Interval viskositas yang luas dan karakteristik aliran yang baik 3. Kesesuaian dengan banyak bahan aktif lainnya.

4. Sifat bioadesive yang baik 5. Stabilitas termal yang baik

6. Karakteristik organoleptik yang sangat baik sekali dan penerimaan yang baik.


(21)

C. GEL BIOETANOL

Dalam Visser (2005), gel bioetanol atau yang dikenal dengan gelfuel dengan pengental berbasis selulosa telah diperkenalkan di benua Afrika terutama di negara Mali, Malawi, Mozambique, Afrika Selatan dan Zimbabwe dalam mendukung program Bank Dunia dalam penyediaan energi rumah tangga di negara miskin benua Afrika. Gel bioetanol merupakan bahan bakar berbasis bioetanol yang memiliki konsistensi menyerupai gel melalui penambahan bahan pemodifikasi rheologi tertentu. Gel bioetanol memiliki beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan bahan bakar rumah tangga lain sebagai berikut.

1. Memiliki kemungkinan lebih rendah untuk mengalami kebocoran dan tumpah bila dibandingkan dengan bahan bakar cair.

2. Tingkat penguapan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan bahan bakar bioetanol cair di mana gel membentuk lapisan yang mengurangi laju penguapan bioetanol.

3. Penanganan bahan dan penggunaan lebih mudah di mana bila dibandingkan dengan bahan bakar padat, gel bioetanol dapat disimpan, ditransportasikan dan didistribusikan sebagai fasa cair.

Dalam Sibanda (2000), bahan bakar gel (gel fuel) merupakan gabungan dari etil alkohol (bioetanol) dan pulp organik (selulosa). Keduanya mengalami proses pengentalan (gelling) dengan penambahan air yang membentuk suatu campuran bening dan transparan dengan konsistensi membentuk gel. Komposisi dari bahan bakar ini dalam persen berat adalah bioetanol (76%), selulosa (5%) dan air (19%). Besarnya nilai kalori yang dihasilkan oleh bahan bakar gel ini adalah sebesar 22,8 MJ/kg.

Dalam Visser (2003), komposisi dari millennium gel fuel yang dikembangkan di Afrika disajikan pada Tabel 5. Selain komposisi yang disebutkan dalam Tabel 6, dilakukan penambahan sejumlah kecil bahan pewarna dan flavouring agent dengan tujuan mencegah penyalahgunaan pengkonsumsian gel bioetanol.


(22)

Tabel 5. Komposisi gel bioetanol dengan pengental selulosa

Bahan Massa (%) Densitas (kg/m3)

Nilai Kalori (kJ/kg)

Kalor Laten (kJ/kg)

Bioetanol 76 800 27 500 0

Air 19 1000 0 2260

Selulosa 5 1370 16500 0

* Visser (2003)

Dalam Visser (2005), nilai kalori dari gel bioetanol dapat dihitung berdasarkan komposisi bahan yang disajikan pada Tabel 5. Hasil perhitungan berdasarkan Tabel 5 adalah 21,7 MJ/kg sedangkan berdasarkan perhitungan menurut pengukuran langsung adalah 22,8 MJ/kg sehingga nilai kalori rata-rata yang dihasilkan oleh gel bioetanol adalah 22,3 MJ/kg.

Di dalam US Patent (2003), gel bioetanol sejenis dengan bahan pengental metil hidroksil propil selulosa telah dipatenkan di Amerika Serikat dengan nomor paten US 2003/0217504 A1 atas nama Robert E. Merdjan dan Jason Matione dari Zimbabwe dengan menggunakan metil hidroksil propil selulosa (MHPC) sebagai medium pembentuk gel.

Dalam Lubrizol Noveon Sheet (2006) mengenai bahan bakar etanol padat, salah satu komposisi yang digunakan untuk membuat gel bioetanol dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi bahan gel bioetanol *

Nama Bahan Kimia Massa (%) Fungsi

Aquades Deionisasi 23,90 Pelarut

Carbopol EZ-3 0,55 Pemodifikasi Rheologi

Bioetanol 75,00 Bahan bakar

Triisopropanolamina 0,55 Penetral

* Lubrizol Noveon Sheet (2006)

Proses pembuatan gel bioetanol dalam Lubrizol Noveon Sheet (2008) mengenai proses netralisasi polimer asam akrilat dalam sistem akueus dan


(23)

hidroalkohol dilakukan dengan menambahkan bahan pengental polimer asam akrilat ke dalam air deionisasi tanpa pengadukan (agitasi). Secara perlahan - lahan polimer asam akrilat akan menjadi basah dalam beberapa menit. Kemudian dilakukan pengadukan perlahan dan penambahan bioetanol. Jika penetral yang digunakan adalah Triisopropanolamina, Triisopropanolamina dipanaskan hingga mencair dan ditambahkan ke dalam larutan dengan agitasi merata. Larutan akan mengalami pengentalan secara perlahan pada tahapan ini dan peningkatan kecepatan aduk dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang baik. Karakteristik dari produk yang diharapkan adalah tampilan yang bening (clear), pH dengan kisaran 7,5 - 8,0 dan viskositas sebesar 15 000 - 20 000 cP.

D. PARAMETER KUALITAS GEL BIOETANOL

Pada formulasi gel bioetanol, perlu dilakukan penambahan air dan gelling agent yang mengakibatkan adanya perubahan secara fisik dan kimia dari bioetanol cair yang digunakan. Sifat fisik dan kimia tersebut merupakan parameter – parameter kualitas gel bioetanol dalam fungsinya sebagai bahan bakar terutama untuk aplikasi pada kompor rumah tangga. Parameter – parameter tersebut adalah viskositas dan nilai kalori (heating value).

1. Viskositas

Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi yang biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jila viskositas semakin tinggi maka tahanan untuk mengalir juga semakin tinggi. Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran. Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu (Przybylski, 2006). Viskositas diukur dengan Stokes atau Centistokes. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam Engler, Saybolt atau Redwood. Tiap jenis bahan bakar memiliki hubungan antara suhu viskositas tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut Viskometer (UNEP, 2006).


(24)

Dalam Lubrizol Pharmaceutical Bulletin No 6 mengenai Pengentalan (2008), viskositas polimer asam akrilat akan meningkat bila mengalami netralisasi. Polimer asam akrilat memiliki viskositas yang lebih tinggi dalam air daripada dalam pelarut, selain itu viskositas juga akan mengalami peningkatan jika konsentrasi polimer asam akrilat yang digunakan meningkat. Grafik peningkatan viskositas pada polimer asam akrilat dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Viskositas beberapa jenis polimer asam akrilat dengan peningkatan konsentrasi polimer

2. Nilai Kalor Pembakaran

Dalam Anonim (2006), nilai kalor adalah kalor yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna satu kilogram atau satu satuan berat bahan bakar padat atau cair atau satu meter kubik satu satuan volume bahan bakar gas pada keadaan baku. Nilai kalor atas atau “gross heating value” atau “higher heating value” adalah kalor yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna satu satuan berat bahan bakar padat atau cair, atau satu satuan volume bahan bakar gas, pada tekanan tetap, suhu


(25)

250 C dan apabila semua air yang mula-mula berwujud cair setelah pembakaran mengembun menjadi cair kembali. Nilai kalor bawah atau “net heating value” atau “lower heating value” adalah kalor yang besarnya sama dengan nilai kalor atas dikurangi kalor yang diperlukan oleh air yang terkandung dalam bahan bakar dan air yang terbentuk dari pembakaran bahan bakar untuk menguap pada 250C dan tekanan tetap. Air dalam sistem setelah pembakaran berwujud uap air pada 250C. Nilai kalori pembakaran gel bioetanol bila dibandingkan dengan bahan bakar lain disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai kalori netto beberapa bahan bakar *

Bahan Bakar Nilai Kalori Netto (MJ/kg)

Kayu bakar 17,0

Batu bara 27,0

Minyak tanah 43,5

LPG (gas butane) 45,3

Gel bioetanol (95%) 22,3

* Visser (2005)

E. PEMBAKARAN

Dalam Turns (2000), pembakaran (combustion) didefinisikan sebagai reaksi kimia berupa oksidasi cepat antara oksigen dan bahan yang dapat terbakar yang menghasilkan panas ataupun keduanya yaitu cahaya dan panas, oksidasi secara lambat diikuti dengan munculnya panas yang relatif sedikit dan cahaya (api).

Dalam UNEP (2006), tujuan dari pembakaran yang baik adalah melepaskan seluruh panas yang terdapat dalam bahan bakar. Hal ini dilakukan dengan pengontrolan suhu yang cukup tinggi untuk menyalakan dan menjaga penyalaan pembakaran, turbulensi atau pencampuran oksigen dengan bahan bakar yang baik, dan waktu yang cukup sehingga dicapai pembakaran yang sempurna.

Dalam Rinaldi (2003), persamaan pembakaran untuk bioetanol adalah sebagai berikut.


(26)

C2H5OH + 3O2 2CO2 + 3H2O

Energi yang dilepaskan pada saat proses pembakaran dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Energi pembakaran bioetanol ( diperkirakan dari energi ikatan ) *

Bahan Bakar

Kandungan Energi (kJ) Entalpi Per mol

O2

Bahan Bakar

Bahan bakar (mol) (gram)

C2H5OH + 3O2 2CO2 + 3H2O

5C-H = 2050 2(2C=O) = 3196 C-C = 347 3(O-H) = 2766 C-O = 360

O-H = 460 3(O=O) = 1482

—--- --- 4699 5956

1257 419 1257 27,3

* Rinaldi (2003)

Dalam Visser (2003), prinsip pembakaran gel bioetanol adalah ketersediaan uap (vapour) dari gel bioetanol yang tercampur dengan jumlah oksigen yang cukup untuk mencapai kondisi pembakaran yang baik dan sempurna. Pencampuran antara uap bioetanol dan udara dapat terjadi melalui penghamburan (diffusion) atau melalui premixing. Pada pembakaran secara difusi, udara bebas masuk bersama aliran uap dan membentuk suatu campuran yang dapat terbakar pada daerah batasan dari aliran uap. Karakteristik api dari pembakaran secara difusi adalah api yang panjang dan berbentuk menyerupai kerucut (conical shape). Salah satu contoh dari pembakaran secara difusi adalah api lilin. Jika api difusi terjadi pada sebuah permukaan yang lebih luas, maka akan terbakar secara tidak stabil dan berlidah banyak (multiple flames).


(27)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Penentuan Metode Formulasi Gel Bioetanol

Pada penelitian pendahuluan, dilakukan penentuan formulasi awal dengan sistem trial and error untuk mendapatkan gel bioetanol dengan bentuk fisik yang baik. Penelitian pendahuluan diawali dengan menentukan metode yang paling baik dalam pembuatan gel bioetanol dan penentuan jumlah basa penetral yang akan digunakan. Hasil pengamatan gel bioetanol secara fisik dan visual dengan kedua metode disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik fisik dan visual gel bioetanol

Karakteristik gel

bioetanol Metode I Metode II

Warna Gel bening dengan

bercak-bercak putih

Gel bening dan bersih

Sifat aliran Kental, dapat mengalir Kental, dapat mengalir

Api pembakaran Biru Biru

Sisa pembakaran Ada Ada

Perbandingan hasil gel bioetanol antara alir proses metode I dan II dapat dilihat pada Gambar 6.

(a) (b)

Gambar 6. Gel bioetanol hasil (a) alir proses metode I dan (b) alir proses metode II


(28)

Penambahan NaOH pada berbagai jumlah menyebabkan adanya keanekaragaman viskositas pada gel bioetanol yang terbentuk. Dari hasil pengamatan secara visual, penambahan NaOH sebesar 0,27 ml pada 100 ml formulasi menghasilkan gel bioetanol yang kental tetapi masih dapat mengalir. Dari hasil pengamatan secara visual (Gambar 6) dipilih alir proses dengan metode II.

Dalam Islam (2004) dan Hosmani (2006), penggunaan konsentrasi polimer asam akrilat yang sering digunakan adalah 0,5%. Dalam Lubrizol Pharmaceutical Bulletin No.21 (2008) mengenai Formulasi Produk Semi Padat, penggunaan polimer asam akrilat untuk gel hidroalkohol adalah antara 0,5% hingga 3%.

Polimer asam akrilat merupakan bahan yang digunakan untuk mencapai tingkat kekentalan tertentu dan emulsifikasi dengan cara menetralkan polimer asam akrilat dengan basa tertentu. Proses perubahan menjadi cairan sangat kental (thickening) terjadi di mana proses netralisasi dengan penambahan basa NaOH akan mengionisasi polimer asam akrilat dan menghasilkan muatan negatif di sepanjang tulang punggung dari polimer itu sendiri. Muatan negatif yang dihasilkan adalah atom oksigen (O) pada gugus karboksilat (-COOH) sedangkan atom hidrogennya digantikan oleh atom Na+ dari basa NaOH yang ditambahkan. Tolak menolak oleh muatan yang sama menyebabkan perubahan struktur polimer asam akrilat dari melingkar menjadi lurus (uncoiling). Reaksi ini berlangsung cepat dan menghasilkan pengentalan yang terjadi seketika itu juga dan membentuk emulsi yang stabil. Polimer asam akrilat dipilih sebagai bahan pengental karena dapat membentuk gel dengan sangat baik, cepat, dapat terbakar bersamaan dengan bioetanol serta kemudahannya untuk didapatkan terutama di Indonesia karena digunakan secara luas dalam industri pembuatan antiseptik tangan dan kosmetik.

Penambahan basa digunakan untuk menetralkan polimer asam akrilat sehingga proses jellifikasi (gellification) dapat terjadi. Dalam Lubrizol Pharmaceutical Bulletin No.5 (2008) mengenai prosedur netralisasi pada polimer asam akrilat, basa inorganik seperti Natrium Hidroksida (NaOH) atau


(29)

Potasium Hidroksida atau amina dengan berat molekul rendah dan amina alkanol akan menghasilkan proses netralisasi yang memadai. Konsentrasi basa yang digunakan adalah 1 N sehingga gel bioetanol dapat terbentuk dengan sempurna.

Dalam mendispersikan padatan polimer asam akrilat, digunakan akuades demineralisasi karena dalam Lubrizol Pharmaceutical Bulletin No.21 (2008) mengenai Formulasi Produk Semipadat, dijelaskan bahwa polimer asam akrilat sangat sensitif terhadap keberadaan elektrolit-elektrolit seperti Ca2+, Mg2+, Fe3+, Al3+ di dalam air akuades sehingga akan lebih baik menggunakan akuades demineralisasi. Adanya ion dan elektrolit akan berpengaruh terhadap pembentukan viskositas pada saat penambahan basa dilakukan.

2. Proses Formulasi dan Pembuatan Gel Bioetanol

Dalam proses formulasi gel bioetanol ini digunakan bahan baku berupa bioetanol 95%, bahan pengental (thickening agent) polimer asam akrilat, basa NaOH dan akuades demineralisasi. Formulasi gel bioetanol dilakukan dengan memodifikasi komposisi bioetanol dan penambahan polimer asam akrilat. Pada penelitian ini, konsentrasi polimer asam akrilat adalah 0,25%, 0,50% dan 0,75% massa per volume dan konsentrasi bioetanol yang digunakan adalah 90%, 80%, 70% dan 60% per volume untuk total 1000 ml gel bioetanol.

Polimer asam akrilat dan bioetanol dapat digunakan secara bersamaan untuk membentuk suatu gel hidroalkohol yang digunakan untuk melarutkan suatu bahan farmasi dengan tingkat kelarutan rendah. Pada pembuatan gel bioetanol ini, fungsi untuk melarutkan bahan farmasi dikesampingkan dan gel hidroalkohol yang terbentuk dialihkan fungsinya menjadi bahan bakar kompor rumah tangga yang lebih aman. Dalam pembuatannya, menurut Hosmani (2006), bioetanol ditambahkan pada hidrogel (polimer asam akrilat yang telah didispersikan dahulu di air) dan diikuti dengan pengadukan perlahan. Pada pembuatan gel bioetanol ini, padatan polimer asam akrilat didispersikan dahulu pada akuades demineralisasi diiringi dengan


(30)

pengadukan perlahan menggunakan magnetic bar dengan kecepatan 1200 rpm.

Padatan polimer asam akrilat yang didispersikan akan mengalami pengembangan setelah 10 menit pengadukan. Polimer asam akrilat akan mengembang karena akuades demineralisasi yang ditambahkan akan terjerab di dalam polimer asam akrilat. Bersamaan dengan pengembangan padatan polimer asam akrilat, dilakukan penambahan basa NaOH 1 N sedikit demi sedikit dengan menggunakan pipet tetes secara merata disertai pengadukan perlahan untuk semua formulasi. Penambahan basa akan menetralkan polimer asam akrilat sehingga proses pengentalan (thickening) terjadi dan hidrogel yang sangat kental dan cenderung padat terbentuk. Penambahan bioetanol dilakukan disertai dengan pengadukan sehingga seluruh hidrogel polimer asam akrilat terdispersi serta berikatan dengan bioetanol dengan sempurna dan terbentuk suatu campuran hidroalkohol gel yang viskos.

Dalam sistem hidroalkohol, polimer asam akrilat, air dan bioetanol akan saling menyatu. Pada awalnya, polimer asam akrilat yang cenderung lebih menyerap air akan mengikat air terlebih dahulu dan kemudian setelah dilakukan penambahan basa NaOH maka terjadi pembentukan gel yang menyebabkan viskositas meningkat. Pada tahap terbentuknya gel, bioetanol yang ditambahkan akan terikat ke akuades karena bioetanol dan akuades memiliki derajat kelarutan yang sama dan keduanya merupakan senyawa polar yang saling melarutkan. Bioetanol yang telah terlarut berikatan dengan air dan kemudian keduanya terikat oleh polimer asam akrilat sehingga gel bioetanol terbentuk. Gel bioetanol dalam berbagai formulasi yang digunakan dapat dilihat di Lampiran 1a dan 1b.

Proses absorbsi fisik antara bioetanol, akuades dan polimer asam akrilat diawali oleh terbentuknya ikatan hidrogen antara air dengan atom O dari gugus karboksilat polimer asam akrilat yang berikatan rangkap dengan atom karbon. Rantai -OH pada akuades kemudian terikat lagi oleh ikatan hidrogen dengan bioetanol karena keduanya memiliki derajat kepolaran yang sama sehingga bioetanol terabsorb di dalam polimer asam akrilat yang telah


(31)

berbentuk gel. Adanya proses absorbsi ini dapat mengurangi tingkat penguapan pada gel bioetanol.

B. PENELITIAN UTAMA 1. Viskositas

Viskositas merupakan merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Pada formulasi gel bioetanol ini, perlu diketahui nilai viskositas gel bioetanol yang terbentuk. Nilai viskositas yang didapatkan akan digunakan dalam proses desain kompor gel bioetanol yang merupakan penelitian lanjutan dari penelitian ini. Nilai viskositas gel bioetanol disajikan pada Gambar 7. Data lengkap mengenai viskositas bioetanol dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar 7. Histogram viskositas gel bioetanol

2580 2489 1039 9 8221 7684 2381 615 20744 16893 3583 2621 0,0 1500,0 3000,0 4500,0 6000,0 7500,0 9000,0 10500,0 12000,0 13500,0 15000,0 16500,0 18000,0 19500,0 21000,0 22500,0

60 70 80 90

Kons.Bioetanol (%) V is k o s it a s ( c P ) 0.25 0.50 0.75


(32)

Dari Gambar 7, dapat dilihat bahwa nilai viskositas gel bioetanol berkisar antara 9 cP hingga 20 744 cP. Seiring dengan meningkatnya konsentrasi polimer asam akrilat yang ditambahkan, maka viskositas juga akan mengalami peningkatan. Viskositas gel bioetanol terendah yang diperoleh adalah 9 cP pada formula 90% bioetanol dan 0,25% polimer asam akrilat. Formula ini tidak menghasilkan gel bioetanol dalam bentuk gel akan tetapi masih dalam bentuk cair sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai gel bioetanol. Seluruh gel bioetanol yang dihasilkan memiliki sifat bahan yang dapat mengalir bila dituang ke wadahnya. Nilai viskositas terbesar adalah pada formula 60% bioetanol dan 0,75% Polimer asam akrilat di mana secara visual konsistensinya menyerupai gel rambut, cenderung rigid dan sulit untuk mengalir.

Hasil analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05

(Lampiran 3) menunjukkan bahwa konsentrasi bioetanol dan jumlah polimer asam akrilat yang ditambahkan berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap peningkatan viskositas pada semua formulasi gel bioetanol. Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada variasi penambahan polimer asam akrilat menunjukkan bahwa penambahan polimer asam akrilat pada jumlah 0,75% menunjukkan pengaruh peningkatan viskositas gel bioetanol terbesar sedangkan penambahan polimer asam akrilat sebanyak 0,25% menunjukkan pengaruh peningkatan viskositas terkecil pada gel bioetanol. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 3) menunjukkan adanya perbedaan dengan penambahan bioetanol pada konsentrasi yang berbeda. Gel bioetanol dengan konsentrasi 60% mengalami peningkatan viskositas terbesar sedangkan pada gel bioetanol konsentrasi 90%, terjadi peningkatan viskositas yang rendah. Hasil uji lanjut interaksi antara polimer asam akrilat dan konsentrasi bioetanol terhadap viskositas menunjukkan bahwa gel bioetanol dengan 90% bioetanol dan 0,25% polimer asam akrilat memiliki viskositas yang paling rendah sedangkan gel bioetanol dengan 60% bioetanol dan 0,75% polimer asam akrilat memiliki nilai viskositas terbesar diantara semua formula.


(33)

Dalam Lubrizol Pharmaceutical Bulletin Nomor 6 (2008) mengenai atribut pengentalan pada polimer asam akrilat, bila konsentrasi polimer asam akrilat yang ditambahkan meningkat maka nilai viskositas yang dihasilkan juga akan meningkat. Selain karena pengaruh peningkatan konsentrasi polimer asam akrilat, peningkatan viskositas terjadi apabila konsentrasi bioetanol diperkecil sehingga jumlah air menjadi lebih banyak. Bioetanol pada konsentrasi 70% dan 60% merupakan bioetanol 95% yang mengalami pengenceran dengan penambahan air dalam jumlah besar. Bila dibandingkan dengan konsentrasi polimer asam akrilat dan konsentrasi bioetanol yang lain, kenaikan viskositas yang terjadi pada konsentrasi bioetanol 70% dan 60% dengan konsentrasi polimer asam akrilat 0,75% sangat signifikan. Hal ini terjadi karena titik jenuh pengembangan polimer asam akrilat dan gejala polielektrolit terjadi sehingga peningkatan viskositasnya sangat besar. Gejala polielektrolit pada polimer dijelaskan dalam Cowd (1991), pada polimer yang mengandung gugus terionkan seperti gugus asam karboksilat, rantai - rantai dalam larutan dapat bertindihan dan akibat gaya tolak menolak antar muatan sejenis pada rantai yang berdampingan serta pengionan tak sempurna yang mungkin terjadi maka rantai tidak memanjang terlalu banyak. Pada saat larutan diencerkan, rantai menjadi terpisah lebih berjauhan dan tolak menolak antar muatan pada rantai yang sama sekarang dapat menyebabkan rantai memanjang sehingga kekentalan naik. Gejala ini disebut sebagai sifat polielektrolit yakni kekentalan larutan polimer berkurang pada saat larutan mulai diencerkan tapi pada pengentalan lebih lanjut kekentalan justru meningkat lagi.

Dari nilai viskositas yang dapat dilihat pada data di atas, nilai viskositas yang cukup baik untuk dapat diaplikasikan pada kompor gel bioetanol adalah pada rentang 2 381 cP hingga 16 893 cP di mana gel bioetanol pada nilai viskositas demikian masih dapat mengalir sehingga memudahkan dalam penggunaanya pada kompor gel bioetanol.

Dalam Lubrizol Pharmaceutical Bulletin Nomor 6 (2008) mengenai atribut pengentalan pada polimer asam akrilat, kelebihan yang dimiliki


(34)

oleh polimer asam akrilat sebagai pengental adalah penurunan viskositas yang sedikit bila terpapar suhu tinggi. Hal ini menjadi salah satu kelebihan dari gel bioetanol di mana kekentalannya tidak mengalami penurunan signifikan hingga terjadi perubahan wujud pada saat dibakar.

Karakteristik viskositas yang diharapkan dari gel bioetanol ini adalah kental dan masih dapat mengalir. Pengelompokan keseluruhan karakteristik viskositas dari gel bioetanol yang terbentuk dan sesuai dengan tujuan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Karakteristik fisik viskositas gel bioetanol

Formula Viskositas

(cP) Karakteristik fisik Bioetanol 90 %

2 621 kental mengalir polimer asam akrilat 0.75%

Bioetanol 90 %

615 cair mengalir

polimer asam akrilat 0,5% Bioetanol 90 %

9 cair mengalir

polimer asam akrilat 0,25% Bioetanol 80 %

3 583 kental mengalir polimer asam akrilat 0,75%

Bioetanol 80 %

2 381 kental mengalir polimer asam akrilat 0.50%

Bioetanol 80 %

1 039 cair mengalir

polimer asam akrilat 0.25% Bioetanol 70 %

16 893 kental mengalir polimer asam akrilat 0.75%

Bioetanol 70 %

7 684 kental mengalir polimer asam akrilat 0.5%

Bioetanol 70 %

2 489 kental mengalir polimer asam akrilat 0.25%

Bioetanol 60 %

20 744 sangat

kental sulit mengalir polimer asam akrilat 0.75%

Bioetanol 60 %

8 221 kental mengalir polimer asam akrilat 0.50 %

Bioetanol 60 %

2 580 kental mengalir polimer asam akrilat 0.25%


(35)

2. Nilai Kalori

Nilai kalori merupakan parameter mutu paling penting bagi gel bioetanol sebagai bahan bakar. Nilai kalori adalah sejumlah energi panas yang tersimpan dalam bahan bakar yang dihasilkan melalui reaksi pembakaran. Pada bahan bakar, makin tinggi nilai kalori yang dimiliki maka mutu bahan bakar tersebut semakin baik dan efisiensi pembakarannya tinggi. Nilai kalori yang diperoleh dari pengukuran kalori gel bioetanol dengan ParrAdiabatic Bomb Calorimeter menghasilkan data yang disajikan pada Gambar 8

Gambar 8. Histogram nilai kalor gel bioetanol

Dari histogram pada Gambar 8, terlihat bahwa semakin rendah jumlah polimer asam akrilat yang ditambahkan, maka nilai kalor yang dihasilkan juga mengalami penurunan dan demikian pula dengan penurunan konsentrasi bioetanol yang digunakan dalam formulasi gel bioetanol ini. Nilai kalor yang diperoleh berkisar antara 11 753 J/g untuk bioetanol konsentrasi 60% dan polimer asam akrilat 0,25 % dan nilai kalor terbesar sebesar 23 981 J/g untuk gel bioetanol konsentrasi 90% dan polimer asam akrilat 0,75% .

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

60 70 80 90

Konsentrasi Bioetanol (%)

N Il a i K a lo ri ( J /g r) 0.25 0.50 0.75


(36)

Hasil analisis ragam (Lampiran 5) dengan tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05 menunjukkan bahwa faktor konsentrasi bioetanol dan

polimer asam akrilat yang ditambahkan berpengaruh nyata (P < 0,01) terhadap nilai kalori gel bioetanol. Faktor interaksi antara konsentrasi bioetanol dan jumlah polimer asam akrilat yang ditambahkan menunjukkan bahwa ada interaksi antara dua faktor karena signifikansinya lebih besar dari α = 0,05 terhadap nilai kalori gel bioetanol. Hasil

pengukuran nilai kalori gel bioetanol secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil uji lanjut Duncan di Lampiran 5 terhadap variasi konsentrasi bioetanol menunjukkan bahwa nilai kalori gel bioetanol pada tiap-tiap konsentrasi bioetanol (90%, 80%, 70% dan 60%) saling berbeda nyata. Sedangkan untuk variasi polimer asam akrilat yang ditambahkan, nilai kalori pada penambahan 0,75% dan 0,50% polimer asam akrilat tidak saling berbeda nyata, namun berbeda nyata terhadap penambahan 0,25% polimer asam akrilat.

Konsentrasi bioetanol yang digunakan memegang peranan penting terhadap besarnya nilai kalori yang dikandung oleh gel bioetanol. Nilai kalori gel bioetanol sebagian besar dihasilkan dari kandungan kalori bioetanol di dalamnya. Selain itu penambahan polimer asam akrilat sebagai thickening agent juga turut menaikkan nilai kalori karena atom karbon yang dimilikinya meskipun tidak menyumbangkan nilai kalori dalam jumlah besar bila dibandingkan dengan bioetanol sendiri. Polimer asam akrilat memiliki 3 atom karbon pada tiap monomernya sehingga dapat mempengaruhi nilai kalori yang dihasilkan oleh gel bioetanol. Adanya atom karbon pada polimer asam akrilat dapat dilihat pada Gambar 9.


(37)

Dalam Yulistina (2001), nilai kalor berhubungan erat dengan komposisi karbon terikat pada suatu bahan bakar. Semakin tinggi karbon terikat yang dimiliki, maka nilai kalornya juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan dalam pembakaran dibutuhkan karbon yang akan bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan kalor. Ikatan karbon pada gel bioetanol diperoleh terutama dari atom karbon bioetanol dan ditambah karbon dari polimer asam akrilat.

Pada gel bioetanol, makin rendah konsentrasi bioetanol yang digunakan maka nilai kalorinya semakin menurun. Penurunan nilai kalori ini dipengaruhi oleh keberadaan air dalam formulasi gel bioetanol yang ikut masuk ke dalam campuran bersama dengan pengenceran bioetanol cair dari konsentrasi 95% menjadi 90%, 80%, 70% dan 60%. Dalam Visser (2005), adanya air berpengaruh buruk terhadap nilai kalori netto atau net calorific value (NCV) gel bioetanol. Dalam Listiyanawati (2008), Nett Calorific value (NCV) mengasumsikan bahwa seluruh uap yang dihasilkan selama proses pembakaran sepenuhnya terembunkan atau terkondensasikan. Pada gel bioetanol, kandungan air yang tinggi akan menghabiskan kalor yang lebih banyak untuk menguapkan air yang ada dalam gel yang berarti akan menurunkan nilai kalori netto gel bioetanol tersebut. Bila dibandingkan dengan bahan bakar untuk rumah tangga jenis lain seperti minyak tanah sebesar 43 500 J/g, maka nilai kalori gel bioetanol adalah kurang lebih separuh dari nilai kalori minyak tanah.

3. Uji Kinerja Pembakaran Gel Bioetanol

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengukur efektivitas dan kemampuan suatu bahan bakar adalah dengan melakukan uji kinerja pembakaran. Pada proses pembakaran gel bioetanol ini, atribut-atribut yang diperhatikan adalah lama pembakaran 5 gram gel bioetanol, massa residu, suhu api pembakaran, tinggi api dan stabilitas api.


(38)

a. Lama Pembakaran Gel Bioetanol

Pengujian pembakaran bertujuan untuk melihat kemampuan gel bioetanol dapat terbakar hingga hanya tersisa bagian yang tidak dapat terbakar lagi dan dihitung lama waktu hingga api benar-benar padam. Pada uji lama pembakaran ini, sebanyak 5 gram gel bioetanol dibakar menggunakan cawan aluminium sebagai wadah pembakaran. Dari seluruh gel bioetanol yang diuji, seluruhnya memiliki kemampuan untuk terbakar dan lama waktu pembakaran yang berbeda-beda. Hasil pengukuran lama waktu pembakaran gel bioetanol disajikan pada Gambar 10. Data lengkap lama pembakaran gel bioetanol disajikan pada Lampiran 6.

Gambar 10. Histogram lama pembakaran gel bioetanol

Dari histogram di atas, karakteristik yang didapatkan dari pembakaran gel bioetanol adalah lama pembakaran yang cukup lama yaitu antara 3 menit 20 detik (Bioetanol 60% dan 0,25% polimer asam akrilat) hingga 4 menit 15 detik (Bioetanol 70% dan 0,75% polimer asam akrilat). Secara keseluruhan, 5 gram gel bioetanol yang dibakar dapat menyala selama tidak kurang dari 3 menit.

Pada proses pembakaran suatu bahan bakar, kecepatan pembakaran tergantung pada kemudahan bahan tersebut untuk terbakar

0 50 100 150 200 250 300

60 70Kons. bioetanol (%)80 90

L a m a p e m b a k a ra n ( d e ti k ) 0.25 0.50 0.75 tanpa PAA


(39)

dan bioetanol merupakan salah satu bahan yang sangat mudah terbakar. Dalam Visser (2003), gel bioetanol, atau dengan kata lain bioetanol yang terikat di dalam gel bioetanol, seperti minyak tanah memerlukan penguapan terlebih dahulu untuk pembakaran.

Uap bioetanol yang tercampur dengan udara bebas membentuk suatu campuran yang mudah terbakar. Jika konsentrasi bioetanol yang dikandung makin tinggi, maka bioetanol makin cepat menguap dan kemampuan terbakarnya menjadi lebih tinggi serta waktu pembakarannya menjadi semakin cepat. Adanya polimer asam akrilat dan air menjadi faktor penahan agar lama pembakaran menjadi semakin panjang. Polimer asam akrilat dengan konsentrasi yang semakin meningkat akan menahan laju penguapan bioetanol karena bioetanol terjerab di dalam polimer asam akrilat sehingga pelepasan uap bioetanol terjadi secara perlahan. Akibatnya adalah lama pembakaran menjadi semakin panjang. Bila dibandingkan dengan pembakaran bioetanol cair pada Gambar 10, dapat dilihat bahwa bioetanol gel mengalami peningkatan lama laju pembakaran beberapa detik lebih lama sehingga dapat dikatakan bahwa laju penguapan bioetanol terhambat oleh polimer asam akrilat yang digunakan

Keberadaan air dalam menahan laju terbakarnya gel bioetanol juga sekaligus menjadi penghambat yang menyebabkan nilai kalori menjadi turun bila konsentrasi bioetanol yang digunakan menurun. Energi panas yang terkandung dalam gel bioetanol akan digunakan untuk menguapkan air terlebih dahulu selama pembakaran sedangkan air yang berada di dalam gel bioetanol berikatan dengan bioetanol cair sehingga pembakaran yang terjadi menjadi perlahan. Konsekuensi yang didapatkan adalah pembakaran memang berlangsung lebih lama tetapi dengan nilai kalori yang lebih rendah.

Uji pembakaran gel bioetanol tidak hanya bergantung kepada faktor konsentrasi bioetanol dan polimer asam akrilat yang digunakan tetapi faktor lingkungan pembakaran juga mempengaruhi lama pembakaran gel bioetanol. Faktor eksternal itu antara lain adalah


(40)

permukaan yang tersedia untuk menguapkan bioetanol karena tidak seperti penggunaan bioetanol cair maupun minyak tanah, gel bioetanol dibakar secara langsung tanpa menggunakan sumbu, suhu, laju aliran uap bioetanol ke wilayah pembakaran dan ketersediaan udara di sekeliling daerah pembakaran.

b. Residu Pembakaran

Residu merupakan bagian dari bahan bakar yang tidak ikut terbakar secara sempurna yang tertinggal setelah proses pembakaran dan perubahan perubahan atau reaksi-reaksi yang menyertainya selesai. Residu pembakaran berperan menurunkan mutu bahan bakar karena menurunkan nilai kalor. Jumlah residu pembakaran yang tertinggal untuk masing-masing formulasi gel bioetanol disajikan pada Gambar 11 dan pada Lampiran 7.

Gambar 11. Histogram residu pembakaran gel bioetanol

Dari Gambar 11, dapat dilihat bahwa jumlah residu yang ada makin meningkat jumlahnya seiring dengan penurunan konsentrasi bioetanol dan terjadi penyebaran jumlah sisa residu yang tidak merata pada tiap jumlah polimer asam akrilat yang ditambahkan pada masing-masing konsentrasi bioetanol. Jumlah residu yang tertinggal berkisar

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40

60 70 80 90

konsentrasi bioetanol (%)

M a s s a r e s id u ( g r) 0.25 0.50 0.75


(41)

antara 0,02 gram hingga 1,30 gram atau dalam persentase antara 0,4% hingga 26% dari jumlah keseluruhan gel yang dibakar (5 gram). Jumlah residu terbesar adalah pada gel bioetanol dengan konsentrasi 60% pada semua jumlah polimer asam akrilat yang ditambahkan. Residu yang tersisa merupakan sejumlah akuades yang terkandung dalam gel bioetanol yang terjerab bersama dengan polimer asam akrilat dalam bentuk gel, akuades dalam keadaan bebas (tidak dalam bentuk terikat dengan polimer asam akrilat), kerak polimer asam akrilat kering keputihan, maupun campuran keduanya dengan posisi kerak polimer asam akrilat di bagian permukaannya. Makin rendah konsentrasi bioetanol yang digunakan, kalor bioetanol makin rendah dan tidak cukup untuk menguapkan air yang terkandung secara keseluruhan sehingga masih ada sisa akuades yang berikatan dengan polimer asam akrilat membentuk gel ataupun air bebas. Seluruh residu tidak lagi mengandung bioetanol karena korek api menyala yang disentuhkan ke permukaan seketika padam. Karakteristik residu pada masing-masing konsentrasi bioetanol dapat dilihat pada Tabel 12. Dokumentasi residu disajikan pada Lampiran 8.

Tabel 12. Karakteristik visual residu uji pembakaran

Formula Karakteristik Visual Bioetanol 90%, PAA 0,75%

Residu kering dengan bentuk kerak berwarna keputihan Bioetanol 90%, PAA 0,50%

Bioetanol 90%, PAA 0,25%

Bioetanol 80%, PAA 0,75% Kering dengan sedikit gel (PAA + air) yang tidak terbakar Bioetanol 80%, PAA 0,50%

Bioetanol 80%, PAA 0,25% Gel polimer asam akrilat Bioetanol 70%, PAA 0,75% Gel PAA dengan kerak kering

di permukaan

Bioetanol 70%, PAA 0,50% Gel polimer asam akrilat Bioetanol 70%, PAA 0,25% Gel PAA dan air bebas Bioetanol 60%, PAA 0,75% Gel PAA

Bioetanol 60%, PAA 0,50% Gel PAA dan air bebas Bioetanol 60%, PAA 0,25% Gel PAA dan air bebas. Keterangan : PAA = Polimer asam akrilat


(42)

c. Tinggi, Suhu, dan Stabilitas Api Pembakaran

Karakteristik lain yang diperoleh dari pengujian pembakaran gel bioetanol adalah api yang timbul dari pembakaran tersebut. Dalam Turns (2000), api merupakan penyebaran panas berkelanjutan yang dilakukan dengan sendirinya pada zona pembakaran yang terlokalisasi pada kecepatan sangat tinggi. Salah satu karakteristik dari pembakaran hidrokarbon adalah terlihat nyala biru yang timbul pada zona reaksi pembakaran cepat pada kondisi udara berlebih.

Pembakaran gel bioetanol memiliki tiga karakteristik utama yang diamati yaitu tinggi api pembakaran, suhu api dan stabilitas api tersebut. Tinggi api dari pembakaran gel bioetanol dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Tinggi api pembakaran gel bioetanol Konsentrasi

Polimer Konsentrasi Bioetanol (%) Asam Akrilat

(%) 60 70 80 90

0,25 8-12 cm 9-13 cm 10-14 cm 10-15 cm

0,50 8-11 cm 7-13 cm 10-15 cm 9-15 cm

0,75 8-12 cm 8-12 cm 10-15 cm 10-15 cm

Dari Tabel 13, karakteristik tinggi api pembakaran gel bioetanol adalah antara 8-12 cm hingga 10-15 cm. Tinggi api pembakaran memberikan perkiraan ruang antara permukaan pembakaran gel bioetanol dengan peralatan memasak sebagai tujuan penggunaan gel bioetanol ini. Adanya ruang untuk proses pembakaran menyebabkan terjaganya sirkulasi udara yang baik untuk pembakaran.

Pada pengujian suhu api pembakaran gel bioetanol, api yang dihasilkan merupakan api yang tidak stabil karena pada proses pembakarannya menghasilkan api yang panjang dan berkobar dan tidak memiliki bentuk yang tetap sehingga termometer inframerah yang


(43)

digunakan tidak dapat mendeteksi suhu api yang sedang menyala di beberapa titik. Dalam Turns (2000), api yang panjang dan berkobar yang diakibatkan oleh kondisi pembakaran yang kaya akan bahan bakar atau ketersedian oksigen yang dibutuhkan tidak sesuai.

Pada warna api yang terlihat, keseluruhan menghasilkan warna api biru hingga kemerahan yang terjadi karena adanya air yang teruapkan pada proses pembakaran dan akibat dari pembakaran yang tidak sempurna. Karakteristik pembakaran lain adalah meskipun pada beberapa pembakaran terjadi pembakaran yang tidak sempurna, akan tetapi tidak menghasilkan asap yang mengganggu serta tidak memiliki bau pada saat pembakarannya. Hasil pengamatan warna api yang ditimbulkan dapat dilihat di Lampiran 9.

Pengukuran suhu dilakukan pada tiga titik berbeda dan diambil rerata dari ketiganya untuk menentukan perkiraan suhu api pembakaran gel bioetanol. Histogram yang menunjukkan suhu api pembakaran disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Histogram suhu api pembakaran gel bioetanol

290

295

300

305

310

315

320

60

70

80

90

Konsentrasi Bioetanol (%)

S

u

h

u

(

C

e

lc

iu

s

)

0.25

0.50

0.75


(44)

Dari Gambar 12, dapat dilihat bahwa penurunan konsentrasi bioetanol berpengaruh terhadap penurunan suhu api pembakaran. Hal ini terjadi karena kalori yang dihasilkan semakin rendah seiring dengan penurunan konsentrasi bioetanol sehingga panas hasil reaksi pembakaran juga berkurang. Panas hasil reaksi yang berkurang menyebabkan suhu api pembakaran juga ikut menurun. Suhu api pembakaran gel bioetanol yang dapat terukur berkisar antara 300oC hingga 318oC. Bila dibandingkan dengan minyak tanah dan minyak jarak, suhu api pembakaran gel bioetanol tidak berbeda jauh dengan suhu pembakaran bahan bakar nabati minyak jarak karena rantai hidrokarbonnya lebih pendek dibandingkan minyak bumi. Nilai kalori dan keberadaan air pada gel bioetanol memiliki peranan dalam suhu pembakaran bioetanol ini. Sebagai pembanding, suhu api pembakaran untuk minyak tanah dan minyak jarak dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Suhu api pembakaran minyak tanah dan minyak jarak * Posisi Minyak Tanah Minyak Jarak

Ujung api 420 OC 320 OC

Tengah api 440 OC 420 OC

Bawah api 320 OC 300 OC

* Mustaghfiri (2007)

d. Uji Pendidihan Air (Water Boiling Test)

Uji pendidihan air atau water boiling test merupakan uji yang menentukan kinerja gel bioetanol sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga. Dalam uji pendidihan air ini, tidak semua formula gel bioetanol digunakan, akan tetapi diambil sampel masing-masing dari tiap konsentrasi bioetanol dengan viskositas pada rentang 2 381 cP hingga 16 893 cP serta memenuhi syarat fisik kental dan mengalir sebagai gambaran kemampuan untuk masing -masing konsentrasi bioetanol yang digunakan. Dari 12 perlakuan, empat gel


(45)

bioetanol yang dipilih untuk diuji kemampuan pendidihan air, lama didih dan jumlah yang digunakan disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil pengujian water boiling test gel bioetanol

Sampel Kode Terpakai Lama

(gram) menit detik

Bioetanol 90 %, Polimer

asam akrilat 0,75 % 1 40,46 20.13' 1213

Bioetanol 80 %, Polimer

asam akrilat 0,50 % 2 50,77 20.30' 1230

Bioetanol 70 %, Polimer

asam akrilat 0.25 % 3 54,36 26.43' 1603

Bioetanol 60 %, Polimer

asam akrilat 0,25 % 4 57,1 30.35' 1835

Pada uji waterboiling test ini, digunakan peralatan sederhana yaitu kaleng minuman ringan sebagai wadah pembakaran gel bioetanol, kaki penangas, dan panci aluminium yang telah diisi satu liter air. Dalam kegunaannya sebagai bahan bakar rumah tangga, nilai kalori yang tinggi dibutuhkan untuk mempercepat proses memasak sehingga gel bioetanol dengan kalori yang tinggi adalah yang paling sesuai digunakan untuk tujuan tersebut.

Dari Tabel 15, dapat dilihat bahwa seiring dengan menurunnya konsentrasi gel bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar, jumlah gel bioetanol yang digunakan semakin banyak. Untuk mendidihkan air hingga mencapai kondisi mendidih sempurna, dibutuhkan minimal 40 gram gel bioetanol dengan konsentrasi bioetanol 90% dan 0,75% polimer asam akrilat. Untuk gel bioetanol dengan konsentrasi 60% dan 0,25% polimer asam akrilat membutuhkan 57,1 gram gel bioetanol. Hal ini terjadi karena kalori gel bioetanol 90% (23 981 J/g) dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan gel bioetanol 60% (11 753 J/g) sehingga energi panas yang dihasilkan lebih besar dan konsumsi bahan bakar yang digunakan juga sedikit. Kelebihan yang diperoleh dari gel bioetanol ini adalah meskipun perbedaan kalori yang digunakan mencapai dua kali lipat pada gel bioetanol 90% dan 60%, akan tetapi konsumsi gel bioetanol untuk mendidihkan air hanya berbeda sekitar


(46)

17,1 gram. Secara logika seharusnya dibutuhkan dua kali massa gel bioetanol 90% untuk mendidihkan air bila bahan bakar yang digunakan adalah gel bioetanol dengan konsentrasi 60% sehingga dapat dikatakan bahwa gel bioetanol memiliki efisiensi pembakaran yang cukup baik. Selain jumlah gel bioetanol yang dikonsumsi pada pembakaran, uji waterboiling test juga memberikan gambaran mengenai waktu yang dibutuhkan oleh gel bioetanol untuk mencapai kondisi mendidih sempurna yang disajikan pada Tabel 15. Pada Tabel 15 terlihat bahwa makin rendah konsentrasi gel bioetanol yang digunakan untuk mendidihkan air, maka dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai kondisi mendidih sempurna. Waktu yang dibutuhkan oleh 1 liter air untuk mencapai kondisi mendidih sempurna adalah 20.13' untuk gel bioetanol 90% dan 0,75% polimer asam akrilat, 20.30' untuk gel bioetanol 80% dan 0,50% polimer asam akrilat, 26.43' untuk gel bioetanol 70% dan 0,25% polimer asam akrilat serta 30.35' untuk bioetanol 60% dan 0,25% polimer asam akrilat.

Hal yang mempengaruhi kecepatan pencapaian kondisi mendidih sempurna adalah nilai kalori masing-masing formulasi gel bioetanol. Makin tinggi nilai kalori yang dimiliki maka kondisi mendidih sempurna juga akan semakin cepat tercapai. Dari lama waktu pendidihan, dapat dilihat bahwa capaian waktu didih gel bioetanol 90% dan 0,75% polimer asam akrilat tidak berselisih jauh dengan gel bioetanol 80% dan 0,50% polimer asam akrilat yaitu sekitar 27 detik. Hal ini terjadi karena kalori pembakaran yang dimiliki masing - masing formula tidak berbeda jauh, yaitu 23 981 J/g untuk gel bioetanol 90% dan 0,75% polimer asam akrilat dan 18 842 J/g untuk gel bioetanol 80% dan 0,50% polimer asam akrilat.

4. Pemilihan Formulasi Gel Bioetanol Terbaik

Dalam pemilihan formulasi gel bioetanol terbaik, digunakan tiga kriteria yang menjadi patokan yaitu viskositas, nilai kalori, water boiling


(47)

test dan perkiraan biaya sehingga didapatkan gel bioetanol dengan performance terbaik.

Salah satu karakteristik fisik yang diharapkan dari gel bioetanol ini adalah kemampuannya untuk tetap dapat mengalir meskipun berbentuk gel. Karakteristik ini dibutuhkan dalam pembuatan kompor gel bioetanol sebagai sarana aplikasi gel bioetanol ini. Dari pengukuran viskositas di penelitian utama, diperoleh nilai viskositas yang memenuhi syarat karakteristik fisik kental dan tetap dapat mengalir adalah antara 2 381 cP hingga 16 893 cP yang merupakan hasil formulasi dari polimer asam akrilat dan bioetanol cair yang dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Formula gel bioetanol berdasarkan nilai viskositas terpilih *

Formula Viskositas (cP) Karakteristik fisik Nilai Kalori (J/g) Bioetanol 90%

2 621 kental mengalir 23 981 Polimer asam akrilat 0,75%

Bioetanol 80%

3 583 kental mengalir 20 255 Polimer asam akrilat 0,75%

Bioetanol 80%

2 381 kental mengalir 18 842 Polimer asam akrilat 0,50%

Bioetanol 70%

16 893 kental mengalir 15 970 Polimer asam akrilat 0,75%

Bioetanol 70%

7 684 kental mengalir 15 448 Polimer asam akrilat 0,50%

Bioetanol 70%

2 489 kental mengalir 15 397 Polimer asam akrilat 0,25%

Bioetanol 60%

8 221 kental mengalir 12 762 Polimer asam akrilat 0,50%

Bioetanol 60%

2 580 kental mengalir 11 753 Polimer asam akrilat 0,25%

* : formula terpilih

Pada Tabel 16 di atas, dapat dilihat bahwa formula yang memiliki karakteristik fisik yang diharapkan dan nilai kalori terbesar adalah formula bioetanol 90% dan polimer asam akrilat 0,75%, bioetanol 80% dan


(48)

polimer asam akrilat 0,75%, serta bioetanol 80% dan polimer asam akrilat 0,50%. Nilai kalori yang besar sangat dibutuhkan dalam menentukan efisiensi pembakaran sehingga ketiga formula dari Tabel 16 dengan nilai kalori tertinggilah yang dipilih. Dari kedua formula gel bioetanol dengan konsentrasi 80% bioetanol, gel bioetanol dengan 0,75% polimer asam akrilat memiliki nilai kalori yang lebih tinggi dibandingkan gel bioetanol dengan 0,50% polimer asam akrilat sehingga gel dengan bioetanol 80% dengan 0,75% polimer asam akrilat yang lebih dipilih meskipun yang digunakan dalam water boiling test adalah gel 80% dan 0,50% polimer asam akrilat. Dua formula akhir yang dipilih dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Perbandingan kinerja gel bioetanol 80% dan 90%

Formula Viskositas (cP)

Nilai kalori

(J/g)

Water boiling test Terpakai

(gram)

Lama (menit)

Bioetanol 90 %

2 621 23 981 40,46 20.13'

polimer asam akrilat 0,75% Bioetanol 80 %

3 583 20 255 52,77 20.30'

polimer asam akrilat 0,75%

Berdasarkan hasil uji waterboiling test pada Tabel 17 sebagai gambaran kemampuan masing - masing konsentrasi bioetanol sebagai bahan bakar, dapat dilihat bahwa gel dengan konsentrasi 80% dan 90% memiliki kemampuan water boiling test dengan rentang waktu yang tidak signifikan perbedaannya sehingga dari ketiga formula dengan nilai kalori tertinggi merupakan tiga formula paling baik yang memenuhi kriteria viskositas dan nilai kalori.

Gel bioetanol akan sulit diaplikasikan apabila tidak memenuhi aspek ekonomi sebagai bahan bakar alternatif. Dari kedua formula terpilih pada Tabel 17, gel bioetanol gel dengan konsentrasi 80% akan lebih murah diproduksi dan ekonomis karena harga bahan baku berupa bioetanol cair 80% lebih rendah harganya dibandingkan dengan bioetanol 90% yang konsentrasinya lebih tinggi. Hal ini didukung hasil uji water boiling test dimana gel bioetanol 80% hanya berselisih waktu 17 detik lebih lama


(49)

untuk mendidihkan 1 liter air daripada gel bioetanol 90% sehingga gel bioetanol 80% dan 0,75% polimer asam akrilat merupakan formula yang paling baik dan paling ekonomis untuk diaplikasikan dari seluruh formula gel bioetanol.


(50)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Alir proses terbaik untuk menghasilkan gel bioetanol dengan tampilan yang bersih dan kekentalan yang baik adalah dengan menggunakan alir proses metode kedua yaitu dengan menambahkan basa penetral NaOH ke dalam hidrogel sebelum penambahan bioetanol.

Nilai viskositas gel bioetanol yang memenuhi syarat karakteristik fisik kental dan dapat mengalir dari semua perlakuan adalah antara 2 381 cP hingga 16 893 cP. Nilai kalori yang dihasilkan adalah antara 11 753 J/g hingga 23 981 J/g. Konsentrasi polimer asam akrilat dan konsentrasi bioetanol yang ditambahkan berpengaruh nyata terhadap viskositas dan nilai kalori gel bioetanol.

Pada uji ketahanan pembakaran, 5 gram gel bioetanol dapat menyala antara 3 menit 20 detik hingga 4 menit 15 detik. Residu sisa pembakaran sebanyak 0,4% hingga 26% dengan wujud kerak putih sangat kering, sisa gel dan sisa air. Api pembakaran berwarna biru, berlidah api banyak (multiple flames) dan tinggi api pembakaran yang teramati adalah antara 8-12 cm hingga 10-15 cm. Suhu api pembakaran yang dapat terukur adalah 300oC hingga 318oC. Hasil pengujian waterboiling test membutuhkan gel bioetanol sebanyak 40,46 gram hingga 57,10 gram sedangkan waktu yang dibutuhkan satu liter air untuk mencapai kondisi mendidih sempurna adalah antara 20.13' hingga 30.35' di mana makin rendah konsentrasi bioetanol yang digunakan maka kebutuhan akan semakin banyak dan lama waktu memasak semakin lama.

Dari karakteristik - karakteristik yang diperoleh, formula gel bioetanol terbaik dan yang paling ekonomis berdasarkan pemilihan karakteristik viskositas, kalori, kinerja water boiling test dan sisi ekonomi adalah gel bioetanol 80% dan 0,75% polimer asam akrilat dengan nilai viskositas 3 583 cP dan nilai kalori 20 255 J/g.


(51)

B. SARAN

1. Perlu dilakukan eksplorasi untuk menemukan bahan pengental lain yang dapat membantu meningkatkan nilai kalor dan meminimalisir residu atau sisa pembakaran.

2. Perlu dilakukan analisis tekno ekonomi sehingga diketahui kelayakan produksi gel bioetanol ini.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengemasan dan penyimpanan gel bioetanol untuk mengetahui stabilitas bioetanol dalam gel dan pengaplikasiannya pada kompor masak rumah tangga.


(52)

V. DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2006). Bahan Bakar dan Pembakaran. Di dalam www.chemeng ui.ac.id. Diakses pada 30 Juni 2009.

Cowd, M. A . (1991). Kimia Polimer. Terjemahan drs.Harry Firman, M.Pd. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung.

Fresno, M.J.C, A. D Ramirez, M. M Jimenez. 2002. Systematic Study of the Flow Behaviour and Mechanical Properties of Carbopol® Ultrez ™ 10 Hydroalcoholic Gels. Research Paper. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics.

Hosmani. Avinash, H. 2004. Carbopol and Its Pharmaceutical Significance: A Review. Dalam Pharmaceutical Research Journal Vol. 4 issue 1.

Islam, Mohammad T, Rodriguez, Nair, Ciotti, Susan dan Ackerman, Chrisita. 2004. Rheological Characterization of Topical Carbomer Gels Neutralized to Different pH. Pharmaceutical Research Journal Vol. 21 No.7 ed. July 2004.

Listiyanawati, Denny, Trihadiningrum,Yulinah, Sungkono, Djoko, Mardhiani, Dian Alfa, Christyanto, Putut. 2008. Eko-Briket Dari Komposit Sampah Plastik Campuran dan Lignoselulosa dalam Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII 2 Februari 2008, Program Studi MMT-ITS Surabaya. Surabaya : Program Pasca Sarjana ITS.

Lubrizol Noveon Sheet. 2006. Ethanol Solid Fuel Gel/Fire Starter H-MC-0006. Edisi Juli 2006. Di dalam www. personalcare.noveon.com. Diakses p ada 23 Mei 2009.

Lubrizol Pharmaceutical Bulletin No. 6 (2008). Thickening Properties. Edisi 29 Oktober 2008. Di dalam www.pharma.lubrizol.com. Diakses pada 23 Mei 2009.

Lubrizol Pharmaceutical Bulletin No.21 (2008). Formulating Semisolid Products. Edition 29 Oktober 2008. Di dalam www.pharma.lubrizol.com. Diakses pada 23 Mei 2009.

Lubrizol Pharmaceutical Bulletin No.5 (2008). Neutralization Procedure. Edisi 29 Oktober 2008. Di dalam www.pharma.lubrizol.com. Diakses pada 23 Mei 2009.

Malcolm, P.S., 2001. Polymer Chemistry : An Introduction, terjemahan Lis Sopyan. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.


(1)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FORMULASI GEL BIOETANOL DENGAN PENGENTAL

POLIMER ASAM AKRILAT

SKRIPSI

Sebagai salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SONDANG MEILIANTI F34052944

Dilahirkan pada tanggal 23 Mei 1987 Di Pontianak

Disetujui, Bogor, Oktober 2009

Drs. Purwoko, MS Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si


(2)

BIODATA PENULIS

Sondang Meilianti (F34052944) merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang dilahirkan di Pontianak, 23 Mei 1987 dari pasangan Ir. M. Sianturi dan R. Marpaung, A.Md. Pendidikan formal ditempuh tahun 1991 di TK. Pembina Pontianak, tahun 1993 di SD Kristen Immanuel Pontianak, tahun 1999 di SLTP Negeri 3 Pontianak, tahun 2002 di SMU Negeri I Pontianak dan pada tahun 2005 diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada tahun 2009 penulis meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian sekaligus menyelesaikan pendidikan tinggi strata satunya.

Selama menjalani kegiatan akademik, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (2007 – 2009) dan Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB. Pada tahun 2008, penulis berkesempatan menjalankan praktek lapang di PS. Madukismo Yogyakarta dan menyelesaikan tugas akhir dengan judul Formulasi Gel bioetanol dengan Pengental Polimer Asam Akrilat di bawah bimbingan Drs. Purwoko, MS dan Dr.Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berjudul

Formulasi Gel Bioetanol dengan Pengental Polimer Asam Akrilat. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua orang tua dan keluarga atas dukungan moral, doa tak henti dan dorongan semangat yang diberikan.

2. Drs. Purwoko, M.Si selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah hingga penyusunan tugas akhir.

3. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah hingga penyusunan tugas akhir.

4. Teman-teman TIN 42 atas semangat dan persahabatannya selama ini terlebih Amelia Riyanti, Saepul Rizal, Arif Rahman Hakim, dan semua laboratory freaks Februari hingga September 2009.

5. Sahabat terbaikku, Vrika Nurrahman atas printer, ikan mas koki anti stress, dorongan semangat dan perhatiannya.

6. Ida, Desli, Mei, Thea dan semua saudari-saudariku di ITB atas persahabatan dan dukungannya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini dan berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama demi kemajuan bioenergi Indonesia.

Bogor, 30 Juni 2009


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

C. RUANG LINGKUP PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIOETANOL ... 3

B. POLIMER ASAM AKRILAT ... 4

C. GEL BIOETANOL ... 9

D. PARAMETER KUALITAS GEL BIOETANOL ... 11

1. Viskositas ... 11

2. Nilai Kalor Pembakaran ... 12

E. PEMBAKARAN ... 13

III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT ... 15

B. PROSEDUR PENELITIAN ... 15

1. Penelitian Pendahuluan ... 15

2. Penelitian Utama ... 18

3. Metode Analisa ... 18

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 22

1. Penentuan Metode Formulasi Gel Bioetanol ... 22

2. Proses Formulasi dan Pembuatan Gel Bioetanol ... 24


(5)

1. Viskositas ………..……. 26

2. Nilai Kalori ………..……….. 30

3. Uji Kinerja Pembakaran Gel Bioetanol ………...……... 32

4. Penentuan Formulasi Gel Bioetanol Terbaik ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

A. KESIMPULAN …... 45

B. SARAN ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kimia polimer asam akrilat, (a) 2 dimensi dan

(b) 3 dimensi ... 5

Gambar 2. Perubahan struktur molekul polimer asam akrilat saat pengentalan ... 7

Gambar 3. Viskositas beberapa jenis polimer asam akrilat dengan peningkatan konsentrasi polimer ... 12

Gambar 4. Diagram alir pembuatan gel bioetanol dengan metode I ... 17

Gambar 5. Diagram alir pembuatan gel bioetanol dengan metode II ... 17

Gambar 6. Gel bioetanol hasil (a) Alir proses metode I dan (b) Alir Proses metode II ... 22

Gambar 7. Histogram viskositas gel bioetanol ... 26

Gambar 8. Histogram nilai kalor gel bioetanol ... 30

Gambar 9. Struktur monomer polimer asam akrilat ... 31

Gambar 10. Histogram lama pembakaran gel bioetanol ... 33

Gambar 11. Histogram residu pembakaran gel bioetanol ... 35