Deteksi Keberadaan Antibodi Bakteri Gram Positif (Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus) pada Telur Ayam Kampung Ayam Kampung dengan Agar Gel Precipitation Test

(1)

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI BAKTERI GRAM POSITIF

(Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus)

PADA TELUR AYAM KAMPUNG AYAM KAMPUNG

DENGAN AGAR GEL PRECIPITATION TEST

FITRAH RAMADONA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI BAKTERI GRAM POSITIF

(Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus)

PADA TELUR AYAM KAMPUNG AYAM KAMPUNG

DENGAN AGAR GEL PRECIPITATION TEST

FITRAH RAMADONA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT

PERTANIAN

BOGOR


(3)

RINGKASAN

FITRAH RAMADONA. Deteksi Keberadaan Antibodi Bakteri Gram Positif (Streptococcus sp dan Staphylococcus aureus) pada Telur Ayam Kampung dengan Agar Gel Precipitation Test. Dibimbing oleh FACRIYAN HASMI PASARIBU dan OKTI NADIA POETRI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan imunoglobulin Y (Ig Y) spesifik terhadap Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus di dalam telur ayam kampung dengan menggunakan metode Agar Gel Precipitation Test (AGPT). Telur ayam yang dikoleksi berasal dari Cibanteng, Ciampea, Cijahe, Gang Menteng, dan Pabuaran. Ekstraksi Ig Y dilakukan dengan purfikasi sederhana dan Water Soluble Fraction (WSF) terhadap empat butir telur ayam dari setiap daerah tersebut. Keberadaan antibodi pada kuning telur dideteksi mengunakan metode AGPT. Konsentrasi Ig Y dihitung menggunakan UV spektrofotometer. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat Ig Y spesifik terhadap Streptococcus sp. dan S. aureus. Hal ini terlihat dari tidak terbentuknya garis presipitasi pada AGPT. Sementara itu konsentrasi Ig Y yang di peroleh memiliki rata – rata 3,225 mg/ml. Kesimpulan yang di peroleh adalah ayam kampung pada daerah uji tidak memiliki Ig Y spesifik terhadap Streptococcus sp. dan S. aureus.


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Deteksi Keberadaan Antibodi Bakteri Gram Positif (Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus) pada Telur Ayam Kampung Ayam Kampung dengan Agar Gel Precipitation Test

Nama : Fitrah Ramadona

NRP : B04102042

Program Studi : Kedokteran Hewan

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Drh. Fachriyan Hasmi Pasaribu Drh. Okti Nadia Poetri, Msi. 130 701 878 132 313 046

Diketahui Wakil Dekan

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. 131 129 090


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Talang Padang pada tanggal 17 Juni 1985 dari Ayah Sodri Tabi’ie dan Ibu Resnasuri. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan dasar ditempuh dari tahun 1990 sampai dengan tahun 1996 di SD Negeri 1 Kutaraja, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Talang Padang pada tahun 1997 sampai dengan tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis menamatkan pendidikan di SMU Negeri 1 Talang Padang, dan pada tahun yang sama, diterima sebagai mahasiswa Kedokteran Hewan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Saringan Masuk Mahasiswa IPB (USMI).


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya, shalawat dan salam kepada para Rasul, Muhammad SAW, keluarga serta para sahabatnya. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Desember 2006 hingga April 2007.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Drh. Facriyan Hasmi Pasaribu dan Drh. Okti Nadia Putri, MSi., dan Bapak Bambang Kiranadi PhD atas segala bimbingan moral dan akademis, atas segala kemudahan, bantuan fasilitas dan kesediaannya meluangkan waktu sehingga proses penelitian maupun penulisan skripsi ini berjalan lancar.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah banyak mendukung antara lain, Agus Somantri SPd, Mba Selyn serta staf-staf lain di laboratorium Imunologi, laboratorium Bakteriologi, bagian Mikrobiologi Kesehatan dan Unit Pelayanan Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (IPHK) FKH IPB yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Kepada teman – teman sepenelitian, Adini Alvina, Serly Oktarini, Dora dan Ramlah yang telah belajar bersama, berbagi pengalaman dan menyatukan segala perbedaan demi kelancaran penelitian dan penyusunan skripsi masing-masing. Semoga kita dapat mendapatkan ilmu dan pengalaman baru yang bermanfaat. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya, penulis sampaikan untuk Papa, Mama, Abang Menly dan Arif atas doa, kasih sayang dan pengertiannya.

Terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya selama ini kepada : Joko, Fitro, Arief, Om Heri, Om Eka, Irvan, Hendro, Adang, dan Ade serta teman-teman Arthropoda 39.

Agustus 2007

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

Bab I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Hipotesis... 2

Bab II TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1 Streptococcus sp. ... 3

2.2 Staphylococcus aureus... 6

2.3 Antibodi ... 8

2.4 Sistem Kekebalan Unggas... 8

2.5 Kandungan Zat pada Kuning Telur... 9

2.6 Imunoglobulin Y ... 10

2.7 Reaksi antigen-antibodi... 12

2.8 Uji Agar Gel Presipitasi ... 13

Bab III METODOLOGI... 14

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

3.2 Bahan Penelititan ... 14

3.3 Alat Penelitian... 14

3.4 Metode Penelitian ... 14

3.4.1 Ekstraksi Imunoglobulin Y (Ig Y) dari Kuning Telur dengan Teknik Purifikasi Sederhana... 14

3.4.2 Ekstraksi Imunoglobulin Y (Ig Y) dari Kuning Telur dengan Teknik Water Soluble Fraction (WSF) ... 15

3.4.3 Preparasi Antigen Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus... 15

3.4.4 Penentuan Konsentrasi Ig Y dengan Spektrofotometer ... 16


(8)

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 17

4.1 Deteksi Ig Y spesifik Streptococcus sp. pada Kuning Telur Ayam Kampung ... 17

4.2 Deteksi Ig Y Spesifik Staphylococcus aureus pada Kuning Telur Ayam Kampung ... 19

4.3 Penentuan Konsentrasi Ig Y pada Kuning Telur Ayam Kampung ... 20

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN... 22

5.1 Kesimpulan ... 22

5.2 Saran... 22

DAFTAR PUSTAKA... 23


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Asal Telur... 17

2 Hasil AGPT terhadap Streptococcus sp. ... 17

3 Hasil AGPT terhadap Staphylococcus aureus... 19


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Streptococcus sp. ... 3

2 Staphylococcus aureus... 6

3 Struktur Umum Ig Y ... 11

4 Hasil AGPT terhadap antigen Streptococcus sp. ... 18


(11)

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI BAKTERI GRAM POSITIF

(Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus)

PADA TELUR AYAM KAMPUNG AYAM KAMPUNG

DENGAN AGAR GEL PRECIPITATION TEST

FITRAH RAMADONA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI BAKTERI GRAM POSITIF

(Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus)

PADA TELUR AYAM KAMPUNG AYAM KAMPUNG

DENGAN AGAR GEL PRECIPITATION TEST

FITRAH RAMADONA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT

PERTANIAN

BOGOR


(13)

RINGKASAN

FITRAH RAMADONA. Deteksi Keberadaan Antibodi Bakteri Gram Positif (Streptococcus sp dan Staphylococcus aureus) pada Telur Ayam Kampung dengan Agar Gel Precipitation Test. Dibimbing oleh FACRIYAN HASMI PASARIBU dan OKTI NADIA POETRI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan imunoglobulin Y (Ig Y) spesifik terhadap Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus di dalam telur ayam kampung dengan menggunakan metode Agar Gel Precipitation Test (AGPT). Telur ayam yang dikoleksi berasal dari Cibanteng, Ciampea, Cijahe, Gang Menteng, dan Pabuaran. Ekstraksi Ig Y dilakukan dengan purfikasi sederhana dan Water Soluble Fraction (WSF) terhadap empat butir telur ayam dari setiap daerah tersebut. Keberadaan antibodi pada kuning telur dideteksi mengunakan metode AGPT. Konsentrasi Ig Y dihitung menggunakan UV spektrofotometer. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat Ig Y spesifik terhadap Streptococcus sp. dan S. aureus. Hal ini terlihat dari tidak terbentuknya garis presipitasi pada AGPT. Sementara itu konsentrasi Ig Y yang di peroleh memiliki rata – rata 3,225 mg/ml. Kesimpulan yang di peroleh adalah ayam kampung pada daerah uji tidak memiliki Ig Y spesifik terhadap Streptococcus sp. dan S. aureus.


(14)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Deteksi Keberadaan Antibodi Bakteri Gram Positif (Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus) pada Telur Ayam Kampung Ayam Kampung dengan Agar Gel Precipitation Test

Nama : Fitrah Ramadona

NRP : B04102042

Program Studi : Kedokteran Hewan

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Drh. Fachriyan Hasmi Pasaribu Drh. Okti Nadia Poetri, Msi. 130 701 878 132 313 046

Diketahui Wakil Dekan

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. 131 129 090


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Talang Padang pada tanggal 17 Juni 1985 dari Ayah Sodri Tabi’ie dan Ibu Resnasuri. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan dasar ditempuh dari tahun 1990 sampai dengan tahun 1996 di SD Negeri 1 Kutaraja, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Talang Padang pada tahun 1997 sampai dengan tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis menamatkan pendidikan di SMU Negeri 1 Talang Padang, dan pada tahun yang sama, diterima sebagai mahasiswa Kedokteran Hewan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Saringan Masuk Mahasiswa IPB (USMI).


(16)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya, shalawat dan salam kepada para Rasul, Muhammad SAW, keluarga serta para sahabatnya. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Desember 2006 hingga April 2007.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Drh. Facriyan Hasmi Pasaribu dan Drh. Okti Nadia Putri, MSi., dan Bapak Bambang Kiranadi PhD atas segala bimbingan moral dan akademis, atas segala kemudahan, bantuan fasilitas dan kesediaannya meluangkan waktu sehingga proses penelitian maupun penulisan skripsi ini berjalan lancar.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah banyak mendukung antara lain, Agus Somantri SPd, Mba Selyn serta staf-staf lain di laboratorium Imunologi, laboratorium Bakteriologi, bagian Mikrobiologi Kesehatan dan Unit Pelayanan Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (IPHK) FKH IPB yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Kepada teman – teman sepenelitian, Adini Alvina, Serly Oktarini, Dora dan Ramlah yang telah belajar bersama, berbagi pengalaman dan menyatukan segala perbedaan demi kelancaran penelitian dan penyusunan skripsi masing-masing. Semoga kita dapat mendapatkan ilmu dan pengalaman baru yang bermanfaat. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya, penulis sampaikan untuk Papa, Mama, Abang Menly dan Arif atas doa, kasih sayang dan pengertiannya.

Terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya selama ini kepada : Joko, Fitro, Arief, Om Heri, Om Eka, Irvan, Hendro, Adang, dan Ade serta teman-teman Arthropoda 39.

Agustus 2007

Penulis


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

Bab I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Hipotesis... 2

Bab II TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1 Streptococcus sp. ... 3

2.2 Staphylococcus aureus... 6

2.3 Antibodi ... 8

2.4 Sistem Kekebalan Unggas... 8

2.5 Kandungan Zat pada Kuning Telur... 9

2.6 Imunoglobulin Y ... 10

2.7 Reaksi antigen-antibodi... 12

2.8 Uji Agar Gel Presipitasi ... 13

Bab III METODOLOGI... 14

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

3.2 Bahan Penelititan ... 14

3.3 Alat Penelitian... 14

3.4 Metode Penelitian ... 14

3.4.1 Ekstraksi Imunoglobulin Y (Ig Y) dari Kuning Telur dengan Teknik Purifikasi Sederhana... 14

3.4.2 Ekstraksi Imunoglobulin Y (Ig Y) dari Kuning Telur dengan Teknik Water Soluble Fraction (WSF) ... 15

3.4.3 Preparasi Antigen Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus... 15

3.4.4 Penentuan Konsentrasi Ig Y dengan Spektrofotometer ... 16


(18)

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 17

4.1 Deteksi Ig Y spesifik Streptococcus sp. pada Kuning Telur Ayam Kampung ... 17

4.2 Deteksi Ig Y Spesifik Staphylococcus aureus pada Kuning Telur Ayam Kampung ... 19

4.3 Penentuan Konsentrasi Ig Y pada Kuning Telur Ayam Kampung ... 20

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN... 22

5.1 Kesimpulan ... 22

5.2 Saran... 22

DAFTAR PUSTAKA... 23


(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Asal Telur... 17

2 Hasil AGPT terhadap Streptococcus sp. ... 17

3 Hasil AGPT terhadap Staphylococcus aureus... 19


(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Streptococcus sp. ... 3

2 Staphylococcus aureus... 6

3 Struktur Umum Ig Y ... 11

4 Hasil AGPT terhadap antigen Streptococcus sp. ... 18


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Magnetic stirrer... 27 2 Sentrifus ... 28 3 Spektrofotometer... 29


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang menjadi salah satu pilihan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat karena harganya yang murah dan mudah diperoleh. Selain sebagai sumber protein hewani ternyata telur juga memiliki peran positif terhadap kesehatan. Kandungan yang ada dalam kuning telur yaitu antibodi (immunoglobulin Y) mampu menekan patogenitas bakteri tertentu. Imunoglobulin Y (Ig Y) adalah antibodi yang ditemukan dalam telur ayam (Gallus domesticus) dan unggas lainnya. Imunogobulin Y telah dilaporkan dapat digunakan sebagai alternatif untuk menggantikan antibodi mamalia untuk kepentingan imunoterapi dan imunodiagnostik. Saat ini Ig Y banyak digunakan pada bidang penelitian (riset) dan bidang imunoterapi. Ayam petelur memiliki potensi sebagai produsen antibodi (IgY) dibandingkan mamalia sebagai produsen antibodi (IgG) yang selama ini telah banyak digunakan (Gassman 1990).

Antibodi spesifik yang ada dalam telur berasal dari antibodi induk yang ditransfer secara trans-ovarial sebagai kekebalan alami anak terhadap faktor eksogen khususnya infeksi bakteri patogen. Imunoglobulin Y kuning telur merupakan hasil transfer Ig Y serum darah ke dalam folikular epitelium ovari dan terakmulasi pada kuning telur selama oogenesis untuk memberi kekebalan maternal pada anak ayam yang ditetaskan (Loeken & Roth 1983). Menurut Rose dan Orlans (1981) transfer Ig Y terjadi melalui 2 tahap, yaitu : (1) Imunoglobulin Y ditransfer dari serum ke dalam kuning telur sebagaimana transfer antibodi cross-placental mamalia dimana keberadaan reseptor Ig Y pada oosit akan mengikat dan memindahkan seluruh Ig Y serum ke telur. (2) pemindahan Ig Y dari kuning telur ke embrio.

Telur ayam kampung sering digunakan oleh masyarakat awam sebagai obat penjaga stamina misalnya dicampur dalam jamu, hal ini diduga berkaitan dengan kandungan Ig Y dalam kuning telur ayam kampung. Selama ini subjek penelitian terhadap Ig Y terbatas pada telur ayam ras yang sudah diinfeksi dengan


(23)

bakteri atau virus tertentu. Oleh karena itu penelitian ini menitik beratkan pada IgY spesifik di dalam kuning telur ayam kampung yang dipelihara secara ekstensif. Ayam kampung yang dipelihara secara ekstensif memiliki potensi yang besar terpapar berbagai bakteri sehingga besar kemungkinan ayam kampung tersebut memiliki antibodi spesifik terhadap banyak jenis bakteri atau antigen terutama bakteri lingkungan. Oleh karena itu diperlukan informasi mengenai kandungan antibodi spesifik apa saja yang terkandung di dalam telur ayam kampung.

Keberadaan Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus di alam yang sangat banyak ditemukan merupakan faktor pemicu tingginya kasus-kasus penyakit yang diakibatkan oleh kedua bakteri ini, oleh karena itu diperlukan upaya efektif dan efisien yang berbasis imunoterapi, dan diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menunjang hal tersebut.

1.2 Tujuan

Mengetahui keberadaan imunoglobulin Y spesifik terhadap Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus di dalam telur ayam kampung menggunakan Agar Gel Precipitation Test.

1.3 Hipotesis

H0 : Telur ayam kampung tidak mengandung Ig Y spesifik Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus.

H1 : Telur ayam kampung mengandung Ig Y spesifik Streptococcus sp. dan Staphylococcus aureus.


(24)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Streptococcus sp

Menurut Rosenbach (1884), Streptococcus sp. (Gambar 1) diklasifikasikan kedalam :

Kingdom : Eubacteria Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli

Ordo : Lactobacillales Famili : Streptococcaceae Genus :Streptococcus Spesies: : Streptococcus sp.

Gambar 1 Streptococcus sp. (Wikipedia 2007)

Streptococccus merupakan satu genus bakteri yang berbentuk bola/bulat, dan merupakan bakteri gram positif dari filum firmicutes, bagian selularnya terdapat di sepanjang poros tunggal bakteri ini, dan dengan begitu mereka berkembang dalam pasangan atau rantai, nama tersebut berasal dari kata Yunani Streptos, yang berarti dengan mudah dibengkokkan atau terbelit, seperti suatu rantai. berbeda dengan Staphylococcus yang mana terbagi sepanjang porosnya yang banyak dan menghasilkan sekumpulan sel seperti buah anggur. Streptococcus merupakan bagian dari mikroflora normal dari mulut, kulit, usus dan saluran pernapasan bagian atas manusia. Jenis individu Streptococcus digolongkan terutama didasarkan pada kemampuan hemolisis mereka yaitu kemampuan menguraikan sel darah merah dalam suatu laboratorium (Patterson 1996; Ryan dan Ray 2004).

Streptococcus Beta-hemolisis dikarakterisasi lebih lanjut melalui Lancefield serotyping didasarkan pada karbohidrat spesifik pada dinding sel bakteri. Ini dinamakan lancefield grup A sampai T. Secara medis kelompok yang paling utama adalah Streptococcus alfa hemolisis seperti S. pneumoniae dan


(25)

kelompok Streptococcus Viridans, serta Streptococcus beta-hemolisis dari Lancefield grup A dan B (yang juga dikenal sebagai " golongan strep- A" dan " golongan strep-B "). Bakteri Streptococcus yang ada di dalam rongga mulut bertanggung jawab atas banyak kasus - kasus seperti meningitis, radang paru paru (bacterial pneumonia), endocarditis, erysipelas dan bahkan necrotizing fasciitis (yang disebut “makan-daging'' peradangan hasil bakteri).

Patogenitas Streptococcus sp.

Perlekatan bakteri pada sel inang merupakan langkah awal proses infeksi. Proses perlekatan bakteri pada permukaan sel inang dapat dibedakan menjadi perlekatan spesifik dan non spesifik. Perlekatan spesifik di perantarai oleh adanya faktor molekul adhesi pada mikroba dan reseptor pada inang. Faktor yang bertanggung jawab terhadap adhesi antara lain asam lipoteikoat, asam hialuronat, hemaglutinin, dan molekul adhesi lainnya (Wibawan et al. 1999). Proses kolonisasi bakteri di permukaan tubuh melibatkan tiga mekanisme yaitu asosiasi, adhesi, dan invasi (Roth 1988). Patogenitas dari Streptococcus dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan pada tipe hemolisis nya (Patterson 1996; Ryan dan Ray 2004), yaitu :

1. Streptococcusα-hemolisis

Seperti pada kelompok Pneumococcus : S. pneumoniae dapat menyebabkan bacterial pneumonia, otitis media, dan meningitis. Kelompok Viridans dan Streptococcus alfa hemilisis lainnya, seperti S. mutans merupakan faktor penyebab karies gigi dan S. viridans yang dapat menyebabkan endocarditis dan bisul gigi.

2. Streptococcus -hemolisis

Terbagi menjadi beberapa grup, yaitu : a). Streptococcus grup A

S. pyogenes ( yang juga dikenal sebagai GAS) adalah agen penyebab pada infeksi Streptococcus grup A, GAS termasuk infeksi Streptococcus pada kerongkongan, demam rematik akut, penyakit infeksi bintik merah, dan glomerulonefritis akut. Jika infeksi kerongkongan oleh bakteri


(26)

Streptococcus tidak di obati, dapat berkembang menjadi demam rematik, penyakit ini dapat mempengaruhi katup jantung.

b). Streptococcus grup B

S. agalactiae atau GBS, menyebabkan radang meningitis pada tahap neonatal dan juga pada usia yang lebih tua, dan kadang-kadang infeksinya bersifat sistemik mengikuti aliran darah. S. agalactiae dapat juga mengifeksi saluran reproduksi wanita, meningkatkan resiko untuk kerusakan yang prematur dari membran dan transmisi dari induk ke anak. CDC merekomendasikan wanita-wanita yang hamil harus diuji untuk keberadaan dari Streptococcus Group B dan diberi antibiotik selama bekerja yang bertujuan untuk mengurangi resiko transmisi ke bayi. Prevalensi infeksi bakteri ini pada saluran genital wanita di Inggris sekitar 15 % dimana pemberian antibiotik tidak direkomendasikan karena efek samping yang mungkin timbul.

c). Streptococcus grup C

Meliputi S. equi yang mana dapat menyebabkan suatu keadaan sesak pada kuda dan S. zooepidemicus yang menyebabkan infeksi/peradangan di beberapa jenis dari hewan menyusui yang mencakup kuda dan ternak.

D. Streptococcus grup D

Streptococcus Group D yang terdahulu digolongkan kembali dan ditempatkan pada jenis Enterococcus ( meliputi S. faecalis, S. faciem, S. durans, dan S. avium). Sebagai contoh, Streptococcus faecalis kini Enterococcus faecalis. Grup D yang tersisa dan tidak digolongkan dalam Enterococcus adalah S. bovis dan S. suis. Kelompok ini memiliki kemampuan hemolisis yang lemah (Ruoff, 1990).

3. Streptococcus Gamma-hemolisis

Golongan ini merupakan kelompok yang non-hemolisis dan sangat jarang menyebabkan penyakit (Wikipedia 2007).

Pada ayam infeksi Streptococcus faecalis dapat menimbulkan dua bentuk penyakit, yaitu bentuk akut dan sub akut/kronis. Bentuk akut ditandai oleh adanya depresi, demam, kelesuan, kepucatan pada pial dan balung, bulu gerdiri, diare, tremor (gemetaran) yang halus pada kepala, dan gangguan produksi telur


(27)

(menurun/terhenti). Kadang-kadang, ayam ditemukan mati tanpa didahuli oleh gejala klinik tertentu. Ayam yang menderita endokarditis terdengar suara detak yang keras pada jantung akibat kerusakan valvule (Tabbu 2000). Pada bentuk subakut/kronis dapat dijumpai adanya depresi, anoreksia, penurunan berat badan, kelumpuhan, dan tremor pada kepala. Infeksi Streptococcus zooepidemicus dapat menimbulkan gejala kelesuan feses berwarna kuning, kekurusan, dan kepucatan pada pial dan balung (Retno et al 1998; Jahja et al 2006).

2.2 Staphylococcus aureus.

Menurut Rosenbach (1884), Staphylococcus aureus (Gambar 2) diklasifikasikan kedalam :

Kingdom : Bacteria Filum : Firmicutes Kelas : Cocci Ordo : Bacillales

Famili : Staphylococcaceae Genus :Staphylococcus

Spesies: : Staphylococcus aureus

Gambar 2. Staphylococcus aureus. (Wikipedia 2007)

Staphylococcus berasal dari bahasa Yunani staphyle yang berarti bergugus-gugus dan coccos berarti biji/butir halus. Staphylococcus merupakan bakteri gram positif, di bawah mikroskop mereka nampak seperti putaran ( cocci), dan terlihat seperti seikat buah anggur, Pada umumnya bakteri ini tidak berbahaya, dan merupakan mikroflora normal di selaput lendir dan kulit manusia dan organisme yang lain. Staphylococcus adalah suatu komponen yang kecil dari mikroflora tanah (Wikipedia 2007)

Patogenitas Staphylococcus aureus

Wibawan et al. 1993 menyatakan bahwa protein pemukaan bertanggung jawab atas sifat adhesif Staphylococcus. Antigen permukaan pada Staphylococcus aureus seperti polisakarida, dinding sel, produk seluler dan protein permukaan


(28)

merupakan faktor virulensi yang beperan dalam patogenesis infeksi kuman pada inang (Carlton dan Charles 1993, Thakker et al. 1998). Bakteri S. aureus memiliki sejumlah determinan virulensi yaitu dinding sel, kapsul polisakarida, protein permukaan, sejumlah enzim ekstraseluler, dan eksotoksin seperti toksin α, , δ, dan , leukosidin, enterotoksin serta enzim ekstraseluler seperti koagulase dan protease (Patel et al. 1987, Cifrian et al. 1996, Nilsson et al.1999). Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit yang beragam pada manusia dan hewan lain, melalui invasi atau produksi toksin. Toksin Staphylococcus biasanya menyebabkan keracunan pada makanan. Bakteri ini berkembang pada makanan yang disimpan. Walaupun proses memasak dapat membunuh bakteri ini, enterotoksin yang dihasilkan adalah senyawa yang tahan panas dan dapat bertahan pada air mendidih untuk beberapa menit (wikipedia 2007).

Staphylococcus dapat berkembang pada makanan dengan aktifitas air yang relatif rendah ( seperti sosis dan keju) (wikipedia 2007). Salah satu spesies Staphylococcus yang patogen adalah Staphylococcus aureus, bakteri ini dapat menginfeksi luka. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan lesi supuratif, mastitis, arthritis dan botriomikosis pada kambing. Pada kuda, bakteri ini menimbulkan pyoderma, infeksi traktus urinaria, dan diskospondilitis. Pada anjing bakteri ini menyebabkan bumblefoot, lesi kulit serta arthritis pada ayam (Carlton dan Charles, 1993). Bakteri ini dapat bertahan di permukaan yang kering, meningkatkan kesempatan untuk transmisi. Setiap infeksi S. aureus dapat menyebabkan sindrom kulit bersisik, reaksi kulit terhadap toksin diserap kedalam aliran darah. Ini juga dapat menyebabkan satu tipe dari septicemia yang disebut pyemia (wikipedia 2007). Menzies dan Kourteva (1998) menyatakan bakteri ini juga menyebabkan endokarditis akut yang ada hubungannya dengan perusakan valvular fulminant dan infeksi metastasis.

Pada manusia sehat bakteri ini secara normal terdapat dalam hidung dan kulit dengan proporsi yang berbeda. Staphylococcus aureus merupakan bakteri oportunistik patogen yang dapat menginfeksi jaringan bila terjadi kerusakan kulit atau membran mukosa dan penurunan daya tahan tubuh (Cruickshank et al., 1973). Selain itu bakteri ini dapat menyebabkan berbagai infeksi diantaranya


(29)

endokarditis, osteomielitis, wound sepsis, abses kulit, septikemia dan arthritis (Patel et al., 1987; Mohamed et al., 1999; Nilson et al., 1999).

Staphylococcus dapat menimbulkan berbagai bentuk penyakit pada ayam, yakni artritis dan tenosinovitis, dermatitis ganggrenosa, bumble foot, spondilitis dan osteomielitis, bursitis sternalis, blefaritis, dan garnuloma pada hati, limpa, dan paru (Tabbu 2000).

2.3 Antibodi

Antibodi adalah molekul protein yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai akibat interaksi antara limfosit B peka antigen dan antigen khusus (Tizard 1988). Imunitas dibedakan menjadi dua bentuk yaitu imunitas non spesifik dan imunitas spesifik. Imunitas non spesifik yang disebut juga imunitas bawaan dimiliki oleh hewan sejak lahir atau sebelum terpapar oleh suatu penyakit. Sedangkan imunitas spesifik dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu imunitas aktif dan imunitas pasif. Pada imunitas pasif antibodi tersedia dengan cepat tetapi memiliki masa hidup yang singkat dalam melawan penyakit. Anak mendapatkan imunitas pasif dari induknya dalam bentuk kolostrum (IgA) pada hewan mamalia atau dari kuning telur (IgY) pada reptil dan unggas. Antibodi ini berasal dari paparan mikroorganisme melalui vaksinasi maupun paparan alami. Antibodi ini akan diturunkan melalui kuning telur dengan titer yang berbeda tergantung dari tingkat paparannya.

Imunitas aktif didapatkan melalui imunisasi, tubuh aktif membentuk kekebalan dan bertahan lama dalam tubuh. Vaksin mengandung organisme yang telah mati atau dilemahkan. Vaksin akan merangsang sistem imun untuk membuat antibodi terhadap mikroorganisme tersebut dan selama proses terjadi, sistem imun membentuk sel memori terhadap paparan dari mikroorganisme. Antibodi akan terbentuk lebih banyak apabila ada paparan ulangan (Coleman 1996).

2.4 Sistem Kekebalan Unggas

Sistem kekebalan pada ayam terdiri dari bursa fabrisius, sumsum tulang, limfa, timus, glandula Harderian, limfonodus, sirkulasi limfosit dan jaringan limfoid di traktus alimentarius. Sel pembentuk antibodi (sel B) diproduksi oleh bursa fabricius, sedangkan sumsum tulang adalah sumber dari bursa dan timus


(30)

dari sel tali pusat. Limfa merupakan pusat proliferasi plasma sel dan sel B memori. unggas tanpa limpa akan mengalami penurunan produksi antibodi. Timus adalah pusat maturasi sel tali pusat yang berdiferensiasi menjadi limfosit T. Aktivitas limfosit T pada unggas sama dengan aktivitas limfosit T pada mamalia (Larsson 1998).

Mekanisme pembentukan antibodi pada ayam berbeda dengan mamalia sejak masa embrional yang dipengaruhi terutama oleh hiperkonversi somatik. Penyusunan kembali akan mempengaruhi rantai berat maupun rantai ringan pada lokus yang mengandung satu fungsi dari gen variabel (V). Hiperkonversi gen dimulai sekitar hari ke 15 sampai 17 masa inkubasi setelah sel B imature berpindah ke bursa fabricius. Selama proses ini berlangsung balok DNA ditransfer dari pseudo-variabel gen ke region variabel rekombinan dari gen imunoglobulin, untuk memproduksi sel B mature yang memiliki kemampuan membentuk sistem imun humoral (Larsson 1998).

2.5 Kandungan Zat pada Kuning Telur

Komponen utama kuning telur adalah protein dan lipid yang mempengaruhi sifat biokimia dan fungsi kuning telur. Kuning telur adalah sumber lemak yang mudah terdispersi dalam air, yang akan mengemulsi substansi lain. Sifat ini karena kandungan fosfolipid yang tinggi dan semua lemak (termasuk trigliserida) kuning telur selalu berdampingan dengan dua protein yaitu vitellin dan vitelenin.

Kuning telur terdiri dari campuran lipid, lipoprotein, dan protein yang terlarut dalam air diantaranya α, β dan γ livetin (Ig Y). Komponen kuning telur terdiri dari tiga fraksi yang dipisahkan melalui sentrifugasi yaitu : Fraksi Pertama adalah LDL (Low Density Lipoprotein) atau (lipovitellenin) mengandung 90% lemak yang sebagian besar adalah trigliserida. Fraksi ini merupakan penyusun 2 sampai 3 bagian berat kering dari kuning telur. Kedua Fraksi HDL (High Density Lipoprotein). Merupakan penyusun 23% total berat kering kuning telur. Kandungan phosvitin sama dengan lipovitellin (lipoprotein). HDL terdiri atas 18% lemak yaitu trigliserida dan fosfolipid dengan jumlah yang hampir sama. Ketiga fraksi protein terlarut, mengandung livetin dan beberapa protein lainnya.


(31)

2.6 Imunoglobulin Y (IgY)

Imunoglobulin Y (Gambar 3) merupakan salah satu kelas imunoglobulin yang khas pada kelompok vertebrata tingkat rendah seperti reptil, amfibi dan aves. Pada awalnya diduga Ig unggas menyerupai IgG mamalia, tetapi ternyata Ig unggas sangat berbeda dengan imunoglobulin G mamalia (Szabo et al. 1998). Imunoglobulin Y dipindahkan dari serum darah ke kuning telur agar keturunannya mendapatkan kekebalan (Sunwoo et al. 2002, Hatta et al. 1993). Imunoglobulin Y memiliki kemiripan dengan imunoglobulin G mamalia dalam hal mekanisme pembentukan dan fungsinya tetapi berbeda pada regio konstannya sehingga menyebabkan imunoglobulin Y dibedakan dari imunoglobulin G (Carlander 2002).

Imunoglobulin Y dapat digunakan dalam bidang pengobatan, pencegahan penyakit (imunoterapi) dan imunodiagnostik. Penggunaan IgY juga memperhatikan aspek animal welfare sehingga tidak menyebabkan masalah stres pada hewan dibandingkan perlakuan pengambilan darah pada produksi antibodi dari serum mamalia (Carlander 2002). Penggunaan imunoglobulin Y memiliki keuntungan lain yaitu dari segi biokimia, kemudahan dalam melakukan ekstraksi dan purifikasi, konsentrasi Ig Y pada kuning telur lebih tinggi dibandingkan dengan serum, yaitu 15 sampai 25 mg/ml (Akita dan Nakai 1992).

Berat molekul IgY adalah 180 kDa yang terdiri atas dua rantai ringan dengan berat molekul 22 sampai 30 kDa dan dua rantai berat (H) dengan berat molekul 67 sampai 70 kDa. Rantai ringan terbagi atas satu daerah variabel (VL)

dan satu daerah konstan (CL). Sedangkan rantai berat terdiri dari satu daerah

variabel (VH) yang tidak memiliki lengan dan empat daerah konstan (Cү1, Cү2, Cү3

dan Cү4) dengan koefisien sedimentasi 7.8 S dan titik isoelektrik 5.7 sampai 7.6

(Chiou 2002, Patoja 2000).

Struktur secara keseluruhan dari Ig Y adalah sama dengan Ig G mamalia dimana terdapat dua rantai light (L) dan rantai heavy (H). Berat molekul (BM) dari Ig Y sebesar 167.250 Da yang sedikit lebih besar dengan Ig G (sekitar 160.000 Da). Hal yang paling menarik pada kajian struktur ini adalah rantai L lebih ringan berat molekulnya dibandingkan dengan yang dimiliki mamalia. Rantai H (BM 65.105 Da) disebut v memiliki satu region variabel (V) dan empat


(32)

region constan (C). Rantai L (BM 18.660 Da) tersusun atas satu domain variabel dan satu domain constan (konstan). Cv3 dan Cv4 dari Ig Y hampir mirip dengan Cγ2 dan Cγ3 Ig G dimana domain Cv2 tidak memiliki rantai γ. Region Fc (Fragmen crystallizable) dari Ig Y memediasi fungsi faktor pada unggas, misalnya fiksasi pada complement (komplemen) dan opsonisasi. Imunoglobulin Y merupakan antibodi yang sensitif untuk memediasi reaksi anafilaktik, yaitu sebuah fungsi yang dimiliki oleh Ig E pada mamalia. Pada beberapa hal, Ig Y memerankan fungsi kombinasi dari Ig G mamalia dan Ig E unggas (Carlander 2002).

Imunoglobulin Y memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan IgG, lebih resisten terhadap suhu dan pH dibandingkan IgG (Szabo et al. 1998). Imunglobulin Y dapat mengenali lebih banyak epitop antigenik dibandingkan dengan antibodi yang diproduksi mamalia. IgY lebih bersifat asam dan memiliki kerapatan molekul yang lebih rendah (Higgins 1995) daripada IgG mamalia. IgY tidak berikatan dengan faktor komplemen, protein A, protein G dan reseptor FC bakteri (Jensenius et al. 1981).

Sebagai bahan tambahan makanan, IgY adalah molekul yang cocok untuk mengatasi alergi, untuk terapi dan diagnosa penyakit (Loesche et al. 1986). Pemurnian IgY dapat diaplikasikan untuk imunisasi pasif peroral untuk mencegah infeksi terhadap karies gigi (Otake et al. 1991), enteric collibacillosis (Yokoyama et al. 1992) dan salmonellosis (Sunwoo et al. 1996). IgY terdapat dalam serum dan kuning telur ayam dalam bentuk molekul imunoglobulin yang konsentrasinya sekitar 10-20 mg/ml.


(33)

Sebagian besar komponen penyusun IgY adalah molekul protein. Protein merupakan makromolekul protein amfoter yaitu tiap molekulnya memiliki muatan listrik positif dan negatif. Adanya perbedaan ukuran dan muatan listrik pada setiap kelompok protein memungkinkan setiap jenis protein dapat dipisahkan. Protein dapat berionisiasi pada perbedaan pH atau dalam larutan sebagai kation (muatan listrik positif) dan anion (muatan listrik negatif). Pada pengaruh medan listrik, partikel bermuatan ini akan bermigrasi balik ke katoda maupun anoda tergantung muatan total alaminya. Pemisahan partikel bermuatan medan listrik disebabkan karena adanya gradien potensial dan muatan totalnya, namun adanya gaya gesek akibat perbedaan ukuran molekul, bentuk molekul, ukuran pori medium dan viskositas buffer, maka dapat menghambat partikel tersebut. Semakin besar ukuran partikel semakin kecil mobilitasnya, sedangkan dua partikel dengan ukuran sama tetapi bentuknya berbeda akan berbeda pula mobilitasnya (Wilson dan Walker 2000).

2.7 Reaksi antigen – antibodi

Sel peka antigen akan menanggapi antigen dengan memproduksi antibodi atau sel efektor khusus hanya jika antigen itu disajikan kepada sel dengan dosis dan dengan cara yang tepat (Tizard 1988). Imunoglobulin bukanlah molekul yang sederhana berikatan bersama antigen dengan sistem kunci dan gembok (Bellanti 1978), Roit et al. (2007) menyatakan bahwa tempat berikatan dari suatu antibodi terletak pada bagian Fab dari molekul ini dan terdiri dari wilayah hipervariabel dari rantai berat dan ringan. Studi kristalografi sinar x dari interaksi antara antigen-antibodi menunjukan bahwa faktor determinan antigen berikatan dalam bentuk saling mengikat dengan tempat berikatan dari antibodi, yang satu berperan sebagai kunci (antigen) yang mana cocok dengan gemboknya (antibodi), selain itu reaksi antigen-antibodi secara alami dapat berikatan secara non-kovalen termasuk ikatan hidrogen, ikatan hidrostatik, gaya Van Der Walls, dan ikatan hidrofobik.

Menurut Tizard (1988), sifat antibodi yang mengadakan komplek dengan antigen akan sangat berbeda dengan antibodi bebas, antibodi terikat antigen memiliki kemampuan berikatan dengan sel fagositik sehingga berfungsi sebagai opsonin, munculnya determinan baru sebagai aktivitas dari bagian Fc yang


(34)

terbuka dianggap asing oleh sistem kebal sehingga merangsang pembentukan auto antibodi yang dikenal sebagai faktor rematoid.

2.8 Uji Agar Gel Presipitasi

Uji pengikatan sekunder adalah proses dua tahap. Tahap pertama adalah interaksi antara antigen dengan antibodi, tahap kedua ditentukan oleh keadaan fisik antigen tersebut. Jadi bila antibodi dirangkaikan dengan antigen yang terlarut (antigen soluble) dalam larutan yang tepat kondisinya, komplek itu mengadakan presipitasi (Tizard 1988), apabila jumlah yang cocok dari larutan yang jernih suatu antigen yang terlarut dicampur dengan antibodinya yang homolog dan diinkubasi pada 370C, campuran tersebut akan menjadi keruh dalam waktu kurang lebih satu jam dan akhirnya presipitat akan terbentuk.

Pada metode agar gel presipitasi digunakan agarose sebagai media, secara prinsip merupakan teknik imunodifusi, pada selapis agar diatas gelas objek yang diberi lubang, lubang yang satu ditempatkan antigen dan yang lainnya ditempatkan antibodi akan berdifusi radial sehingga terbentuk konsentrasi sirkuler dan saling bertemu (Tizard 1988), dan kisi-kisi akan terbentuk sebelum agregat terlihat berbentuk garis buram putih yang biasa disebut presipitat (Bellanti 1978).


(35)

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2006 sampai bulan April 2007 di Lab. Bakteriologi dan Unit Pelayanan Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik, Depertemen IPHK, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan

Isolat bakteri Streptococcus sp. dan S. aureus berasal dari Lab. Bakteriologi, media cair brain heart infusion (BHI), NaCl fisiologis, nutrient agar, 4 butir telur ayam dari masing-masing daerah Bogor Barat dan Bogor Tengah (3 butir telur ayam kampung dari masing-masing daerah tersebut untuk teknik purifikasi sederhana dan 1 butir telur ayam kampung dari masing-masing daerah tersebut untuk teknik WSF), 0,5 ml HCl 0,2 N, phenol red, aquadest, 0,4 gram agarose, 1,2 gram poly ethylene glycol (PEG) 6.000, PBS pH 7,4, 0,1 M NaOH, milli-Q, Na azide, amonium sulfat.

3.3 Alat

Sentrifus, vortex, tabung reaksi, gelas objek, ose, api bunsen, gelas ukur, water bath, spoit, pipet, kertas saring, microtube, puncher, inkubator, refrigerator, freezer, magnetic stirer, spektrofotometer UV (Hitachi).

3.4 Metode

3.4.1 Ekstraksi Imunoglobulin Y (Ig Y) dari Kuning Telur dengan Teknik Purifikasi Sederhana

Telur dipecahkan kerabangnya, kuning telur dipisahkan dari putih telur, kemudian kuning telur diletakkan di atas kertas saring. Sebanyak satu bagian kuning telur ditampung ke dalam tabung Eppendorf, kemudian ditambahkan 2 bagian PBS pH 7,5 sampai 7,6. campuran dalam microtube tersebut disentrifus dengan kecepatan 2.000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan disimpan pada suhu -20 oC (Soejoedono et al. 2005).


(36)

3.4.2 Ekstraksi Imunoglobulin Y (Ig Y) dari Kuning Telur dengan Teknik Water Soluble Fraction (WSF)

Ekstraksi Ig Y dari kuning telur menggunakan teknik Water Soluble Fraction (WSF) yang dikembangkan oleh Akita dan Nakai (1993). Kuning telur dipisahkan dari putih telur, kemudian diletakkan diatas kertas saring untuk menghilangkan putih telur yang melekat. Membran kuning telur dilubangi dengan cara diangkat dengan pinset, cairan kuning telur ditampung pada gelas beker dan dilarutkan secara perlahan dalam milli-Q pH 4 dengan perbandingan 1 : 4. Setelah homogen ditambahkan lagi milli-Q hingga pH 2 suspensi 5.0 sampai 5.2 dan disimpun pada suhu 4 0C minimal 12 jam. Suspensi disentrifugasi dengan kecepatan 3125 g pada 4 0C selama 20 menit dan supernatan diambil dan diperoleh water soluble fraction (WSF). Selanjutnya WSF dibuat hingga pH 7.5.

WSF dipekatkan dengan PEG 6.000 dan amonium sulfat. WSF ditambahkan PEG 6.000 sehingga konsentrasi akhir 12 % (w/v). Suspensi disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit suhu 20 0C. Pelet ditambahkan dengan amonium sulfat 40 % sebanyak 5 ml dan disentrifugasi dengan kecepatan 11.700 g selama 15 menit, dilakukan 3 kali. Pelet disuspensikan dengan PBS sebanyak 1 ml, dan ditambahkan dua tetes 0.1% Na Azide. Suspensi didialisis selama 24 jam dengan PBS pH 8.0 (Polson et al. 1980). Setelah di ekstraksi Ig dihitung konsentrasinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 280 nm.

3.4.3 Preparasi Antigen Streptococcus sp.dan Staphylococcus aureus

Isolat bakteri Streptococcus sp. dan S. aureus ditumbuhkan dalam 50 ml media BHI, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC. Setelah diinkubasi 18 sampai 24 jam masing-masing isolat disentrifus dengan kecepatan 1.0000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pelet dicuci dengan 5 ml NaCl fisiologis, kemudian disentrifus dengan kecepatan 1.0000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang lagi (pencucian dilakukan dua kali). Pelet ditambah dengan 0,5 ml HCL 0,2 N, kemudian ditangas pada suhu 52 oC selama 1 jam. Satu tetes phenol red ditambahkan sebagai indikator. Suspensi disentrifus dengan kecepatan 1.0000 rpm


(37)

selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan digunakan sebagai antigen terlarut dan disimpan pada suhu 4 oC (Wibawan et al. 2004).

3.4.4 Penentuan Konsentrasi Ig Y dengan Spektrofotometer

Konsentrasi Ig Y ditentukan dengan menggunakan metode Bradford (1976). Konsentrasi Ig Y dihitung dengan spektrofotometer UV. Absorbansi sampel ditentukan dengan pembacaan pada UV spektrofotometer pada 280 nm. Konsentrasi sampel dihitung berdasarkan kurva larutan standar dengan Bovine Serum Albumin yang telah dibuat.

3.4.5 Uji Agar Gel Presipitasi

Agar gel dibuat dengan melarutkan 0,4 gram agarose dan 1,2 gram PEG 6.000, 0,1% Na azide dalam 25 ml PBS pH 7,4 dan 25 ml aquadest pH 7,4. Larutan ini dipanaskan dalam penangas air sampai larut dan warna larutan menjadi bening. Kemudian larutan dipipet sebanyak 3,75 ml, dicetak pada gelas objek dan ditunggu sampai mengeras. Kemudian dibuat sumur-sumur dengan puncher. Pada sumur tengah dimasukkan 25 l antigen dan 25 l Ig Y purifikasi pada sekelilingnya. Gelas objek diletakkan di atas kertas saring basah agar terjaga kelembabannya. Reaksi dibaca setelah 18 sampai 48 jam, reaksi positif ditunjukkan dengan adanya garis presipitasi diantara sumur antigen dan antibodi.


(38)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Telur ayam kampung yang diujikan merupakan telur yang di koleksi dari ayam kampung yang dipelihara secara ekstensif. Telur-telur tersebut berasal dari lima daerah yaitu Cibanteng, Ciampea (wilayah Bogor Barat), Cijahe, Gang Menteng, dan Pabuaran (wilayah Bogor Tengah) (Tabel 1)

Tabel 1. Asal telur

No Daerah Kode telur ∑ Telur

1 Cibanteng A 4

2 Ciampea B 4

3 Cijahe C 4

4 Gang Menteng D 4

5 Pabuaran E 4

Seluruh kuning telur akan dipurifikasi secara sederhana dan dipurifikasi menggunakan metode Water Soluble Fraction (WSF) untuk dideteksi keberadaan antibodi terhadap bakteri Streptococcus sp dan S. aureus dan selanjutnya akan dihitung konsentrasinya dengan menggunakan spektrofotometer.

4.1 Deteksi Ig Y Spesifik Streptococcus sp pada Kuning Telur Ayam

Kampung

Pendeteksian dilakukan pada telur ayam kampung yang berasal dari 5 wilayah berbeda, semua telur yang diujikan menunjukkan hasil negatif pada uji Agar Gel Presipitatation Test (AGPT). Hasil AGPT dapat dilihat pada Tabel 2 :

Tabel 2. Hasil AGPT terhadap Streptococcus sp No Daerah Kode telur Hasil uji AGP

kuning telur di ekstraksi sederhana

Hasil uji AGP WSF

1 Cibanteng A - -

2 Ciampea B - -

3 Cijahe C - -

4 Gang Menteng D - -

5 Pabuaran E - -

Pada uji AGPT dengan ekstraksi sederhana dan WSF seluruhnya memperlihatkan reaksi negatif. Reaksi negatif ini menunjukkan bahwa tidak ada antibodi spesifik atau homolog terhadap Streptococcus sp. pada semua telur ayam kampung dari setiap wilayah. Reaksi positif yang di tandai dengan terbentuknya


(39)

garis presipitasi akan terjadi apabila di dalam kuning telur terdapat antibodi yang homolog dengan antigen pemicunya. Tizard (1988) menyatakan antibodi biasanya hanya akan berikatan khusus dengan antigen yang merangsang pembentukannya.

Tidak adanya antibodi terhadap Streptococcus sp. pada telur ayam kampung bukan berarti ayam kampung dari kelima wilayah tidak pernah terpapar oleh bakteri tersebut mengingat keberadaan bakteri ini di alam sangat mudah ditemukan, intensitas paparan yang sangat rendah bisa menjadi faktor penyebab konsentrasi Ig Y spesifik terhadap bakteri ini menjadi rendah. Keberadaan antibodi spesifik pada serum induk sangat dipengaruhi oleh waktu karena semakin lama konsentrasi antibodi spesifik akan semakin menurun dalam serum selama belum ada paparan baru dari jenis bakteri yang sama, apabila terjadi paparan kedua oleh jenis bakteri yang sama akan menggertak kembali pembentukan antibodi lebih cepat (Tizard 1988).

Uji agar gel presipitasi merupakan uji yang kurang sensitif sehingga membutuhkan perbandingan konsentrasi antigen antibodi yang besar, hasil negatif bisa terjadi akibat konsentrasi Ig Y purifikasi yang didapatkan sangat sedikit sehingga proporsi antara antigen dan Ig Y spesifik tidak mencapai proporsi yang optimal. Tizzard (1996) menyatakan bahwa pada AGPT, apabila konsentrasi antibodi lebih sedikit dibandingkan antigen, menyebabkan setiap antibodi diikat sepasang molekul antigen menyebabkan ikatan silang tidak terjadi, kompleks antigen dengan antibodi kecil dan larut, sehingga tidak terbentuk presipitasi. Menurut Kresno (1996) pembentukan presipitasi terjadi apabila konsentrasi antigen dan antibodi seimbang.

ab E

ab ag ab D A

ab B ab C

Gambar 1. Hasil AGPT negatif, tidak terlihat garis presipitasi diantara sumur antigen dengan sumur antibodi. Antigen Streptococcus sp. (ag). Ig Y purifikasi (ab).


(40)

4.2 Deteksi Ig Y Spesifik Staphylococcus aureus pada Kuning Telur Ayam Kampung

Pendeteksian dilakukan pada telur dari setiap daerah, semua telur yang diuji terhadap S. aureus menunjukkan hasil yang negatif pada AGPT. Hasil dari AGPT kuning telur dapat dilihat pada Tabel 3 :

Tabel 3. Hasil AGPT terhadap Staphylococcus aureus No Daerah Kode telur Hasil uji AGP

kuning telur di ekstraksi sederhana

Hasil uji AGP WSF

1 Cibanteng A - -

2 Ciampea B - -

3 Cijahe C - -

4 Gang Menteng D - -

5 Pabuaran E - -

Pada uji agar gel presipitasi dengan ekstraksi sederhana dan WSF seluruhnya juga memperlihatkan reaksi negatif. Reaksi negatif ini menunjukkan bahwa tidak ada antibodi spesifik terhadap S. aureus pada semua telur ayam kampung dari setiap wilayah. Reaksi positif akan terjadi apabila di dalam kuning telur terdapat antibodi yang homolog dengan antigen pemicunya, Tizard (1988) menyatakan antibodi biasanya hanya akan berikatan khusus dengan antigen yang merangsang pembentukannya.

Sama halnya dengan uji yang dilakukan sebelumnya tidak adanya Ig Y spesifik terhadap S. aureus pada telur ayam kampung bukan berarti ayam kampung dari kelima wilayah tidak pernah terpapar oleh bakteri tersebut. Namun intensitas paparan yang sangat rendah menyebabkan konsentrasi Ig Y spesifik terhadap bakteri ini menjadi rendah. Perlu diperhatikan bahwa keberadaan antibodi spesifik pada serum induk sangat dipengaruhi oleh waktu karena semakin lama konsentrasi antibodi spesifik akan semakin menurun dalam serum selama belum ada paparan baru dari jenis bakteri yang sama. Apabila terjadi paparan kedua oleh jenis bakteri yang sama akan menggertak kembali pembentukan antibodi lebih cepat (Tizard 1988).

Uji agar gel presipitasi merupakan uji yang kurang sensitif sehingga membutuhkan perbandingan konsentrasi antigen antibodi yang besar, hasil negatif bisa terjadi akibat konsentrasi Ig Y purifikasi yang didapatkan sangat sedikit


(41)

sehingga proporsi antara antigen dan Ig Y spesifik tidak mencapai proporsi yang optimal, Menurut Kresno (1996) pembentukan presipitasi terjadi apabila konsentrasi antigen dan antibodi seimbang.

Ab E ab D

ab A ag ab C

ab B

Gambar 2. Hasil AGPT negatif, tidak terlihat garis presipitasi diantara sumur antigen dengan sumur antibodi. Antigen Staphylococcus aureus (ag). Ig Y purifikasi (ab).

4.3 Penentuan Konsentrasi Ig Y pada Kuning Telur Ayam Kampung

Penentuan Konsentrasi Ig Y dilakukan dengan menggunakan spektro fotometer, jumlah Ig Y yang ada pada kuning telur ayam kampung ditunjukkan pada Tabel 4 :

Tabel 4. Konsentrasi Ig Y

No Daerah Kode telur Konsentrasi

1 Cibanteng A 1,50 mg/ml

2 Ciampea B 4,21 mg/ml

3 Cijahe C -

4 Gang Menteng D 3,33 mg/ml

5 Pabuaran E 3,86 mg/ml

Rata - rata konsentrasi 3,225 mg/ml

Ig Y yang didapatkan memiliki konsentrasi rata-rata sebesar 3,225 mg/ml. Hasil ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan hasil WSF yang dihasilkan oleh Shin et al. (2002) yaitu 9,9 mg/ml. Rendahnya Ig Y yang dihasilkan mungkin saja diakibatkan oleh tertinggalnya Ig Y pada saat proses purifikasi akibat protein tidak terpisah dengan baik sehingga tidak didapat konsentrasi maksimal, kemudian proses penyimpanan juga dapat mempengaruhi konsentrasi yang ada dalam telur, lamanya penyimpanan kuning telur dalam freezer dapat menurunkan konsentrasi


(42)

protein telur atau dengan kata lain dapat merusak protein itu sendiri. Menurut Rose et al. (1974) konsentrasi Ig Y pada satu butir telur adalah 10-20 mg/ml, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ester (2004) didapat konsentrasi yang sangat signifikan perbedaannya yaitu sekitar 0,25-1,8 mg/ml.


(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Telur ayam kampung yang berasal dari Cibanteng, Ciampea (wilayah Bogor Barat), Cijahe, Gang Menteng, dan Pabuaran (wilayah Bogor Tengah) tidak memiliki Ig Y spesifik terhadap Streptococcus Sp dan Staphylococcus aureus.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan berbagai antigen lain terutama agen penyebab zoonosis untuk mengetahui antibodi spesifik apa saja yang terdapat dalam serum dan telur ayam kampung tersebut dan perlunya memperhatikan keberagaman individu karena dari ayam kampung sendiri terdiri dari beberapa jenis seperti ayam hutan, ayam pelung, ayam Bali dan sebagainya.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Akita EM, Nakai S. 1992. Comparison of Four Methods for Production of Immunoglobulin From Eggs Laid by Hens Immunized with an Enterotoxigenic E. Coli Strain. J Immunol Methods 160:207-214.

Carlender D. 2002. Avian Immunoglobulin Y Antibody Invitro and Invivo. Dissertations. Faculty of Medicine. Uppsala University. Uppsala

Carlton, L.G. and O.T. Charles. 1993. Pathogenesis of Bacterial Infections in Animals. 2ed. Iowa State University Press. Pp.21-28.

Chiou V. 2002. Duck Antibodies for IVD Applications. http://www.decivelink.com/ivdt/archive/02/04/03.htm. [20 Februari 2003]. Cifrian, E., A.J. Guidary, A.J. Bramley, N.L. Norcross, F.D.B. Corcuera and

W.W. Marqurdt. 1996. Effect of Staphylococcal -toxin on the Cytotoxicity, Proliperation and Adherence of Staphylococcus aureus to Bovine Mammary Epithelial Cells. Vet. Microbiol. 48:187-198.

Coleman MA. 1996. Oral Administration of Chicken Yolk Immunoglobulins to Lower Somatic Cell Count in The Milk Lactating Ruminant. US patent. 5585098.

Cruikshank, R., J.D. Duguid, B.D. Marmion and R.H.A. Swain. 1973. Microbiologi: The Practice of Medical Microbiologi. 12th Ed. Churchill Livingstone. Edinberg.

Davalops-Patoja et al. 2000. Colloidal Stability of IgG and IgY Coated Latex Microspheres. Colloids and surfaces B: Biointerfaces. 20:165-175.

Ester. 2004. Isolasi IG Y dari kuning telur ayam arab (Gallus galus) terhadap Canine Parvovirus serta aplikasinya unruk perangkat pemeriksaan dengan ELISA. Skripsi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam, IPB.

Gassman M, Thommes P, Weiser T, Hubscher U. 1990. Efficient production of chicken egg yolk antibodies againts a conserved mammalian protein. FASEB J. 4:2528-2532.

Harlow, E and D. lane. 1988, Antibodies: A Laboratory Manual. Cold Spring Harbor Laboratory, New York.

Higgins DA, Cromie RL, Liu SS, Magor KE, Warr GW. 1995. Purification of Duck Immunoglobulins: An evaluation of Protein A and Protein G Affinity Chromatography. Vet Immunel Immunopathol. 44:169-180.

Jahja J, Lestraningsih CL, Fitria N, Murwijati T, dan Suryani T. 2006. Penyakit-Penyakit Penting Pada Ayam. Edisi 5. Medion, Bandung-Indonesia

Jensenius JC, Andersen I, Hau J, Crone M, Koch C. 1981. Eggs : Conveniently Methods. 46:63-68.

Kresno SB. 1996. Imunologi: Diagnosa dan Prosedur Laboratorium. Edisi Keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai penerbit FKUI. Jakarta.


(45)

Larsson A, Wejaker PE, Forsberg PO, Lindahl T. 1993. Chicken Antibodies: Taking Advantage of Evolution: a Review. Poultry Science. 72:1807-1812.

Larsson A, Sjoquist J. 1998. Chicken Antibodies: A Tool to Avoid False Positive results by Rheumatoid Factor in Latex Fixation Test. J Immunol Methods. 108:205.

Loeken, MR & TF Roth. 1983. Analysis of material Ig G subpopulations wich are transported into the chicken oocyte. Immun. 49 : 21-28.

Loesche U, Schranner I, Wanke R, Jurgens L. 1986. The Chicken egg, an Antibody Source. Zentral bl Veterinarmed [B]. 33: 609-619.

Menzies, B.E and J. Kourteva. 1998. Internalization of Staphylococcus aureus by Endothelial Cells Induces Apoptosis. Infect and Immun. 60(12):5994-5998.

Mohamed, N., M.A. Teeters, J.M. Patti, M. Hook and J.M. Ross. 1999. Inhibition of Staphylococcus aureus Adherence to Collagen Under Dynamic Conditions. Infect And Immun. 67(2):589-594.

Nilsson, A.H., O. Hartford, T. Foster and A. Tarkawski. 1999. Alpha toxin and Gamma toxin Jointly Promote Staphylococcus aureus Virulensice in Murine Septic Arthritis. Infect and Immun. 67(3):1045-1049.

Otake S et al.1981. Protection of rats againts dental caries by passive immunization with hen egg yolk antibody (IgY). J Dent Res. 70:162-166. Patel, A.H., P. Nowlan, E.D. Weavers and T. Foster. 1987. Virulensice of

Protein-A-Deficient and Alpha-Toxin Deficient Mutans of Staphylococcus aureus isolated by Allele Replacement. Infect and Immun. 55(12):3103-3110. Patterson MJ (1996). Streptococcus. In: Baron's Medical Microbiology (Baron S

et al, eds.), 4th ed., Univ of Texas Medical Branch.

Polson A, Von WM Van RM.1980. Isolation of Viral IgY Antibodies from Yolks of Immunized Hens. Immunol Commun. 9:475-493.

Retno FD, Jahja J, dan Suryani T. 1998. Penyakit-Penyakit Penting Pada Ayam. Edisi 4. Medon, Bandung-Indonesia.

Rose, M.E, E Orlans N Butters. 1974. immunoglobulin classes in the Hen’s Egg : their segregation in yolk and white. Eur J Immunol. 4: 521-523.

Roth, J.A. 1988. Virulence Mechanism of Bacterial Pathogens. Am Soc Microbiol. 1 : 3-15.

Roitt et al. 2007. Imunologi. Edisi ke-6. pp71-74. http://www.med.sc.edu:85/mayer/ab-ag-rx.htm. [8 Maret 2007].

Ruoff KL (1990). Recent taxonomic changes in the genus Enterococcus. Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 9 (2): 75-9

Ryan KJ and Ray CG (editors) (2004). Sherris Medical Microbiology, 4th ed., McGraw Hill.


(46)

Shin Ji-Hun et al..2002. Use of Egg-Derived Immunoglobulin as an Alternative to Antibiotic Treatment for Control of Helicobacter pylori Infection. Am Soc Microbiol.

Soejodono RD. Wibawan IWT, Hayati Z. 2005. Pemanfaatan Telur Ayam Sebagai Pabrik Biologis : Produksi “Yolk Immunologlobulin” (Ig Y) Anti Streptococcus mutans, Escherichia coli dan Salmonella enteritidis. Laporan Riset Unggulan Terpadu XII.

Sunwoo HH, Nakano T, Dixon WT, Sim JS. 1996. Immune Responses in Chickens Against Lipopolysaccharide of Escherichia Coli and Salmonella Typhimurium. Poultry Sci. 75:342-345.

Sunwoo HH. 2002. The Spice of Life: Antibody Coctail Targets Deadly Foodborne Germs. Faculty of Agriculture, Forestry, and Home Economics. University of Alberta. Alberta.

Szabo CS, bardos L, Losonczy S, Karchesz K.1998. Isolation Of Antibodies From Chicken And Quail Eggs.

Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannnya. Vol. 1. Yogyakarta: Kanisius

Thakker, M., J.S. Park, V. Carey and J.C. Lee. 1998. Staphylococcus aureus Seroytpe 5 Capsular Polyscaride is Antiphagocytic and Enhances Bacterial Virulensice in a Murine Bacteriemia Model. Infect and Immun. 66(11):5183-5189.

Tizard. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Dr. Masduki Partodiredjo, penerjemah; Surabaya: Airlangga University Press. Terjemahan dari: An introduction to veterinary immunology.

Tizzard. 1996. Veterinary Immunology An introduction. Edisi ke-5. Texas : WB Saunders Company.

Wibawan, IWT., F.H. Pasaribu, I.H. Utama, A. Abdulmawjood, Ch. Lammler. 1999. The rule of hyaluronic acid capsular material of Streptococcus equi subsp. Zooepidemicusin mediating adherence of Hella Cells and In resisting phagocytosis. Res Vet Sci. 67 : 131-135.

Wibawan IWT, Djanatun T, dan Halimah LS. 2004. Pengujian Teknik Koaglutinasi tidak langsung untuk deteksi penyakit unggas. Laporan Hibah bersaing XI.

Wikipedia. 2007a. Streptococcus. http://en.wikipedia.org/wiki/Streptococcus.

Wikipedia. 2007b. Staphylococcus. http://en.wikipedia.org/wiki/Staphylococcus.

Yokoyama H, Peralta RC, Diaz R, Sendo S, Ikemori Y, Kodama Y.1992. Passive Protective Effect of Chicken Egg Yolk Immunoglobulins Against Experimental Enterotoxigenic Eschericia Coli Infection in Neonatal Pigs. J immunol. 60 : 98-100.


(47)

(48)

(49)

(50)

(1)

Larsson A, Wejaker PE, Forsberg PO, Lindahl T. 1993. Chicken Antibodies: Taking Advantage of Evolution: a Review. Poultry Science. 72:1807-1812.

Larsson A, Sjoquist J. 1998. Chicken Antibodies: A Tool to Avoid False Positive results by Rheumatoid Factor in Latex Fixation Test. J Immunol Methods. 108:205.

Loeken, MR & TF Roth. 1983. Analysis of material Ig G subpopulations wich are transported into the chicken oocyte. Immun. 49 : 21-28.

Loesche U, Schranner I, Wanke R, Jurgens L. 1986. The Chicken egg, an Antibody Source. Zentral bl Veterinarmed [B]. 33: 609-619.

Menzies, B.E and J. Kourteva. 1998. Internalization of Staphylococcus aureus by Endothelial Cells Induces Apoptosis. Infect and Immun. 60(12):5994-5998.

Mohamed, N., M.A. Teeters, J.M. Patti, M. Hook and J.M. Ross. 1999. Inhibition of Staphylococcus aureus Adherence to Collagen Under Dynamic Conditions. Infect And Immun. 67(2):589-594.

Nilsson, A.H., O. Hartford, T. Foster and A. Tarkawski. 1999. Alpha toxin and Gamma toxin Jointly Promote Staphylococcus aureus Virulensice in Murine Septic Arthritis. Infect and Immun. 67(3):1045-1049.

Otake S et al.1981. Protection of rats againts dental caries by passive immunization with hen egg yolk antibody (IgY). J Dent Res. 70:162-166. Patel, A.H., P. Nowlan, E.D. Weavers and T. Foster. 1987. Virulensice of

Protein-A-Deficient and Alpha-Toxin Deficient Mutans of Staphylococcus aureus isolated by Allele Replacement. Infect and Immun. 55(12):3103-3110. Patterson MJ (1996). Streptococcus. In: Baron's Medical Microbiology (Baron S

et al, eds.), 4th ed., Univ of Texas Medical Branch.

Polson A, Von WM Van RM.1980. Isolation of Viral IgY Antibodies from Yolks of Immunized Hens. Immunol Commun. 9:475-493.

Retno FD, Jahja J, dan Suryani T. 1998. Penyakit-Penyakit Penting Pada Ayam. Edisi 4. Medon, Bandung-Indonesia.

Rose, M.E, E Orlans N Butters. 1974. immunoglobulin classes in the Hen’s Egg : their segregation in yolk and white. Eur J Immunol. 4: 521-523.

Roth, J.A. 1988. Virulence Mechanism of Bacterial Pathogens. Am Soc Microbiol. 1 : 3-15.

Roitt et al. 2007. Imunologi. Edisi ke-6. pp71-74. http://www.med.sc.edu:85/mayer/ab-ag-rx.htm. [8 Maret 2007].

Ruoff KL (1990). Recent taxonomic changes in the genus Enterococcus. Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 9 (2): 75-9

Ryan KJ and Ray CG (editors) (2004). Sherris Medical Microbiology, 4th ed., McGraw Hill.


(2)

Shin Ji-Hun et al..2002. Use of Egg-Derived Immunoglobulin as an Alternative to Antibiotic Treatment for Control of Helicobacter pylori Infection. Am Soc Microbiol.

Soejodono RD. Wibawan IWT, Hayati Z. 2005. Pemanfaatan Telur Ayam Sebagai Pabrik Biologis : Produksi “Yolk Immunologlobulin” (Ig Y) Anti Streptococcus mutans, Escherichia coli dan Salmonella enteritidis. Laporan Riset Unggulan Terpadu XII.

Sunwoo HH, Nakano T, Dixon WT, Sim JS. 1996. Immune Responses in Chickens Against Lipopolysaccharide of Escherichia Coli and Salmonella Typhimurium. Poultry Sci. 75:342-345.

Sunwoo HH. 2002. The Spice of Life: Antibody Coctail Targets Deadly Foodborne Germs. Faculty of Agriculture, Forestry, and Home Economics. University of Alberta. Alberta.

Szabo CS, bardos L, Losonczy S, Karchesz K.1998. Isolation Of Antibodies From Chicken And Quail Eggs.

Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannnya. Vol. 1. Yogyakarta: Kanisius

Thakker, M., J.S. Park, V. Carey and J.C. Lee. 1998. Staphylococcus aureus Seroytpe 5 Capsular Polyscaride is Antiphagocytic and Enhances Bacterial Virulensice in a Murine Bacteriemia Model. Infect and Immun. 66(11):5183-5189.

Tizard. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Dr. Masduki Partodiredjo, penerjemah; Surabaya: Airlangga University Press. Terjemahan dari: An introduction to veterinary immunology.

Tizzard. 1996. Veterinary Immunology An introduction. Edisi ke-5. Texas : WB Saunders Company.

Wibawan, IWT., F.H. Pasaribu, I.H. Utama, A. Abdulmawjood, Ch. Lammler. 1999. The rule of hyaluronic acid capsular material of Streptococcus equi subsp. Zooepidemicusin mediating adherence of Hella Cells and In resisting phagocytosis. Res Vet Sci. 67 : 131-135.

Wibawan IWT, Djanatun T, dan Halimah LS. 2004. Pengujian Teknik Koaglutinasi tidak langsung untuk deteksi penyakit unggas. Laporan Hibah bersaing XI.

Wikipedia. 2007a. Streptococcus. http://en.wikipedia.org/wiki/Streptococcus. Wikipedia. 2007b. Staphylococcus. http://en.wikipedia.org/wiki/Staphylococcus. Yokoyama H, Peralta RC, Diaz R, Sendo S, Ikemori Y, Kodama Y.1992. Passive

Protective Effect of Chicken Egg Yolk Immunoglobulins Against Experimental Enterotoxigenic Eschericia Coli Infection in Neonatal Pigs. J immunol. 60 : 98-100.


(3)

(4)

(5)

(6)