Kandungan Β-Karoten, Sifat Fisik Dan Kimia Serta Mutu Organoleptik Pada Wortel (Daucus Carota L.) Organik Dan Non-Organik Selama Penyimpanan Suhu Dingin

(1)

DINGIN

ASTARI APRIANTINI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

ORGANIK DAN NON-ORGANIK SELAMA PENYIMPANAN SUHU

DINGIN

ASTARI APRIANTINI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(3)

Suhu Dingin

Nama : Astari Apriantini

NIM : I14050559

Disetujui : Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS. NIP. 196203311988111001

Diketahui ,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS. NIP. 196212041989032002


(4)

ASTARI APRIANTINI. I14050559. Studi Kandungan β-karoten, Sifat Fisik dan Kimia serta Mutu Organoleptik Wortel (Daucus carota L.) Organik dan Non-Organik Selama Penyimpanan Suhu Dingin. (Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS.)

Pertanian organik merupakan sistem manajemen produksi holistik yang dapat meningkatkan dan memelihara agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pertanian organik harus menghindari penggunaan bahan-bahan kimia sintetis sehingga menghasilkan bahan pangan yang alami dan aman secara kimiawi untuk dikonsumsi. Pangan organik selain aman juga dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan mengandung gizi yang dapat mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan. Banyak masyarakat percaya bahwa pangan organik lebih tinggi baik kandungan gizi, keamanan maupun kesehatannya dibandingkan pangan konvensional. Umur simpan juga mempengaruhi kandungan gizi dan daya terima dari suatu bahan pangan. Untuk itu diperlukan hasil produk pertanian yang dapat mempertahankan kandungan gizi maupun kualitasnya selama masa penyimpanan. Bertitik tolak dari hal tersebut maka kajian mengenai kandungan zat gizi dan daya terima pada pangan organik terhadap lama simpannya menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut. Terutama untuk pangan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat seperti wortel.

Wortel (Daucus carota L.) merupakan tanaman yang dapat ditanam sepanjang tahun. Sayuran ini banyak diminati masyarakat karena harganya yang relatif murah, rasanya enak dan mudah dalam pengolahannya baik dikonsumsi sendiri maupun dengan dicampur dalam berbagai variasi makanan maupun minuman. Selain itu wortel juga kaya akan vitamin dan mineral yang baik untuk kesehatan tubuh, termasuk

-karoten yang dapat berperan dalam pencegahan kanker, karena sifat antioksidannya yang melawan kerja destruktif sel-sel kanker.

-karoten juga membantu dalam sistem kekebalan tubuh dan kesehatan mata (DRI 2001).

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kandungan β-karoten, sifat fisik, sifat kimia dan mutu organoleptik wortel yang ditanam secara organik dan non-organik, serta pengaruh penyimpanan terhadap sifat-sifat tersebut. Tujuan khususnya adalah 1). Mempelajari perbedaan mutu hedonik dan tingkat kesukaan (hedonik) panelis terhadap wortel organik dan non-organik 2). Menganalisis kandungan β-karoten, karakteristik fisik dan kimia wortel organik dan wortel non-organik 3). Menganalisis pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar β-karoten, karakteristik fisik dan kimia serta sifat organoleptik dari wortel organik dan wortel non-organik.

Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perbedaan sistem pertanian yaitu organik dan non-organik tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan β-karoten pada wortel (p>0,05), walaupun secara deskriptif terlihat bahwa setiap pengamatan kandungan β-karoten pada wortel organik lebih tinggi dibandingkan wortel non-organik. Begitu pula dengan lama simpan, terjadi penurunan kadar β-karoten pada wortel organik dan wortel non-organik selama penyimpanan. Namun penurunan tersebut tidak berbeda nyata (p>0,05).


(5)

memenuhi kecukupan vitamin A/hari, maka jumlah wortel segar yang harus dikonsumsi oleh pria dewasa sebesar ± 64 g untuk wortel organik dan ± 66,8 g untuk wortel non-organik, wanita dewasa sebesar ± 49,7 g untuk wortel organik dan ± 51,9 g wortel non-organik, dan untuk anak- anak sebanyak ± 28,4 g wortel organik dan ± 29,6 g wortel non-organik.

Hasil uji intensitas warna menunjukan wortel non-organik pada minggu ke-0 dan minggu ke-3 mempunyai kecerahan (nilai L) yang lebih tinggi dan berbeda nyata (p< 0,05) dengan wortel organik. Namun pada minggu ke-6 kecerahan wortel organik meningkat secara nyata dan juga berbeda nyata (p<0,05) jika dibandingkan wortel non-organik. Terdapat korelasi yang positif secara nyata (p<0,05) antara nilai L dengan β-karoten, yang menunjukan adanya hubungan yang searah. Pada pengukuran nilai a/b menunjukan perbedaan yang nyata (p<0,05) pada minggu ke 3. Selama masa penyimpanan terjadi penurunan yang nyata (p<0,05) pada wortel organik dan non-organik. Selain itu terlihat adanya korelasi yang positif secara sangat nyata antara nilai a/b dengan kadar β-karoten.

Berdasarkan nilai Hue, Wortel organik dan wortel non-organik berada di daerah kisaran warna Red. Selama masa penyimpanan terjadi peningkatan Hue yang tidak nyata (p˃ 0,05) pada wortel organik sehingga masih berada dalam daerah kisaran warna Red. Namun pada wortel non-organik terjadi peningkatan Hue yang nyata (p<0,05) sehingga wortel berada dalam daerah kisaran warna Yellow Red. Pada minggu 6 terjadi peningkatan Hue yang nyata (p<0,05) pada wortel organik maupun wortel non-organik, dan keduanya berada di daerah kisaran warna Yellow Red. Selain itu nilai Hue mempunyai korelasi yang negatif secara nyata (p<0,05) dengan kandungan β-karoten, hal ini mengindikasikan hubungan yang berlawanan diantara keduanya,

Wortel organik mempunyai tekstur yang lebih kompak dan keras dibandingkan wortel non-organik dengan perbedaan yang tidak nyata (p>0,05). Selama masa penyimpanan terjadi pelunakan pada jaringan wortel organik maupun wortel non-organik.

Wortel organik mengandung kadar air, pH, total gula dan protein yang lebih tinggi dibandingkan wortel non-organik. Namun perbedaan tersebut tidak berbeda nyata (p>0,05). Selama masa penyimpanan terjadi penurunan kadar air, pH dan protein pada wortel organik dan wortel non-organik, namun terjadi peningkatan kadar gula pada wortel organik dan non-organik.

Pada Uji mutu hedonik menunjukan bahwa potongan wortel maupun jus wortel organik mempunyai tingkat mutu yang lebih tinggi dibandingkan potongan wortel dan jus wortel non-organik. Selama masa penyimpanan terjadi penurunan mutu baik pada wortel organik maupun non-organik. Berdasarkan uji tingkat kesukaan (hedonik) potongan wortel dan jus wortel organik lebih disukai dibandingkan potongan wortel dan jus wortel non-organik.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak nyata pada kadar β-karoten dan kimia, namun terdapat perbedaan yang nyata pada sifat fisik dan mutu organoleptik antara wortel organik dan non-organik. Selama penyimpanan juga terdapat perbedaan yang tidak nyata pada kadar β-karoten dan kimia, namun terdapat perbedaan yang nyata pada sifat fisik dan mutu organoleptik pada wortel organik dan non-organik di minggu ke-3 dan ke-6.


(6)

Penulis dilahirkan di Sumedang, pada tanggal 9 april 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, keluarga Bapak Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA dan Siti Kurnia Nurlela. Pendidikan dasar hingga menengah atas (SMUN 8 Jakarta) diselesaikan penulis di Jakarta hingga lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada tahun kedua penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat.

Selama di IPB penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA), Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI), Badan Konsultasi Gizi (BKG), dan Reporter Majalah EMULSI. Pada tahun 2008 penulis menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Analisis Zat Gizi Mikro. Pada tahun 2009 penulis pernah mengikuti program Internship Dietetika di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian.


(7)

dan hidayahNya penulis dapat menyeleseikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Kandungan β-karoten, Sifat Fisik dan Kimia serta Mutu Organoleptik Pada Wortel (Daucus carota L.) Organik dan Non-Organik Selama Penyimpanan Suhu Dingin” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak dibantu berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua, Ir. Syukur Iwantoro MS, MBA dan Siti Kurnia Nurlela, yang

selalu memberikan dukungan moril maupun materil, adik Arya, Nenek, Mba’ Nani, Wati dan Hafid serta seluruh keluarga atas kasih sayang dan doa untuk keberhasilan penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran, mengarahkan, memberi saran dan masukan ilmu yang sangat berarti serta dengan sabar membimbing penulis selama penelitian hingga penyelesaian tugas akhir ini.

3. Mira Dewi Sked, MSi. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi

4. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN. sebagai dosen pemandu seminar.

5. Pastur Agatho selaku pimpinan Yayasan Bina Sarana Bakti dan Pak Daryanto. 6. Seluruh staf dan laboran GM (Bapak Mashudi, Ibu Nina, Ibu Rizki, Mba’ Santi dan Pak Karya), Laboran Pengolahan Pangan TPG (Ibu Rubiah), Laboran BBIA (Ibu Neneng) yang telah membantu jalannya penelitian ini.

7. Anjar, Putri, Yuges dan Mba’ Rina atas kesabaran dan keikhlasannya meluangkan waktu dan tenaga membantu penulis serta memberikan dukungan selama penelitian.

8. Farida, Desi, Wardin, Agni selaku pembahas seminar dan juga sebagai sahabat tempat berbagi baik suka maupun duka.

9. Henri, Prita dan Yogha atas persahabatan dan dukungannya selama menuntut ilmu di kampus IPB

10.Teman-teman KKP dan Internship atas kerjasama dan persahabatannya sampai saat ini.

11.Saudari-saudariku di Kost Dwi Regina dan teh Dede yang telah memberi semangat, bantuan, kebahagiaan, dan persaudaraan selama ini.


(8)

Emulsi.

13. Seluruh staf dosen dan karyawan GM yang telah banyak membantu selama perkuliahan hingga kelulusan.

14. Petugas perpustakaan GM, Fateta, PAU dan LSI.

15. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Bogor, Juni 2009


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……… i

DAFTAR TABEL ……… iii

DAFTAR GAMBAR ………... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar belakang ... 1

Perumusan masalah ... 3

Tujuan ... 3

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Pertanian organik ... 5

Kandungan Gizi Pangan Organik ... 5

Wortel ... 7

Komposisi zat gizi wortel ... 9

Wortel organik ... 11

Karotenoid ... 11

Menyimpan sayuran ... 15

Penyimpanan Wortel Pada Suhu Dingin ... 16

Uji Organoleptik ... 17

Rasa ... 17

Warna ... 18

Aroma ... 18

BAHAN DAN METODE ... 19

Waktu dan tempat ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metode penelitian ... 19

Pengambilan Contoh Wortel ... 19

Penyimpanan ... 20

Pengujian sampel ... 20

Analisis kadar β-karoten ... 20

Analisis Karakteristik Fisik dan Kimia ... 21

Uji Organoleptik ... 22

Uji Deskriptif ... 22

Uji Hedonik ... 23

Pengolahan dan analisis data ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

Perubahan Kandungan β-karoten dan Aktivitas Vitamin A Selama Penyimpanan... 26


(10)

Gizi Vitamin A ... 27

Perubahan Sifat Fisik Wortel Organik dan Wortel non-Organik Selama Penyimpanan Dingin ... 29

Intensitas Warna ... 29

Perubahan Tekstur Selama Penyimpanan ... 34

Perubahan Sifat Kimia Wortel Organik dan Wortel non-Organik Selama Penyimpanan Dingin ... 35

Kadar Air ... 35

Nilai pH ... 36

Total Gula ... 37

Protein ... 38

Karakteristik Organoleptik ... 39

Uji Mutu Hedonik ... 40

Uji Hedonik ... 45

Aroma ... 45

Warna ... 47

Rasa ... 50

Kerenyahan dan kekerasan ... 52

Juiceness ... 54

Kekentalan ... 54

Penerimaan Umum ... 55

KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

Kesimpulan ... 57

Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(11)

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2008 sampai bulan Januari 2009. Penelitian mengambil tempat di Laboratorium organoleptik lantai 3, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Balai Besar Industri Agro, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel (Daucus carota L.) yang berasal dari pertanian organik dan wortel yang berasal dari pertanian konvensional. Wortel yang diperoleh merupakan wortel jenis nantes dengan umur tanam 3 bulan. Bahan lainnya adalah bahan kimia yang digunakan untuk analisis β-karoten dan analisis sifat kimia yang diperoleh dari Laboratorium Balai Besar Industri Agro.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat untuk analisis β-karoten dan analisis kimia seperti labu ukur, gelas ukur 100 ml, pipet, pipet volumetrik, Pipet otomatis, HPLC (merek PerkinElmer series 200) dengan kolom C 18/ Licrospher 100 RP-18e (5 µm), neraca digital, pH meter, labu Kjeldahl, labu destilasi, erlenmeyer, oven, cawan petri desikator, tabung reaksi dan alat-alat lain untuk analisis kimia yang diperoleh dari laboratorium Balai Besar Industri Agro. Alat untuk analisis sifat fisik yaitu untuk uji warna menggunakan kromameter, uji tekstur menggunakanpenetrometer controller. Untuk uji organoleptik alat yang digunakan adalah pisau, blender, timbangan dan panci.

Metode Penelitian

A. Pengambilan Contoh Wortel Organik dan Wortel non-Organik

Wortel organik maupun non-organik diperoleh langsung dari produsen wortel dan dipilih yang sudah siap dipasarkan, sehingga wortel-wortel tersebut keadaannya hampir sama dengan wortel yang dijual di pasaran. Wortel organik diambil dari pertanian di daerah Cisarua yang telah mendapat sertifikasi pertanian organik dari lembaga Internasional NASAA (National Association for Sustainable Agriculture Australia). Untuk wortel non-organik diperoleh dari pertanian konvensional di sekitar pertanian organik, yang mempunyai ketinggian dan suhu penanaman yang sama dengan wortel organik, yaitu ketinggian ± 900


(12)

m dpl dan suhu ± 220 C. Dipilih varietas wortel dan umur panen yang sama dengan wortel organik, yaitu tipe nantes dengan umur tanam 3 bulan. Kemudian wortel dari pertanian konvensional tersebut dicampur dan diaduk lalu diambil secara acak, begitu pula pada wortel organik diaduk sebelum diambil secara acak. Pengambilan contoh wortel disesuaikan dengan kebutuhan analisis. Kemudian contoh wortel-wortel tersebut dimasukan ke dalam cool box (termos es) yang berbeda agar wortel organik dan wortel non-organik tidak tercampur. Termos es sudah berisi es untuk menjaga kestabilan keadaan contoh selama perjalanan menuju laboratorium.

B. Penyimpanan

Sebagian dari wortel digunakan untuk pengujian 0 minggu atau pasca pemanenan, sebagiannya lagi disimpan untuk pengujian 3 dan 6 minggu di dalam lemari pendingin (merek TOSHIBA) pada suhu 00 C dan RH 85%. Wortel

disimpan dalam keadaan dibungkus plastik yang berpori-pori agar tetap terjadi sirkulasi udara (Muchtadi 1989). Penyimpanan ini dikondisikan sesuai seperti penyimpanan sayuran di supermarket maupun di rumah. Pada minggu ke-3 dan ke-6, wortel organik maupun non-organik diambil untuk dilakukan pengujian.

C. Pengujian Sampel

1. Analisis kadar β-karoten dan Estimasi Peranan Wortel Organik dalam memenuhi Angka Kecukupan Gizi Vitamin A.

Pada minggu ke-0, ke-3, dan ke-6 dilakukan analisis β-karoten pada wortel organik dan non-organik menggunakan metode AOAC (2005) dengan prosedur sebagai berikut : wortel organik dan wortel non-organik dihaluskan, kemudian ditimbang 0,1-0,2 g di dalam erlenmeyer 100 ml. Berikutnya ditambah ± 10 ml aqua bidest goyangkan (homogenkan), dan ditambah 4 ml ethanol 95%, goyang erlenmeyer untuk memastikan semua bahan tercampur.

Kemudian dilakukan penyabunan untuk memisahkan provitamin A dari protein dengan 10 ml KOH 50% yang dipipet kedalam erlenmeyer untuk dan dipanaskan di atas penangas air pada suhu 800C. Lalu direfluk selama 40 menit dan digoyangkan tiap 10 menit. Kemudian erlenmeyer diangkat dari penagas dan didinginkan. Lalu asam asetat glasial 10 ml ditambahkan untuk menetralkan KOH. Selanjutnya larutan ini dipindahkan ke dalam labu ukur amber 100 ml. Kemudian larutan ditera dengan larutan campuran etanol dan Tetrahidrofuran (THF) dengan perbandingan 1:1. THF digunakan untuk melarutkan β-karoten yang terkandung dalam sampel tersebut. Lalu labu ukur dibolak-balikan


(13)

(dihomogenkan), dan disimpan selama 1 jam didalam lemari es. Setelah itu diinjeksikan pada HPLC (merek PerkinElmer series 200) yang dilengkapi dengan detektor UV dengan panjang gelombang 450 nm,kolom C 18/ Licrospher 100 RP-18e, flow rate 1,5 ml/menit dan volume injek 20 µl autosampler.

Pada persiapan standar, standar β-karoten sigma 95% dimasukkan dalam labu takar amber 25 ml dan ditimbang sebanyak ± 0,002 g. Lalu dilarutkan dan ditera dengan kloroform amber 25 ml. Kemudian 0,1 ml larutan stok standar dipipet ke dalam erlenmeyer 100 ml bertutup asah dan ditambah 10 ml ethanol 95% dan juga 2,5 ml KOH 50% kemudian direfluk diatas penangas air suhu 800 selama 40 menit, didinginkan, ditambah 2,5 ml asam asetat glasial digoyangkan sampai tercampur. Lalu dimasukkan ke dalam labu ukur amber 10 ml dan ditera dengan larutan ethanol dan THF (1:1). Kemudian larutan dalam labu ukur dihomogenkan, selanjutnya dianlisis dengan HPLC bersamaan dengan sampel.

Setelah diketahui kandungan β-karoten dari wortel organik maupun wortel non-organik, dihitung konversi β-karoten tersebut menjadi vitamin A dan dinilai persentase sumbangan vitamin A dari wortel organik dan wortel non-organik dalam memenuhi kecukupan vitamin A yang dianjurkan.

2. Analisis Karakteristik Fisik dan Kimia Wortel Organik dan Wortel Non-organik

Uji karakteristik fisik terdiri dari uji warna (nilai kecerahan (L), kemerahan (a/b), dan nilai Hue), penampilan secara visual dan tekstur dari wortel organik dan non-organik yang disimpan pada 0, 3, dan 6 minggu. Pengujian intensitas warna pigmen menggunakan metode Hunter (L, a, b) dengan mengunakan kromameter. Alat ini menggunakan sistem warna L,a, dan b. L menunjukan kecerahan dengan nilai 0 (gelap/hitam) hingga 100 (terang/putih), sedangkan a untuk warna hijau (a negatif) sampai merah (a positif) dan b untuk warna biru (b negatif) sampai kuning (b positif). Konversi nilai L,a,b menjadi nilai Hue (0Hue) dan nilai kemerahan (a/b), rumusnya adalah sebagai berikut :

(Hutchings 1999)

0


(14)

Tabel 5. Nilai HUE dan Daerah Kisaran Warna Kromatisitas

Nilai HUE Daerah Kisaran Warna

Kromatisitas 3420- 180 Red Purple (RP)

180- 540 Red (R)

540- 900 Yellow Red (YR)

900- 1260 Yellow (Y)

1260- 1620 Yellow Green (YG)

1620- 1980 Green (G)

1980- 2340 Blue Green (BG)

2340- 2700 Blue (B)

2700- 3060 Blue Purple (BP)

3060- 3420 Purple

Sumber : Hutchings (1999)

Pengukuran tekstur menggunakan penetrometer controller, sedangkan untuk penampilan fisiknya dengan pengamatan oleh peneliti. Setelah itu hasil pengukuran dan pengamatan wortel organik dan non-organik dianalisis dan dibandingkan. Untuk karakteristik kimia terdiri dari uji kadar air dengan menggunakan metode oven (SNI 01-2891-1992), total gula dengan metode Luff Schoorl (SNI 01-2892-1992), pH (SNI 01-2891-1992) dan protein dengan metode Semimikro Kjeldhal (SNI 01-2891-1992).

3. Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap potongan wortel dan jus dari wortel organik dan non-organik pada minggu ke-0, ke-3 dan ke-6. Metode yang digunakan adalah uji deskriptif untuk mutu hedonik dan uji kesukaan (hedonik). Pengujian dilakukan oleh 25 orang panelis semi terlatih.

Uji Deskriptif

Uji deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran atau profil produk. Tingkat penilaian berkisar antara 1 sampai 9. Parameter produk yang diukur pada uji deskriptif meliputi aroma, warna permukaan, warna xylem, rasa manis, rasa pahit, kekerasan, kerenyahan dan juiceness. Skala penilaian pada parameter warna permukaan dan xylem yaitu amat sangat pucat (1) hingga amat sangat orange (9), parameter aroma wortel yaitu mulai dari amat sangat lemah (1) hingga amat sangat kuat (9), parameter rasa manis yaitu mulai dari amat sangat tidak manis (bland) (1) hingga amat sangat manis (9), parameter rasa


(15)

pahit yaitu mulai dari amat sangat tidak pahit (bland) (1) hingga amat sangat pahit (9), parameter kekerasan yaitu mulai dari amat sangat lunak (1) hingga amat sangat keras (9), parameter kerenyahan yaitu mulai dari amat sangat tidak renyah (1) hingga amat sangat renyah (9), dan parameter juiceness yaitu mulai dari amat sangat kering (1) hingga amat sangat juice (9).

Uji Hedonik

Pada uji kesukaan (hedonik), panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap wortel organik dan wortel non-organik berdasarkan skala hedonik 1 sampai 9. Penilaian dilakukan terhadap aroma, warna permukaan, warna xylem, rasa manis, rasa pahit, kekerasan, kerenyahan, juiceness, dan kesukaan secara keseluruhan penampilan wortel. Tingkat penilaian meliputi (1) amat sangat tidak suka, (2) sangat tidak suka, (3) tidak suka, (4) agak tidak suka, (5) suka tidak, tidak suka tidak (netral), (6) agak suka, (7) suka, (8) sangat suka, dan (9) amat sangat suka. Dalam analisis, skala hedonik dan mutu hedonik dapat diubah menjadi skala numerik.

Secara lengkap tahapan penelitian disajikan dalam diagram alir pada gambar 4.


(16)

Gambar 4. Diagram Alir Tahapan Penelitian Pengolahan dan analisis data

Data hasil penelitian diolah menggunakan Microsoft Excell for Windows lalu dianalisis dengan programSAS System for Windows v9.1 danSPSS System for Windows v15.0.

Pada penelitian ini dilakukan analisis pengaruh pertanian (organik dan non-organik) dan lama simpan terhadap kadar β-karoten, karakteristik fisik (tekstur dan warna yang terdiri dari nilai kecerahan (L), kemerahan (a/b), dan nilai Hue), karakteristik kimia (kadar air, pH, total gula, protein), dan organoleptik Sistem Pertanian Organik Sistem pertanian Non-organik

Disimpan pada suhu refrigerator 0-40 c

Uji Organoleptik

0 minggu

Uji Karakteristik Fisik dan Kimia

Uji Kadar β-karoten 6

minggu 3

minggu

Mutu Hedonik

Tingkat Kesukaan/hedonik Potongan

mentah

Jus

Wortel segar


(17)

(Uji mutu hedonik dan Uji hedonik) wortel. Data hasil analisis tersebut dianalisis secara statistik dengan uji beda“Analysis of Variance (Anova)”, apabila hasil uji menunjukan adanya perbedaan diantara perlakuan maka dilakukan uji lanjutan

Duncan’s Multiple Range Test”uji lanjut ini dapat menentukan secara rinci mana perlakuan yang memberikan respon yang berbeda dan yang sama. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Intime

dengan dua faktor yaitu jenis perlakuan wortel (wortel organik dan non-organik) dan lama penyimpanan (0, 3, 6 minggu). Model matematisnya adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + γjk + Wj + (αW)ij + εijk + σik

Keterangan :

Yijk : Nilai respon yang timbul akibat perbedaan jenis perlakuan wortel ke-i,

penyimpanan ke-j, dan ulangan ke-k µ : Rata-rata umum

αi : Pengaruh jenis perlakuan wortel ke-i

i = 1 (wortel organik) i = 2 (wortel non-organik) Wj : Pengaruh perlakuan lama penyimpanan (minggu) ke-j

j = 0 j = 3 j = 6

γij : Galat unit percobaan dalam kombinasi ij (lama simpan)

ijk : Galat unit percobaan dalam kombinasi ijk

σik : Galat unit percobaan dalam kombinasi ik (perlakuan)

(αW)ij : Pengaruh jenis perlakuan wortel ke-i dan lama penyimpanan ke-j

K : Ulangan (k = 1, 2, 3 )

Selain itu dilakukan analisis korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan atau korelasi antara kadar β-karoten dengan nilai L, kemerahan (a/b), dan Hue, hubungan antara kadar total gula dengan tingkat rasa manis pada uji mutu hedonik, dan hubungan antara mutu hedonik dengan tingkat kesukaaan.


(18)

ORGANIK DAN NON-ORGANIK SELAMA PENYIMPANAN SUHU

DINGIN

ASTARI APRIANTINI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(19)

DINGIN

ASTARI APRIANTINI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(20)

Agoes DS, Lisdiana. 1995. Memilih dan Mengolah Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya.

Alabran DM, Ahmed FM. 1973. Carrot Flavor. Sugars and Free Nitrogenous Compounds in Fresh Carrots. Food Chemistry 21(2):205-207.

Andarwulan N, Koswara S. 1992. Kimia Vitamin. Jakarta : Rajawali Press.

[Anonim]. 2002. Nutritional Considerations.

http://www.ota.com/organic/benefits/nutrition.html [Maret 2008].

______. 2006. Produk Pangan Organik Dapat Kurangi Resiko Terkena Kanker. http://sehatmelilea.wordpress.com/2007/12/11/produk-pangan-organik-dapat-kurangi-resiko-terkena-kanker/ [Februari 2008].

AOAC Official Method Of Analisis. 2005. Vitamins and Other Nutrients chapter 45,p,50.

Astawan M. 2007. Salah Satu Kiat Hidup Lebih Sehat..!. http://gacerindo.com/versi1/detartikel.php?sp=&ida=40 [Februari 2008]. Brunke H. 2006. Commodity Profile: Carrots. AgMRC, Agricultural Issues Center

University of California.

Crinnion WJ. 1995. Are Organic Foods Really Healthier For You?. http://lookwayup.com/free/organic.htm. [Februari 2008].

[Deptan] Departemen Pertanian. 2008. Ekspor dan Impor 2003-2006. Jakarta : Deptan.Http://www.hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_wrap per&Itemid=141 http://mail.deptan.go.id/ . [April 2008].

Desrosier NW. 1988.Teknologi Pengawetan Makanan. Jakarta : UI Press. [DRI] Dietary Reference Intakes. 2001.Dietary Reference Intakes for Vitamin A,

Vitamin K, arsenic, boron, chromium, copper, iodine, iron, manganese, molybdenum, nickel, silicon, vanadium, and zinc : a report of the Panel on Micronutrients. Washington, D.C.: National Academy Press.

Fennema OR. 1996. Food Chemistry. Third Edition. New York :Marcel Dekker Inc.

Gormley TR. 1981. Aroma in Fruit and Vegetables. Di dalam: Goodenough PW, editor. Quality in Stored and Processed Vegetables and Fruit. London : Academic Press hlm. 35-51.

Gross J. 1991.Pigments in Vegetables, Chlorophyls and Carotenoids. New York : Van Nostrand Reinhold.

Gibson RS. 2005.Priciples Of Nutritional Assessment. 2nd ed. New York : Oxford University Press.


(21)

Hurst WJ. 2002. Methods of Analysis for Functional Foods and Nutraceuticals. Florida : CRC Press

Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance, 2nd ed. Gaithersburg : Aspen Pub.

IFOAM. 2002. Norms for Organic Production and Processing. IFOAM Basic Standards.

Iwantoro S. 2002. Definisi Pertanian Organik. Di dalam: Kebijakan Departemen Pertanian dalam Pengembangan Produk Pertanian/Pangan Organik dan Sistem Pengawasannya. Prosiding Pertemuan Tahunan; Jakarta, 21 Agustus 2002. Jakarta: Pusat Standardisasi dan Akreditasi Departemen Pertanian RI. hlm 7.

Kjellenberg L. Sweet and bitter Taste in Organic Carrot. Paper at the Faculty of Landscape Planning, Horticulture and Agricultural Science 2007:2, Swedish University of Agricultural Sciences.

Lasmidara I. 2003. Saatnya Beralih ke Produk Organik. http://www_republika_co_id.htm. [Februari 2008].

Linder. 1991.Nutritional Biochemistry and Metabolism with Clinical Applications. 2nd Edition. California : Pretice-Hall International, Inc. Musaddad A. 2006. Optimalisasi Cara, Suhu, dan Lama Blansing sebelum Pengeringan pada Wortel Asgar. Jurnal Hortikultura 2006 ; 16 ; 3 : 1. http://hortikultura.litbang.deptan.go.id/index2.php?option=com_content&d o_pdf=1&id=377.[September 2008].

Makmun C. 2007. Desember 2007. Wortel Komoditas Ekspor yang Gampang Dibudidayakan. Hortikultura: 32

Malasari. 2005. Sifat Fisik dan Organoleptik nugget Ayam dengan Penambahan Wortel (Daucus carota L.) [skripsi]. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Meyer LH. 1978.Food Chemistry. Connecticut : The AVI Publishing.

Miller et al. 1991. Vitamin and mineral contents of carrot and celeriac grown

under mineral or organic fertilization.

http://www.sarep.ucdavis.edu/newsik/components/v3n1/sa-5.htm. [Februari 2008].

Muchtadi TR. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikaan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Nielsen SS. 1998.Food Analysis Second Edition. New York : Aspen Publishers, Inc.


(22)

Nisa K. 2004. Mutu Mikrobiologi Sayuran Organik Dan Pengaruh Penanganan Pasca Panen Terhadap Keamanan Pangannya [skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Paul PC, Palmer HH. 1972. Food Theory anf Application. New York : John Willey & Sons.

Pitojo S. 2006.Benih Wortel. Yogyakarta : Kanisius.

[RDA] Recommended Dietary Allowances. 1989. RDA 10th Edition. Washington, D.C.:National Academy Press.

Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1997.Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi, dan Gizi. Bandung : Penerbit ITB.

Skrede G., Nilsson A., Baardseth P., Rosenfeld HJ., Enersen G. & Slinde E. 1997. Evaluation of carrot varieties for production of deep fried carrot chips – III. Carotenoids. Food Research International 30:73–81. Suojala T. 2000. Pre- and postharvest development of carrot yield and quality.

[Disertasi]. Helsinki : Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Helsinki.

Sutanto R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan.Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Suwandi U. 1991. Manfaat Beta-Karoten bagi Kesehatan. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_ManfaatBeta-Karoten.pdf/13 _ManfaatBeta-Karoten.html [11 Juni 2009].

Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta : Bhratara Karya Aksara.

Szymczak P et al. Sensory Quality and Consumer Liking of Carrot Cultivars Of Different Genotype. Sensory 3 67:163-176.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2002. Sistem Pangan Organik. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992.Cara Uji Makanan dan Minuman. Pusat Standarisasi Industri Departemen Perindustrian, Jakarta.

[USDA] United States Department Of Agriculture. 2007. USDA National Nutrient

Database for Standard Reference.

http://www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp/cgi-bin/list_nut_edit.pl. [April 2008].

Widayanto E. 2007. Optimasi Karotenoid Pada Metil Ester Kasar (Crude Mehtyl Ester) Minyak Sawit dengan Menggunakan Metode Kromatografi Kolom Adsorpsi [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.


(23)

Winarno FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wirakartakusumah MA et al. 1992. Sifat Fisik Bahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikaan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Wiseman G. 2002.Nutrition & Health. London : Taylor&Francis.

[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Angka Kecukupan Gizi dan Acuan Label Gizi. Prosiding; Jakarta, 17-19 Mei 2004. hlm 43-56.

Worthington V. 2001. “Nutritional Quality of Organic Versus Conventional Fruits, Vegetable and Grains”. The Journal of Alternative and Complementary Medicine 2001; 7 ; 2 :161-173. www.foodisyourbestmedicine.com/ organic pdf [ Februari 2008].


(24)

Perubahan Kandungan β-karoten dan Aktivitas Vitamin A Selama Penyimpanan

Metode pertanian mempengaruhi komposisi kandungan gizi pada produk buah dan sayuran segar (Worthington 2001), termasuk kandungan β-karoten pada wortel segar. Selain itu salah satu faktor yang mempengaruhi kandungan β-karoten adalah umur simpan, semakin lama masa simpan maka semakin banyak β-karoten yang terdegradasi sehingga semakin sedikit β-karoten yang dapat dikonsumsi.

Pada awal pengamatan (0 minggu) yaitu minggu sesaat setelah panen, kandungan β-karoten pada wortel organik sebesar 17,15 mg/100g dan pada wortel non-organik sebesar 16,15 mg/100g, sedangkan pada saat 6 minggu yaitu akhir pengamatan, kandungan β-karoten pada wortel organik menjadi 16,50 mg/100g dan pada wortel non-organik menjadi 15,82 mg/100g. Berikut perubahan kandungan β-karoten pada kedua jenis wortel selama masa penyimpanan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 6. Perubahan kandungan β-karoten pada kedua jenis wortel selama masa penyimpanan

Minggu Organik (mg/100 g) Non-organik (mg/100 g)

0 17,15 16,15

3 16,99 16,59

6 16,5 15,82

Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukan bahwa perbedaan sistem pertanian yaitu organik dan non-organik tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan β-karoten pada wortel (p>0,05), walaupun secara deskriptif terlihat bahwa setiap pengamatan kandungan β-karoten pada wortel organik lebih tinggi dibandingkan wortel non-organik. Hal ini diduga karena kadar air (gambar 9) pada wortel organik lebih tinggi dibandingkan wortel non-organik dengan perbedaan yang tidak nyata (p>0,05), karena berdasarkan uji korelasi Pearson menunjukan adanya korelasi positif yang nyata (p<0,05) antara kadar air dengan kandungan β-karoten. Hal ini dapat mengindikasikan adanya pengaruh kadar air terhadap keberadaan β-karoten pada wortel. Selain itu menurut Andarwulan dan Koswara (1992) salah satu faktor yang mempengaruhi biosintesis dan degradasi karotenoid adalah air. Karotenoid akan dengan cepat dioksidasi pada produk


(25)

yang kering atau mengalami dehidrasi, karena air yang terikat di dalam permukaan produk membentuk lapisan pelindung.

Begitu pula dengan lama simpan, terjadi penurunan kadar β-karoten pada wortel organik dan wortel non-organik selama penyimpanan. Namun penurunan tersebut tidak berbeda nyata (p>0,05). Penurunan kandungan β-karoten meski tidak nyata diduga karena dipengaruhi turunnya kadar air (gambar 9) selama penyimpanan. Penurunan kadar air pada wortel yang disebabkan adanya transpirasi pada wortel tersebut.

Sumbangan Wortel dalam Memenuhi Angka Kecukupan Gizi Vitamin A

Potensi vitamin A yang berasal dari β-karoten pada wortel dapat dilihat peranannya dalam memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Berdasarkan WNPG (2004) angka kecukupan vitamin A seorang anak balita 1-3 tahun adalah 400 RE/hari. Bagi orang dewasa angka kecukupan vitamin A adalah 600 RE (pria) dan 500 RE (wanita), sedangkan pada angka kecukupan vitamin A bagi ibu hamil dan menyusui adalah ditambah 300-350 RE sehingga menjadi 800-850 RE.

Menurut IOM (2001), Kebutuhan vitamin A untuk anak-anak sebesar 300-400 µg RAE/hari, pria dewasa sebesar 900 µg RAE/hari dan untuk wanita dewasa sebesar 700 µg RAE/hari. Berikut pada tabel 6 disajikan perkiraan jumlah vitamin A yang berasal dari β-karoten wortel organik dan wortel non-organik dalam satuan RE dan RAE serta anjuran jumlah wortel non-organik maupun wortel non-organik yang dikonsumsi untuk memenuhi angka kecukupan gizi berdasarkan RE maupun RAE.


(26)

Tabel 7. Perkiraan jumlah vitamin A yang berasal dari β-karoten wortel organik dan wortel non-organik dalam satuan RE dan RAE dan anjuran jumlah wortel organik maupun wortel non-organik yang dikonsumsi.

Satuan RE RAE

Aktivitas vitamin A Lama Simpan

(Minggu)

0 3 6 0 3 6

Wortel Organik/100 g

2857,9 2831,4 2750,6 1428,9 1415,7 1375,3 Wortel

Non-Organik/100 g

2691,5 2764,9 2636,2 1345,7 1382,4 1318,1 % AKG/100 g Wortel

Organik 1. Anak-anak 2. Pria 3. Wanita 714 476 571 707 471 566 687 458 550 357 158 285 353 157 283 343 152 275 Non-Organik 1. Anak-anak 2. Pria 3. Wanita 672 448 583 691 460 552 659 439 527 336 224 269 345 230 276 329 219 263 Anjuran konsumsi wortel

(g/hari) Organik 1. Anak-anak 2. Pria 3. Wanita ± 13,9 ± 21,3 ± 17,8 ± 28,4 ± 64 ± 49,7 Non-Organik 1. Anak-anak 2. Pria 3. Wanita ± 14,9 ± 22,3 ± 18,6 ± 29,6 ± 66,8 ± 51,9

Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kecukupan, wortel organik maupun wortel non-organik telah memenuhi lebih dari angka kecukupan vitamin A lebih dari 100% jika mengkonsumsi wortel segar sebanyak 100 g sehari. Dengan kata lain untuk memenuhi kecukupan vitamin A/hari, maka jumlah wortel segar yang harus dikonsumsi oleh pria dewasa sebesar ± 21,3 g untuk wortel organik berdasakan satuan RE dan ± 64 g berdasakan satuan RAE, sedangkan untuk wortel non-organik ±22,3 g berdasarkan satuan RE dan ±66,8 g berdasarkan satuan RAE. Untuk wanita dewasa sebesar ±17,8 g untuk wortel organik berdasarkan satuan RE dan ±49,7 g berdasarkan satuan RAE, sedangkan untuk wortel non-organik sebesar ±18,6 g berdasarkan satuan RE dan ±51,9 g berdasarkan satuan RAE. Pada anak- anak dianjurkan konsumsi sebanyak ±13,9 g berdasakan satuan RE dan ±28,4 g berdasarkan satuan RAE untuk wortel


(27)

organik, dan ±14,9 g wortel non-organik berdasarkan satuan RE, ±29,6 g berdasarkan satuan RAE. Contoh perhitungan sumbangan β-karoten wortel organik dan wortel non-organik terhadap tingkap kecukupan vitamin A terlampir pada lampiran 6.1.

Dapat dilihat bahwa wortel non-organik tidak berbeda jauh dalam hal pemenuhan kecukupan vitamin A. Namun cenderung lebih rendah dibandingkan wortel organik. Jika dilihat berdasarkan satuannya maka satuan yang menggunakan RAE membutuhkan asupan wortel lebih banyak dibandingkan satuan RE.

Perubahan Sifat Fisik Wortel Organik dan Wortel non-Organik Selama Masa Penyimpanan Dingin

Intensitas Warna

Warna merupakan salah satu atribut bahan pangan yang berperan penting. Selain untuk menarik konsumen secara organoleptik, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kualitas dan kandungan gizi. Sistem pengukuran warna yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem Hunter. Sistem ini menghasilkan parameter L, a, b. Nilai L (Lightness atauBrightness) adalah suatu nilai yang menyatakan gelap atau terangnya warna bahan yang dianalisis. Nilai a menyatakan derajat kemerahan (a+) atau kehijauan (a-) suatu bahan. Nilai b menyatakan derajat kekuningan (b+) atau kebiruan (b-) suatu bahan. Nilai a dan b ini bila dikombinasikan akan membentuk nilai HUE, dan nilai a/b (kemerahan). Nilai HUE menyatakan jenis warna (Nielsen 1998), contoh perhitungan nilai HUE terlampir (Lampiran 6.2.). Nilai L, a, b, nilai a/b, nilai HUE dan daerah kisaran warna dari wortel organik dan wortel non-organik selama masa penyimpanan dingin ditunjukan pada Tabel 8.


(28)

Tabel 8. Nilai L,a,b, nilai a/b,0HUE dan daerah kisaran warna wortel organik dan non-organik

Wortel Organik Worte Non-organik

Nilai Parameter Minggu 0 Minggu 3 Minggu 6 Minggu 0 Minggu 3 Minggu 6 L 42,56b 40,42c 44,39a 44,20a 43,23ab 40,13c

a 17,12e 15,89e 10,79g 17,30e 13,60f 10,68g

b 20,55j 19,15k 22,76i 22,22i 20,37j 20,91j

a/b (kemerahan)

0,83u 0,82u 0,47w 0,78u 0,67v 0,51w

0

HUE 50,21z 50,31z 64,64x 52,22z 56,28y 62,95x Daerah

Kisaran Warna

Red (R) Red (R) Yellow Red (YR)

Red (R) Yellow Red (YR)

Yellow Red (YR) Keterangan : data diperoleh dari rata-rata tiga kali ulangan, huruf yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata pada (p>0,05)

Pada parameter L, semakin tinggi nilainya maka bahan tersebut semakin putih/terang dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka bahan tersebut semakin hitam/gelap (Gross 1991). Kecerahan pada suatu bahan pangan mentah dapat disebabkan kurangnya pigmen pada kulit bahan pangan tersebut. Berdasarkan nilai pada tabel 6, dapat diketahui bahwa wortel non-organik pada minggu ke-0 dan minggu ke-3 mempunyai kecerahan yang lebih tinggi dan berbeda berbeda nyata (p< 0,05) dengan wortel organik. Namun pada minggu ke-6 kecerahan wortel organik meningkat secara nyata dan lebih cerah/pucat dibandingkan wortel non-organik. Hal ini dikarenakan pada minggu ke-6, warna pada wortel non-organik menjadi lebih gelap dan kering karena diduga sudah adanya kerusakan atau pembusukan akibat dehidrasi pada jaringan wortel karena terbentuknya kristal dari pembekuan air pada sel-sel dan menyebabkan jaringan menjadi kering dan menjadi hitam.

Selama penyimpanan wortel non-organik mengalami penurunan yang tidak nyata pada minggu ke-3 dan penurunan yang nyata pada minggu ke-6 karena sudah mulai terjadinya pembusukan. Begitupula pada wortel organik yang mengalami penurunan pada minggu ke-3, walaupun meningkat drastis pada minggu ke-6.

Berdasarkan uji korelasiPearson, terlihat bahwa terdapat korelasi negatif yang nyata (p<0,05) antara nilai kecerahan (L) dengan kadar β-karoten. Hal ni


(29)

dapat mengindikasikan terdapat hubungan yang berkebalikan antara nilai L dan kadar β-karoten. Hubungan keterbalikan tersebut berarti semakin tinggi nilai L maka semakin rendah kadar β-karoten pada wortel tersebut, atau sebaliknya. Hal ini dapat menunjukan bahwa kepucatan warna pada wortel menandakan rendahnya kandungan β-karotennya.

Menurut Gross (1991), perbandingan nilai a dan b dapat menunjukan warna bahan pangan secara umum, jika a/b bernilai positif maka bahan tersebut berwarna orange atau merah. Nilai a/b dari wortel organik pada saat pasca panen adalah 0,83 dan untuk wortel non-organik adalah 0,78. Semakin tinggi nilai a/b menunjukan warna bahan semakin merah, sehingga berdasarkan perbandingan nilai a/b pada miggu ke-0 wortel organik mempunyai warna lebih merah walaupun tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Pada minggu ke-3 terjadi penurunan nilai a/b yang nyata (p<0,05) pada wortel organik maupun non-organik. Namun wortel organik masih menunjukan warna yang lebih merah dibandingkan wortel non-organik dengan perbedaan yang nyata (p<0,05), ditunjukan nilai a/b 0,82 untuk wortel organik dan 0,67 untuk wortel non-organik. Namun pada minggu ke-6 warna wortel organik maupun wortel non-organik juga mengalami penurunan yang nyata (p<0,05) dan pebedaan yang tidak nyata antara wortel organik dan wortel non-organik.

Selain itu ada korelasi positif yang sangat nyata antara nilai kemerahan (a/b) dengan kadar β-karoten (lampiran 4). Korelasi positif berarti adanya hubungan yang searah antara nilai a/b dengan kandungan β-karoten pada wortel yang menunjukan bahwa warna merah atau orange pada wortel dapat mengindikasikan keberadaan β-karoten yang terkandung pada suatu wortel .

Jika dilihat berdasarkan nilai0HUE yang menunjukan posisi warna suatu produk. Wortel organik pada minggu 0 bernilai 50,21 dan berada di daerah kisaran warna Red atau merah begitu juga pada wortel non-organik yang bernilai 52,22 dan berada di daerah kisaran warna Red atau merah. Selama masa penyimpanan terjadi peningkatan nilai 0Hue. Pada wortel organik terjadi peningkatan yang tidak nyata (p>0,05) yaitu bernilai 50,31 sehingga masih berada dalam daerah kisaran warnaRed atau warna merah.

Namun pada wortel non-organik terjadi peningkatan yang nyata (p<0,05) yaitu sebesar 56,28 sehingga wortel berada dalam daerah kisaran warnaYellow Red atau merah kekuningan. Pada minggu 6 terjadi peningkatan yang nyata (p<0,05) pada wortel organik maupun wortel non-organik, dan kedua macam


(30)

wortel tersebut berada didalam daerah kisaran warna Yellow Red atau merah kekuningan.

Berdasarkan uji korelasi Pearson dapat dilihat bahwa terdapat korelasi negatif yang nyata (p<0,05) antara nilai Hue dengan β-karoten. Hal ini berarti terdapat hubungan yang berlawanan antara nilai Hue dengan kadar β-karoten, yang menunjukan bahwa semakin rendah nilai Hue maka semakin tinggi kadar β-karoten pada wortel tersebut, maupun sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian Skredeet al.(1997) yang menunjukan korelasi negatif antara nilai Hue dengan kandungan β-karoten wortel.

Secara visual warna dari wortel organik adalah orange tua atau merah dan merata sampai pada warna xylem. Namun selama penyimpanan terjadi perubahan warna menjadi orange kekuningan dan warna menjadi lebih pucat. Warna pada wortel non-organik 0 minggu adalah orange namun tidak semerah wortel organik. Namun pada bagian xylem, warna orange lebih muda dibandingkan permukaan luar maupun floem. Selama masa penyimpanan terjadi penurunan mutu baik pada wortel organik maupun non-organik. Terlihat pada minggu ke-3 terjadi pemudaran warna walaupun warna wortel organik tetap lebih jingga dibandingkan wortel non-organik. Selain itu telah terjadi perakaran pada wortel non-organik, namun tidak terjadi pada wortel organik. Pada minggu ke-6, terlihat adanya pembusukan pada wortel non-organik yang ditandai menghitamnya warna wortel dan terjadi pengkerutan pada kulit permukaan wortel serta pelunakan tekstur. Hal tersebut tidak terjadi pada wortel oganik di minggu ke-6 walaupun warnanya lebih pucat daripada pengamatan sebelumnya.

Berikut dapat dilihat perbandingan warna wortel organik dan non-organik serta perubahannya selama masa penyimpanan.

Minggu 0

Gambar 5. Kiri Wortel Organik dan Gambar 6. Kiri Wortel organik dan kanan Wortel non-organik 0 minggu Kanan Wortel non-Organik 0 minggu


(31)

Minggu 3

Gambar 7. Kiri wortel organik dan kanan wortel non-organik 3 minggu

Gambar 8. wortel organik (Kiri) dan wortel non-organik (kanan) pada penyimpanan 3 minggu

Minggu 6

Gambar 9. Kiri wortel organik dan kanan wortel non-organik 6 minggu

Gambar 10. Wortel organik (Kiri) dan wortel non-organik (kanan) pada penyimpanan 6 minggu


(32)

Perubahan Tekstur Selama Penyimpanan

Kekerasan suatu produk sayuran segar mempengaruhi daya terima pada produk tersebut, semakin renyah suatu bahan pangan segar, semakin bagus kualitasnya. Menurut Muchtadi (1989) bahan hasil pertanian yag secara normal mempunyai tekstur yang keras seperti wortel, bila menjadi lunak dalam keadaan segar maka wortel tersebut berarti sudah mengalami kerusakan.

Setelah sayur dipanen masih terdapat proses fisiologis yang terjadi di dalam sayuran tersebut, yaitu proses respirasi dan enzim-enzim yang masih aktif bekerja. Kerja enzim tersebut menyebabkan terjadinya perubahan tekstur sayuran selama penyimpanan. Pemecahan pektin yang merupakan penyusun dinding sel tanaman mengakibatkan terjadinya perubahan tekstur sayuran dari keras menjadi lunak (Agoes & Lisdiana 1995). Pada pengujian tekstur ini, semakin rendah nilainya berarti semakin keras produk tersebut karena semakin sulit jarum pada alat pengujian untuk dapat menembus permukaan produk tersebut.

Tabel 9. Pengaruh jenis pertanian wortel (organik dan non-organik) dan lama simpan terhadap kekompakan tekstur wortel (mm/100 g/10 detik)

Minggu Jenis Wortel

0 3 6

Organik 2,23b 2,64b 3,27b

Non-organik 2,29b 2,61b 4,49a

Keterangan : data diperoleh dari rata-rata tiga kali ulangan, huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada (p>0,05)

Pada tabel terlihat bahwa wortel organik mempunyai tekstur yang lebih kompak dan keras dibandingkan wortel non-organik dengan perbedaan yang tidak nyata (p>0,05). Terlihat dari rata-rata nilai kekerasan wortel organik yaitu 2,71 mm/100 g/10 detik dan pada wortel non-organik sebesar 3,13 mm/100 g/10 detik. Selama masa penyimpanan terjadi pelunakan pada jaringan wortel organik maupun wortel non-organik sehingga nilainya meningkat yang menunjukan bahwa jaringan mudah untuk rusak. Secara deskriptif wortel organik tetap lebih kompak atau keras dibandingkan wortel non-organik selama masa penyimpanan dan perbedaan ini terlihat nyata (p<0,05) pada minggu ke-6. Hal ini menujukan bahwa wortel non-organik mudah mengalami kerusakan.


(33)

Perubahan Sifat Kimia Wortel Organik dan Wortel non-Organik Selama Masa Penyimpanan Dingin

Kadar Air

Kadar air mempunyai pengaruh terhadap perubahan kimia maupun perubahan enzimatis pada suatu bahan pangan. Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), salah satu faktor yang mempengaruhi biosintesi dan degradasi karotenoid adalah air. Karotenoid akan dengan cepat dioksidasi pada produk yang kering atau mengalami dehidrasi, karena air yang terikat di dalam permukaan produk membentuk lapisan pelindung. Bahan makanan yang dikeringkan sangat mudah mengalami kehilangan aktivitas provitamin A karena pengeringan memberi kesempatan terjadinya oksidasi melalui mekanisme oksidasi radikal bebas. Menurut Winarno (1995), secara alami komoditi pertanian baik sebelum maupun setelah diolah bersifat higroskopis, yaitu dapat melepaskan sebagian air yang terkandung ke udara dan dapat menyerap air dari udara sekelilingnya.

Selama masa penyimpanan terjadi penurunan kadar air pada wortel organik. Pada minggu ke-0 wortel organik memiliki kadar air 91,8%, pada minggu ke-3 sebesar 91,9% dan pada minggu ke-6 sebesar 90,9%. Pada wortel non-organik juga terjadi perubahan kadar air selama penyimpanan yaitu terjadi sedikit peningkatan pada minggu ke-3 dan mengalami penurunan kembali pada minggu ke-6. Kadar air pada wortel non-organik lebih rendah dibandingkankan wortel non-organik, namun perbedaan kadar air ini tidak signifikan (p>0,05). Pada minggu ke-0, wortel non-organik mempunyai kadar air sebesar 89,4%, sedangkan pada minggu ke-3 sebesar 90,9% dan pada minggu ke-6 sebesar 90%. Kecenderungan penurunan kadar air wortel organik dan wortel non-organik selama penyimpanan dingin dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Laju perubahan kadar air Wortel Organik dan Wortel Non-organik Selama Penyimpanan


(34)

Penurunan kadar air selama penyimpanan terjadi karena berbagai faktor di antaranya adalah penguapan, kelembapan nisbi, lingkungan tempat penyimpanan dan keasaman bahan. Selama penyimpanan kemungkinan terjadinya penguapan air, khususnya air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler dan serat. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi (Winarno 1995).

Peningkatan kadar air pada wortel non-organik pada minggu-3 diduga karena pada suhu dingin permukaan wortel akan menyerap air dari lingkungan karena menurut Muchtadi (1989) apabila RH lingkungan lebih tinggi daripada kadar air pada bahan maka bahan pangan akan menyerap air dari udara sekitarnya sehingga terjadi peningkatan air pada bahan pangan tersebut. Namun kadar air mengalami penurunan kembali pada minggu ke-6 diduga terjadi kadar air yang terdapat di antara sel-sel pada suhu pembekuan akan menjadi kristal es. Kristal es tersebut makin lama akan menjadi besar dengan cara menyerap air dari dalam sel-sel sekitarnya sehingga sel-sel menjadi kering. Akibat dehidrasi ini menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sehingga metabolisme berhenti dan sel-sel akan mati, kemudian membusuk. Hal ini yang menyebabkan wortel non-organik pada minggu ke-6 menjadi kehitaman dan kering karena sudah terjadi proses pembusukan.

Nilai pH

Nilai pH menunjukan derajat keasaman. Nilai pH sangat mempengaruhi laju pertumbuhan mikroorganisme, aktivitas enzim dan stabilitas vitamin dalam bahan pangan (Desrosier 1988). Menurut Wirakartakusumah, Abdulah, dan Syarif (1992) sayuran pada umumnya memiliki pH mendekati normal (>4,5).

Pada minggu ke-0 wortel organik memiliki pH 5,6. Sedangkan pada 3 minggu penyimpanan terjadi penurunan pH yang menjadi 4,3. Kemudian menurun kembali pada akhir penyimpanan (minggu ke-6) menjadi 3,09. pH pada wortel non-organik lebih rendah dibandingkan pH pada wortel organik. Namun secara statistik perbedaan tersebut tidak berbeda nyata (p>0,05). Pada minggu ke-0, wortel non-organik memiliki pH 3,9 dan mengalami penurunan pada minggu ke-3 yaitu sebesar 3,7. Pada minggu ke-6 mengalami penurunan kembali menjadi 3,04. Kecenderungan penurunan pH pada wortel organik dan non-organik selama penyimpanan tersaji pada gambar 12.


(35)

Gambar 12. Laju Perubahan pH Pada Wortel Organik dan Wortel Non-organik Selama Penyimpanan

Penurunan nilai pH selama penyimpanan terjadi sebagai akibat meningkatnya total mikroba serta aktivitasnya selama penyimpanan yang menyebabkan terjadinya kerusakan fermentatif lanjutan yang menghasilkan asam sebagai sisa metabolismenya. Asam yang terbentuk dapat menurunkan nilai pH. Sehingga dapat dilihat bahwa aktivitas mikrobiologi dari wortel organik lebih rendah dibandingkan wortel non-organik ditunjukan dengan nilai pH organik yang lebih tinggi dibandingkan nilai pH wortel non-organik. Hal tersebut sesuai dangan penelitian Nisa (2004) yang menyatakan bahwa total mikroba pada wortel organik 87 kali lebih rendah dibandingkan total mikroba pada wortel non-organik.

Total Gula

Menurut Alabran dan Mabrouk (1973), kandungan gula dan asam amino pada wortel tergantung dari jenis varietas wortel, lingkungan, pertaniannya dan penyimpanannya. Akar tunggang seperti sayuran wortel menyimpan sukrosa dan gula lain dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menyebabkan rasa manis pada sayuran ini.

Selama penyimpanan ini terjadi peningkatan total gula pada wortel organik maupun wortel non-organik. Menurut Rubatzky & Yamaguchi (1997) hal ini dikarenakan penyimpanan pada suhu rendah akan meningkatkan kadar gula pada wortel. Menurut Muchtadi (1989) penyimpanan pada suhu rendah (4,40 C) atau lebih rendah menyebabkan terjadinya akumulasi gula sebab aktifitas metabolisme berlangsung agak lambat. Kandungan total gula pada wortel organik lebih tinggi dibandingkan pada wortel non-organik, walaupun secara


(36)

statistik perbedaan tersebut tidak nyata (p>0,05). Hal ini menyebabkan rasa wortel organik lebih manis dibandingkan wortel non-organik.

Pada minggu ke-0, kandungan total gula pada wortel organik sebesar 2,74% dan meningkat menjadi 3,16%. Kemudian pada minggu ke-6 terjadi peningkatan lagi yang menjadi 4,03%. Begitu pula pada wotel non-organik yang mengalami peningkatan yang pada setiap pengamatan. Pada minggu ke-0 kandungan gula total pada wortel non-organik sebesar 1,92% dan meningkat pada minggu ke-3 dan ke-6 sebesar 2,23% dan 3,34%. Perubahan kandungan total gula pada wortel organik dan non-organik segar selama penyimpanan suhu dingin tersaji pada gambar 13.

Gambar 13. Laju Perubahan Nilai Total Gula Wortel Organik dan Wortel Non-organik Selama Masa Penyimpanan

Peningkatan kadar gula ini sesuai dengan mutu hedonik dan tingkat kesukaan pada uji organoleptik yang menunjukan adanya peningkatan pada rasa manis dan kesukaan dari minggu 0 ke minggu 3, namun terjadi penurunan rasa manis dan tingkat kesukaan pada minggu ke 6. Hal ini diduga karena makin meningkatnya terpenoids penyebab rasa pahit pada wortel yang membuat rasa manisnya berkurang.

Protein

Kandungan protein pada wortel mempengaruhi kadar vitamin-vitamin yang terkandung pada wortel terutama kandungan β-karoten. Menurut Paul & Palmer (1972), β-karoten pada wortel tersebar di seluruh sitoplasma sel dan terdapat dalam beberapa bentuk yaitu membentuk ikatan dengan protein dan sebagai caroten bodies. Selain itu menurut Meyer (1978), dalam kloroplas molekul karoten bergabung dengan molekul protein yang melindunginya dari proses oksidasi.


(37)

Kandungan protein pada wortel organik lebih tinggi dibandingkan wortel non-organik, walaupun perbedaannya tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal ini dapat diduga terjadi karena unsur hara nitrogen pada tanah organik lebih tinggi dibandingkan tanah non-organik. Nitrogen merupakan unsur pembentuk protein. Sehingga nitrogen dapat menunjukan banyaknya protein yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Pengaruh kandungan protein terhadap keberadaan β-karoten dapat dilihat dari uji korelasi Pearson (Lampiran 4) yang menunjukan adanya korelasi yang searah (positif) secara nyata (p<0,05) antara kadar protein dengan kandungan β-karoten.

Wortel organik minggu ke-0 mengandung protein sebesar 0,82% dan mengalami penurunan yang menjadi 0,73%. Pada minggu ke-6 terjadi penurunan lagi, sehingga kadarnya menjadi 0,61%. Kandungan protein pada wortel non-organik lebih rendah dibandingkan wortel organik. Pada minggu ke-0 wortel non-organik mengandung protein sebesar 0,79 dan mengalami penurunan yang menjadi 0,68% pada minggu ke-3 dan 0,54% pada minggu ke-6. Penurunan kadar protein ini diduga disebabkan karena adanya penggumpalan dan denaturasi akibat perubahan pH. Perubahan dan perbedaan kandungan protein pada wortel organik dan wortel non-organik tersaji pada gambar 14.

Gambar 14. Laju Perubahan Kandungan Protein Pada Wortel Organik dan Wortel Non-organik Selama Masa Penyimpanan

Karakteristik Organoleptik

Uji Organoleptik pada sayuran berguna untuk memberikan informasi mengenai kualitas dan karakteristik dari suatu produk sayuran dan merupakan salah satu faktor utama untuk meningkatkan daya terima dan kepuasan


(38)

konsumen. Kualitas organoleptik dari wortel ditentukan oleh kemanisan rasanya, tidak adanya rasa pahit, kerenyahan, kelunakan tekstur dan juiceness (kandungan airnya). Sifat sensori wortel tergantung jenis genotifnya, kandungan volatil dan non-volatil pada wortel. Komponen non-volatil terdiri dari gula dan asam amino, yang dapat menetukan kesegaran wortel. Sedangkan komponen volatil bersama dengan gula akan menentukan rasa dari wortel (Szymczak et al 2007).

Pada Pengujian Karakteristik Organoleptik menggunakan 2 macam penyajian wortel yaitu wortel mentah dan wortel mentah yang di jus. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan dan daya terima dari wortel organik serta non-organik dalam bentuk padat maupun dalam bentuk minuman.

Uji Mutu Hedonik

Mutu hedonik diuji secara deskriptif. Pengujian ini digunakan untuk mengetahui deskripsi produk dari suatu inovasi yang baru dan membandingkannya dengan produk lain yang sama namun dengan teknik yang berbeda. Uji ini juga digunakan untuk mengetahui mutu suatu produk selama penyimpanan. Berikut deskripsi perubahan mutu hedonik wortel organik dan wortel non-organik pada gambar 15 selama penyimpanan dingin yang ditransformasikan dalam bentuk gambar.

Organik Non-Organik

Gambar 15. Deskripsi Mutu Hedonik Wortel Organik dan Wortel non-Organik Selama Masa Penyimpanan 0,3 dan 6 minggu

Keterangan : ( / ) 0 Minggu ( ) 3 Minggu ( ) 6 Minggu


(39)

Dari gambar telihat terjadi penurunan mutu hedonik baik pada wortel organik maupun wortel non-organik selama penyimpanan dingin. Hal ini ditunjukan dari penurunan angka tingkat mutu dari setiap kategori. Berdasarkan uji Duncan’s Multiple Range Test menunjukan terjadi perbedaan yang nyata (p<0,05) pada kekerasan wortel organik minggu ke-0, kerenyahan pada wortel organik minggu ke-6, perubahan rasa manis pada wortel organik dan non-organik di minggu ke-0, rasa pahit pada wortel non-organik dan non-non-organik di minggu 0, dan perubahan warna permukaan wortel organik pada minggu ke-6, untuk warna permukaan wortel non-organik setiap pengujian selalu mengalami penurunan yang yang nyata. Hal ini berarti bahwa warna permukaan wortel non-organik lebih cepat memudar dibandingkan wortel non-organik.

Berdasarkan Uji korelasi Pearson, rasa manis pada wortel organik dan non-organik dipengaruhi oleh banyaknya total gula yang terkandung di dalam wortel. Hal ini terlihat dari adanya korelasi yang nyata (p<0,05) antara total gula dengan rasa manis pada uji mutu hedonik. Oleh karena itu perubahan yang terjadi pada total gula akan senantiasa diikuti oleh perubahan rasa manis pada uji mutu hedonik.

Perbandingan wortel organik dan wortel non-organik pada 0,3, dan 6 minggu dapat dilihat pada gambar 16.

Minggu Deskripsi Perbandingan Mutu Hedonik Wortel Organik dan Wortel Non-Organik


(40)

Gambar 16. Deskripsi Perbandingan Mutu Hedonik Wortel Organik dengan Wortel Non-Organik.

Keterangan : ( ) wortel organik (---- ) wortel non-organik

Berdasarkan hasil uji mutu hedonik, wortel organik memiliki aroma khas wortel yang lebih kuat dibandingkan wortel non-organik, hal ini menunjukan bahwa kandungan komponen volatil yang terkandung di dalam wortel organik lebih banyak dibandingkan wortel non-Organik. Aroma tersebut terbentuk dari komponen prekusor ketika bereaksi dengan enzim pembentuk flavor (Alabran dan Mabrouk 1973). Warna pada wortel organik lebih jingga dibandingkan dengan wortel non-organik. Warna ini menunjukan tingginya β-karoten pada wortel tersebut karena menurut Skrede et al. (1997) Karotenoid merupakan pigmen alami yang memberikan warna kuning, jingga atau merah. Begitu pula pada warna xylem, wortel organik mempunyai lebih jingga dibandingkan wortel non-organik.

Untuk rasa manis, wortel organik mempunyai rasa yang lebih manis dibandingkan wortel non-organik. Hal ini sesuai dengan uji kimia total gula yang menunjukan kandungan total gula pada wortel organik lebih tinggi dibandingkan wortel non-organik. Pahit pada wortel organik lebih rendah dibandingkan dengan

3


(41)

wortel non-organik, walaupun keduanya masih berada pada kategori tidak pahit (range 1-4). Hal ini karena rasa manis yang lebih tinggi membuat pahit wortel tidak terasa. Perbedaan rasa pahit ini berdasarkan ujiDuncan’s Multiple Range Test menunjukan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05).

Wortel organik lebih renyah dan lebih keras dibandingkan dengan wortel non-organik. Sedangkan untuk juiceness yang merupakan banyaknya air yag keluar ketika wortel di konsumsi, lebih terasa pada wortel organik dibandingkan wortel non-organik. Hal ini sesuai dengan uji kimia kandungan air yang menunjukan kadar air yang lebih tinggi pada wortel organik.

Uji Deskriptif Jus Wortel Organik

Non-Organik

Gambar 17. Deskripsi Perbandingan Mutu Hedonik Jus Wortel Organik dan Jus Wortel Non-Organik selama masa penyimpanan 0,3 dan 6 minggu Keterangan : ( / ) 0 Minggu

( ) 3 Minggu ( ) 6 Minggu


(42)

Mutu hedonik pada jus wortel menunjukan selama masa penyimpanan terjadi peningkatan mutu hedonik baik pada jus wortel organik maupun jus wortel non-organik, namun perubahan tersebut tidak signifikan (p>0,05) kecuali pada rasa manis minggu ke-6 yang menunjukan perubahan yang signifikan (p<0,05). Rasa manis pada jus wortel organik dan non-organik ini mempunyai korelasi yang sangat nyata (p<0,01) terhadap total gula pada uji kimia. Hal ini berarti rasa manis pada jus wortel organik maupun non-organik sangat dipengaruhi oleh gula yang ada pada wortel tersebut.

Setiap pengujian terlihat semua unsur mutu hedonik pada jus wortel organik mempunyai mutu yang lebih baik dibandingkan jus wortel non-organik, terlihat dari tingkatannya yang selalu menunjukan angka yang lebih tinggi pada jus wortel organik.

Pada Uji deskriptif perbandingan jus wortel organik dan jus wortel non-organik terlihat bahwa jus wortel non-organik lebih tinggi mutu hedoniknya dibandingkan jus wortel non-organik. Nilai tingkat mutu hedonik jus wortel organik terlihat lebih tinggi kecuali pada aspek rasa pahit yang tingkatannya lebih rendah dibandingkan jus wortel non-organik. Berikut deskripsi perbedaan mutu hedonik pada jus wortel organik dan jus wortel non-organik pada minggu 0, 3 dan 6 yang disajikan pada gambar 18.

Minggu Deskripsi Perbandingan Mutu Hedonik Jus Wortel Organik dan Wortel Non-Organik


(43)

Gambar 18. Deskripsi Perbandingan Mutu Hedonik Jus Wortel Organik dan Wortel Non-Organik Selama Masa Penyimpanan

Keterangan : ( ) wortel organik (---- ) wortel non-organik

Uji Hedonik

Aroma

Aroma lebih banyak berhubungan dengan indera pembau. Bau-bauan baru dapat dikenali bila molekul-molekul komponen bau tersebut harus sampai menyentuh silia sel olfaktori dan diteruskan ke otak. Sayuran wortel mempunyai aroma yang khas. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1997) kantong minyak dalam ruang antarsel perisikel pada umbi wortel mengandung minyak esensial yang menyebabkan bau dan aroma yang khas pada wortel. Selain itu aroma atau bau banyak menentukan kelezatan bahan makanan. Penerimaan panelis terhadap aroma wortel organik dan wortel non-organik dapat dilihat pada gambar 19 dan gambar 20 untuk jus wortel organik dan non-organik.

3


(44)

Gambar 19. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma pada wortel organik dan Wortel non-organik.

Keterangan : 1= Amat sangat tidak suka, 2= sangat tidak suka, 3= tidak suka, 4= agak tidak suka, 5= suka tidak,tidak suka tidak (netral), 6= Agak suka, 7= suka, 8=Sangat suka, 9= Amat sangat suka

Berdasarkan uji organoleptik, rata-rata daya terima panelis terhadap aroma wortel organik selama penyimpanan 0 hingga 6 minggu mengalami peningkatan pada minggu 6 menjadi agak suka, sedangkan pada minggu ke-0 dan ke-3 tidak mengalami perubahan yaitu netral. Pada wortel non-organik tingkat kesukaan mengalami penurunan pada setiap pengamatan menjadi agak tidak suka pada pengamatan terakhir (minggu ke-6). Wortel organik selama masa penyimpanan mempunyai aroma yang lebih disukai dibandingkan wortel non-organik.

Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis antara aroma wortel organik dan wortel non-organik berbeda nyata (p<0,05) pada minggu ke-6, namun pada minggu ke-0 dan ke-3 tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Perubahan tingkat kesukaan panelis selama masa penyimpanan pada wortel organik tidak berbeda nyata. Begitu pula pada wortel non-organik, yang tidak mengalami perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan selama masa penyimpanan kecuali pada minggu ke-6 yang menunjukan perubahan yang nyata (p<0,05).

Berdasarkan uji korelasi Pearson menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis pada aroma wortel mempunyai hubungan searah yang nyata (p<0,05) dengan mutu hedonik aroma wortel. Hal ini berarti mutu aroma dari suatu wortel akan mempengaruhi tingkat kesukaan pada wortel tersebut, dimana semakin kuat aroma wortel maka semakin tinggi pula tingkat kesukaannya.


(45)

Gambar 20. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma pada jus wortel organik dan jus Wortel non-organik.

Pada jus wortel terlihat adanya tingkat kesukaan aroma pada jus wortel organik maupun jus wortel non-organik cenderung menurun yaitu dari minggu 0 ke minggu 3, dan meningkat kembali pada minggu ke-6. Namun perubahan tersebut tidak berbeda nyata (p>0,05) untuk wortel non-organik. Untuk wortel organik terjadi perbedaan yang nyata (p<0,05) hanya pada minggu ke-6. Aroma jus wortel organik lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan jus wortel organik, dan secara statistik perbedaan kesukaan pada wortel organik dan non-organik menunjukan perbedaan yang nyata (p<0,05).

Aroma jus wortel akan mempengaruhi tingkat kesukaan panelis pada jus wortel yang menunjukan adanya korelasi positif yang nyata (p<0,05) antara tingkat kesukaan dengan mutu aroma jus wortel.

Warna

Parameter lain yang dapat digunakan untuk menilai suatu produk pangan adalah parameter warna. Bahan pangan yang memiliki warna yang menarik akan menimbulkan kesan yang positif, walaupun belum tentu memiliki rasa yang enak. Hasil organoleptik faktor warna selengkapnya disajikan pada lampiran 5, sedangkan nilai rata-ratanya dapat dilihat pada gambar 21 untuk penilaian terhadap kesukaan warna permukaan, dan gambar 22 untuk penilaian terhadap warna xylem atau bagian dalam wortel serta gambar 23 untuk penilaian kesukaan terhadap jus wortel.


(46)

Gambar 21. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna permukaan pada wortel organik dan Wortel non-organik.

Dapat dilihat pada gambar 21 hasil uji hedonik terhadap faktor warna permukaan wortel organik mengalami penurunan setiap pengujian. Pada saat 0 minggu maupun 3 minggu tingkat kesukaan panelis pada umumnya cenderung masuk dalam kategori agak suka dan menurun kearah netral pada minggu ke-6. Pada wortel non-organik tingkat kesukaan juga mengalami penurunan mulai dari minggu ke-0 yang masuk kategori agak suka kemudian menurun pada minggu ke-3 menjadi netral dan menurun kembali menjadi agak tidak suka pada minggu ke-6. Namun secara keseluruhan warna permukaan wortel organik cenderung lebih disukai dibandingkan wortel non-organik dengan perbedaan yang nyata (p<0,05).

Berdasarkan uji korelasiPearsonmenunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang nyata (p<0,05) antara tingkat kesukaan warna permukaan wortel dengan mutu hedonik warna permukaan wortel. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi mutu warna permukaan wortel maka semakin tinggi pula tingkat kesukaan pada warna permukaan wortel tersebut.

Warna Xylem

Tingkat kesukaan panelis terhadap warna xylem pada wortel organik dan wortel non-organik cenderung berada dalam kategori normal baik pada waktu 0 minggu, 3 minggu, maupun 6 minggu, dan tidak berbeda nyata (p>0,05) pada perbandingan antar wortel organik dan non-organik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan warna xylem pada wortel tidak dipengaruhi oleh jenis wortel. Hal ini juga sesuai dengan uji korelasi Pearson, yang menunjukan tidak


(47)

ada korelasi yang nyata (p>0,05) antara mutu hedonik warna xylem dengan tingkat kesukaan xylem pada wortel.

Gambar 22. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna xylem pada wortel organik dan Wortel non-organik.

Warna pada Jus Wortel

Gambar 23. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna pada jus wortel organik dan jus wortel non-organik.

Pada warna, jus wortel organik lebih disukai dibandingkan jus wortel non-organik dan dapat dilihat bahwa jus wortel non-organik cenderung berada dalam kategori suka sedangkan jus wortel non-organik cenderung berada dalam kategori agak suka. Berdasarkan ujiDuncan’s Multiple Range Test menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis antara warna jus wortel organik dan jus wortel non-organik berbeda nyata (p<0,05) pada minggu ke-0, ke-3 dan ke-6. Namun berdasarkan uji korelasi Pearson menunjukan tidak adanya hubungan yang nyata (p>0,05) antara tingkat kesukaan dengan warna pada jus wortel.


(48)

Rasa Rasa Manis

Berdasakan Uji Duncan’s Multiple Range Test diketahui bahwa tingkat kesukaan panelis antara rasa manis wortel organik dan wortel non-organik berbeda nyata (p<0,05). Tingkat kesukaan rasa manis wortel organik lebih disukai dibandingkan rasa manis wortel non-organik. Dapat dilihat rasa manis wortel organik yang cenderung berada dalam kategori agak manis dan wortel non-organik yang berada dalam kategori netral.

Tingkat kesukaan rasa manis mempunyai korelasi positif yang sangat nyata (p<0,01) terhadap mutu hedonik rasa manis. Hal ini menunjukan bahwa semakin manis rasa suatu wortel maka tingkat kesukaan terhadap rasa wortel tersebut semakin tinggi.

Gambar 24. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa manis pada wortel organik dan wortel non-organik.

Rasa Pahit

Rasa pahit pada wortel disebabkan adanya terpenoids. Selama penyimpanan terjadi peningkatan kadar terpenoids, sehingga menyebabkan rasa pahit pada wortel meningkat. Selain itu menurut Suojala (2000), Etilen yang dihasilkan selama penyimpanan juga dapat menurunkan mutu organoleptik wortel. Karena zat ini dapat merangsang sintesis komponen fenolik yang kadang dapat menyebabkan rasa pahit pada wortel. Berikut disajikan tingkat kesukaan terhadap rasa pahit pada wortel organik dan wortel non-organik.


(1)

atom karbon, yang terdiri dari 8 unit isoprene dan 11 ikatan rangkap, serta mempunyai dua cincin β-ionon yang terletak masing-masing satu cincin pada ujung molekulnya (Hurst 2002). Gross (1991) mengatakan bahwa β-karoten dengan dua cincin β merupakan provitamin A dengan aktivitas yang paling tinggi. Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), perbedaan antara satu provitamin A dengan yang lainnya terletak pada struktur cincin yang terdapat dikedua sisi rantai alifatik. β-karoten mempunyai dua struktur cincin β-ionon, α-karoten mempunyai satu struktur cincin β-ionon dan sisi lainnya terdapat struktur cincin α-ionon (ikatan rangkap pada posisi 4 dan 5), γ-karoten pada satu sisi mempunyai struktur cincin β-ionon sedangkan pada sisi lainnya tidak mempunyai struktur cincin, tetapi memiliki jumlah atom karbon yang sama dengan provitamin A lainnya.

Senyawa β-karoten jauh lebih aman dikonsumsi daripada vitamin A yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang terbaik untuk mencegah defisiensi vitamin A adalah dengan menghimbau agar suplementasi β-karoten dosis tinggi dilakukan pada diet intake. Tubuh manusia mempunyai kemampuan mengubah sejumlah besar karoten menjadi vitamin A (retinol), sehingga karoten ini disebut provitamin A. Untuk menyatakan aktivitas vitamin A dari karotenoid dalam diit secara umum, FAO/WHO pada tahun 1967 memperkenalkan konsep retinol equivalent (RE) yang kemudian juga diadopsi oleh National Research Council (1989). Konsep tersebut menyatakan bahwa satu RE setara dengan 12 μ g β-karoten.

Namun Pada tahun 2001 Institute of Medicine (IOM) memperkenalkan konsep baru yang disebut retinol activity equivalent (RAE). Konsep RAE diperkenalkan berdasarkan kajian dari berbagai hasil penelitian yang menunjukan bahwa penyerapan karotenoid dari diit lebih rendah dari β-karoten murni di dalam minyak. Berdasarkan konsep baru tersebut, satu RAE untuk karotenoid provitamin A ditetapkan setara dengan 12 μ g β-karoten. Untuk lebih jelasnya perbandingan antara konsep RE dan RAE disajikan pada tabel 4.


(2)

Tabel 4. Perbandingan Interkonversi Unit Vitamin A dan karotenoid antara NRC 1989 dan IOM 2001.

NRC, 1989 IOM, 2001

1 retinol equivalent (RE) = 1 μ g all-trans-retinol

= 2 μ g suplemen all-trans-β-karoten = 6 μ g all-trans-β-karoten dalam

makanan

= 12 μ g karotenoid provitamin A lain dari makanan

1 retinol equivalent (RE) = 1 μ g all-trans-retinol

= 2 μ g suplemen all-trans-β- karoten = 12 μ g all-trans-β-karoten dalam

makanan

= 24 μ g karotenoid provitamin A lain dari makanan

Sumber :Dietary Reference Intakes(2001)

Dapat terlihat bahwa banyaknya aktivitas vitamin A dari provitamin A karotenoid dalam μ g RAE adalah setengah dari kandungan karotenoid jika menggunakan satuan μ g RE. Berdasarkan konsep baru tersebut maka ketika mengkonversi dari IU (Internasional Unit)β-karoten ke μ g RAE, IU dibagi dengan 20 (2x10). Hal tersebut karena 10 IU didasarkan atas 3,33 SI aktivitas vitamin A x 3 (relatif aktivitas vitamin dari β-karoten dalam sulemen versus dalam diit) (IOM 2001).

Karoten memberikan karakteristik warna jingga pada wortel (Suojala 2000). Menurut Skrede (1997), ada korelasi positif antara derajat kemerahan dengan kadar karoten pada wortel, yaitu semakin tinggi kadar karotennya semakin merah komoditi wortel tersebut tetapi semakin rendah nilai hue.

Salah satu faktor yang mempengaruhi biosintesi dan degradasi karotenoid adalah air. Karotenoid akan dengan cepat dioksidasi pada produk yang kering atau mengalami dehidrasi, karena air yang terikat di dalam permukaan produk membentuk lapisan pelindung. Bahan makanan yang dikeringkan sangat mudah mengalami kehilangan aktivitas provitamin A karena pengeringan memberi kesempatan terjadinya oksidasi melalui mekanisme oksidasi radikal bebas (Andarwulan dan Koswara 1992). Menurut Wiseman (2002) kandungan karotenoid juga dipengaruhi oleh tingkat kemasakan. Karoten pada wortel akan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh jika wortel dimasak terlebih dahulu hingga lunak atau di jus dibandingkan dalam keadaan mentah (Wiseman 2002). Namun menurut Pitojo (2006), pada wortel mentah mengandung zat gizi seperti β-karoten lebih tinggi dibandingkan wortel yan telah dimasak.

β-karoten bermanfaat untuk penanggulangan kebutaan karena xerophtalmia, rabun senja, konjungtivitis (radang kelopak mata), retinopati, katarak dan penurunan fungsi bagian dari retina yang terletak di bagian belakang mata. Selain itu juga dapat mengurangi peluang terjadinya penyakit kanker


(3)

ataupun membantu menekan kanker terutama kanker saluran pernapasan prostat, dan pankreas.β-karoten juga dapat membantu mengatasi masalah yang sering diderita oleh wanita seperti mentruasi yang tidak normal, abnormal pap smear, premenstrual syndrom, vaginitis, dan infeksi saluran kencing (Pitojo 2006). Menurut Widayanto 2007, β-karoten dapat mencegah penuaan dini, meningkatkan imunisasi tubuh dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif.

Menurut Suwandi (1991), karotenoid mampu menetralkan atau memadamkan (quench) reaktivitas singlet oksigen penyebab oksidatif pada sel dengan cara menghamburkan energi ke seluruh molekul karotenoid. Supaya dapat memadamkan singlet oksigen tersebut, karotenoid harus mempunyai sedikitnya 9 ikatan rangkap dengan ikatan tunggal di antara ikatan rangkap. Susunan ikatan kimia ini dinamakan conjugated double bonds. β-karoten mempunyai 11 ikatan kimia tersebut. Energi dari singlet oksigen dipindahkan ke β-karoten dan dihamburkan ke semua ikatan tunggal dan rangkap, kemudian dilepas sebagai panas dan molekul β-karoten kembali ke energi semula. Pada saat itu singlet oksigen telah diubah menjadi oksigen normal. β-karoten tidak rusak oleh pemindahan energi dari singlet oksigen tersebut dan dapat mengulangi proses yang sama dengan singlet oksigen lain.

Menyimpan Sayuran

Setelah sayuran dipanen atau dibeli dari pasar ada yang langsung diolah atau dimasak, tetapi ada pula yang disimpan untuk cadangan selama beberapa hari. Setelah dipanen masih terdapat proses fisiologis yang terjadi di dalam sayuran, yaitu proses respirasi dan proses enzimatis. Kerja enzim tersebut menyebabkan terjadinya perubahan tekstur sayuran selama penyimpanan. Pemecahan pektin yang merupakan penyusun dinding sel tanaman mengakibatkan terjadinya perubahan tekstur sayuran dari keras menjadi lunak. Selain itu, tiap-tiap jenis sayuran memiliki kandungan bahan yang berbeda-beda yang juga berpengaruh terhadap umur simpan (Agoes & Lisdiana 1995).

Perubahan-perubahan yang terjadi selama penyimpanan tidak saja disebabkan oleh faktor yang ada pada sayuran, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan, di antaranya suhu dan kelembapan. Dengan memperhatikan faktor lingkungan selama penyimpanan, proses kerusakan yang terjadi pada sayuran dapat diperlambat (Agoes & Lisdiana 1995).

Kerusakan dapat pula terjadi akibat aktivitas yang dilakukan oleh mikroorganisme. Setelah dipanen biasanya sayuran dicuci. Namun, air yang


(4)

digunakan kadang berupa air sungai yang kotor. Akibatnya, jasad renik terutama bakteri melekat pada sayuran dan menimbulkan proses pembusukan. Usaha untuk mengurangi jasad renik yang melekat pada sayuran dapat dilakukan dengan membuang bagian-bagian sayuran yang telah mengalami proses pembusukan. Selain itu, sayuran dicuci dengan air bersih sebelum disimpan. Pencucian sayuran dimaksudkan pula untuk menghilangkan adanya sisa obat-obatan yang mungkin digunakan petani sesaat sebelum panen (Agoes & Lisdiana 1995).

Setelah dilakukan pencucian, sayuran dapat ditiriskan dan disimpan. Sayuran yang masih berakar dicuci tanpa membuang akarnya. Jenis umbi-umbian seperti wortel dan kentang dapat disimpan tanpa pencucian (Agoes & Lisdiana 1995).

Penyimpanan Wortel Pada Suhu Dingin

Wortel dapat tetap awet dan terjaga kualitasnya selama 2 sampai 4 bulan pada penyimpanan suhu rendah yaitu pada suhu 00C, kelembapan 98%-100% dan RH 90%-95%. Pada keadaan penyimpanan ini, aktivitas metabolisme menjadi rendah sehingga laju respirasinya menjadi turun (Suojala 2000). Menurut Rubatzky & Yamaguchi (1997), laju respirasi umbi relatif rendah dibandingkan dengan sayuran lain. Gula akan meningkat selama penyimpanan pada suhu rendah. Tetapi menurut Szymczak et al (2007) pada penyimpan 4-6 bulan kualitas rasa dan tekstur wortel akan lebih rendah jika dibandingkan dengan kualitas wortel yang baru dipanen.

Selama penyimpanan kandungan gula akan menurun sehingga kandungan terpenoids penyebab rasa pahit pada wortel akan mendominasi, hal ini membuat wortel menjadi lebih pahit. Namun pada penyimpanan beku, wortel mempunyai rasa yang lebih manis karena terpenoids akan hilang pada saat proses pembekuan dan thawing (Kjellenberg 2007).

Wortel sangat mudah menjadi layu apabila kehilangan kandungan air di dalamnya, sehingga penting untuk menjaga kadar air selama penyimpanan. Kehilangan air yang besar berhubungan dengan luas penampang wortel. Wortel dengan ukuran besar memiliki laju transpirasi yang tinggi, sehingga akan mudah mengalami kehilangan air melalui penguapan di permukaannya. Hal ini juga dapat menyebabkan wortel kehilangan bobot (Suojala 2000). Menurut Rubatzky & Yamaguchi (1997), dalam kondisi ini, sebaiknya wortel dibungkus plastik agar dapat bertahan dan kualitasnya tetap baik selama penyimpanan. Namun, pada


(5)

wortel yang diikat daya simpannya menjadi buruk, dan kekerasan umbinya mudah menyusut karena kandungan lengasnya terserap oleh daun. Akibatnya kualitas umbi dan umur simpannya menurun, dan hanya dapat bertahan sampai tujuh hari.

Menurut Suojala (2000) , wortel dapat juga terserang penyakit selama penyimpanan suhu rendah yang disebabkan oleh fungi. Hal ini dikarenakan kelembapan yang tidak sesuai pada tempat penyimpanan. Etilen yang dihasilkan selama penyimpanan juga dapat menurunkan mutu organoleptik wortel. Karena zat ini dapat merangsang sintesis komponen fenolik yang kadang dapat menyebabkan rasa pahit pada wortel.

Uji Organoleptik

Menurut Soekarto (1985) penilaian dengan indera disebut juga penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan indera ini banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberi hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif.

Uji Organoleptik pada sayuran berguna untuk memberikan informasi mengenai kualitas dan karakteristik dari suatu produk sayuran dan merupakan salah satu faktor utama untuk meningkatkan daya terima dan kepuasan konsumen. Kualitas organoleptik dari wortel ditentukan oleh kemanisan rasanya, tidak adanya rasa pahit, kerenyahan, kelunakan tekstur dan juiceness (kandungan airnya). Sifat sensori wortel tergantung jenis genotifnya, kandungan volatil dan non-volatil pada wortel. Komponen non-volatil terdiri dari gula dan asam amino, yang dapat menetukan kesegaran wortel. Sedangkan komponen volatil bersama dengan gula akan menentukan rasa dari wortel (Szymczak et al 2007).

Rasa

Rasa dapat dideteksi oleh indera perasa. Agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat larut dalam air liur sehingga dapat mengadakan hubungan denga mikrovillus dan impuls yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf (Winarno 1995). Rasa makanan yang kita kenal sehari-hari sebenarnya bukan satu tanggapan melainkan campuran dari tanggapan cicip, bau, dan trigeminal yang diramu oleh kesan-kesan lain seperti


(6)

penglihatan, sentuhan dan pendengaran. Peranan pendengaran terutama terlihat dari penilaian terhadap kerenyahan makanan tertentu seperti kerupuk, mentimun, wortel, keripik. Peramuan rasa itu ialah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya (Soekarto 1985).

Pada wortel, kualitas organoleptik yang utama ditentukan oleh kemanisannya. Karena rasa manis merupakan daya tarik bagi konsumen untuk mengkonsumsi wortel. Kualitas organoleptik dan kemanisan wortel dipengaruhi oleh kandungan gulanya. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa temperatur yang rendah akan mempengaruhi rasa asam, rasa pahit, kerenyahan dan kandungan air pada wortel, sedangkan pada suhu tinggi akan mempengaruhi rasa pahit dan kekerasan tekstur pada wortel (Szymczaket al 2007). Kjellenberg (2007) mengemukakan bahwa rasa manis dan pahit pada wortel tergantung dari genetik dan faktor lingkungan. Pemilihan cara penanaman dapat sangat berpengaruh terhadap rasa wortel sebelum sampai ke konsumen.

Warna

Banyak sifat atau mutu komoditi berkaitan dengan warna. Tingkat matang dan kandungan vitamin dalam banyak jenis buah-buahan serta sayuran dapat dikenali atau dinilai dari warnanya. Jika warna dari bahan pangan ada yang menyimpang segera dinilai berkurang mutunya (Soekarto 1985). Warna pada wortel tergantung dari genotifnya. Wortel berdasakan jenisnya terdiri dari warna orange, merah, kuning, dan putih. Warna juga menunjukan kualitas dan rasa dari wortel tersebut (Szymczaket al 2007).

Aroma

Dalam banyak hal enaknya makanan ditentukan oleh aromanya. Industri pangan menganggap sangat penting uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian produksinya, disukai atau tidak disukai (Winarno 1995).

Karakteristik aroma pada wortel mentah disebabkan karena adanya komponen volatil yang terkandung di dalamnya. aroma tersebut terbentuk dari komponen prekusor ketika bereaksi dengan enzim pembentuk flavor (Alabran dan Mabrouk 1973). Menurut Gormley (1981), Aroma pada sayuran dapat hilang karena proses blanching atau pemanasan karena rusaknya enzim pembentuk aroma, selain itu volatil pada wortel juga akan menurun selama pengeringan dan penyimpanan pada suhu beku.