PENGARUH LINGKUNGAN KERJA NON FISIK DAN BURNOUT TERHADAP KINERJA GURU

(1)

PENGARUH LINGKUNGAN KERJA NON FISIK DAN BURNOUT TERHADAP KINERJA GURU

(Studi pada Kinerja Guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta)

THE INFLUENCE OF THE NON-PHYSICAL WORK ENVIRONMENT AND BURNOUT ON TEACHER PERFORMANCE

(Study on the Performance of Outstanding State School Teachers 01 Bantul, Yogyakarta)

Oleh

NURHAYATI 20130410465

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(2)

PENGARUH LINGKUNGAN KERJA NON FISIK DAN BURNOUT TERHADAPKINERJA GURU

(Studi pada Kinerja Guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta)

THE INFLUENCE OF THE NON-PHYSICAL WORK ENVIRONMENT AND BURNOUT ON TEACHER PERFORMANCE

(Study on the Performance of Outstanding State School Teachers 01 Bantul, Yogyakarta)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

NURHAYATI 20130410465

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

‘Success is the other name of an effort’

Sukses adalah nama lain dari kerja keras

Persembahan

Skripsi ini kupersembahkan untuk Ayah danIbu tercinta

yangsenantiasamemberikan motivasi dan masukan selama ini

Untuk adik-adik ku Wulan dan Nissa yang aku sayangi

Untuk dosen yang selalu membimbingku tanpa lelah

Ibu Sri Handari Wahyuningsih,SE.,M.Si.

Untuk dosen-dosen yang telah banyak membantu

Sahabatku Utari, Sita dan Yula yang terus berjuang

bersama dalam menyelasaikan pendidikan di UMY

Teman-teman manajemen angkatan tahun 2013

Almamaterku tercinta


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

INTISARI

Kinerja karyawan adalah hasil kerja karyawan dalam menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepada semua karyawan.Burnout dan lingkungan kerja non fisik diyakini akan mempengaruhi kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Semakin tinggi lingkungan kerja non fisik dan semakin rendah burnout maka semakin tinggi pula kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh lingkungan kerja non fisik dan burnout terhadap kinerja guru (studi pada kinerja guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah guru yang bekerja di SLBN Bantul Yogyakarta.Dalam penilitian ini menggunakan semua sampel yaitu 67.Responden yang dipilih yaitu dengan menggunakan metode sampel jenuh. Alat analisis yang digunakan adalah regresilinerberganda.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa lingkungan kinerja non fisik berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta, sedangkan untuk burnout berpengaruh negatif dan singnifikan terhadap kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta.


(12)

ABSTRAK

Employee performance is the work of employees in performing their duties in accordance with the responsibilities assigned to all employees. Non physical work environment and burnouton the performance of teachers (study on the performance of outstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta). achieving the goals that have been set. The higher the non-pshycal work environment and the lower the burnout, the higher the performance of outstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta.

This study aims to analyze the influence of non-physical work environment and burnout on the performance of teachers (study on the performance of outstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta). This research is descriptive research with quantitative approach. Subjects in this study were teachers working in outstanding state school 01 Bantul Yogyakarta. In this study using all the samples is 67. Respondents selected by using the method saturated samples. Analysis tool used is multiple linear regression.

Based on analysis that has been done shows that the non-physical work environment significant positive affect on the performance ofoutstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta, and burnout significant negative affect on the performance ofoutstanding state school teachers 01 Bantul Yogyakarta.

Keyword : Teacher, Performance, Non Physical Work Environment, Burnout and Outstanding School.


(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Sekolah Luar Biasa adalah suatu organisasi berbentuk yayasan yang mengemban misi pelayanan kepada masyarakat melalui bidang sosial dan pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu sekolah luar biasa dituntut untuk memiliki kinerja yang baik dari sumber daya manusianya atau guru. Guru merupakan salah satu aset yang paling berharga yang dimiliki oleh suatu organisasi, karena manusia satu-satunya sumber daya yang dapat menggerakkan sumber daya lainnya.Dengan demikian, unsur sumber daya manusia atau guru merupakan faktor kunci yang harus dipertahankan suatu organisasi sejalan dengan tuntutan yang senantiasa dihadapi organisasi untuk menjawab tantangan yang ada.

Guru juga merupakan salah satu sarana yang paling penting untuk membangun dan mengembangkan pendidikan,terlebihlagi untuk keberlangsunganhidup bangsa di tengah-tengah perlintasan perjalanan jaman dengan teknologi yang kian canggih dengan segala perubahan dan pergeseran nilai.Oleh karena itu sangat penting untuk mengembangkan kemampuannya.Sebagai pendidik atau pengajar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan.Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas atau kinerja guru adalah melalui lingkungan kerja non fisik danburnout.

Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkanWirawan (2009)dalam Potu (2013) menyatakan kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.Mangkunegara (2000) dalam Potu (2013),


(14)

menyatakan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Bacal (1999) dalam Wibowo (2011), memandang manajemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus dalam kemitraan atara karyawan dengan atasan langsungnya.Faktor yang dapat mempengaruhi kinerja salah satunya adalah lingkungan kerja non fisik dan burnout.Jika kedua faktor ini diperhatikan dengan baik maka dapat meminimalisir kesalahan dalam bekerja dan dapat meningkatkan performa dan produktivitas dalam bekerja, sehingga dapat meningkatkan kinerja menjadi lebih baik.

Lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan melakukan aktivitas setiap harinya.Lingkungan kerja dikatakan baik apabila karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.Supardi (2003) dalam Potu (2013), menyatakan lingkungan kerja merupakan keadaan sekitar tempat kerja baik secara fisik maupun non fisik yang dapat memberikan kesan yang menyenangkan, mengamankan, menentramkan dan kesan betah kerja dan lain sebagainya.Menurut Sedarmayanti (2009) dalam Norianggono dkk.(2014) lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan, maupun hubungan dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan.

Lingkungan kerja non fisik mempunyai peranan penting terhadap baik buruknya kualitas hasil kerja karyawan. Jika karyawan memiliki lingkungan kerja yang nyaman, aman, kondusif, dan menyenangkan secara psikis karyawan akan merasa betah di dalam lingkungan kerjanya dan akan mempengaruhi kinerja yang dimilikinya. Pekerjaan-pekerjaan akan diselesaikan tepat waktu dan karyawan akan merasa senang dengan pekerjaaanya.


(15)

Lingkungan kerja yang baik juga akan menghasilkan hubungan positif diantara rekan kerja, atasan maupun dengan bawahan.

Bila lingkungan kerja nyaman maka bisa dipastikan performa yang akan dihasilkan pun maksimal. Hal ini di dukung dengan beberapa penelitian dari Trisno dan Suwarti (2004)dalam Arianto (2013), hasil penelitian menunjukan bahwa lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Penelitian dari Dharmawan (2011) yang membuktikan bahwa lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap kinerja karyawan Hotel Nikki Denpasar dengan nilai standardized direc effec sebesar 0,204. Potu (2013), ada pengaruh positif lingkungan kerja secara parsial terhadap kinerja karyawan.Oktaviana dan Ariefiantoro (2011) dalam Potu (2013), hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi, kepemimpinan, lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.

Selain lingkungan kerja burnout juga berpengaruh dalam produktivitas kinerja seseorang. Maharani dan Triyoga (2012) dalam Mahendra dan Mujiati(2015), menyatakan burnout merupakan gejala kelelahan emosional yang disebabkan oleh tingginya tuntutan pekerjaan, yang seiring dialami individu yang bekerja pada situasi dimana ia harus melayani kebutuhan orang banyak. Burnout lebih banyak terjadi pada caregiver dengan pengalaman yang minim karena mereka cenderung memiliki kemampuan pertahanan diri yang kurang terhadap stres menurut, Won dan Son (2012) dalam Mahendra dan Mujiati (2015).

Sebenarnyaburnout adalah lelah, fisik, mental, dan emosional yang sering dialami oleh pekerja sosial atau tekanan emosi, secara konstan atau berulang-ulang yang diakibatkan oleh banyak faktor dan dalam jangka waktu yang lama. Seseorang yang bekerja dalam kedaan tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama tentu akan memiliki tekanan baik itu secara


(16)

fisik maupun psikologisnya, karena suatu pekerjaan tertentu akan membuat seseorang menjadi mudah lelah, lemas, tidak semangat, tidak fokus, banyak kesalahan yang dilakukan saat bekerja.

Seseorang yang terus bekerja dalam keadaan seperti ini akan mempengaruhi performa kerjanya menjadi buruk dan akan menurunkan kinerja. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa, Mahendra dan Mujiati (2015), Burnout berpengaruh negatif dan signifikan pada kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan Ahmad (2008) dan Karatepe (2013) dalam Poernomo (2015) menyatakan bahwa ketika kelelahan emosional yang dialami karyawan tinggi, maka kinerja karyawan rendah.

Menurut Kleiber & Ensman (Uus, 2010) bibliografi terbaru yang memuat 2496 publikasi tentang burnout di Eropa, yang dikutip oleh Prestiana, dkk (2012) menunjukkan 43% burnout dialami pekerja kesehatan dan sosial (perawat) 32% dialami guru (pendidik), 9% dialami pekerja administrasi dan manajemen, 4% pekerja dibidang hukum dan kepolisian, dan 2% dialami pekerja lainnya. Yanuar dan Hari (2010), dalam Mahendra dan Mujiati(2015), Variabel burnout memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja dimana perusahaan harus memperhatikan faktor faktor yg dapat menjadi pemicu terjadinya burnout maka akan semakin menurunkan kinerja karyawan.

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa guru termasuk salah satu pekerjaan yang mudah mengalami burnout, karena secara umum para tenaga pengajar merasakan kelelahan emosional yang cukup besar karena harus menangani siswa dan siswi dengan kebutuhan khusus, sehingga sangat diperlukan perhatian yang cukup besar dan penanganan yang berbeda-beda dalam mengajar. Keadaan seperti ini perlu mendapatkan perhatian yang besar yang didukung oleh organisasi tersebut.


(17)

Berkomunikasi dengan siswa-siswa berkebutuhan khusus, memberikan ilmu atau mengajar dengan cara dan metode yang berbeda pasti akan merasakan kelelahan tersendiri bagi seorang guru.Jika tidak di perhatikan dengan baik maka dapat berpengaruh negatif tehadap pekerjaan, seperti lelah secara fisik maupun psikologis, kurang bersemangat, tidak fokus, lemas dan akan berdampak pada stamina atau performanya saat bekerja. Hal ini dapat berpengaruh pada menurunnya kinerja.

Fenomena yang terjadi di SLB N 01 Bantul Yogyakarta adalah hubungan kerja yang terjadi antar karyawan atau tenaga pengajar dirasa kurang harmonis karena masih ada jarak atau pembatas antara karyawan yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan tenaga honorer (wiyata bhakti). Sehingga hal seperti itu dapat menimbulkan kesenjangan sosial di antara para pengajar atau guru. Seharusnya antara karyawan atau tenaga pengajar dapat terjalin hubungan kerja yang harmonis dan serasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja guru dalam bekerja. Hal di atas menunjukan bahwa lingkungan kerja non fisik , dan burnout merupakan faktor kecenderungan kinerja mengajar guru. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka peneliti tertarik untuk memilih judul “PENGARUH LINGKUNGAN KERJA NON FISIK DAN BURNOUTTERHADAP KINERJA GURU (Studi pada Kinerja Guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta)”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif terhadap kinerja guru? 2. Apakahburnoutberpengaruh negatif terhadap kinerja guru?


(18)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empirik,menganalisa data, menemukan model hasil analisis serta menguji kebermaknaan pengaruh lingkungan kerja non fisik danburnoutterhadap kinerja mengajar guru. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis pengaruh positif antara lingkungan kerja non fisik terhadap kinerja guru.

2. Untuk menganalisis pengaruh negatifburnoutterhadap kinerja guru.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, sebagai sarana untuk berlatih berpikir ilmiah terhadap masalah-masalah yang dihadapi dalam dunia kerja khususnya masalah karyawan diperusahaan atau organisasi.

2. Bagi instansi, hasil penelitian ini data berguna untuk kegiatan akademik dan berguna menjadi refrensi penelitian sejenis untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.

3. Bagi karyawan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih bagi karyawan sehingga dapat meningkatkan kinerja menjadi lebih baik.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Kinerja

a. Definisi Kinerja

Bacal (1999) dalam Wibowo (2011), memandang manajemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus dalam kemitraan atara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Proses komunikasi merupakan suatu sistem, memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikutsertakan, apabila manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer, dan karyawan.

Berbeda dengan Bacal yang menekankan pada proses komunikasi, Armstrong (2004) dalam Wibowo (2011), lebih melihat manajemen kinerja sebagai sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim, dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu kerangka tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati.

Menurut Mangkunegara (2013) istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi


(20)

sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pergawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Armstrong dan Baron (1998) dalam Wibowo (2011), sebelumnya berpandangan bahwa manajemen kinerja adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk menyampaikan sukses berkelanjutan pada oraganisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan yang bekerja di dalamnya dan dengan mengembangkan kapabilitas tim dan kontributor individu.

Mereka juga mengutip pada Fletcher dalam Wibowo (2011) yang menyatakan manajemen kinerja sebagai berkaitan dengan pendekatan menciptakan visi bersama tentang maksud dan tujuan organisasi.Membantu karyawan memahami, dan mengenal bagiannya dalam memberikan kontribusi, dan dalam melakukannya, mengelola dan meningkatkan kinerja baik individu maupun organisasi.

Sementara itu, Schwartz (1999) dalam Wibowo (2011), memandang manajemen kinerja sebagai gaya manajemen yang dasarnya adalah komunikasi terbuka antara manajer dan karyawan yang menyangkut penetapan tujuan, memberikan umpan balik baik manajer kepada karyawan maupun sebaliknya dari karyawan kepada manajer. Costello (1994) dalam Wibowo (2011), menyatakan bahwa manajemen kinerja merupakan dasar


(21)

dan kekuatan pendorong yang berada di belakang semua keputusan organisasi, usaha kerja, dan alokasi sumber daya. Dengan memperhatikan pandangan para pakar di atas dapat dirumuskan bahwa pada dasarnya manajemen kinerja merupakan gayamanajemen dalam mengelola sumber daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi.

b. Tujuan dan Sasaran Kinerja

Dalam menentukan tujuan dan sasaran maka pertama kali yang perlu dipertimbangkan adalah visi dan misi organisasi.Visi dan misi adalah merupakan titik awal yang ditetapkan manajemen puncak dan menjadi dasar bagi setiap orang untuk bekerja memberikan kontribusi untuk mencapainya.Penetapan tujuan dan sasaran perlu mempertimbangkan kompetensi yang dimiliki segenap sumber daya manusia dalam organisasi harus mempunyaicore-competenciesuntuk mencapai tujuan organisasi.

Sementara itu, perlu diidentifikasijob-based competencies, suatu prilaku yang melekat pada peran individual. Tujuan dan sasaran juga menggambarkan bagaimana mendapatkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang memiliki kedua kompetensi tersebut.Penetapan tugas bagi sumber daya manusia didasarkan pada job description. Job


(22)

descriptionharus membantu menggambarkan key areas atau bidang tugas utama di mana sebagian besar usaha perlu diarahkan, bahkan meskipun deskripsinya sendiri tidak terlalu baik.

Tujuan dan sasaran bersifat quantifiable atau dapat dikuantitatifkan, sehingga kinerja dapat diukur dalam bentuk angka. Perlu dipastikan bahwa angka spesifik tentang apa yang diharapkan harus dibuat jelas. Tujuan dan sasaran pada tingkat organisasi di bawah harus ditarik dari tujuan dan sasaran diatasnya.Kita juga harus memikirkan tentang keberhasilan kinerja, successfull performance.Untuk itu perlu ditentukan bagaimana mengukur keberhasilan. Apabila tujuan dan sasaran bersifat kuantitatif, hasilnya akan jelas. Tetapi akan menjadi lebih sulit menilai apabila tidak bersifat kuatitatif, seperti pelayanan konsumen.

Tujuan dan sasaran pertimbangan development needs atau pengembangan yang diperlukan sumber daya manusia dalam organisasi. Pimpinan puncak biasanya memahami kebutuhan tersebut, namun masukan dari bawahan akan sangat membantu. Pimpinan menentukan usaha pengembangan diletakkan pada bidang yang tepat untuk mencapai keberhasilan kinerja. Ken Lawson (2005) dalam Wibowo (2011) menekankan pentingnya memisahkan antara what results and how the results are achieved, antara “apa” dan “bagaimana” hasil dicapai.


(23)

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Berikut faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Mangkunegara (2013) adalah sebagai berikut:

1. Faktor kemampuan

Secara psikologis kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality(skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Jadi, jika seorang pemimpin atau karyawan tersebut mempunyai potensi atau keahlian dalam bekerja di suatu organisasi bisa jadi akan meningkatkan kemajuan dari organisasi tersebut.

2. Faktor motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja.Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

d. Karakteristik Kinerja Karyawan

Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut Mangkunegara (2013) :

1 Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.


(24)

3 Memiliki tujuan yang realistis.

4 Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuannya.

5 Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya.

6 Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.

e. Indikator Kinerja Karyawan

Menurut Jansen (2001) dalam Mas’ud (2004) seperti dikutip kembali oleh Narani (2010) terdapat tujuh indikator pengukuran kinerja karyawan yaitu kuantitas dan kualitas kinerja, efiesiensi karyawan, standar kualitas karyawan, usaha karyawan, pelaksanaan tugas,pengetahuan karyawan dan tingkat kreativitas karyawan.

2. Lingkungan Kerja Non Fisik

a. Definisi Lingkungan Kerja Non Fisik

Menurut Sedarmayanti (2009) dalam Norianggonodkk.(2014) lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan, maupun hubungan dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan.Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antar tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status yang sama. Jadi


(25)

lingkungan kerja non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. Menurut Wursanto (2009) dalam Dharmawan (2011) lingkungan kerja dibagi menjadi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik/psikis.

b. Kondisi Lingkungan Kerja yang Menyangkut SegiPsikis

Kondisi lingkungan kerja yang menyangkut psikis adalah segala sesuatu yang menyangkut segi psikis dan lingkungan kerja, antara lain meliputi. Wursanto (2009):

1. Adanya perasaan aman dari para pegawai dalam menjalankan tugasnya, yang meliputi:

a. Rasa aman dari bahaya yang mungkin timbul pada saat menjalankan tugas.

b. Merasa aman dari pemutusah hubungan kerja yang sewenang-wenang (secara tidak adil).

c. Merasa aman dari segala macam bentuk tuduhan sebagai akibat dari saling curiga mencurigai di antara pegawai.

2. Adanya loyalitas yang bersifat dua dimensi, yaitu vertikal dan horizontal.

a. Loyalitas yang bersifat vertikal, yaitu loyalitas antara pimpinan dan bawahan, dan loyalitas antara bawahan dengan pimpinan. Untuk


(26)

menunjukkan loyalitas pimpinan terhadap bawahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

1. Mengadakan anjangsana ke rumah-rumah pegawai pada saat-saat tertentu. Dengan demikian pegawai akan merasa senang dan bangga. Anjangsana ini sebenarnya dapat dilakukan secara teratur, misalnya dengan mengadakan arisan karyawan yang tempatnya berpindah-pindah dan diikuti oleh keluarga karyawan. 2. Ikut memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh pegawai,

sepanjang pegawai yang bersangkutan tidak merasa keberatan. 3. Membela kepentingan bawahan, sepanjang kepentingan itu tidak

bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

4. Membela bawahan dari pihak-pihak lain, meskipun secaraintern itu mendapat teguran dan bahkan mendapat peringatan keras dari pimpinan

5. Melindungi karyawan dari segala bentuk ancaman yang datangnya dari pihak lain, sepanjang bawahan itu pada posisi atau garis yang benar.

Sedangkan untuk melihat loyalitas bawahan terhadap atasan dapat dilakukan antara lain dengan melakukan kebijaksanaan open house (pisowanan), memberikan kesempatan bagi para bawahan untuk melakukan silaturahmi kepada pimpinan pada


(27)

hari raya agama yang dianut oleh pimpinan (lebaran, natalan dan sebagainya).

b. Loyalitas yang bersifat horizontal adalah loyalitas antara pimpinan dengan pimpinan yang setingkat, antara bawahan dengan bawahan, atau antar pegawai yang setingkat.

3. Adanya perasaan puas dikalangan pegawai. Perasaan puas ini akan terwujud apabila pegawai merasa bahwa kebutuhannya dapat terpenuhi, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan sosial, lebih-lebih kebutuhan yang bersifat psikologis.Apabila semua kebutuhan akan lingkungan kerja diatas dapat dipenuhi, para pegawai dapat diharapkan akan berprilaku sesuai dengan prilaku yang diharapkan organisasi.

c. Manfaat Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman memiliki berbagai manfaat bagi karyawan dan perusahaan.Rivai (2009) dalam Norianggono dkk. (2014) mengemukakan manfaat lingkungan kerja yang aman dan sehat adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari yang hilang.

2. Meningkatkan efisiensi dan kulitas pekerja yang lebih berkompeten. 3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.


(28)

4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim.

5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan.

6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena naiknya citra perusahaan.

Upaya-upaya perlu dilakukan oleh manajemen untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan membuat para karyawan merasa nyaman karena lingkungan kerja sangat mempengaruhi baik atau tidaknya kinerja karyawan. Lingkungan kerja yang baik akan mendukung karyawan untuk memiliki kinerja yang positifsedangkan lingkungan kerja yang buruk akan mendukung karyawannya memiliki kinerja yang negatif.

d. Indikator Lingkungan Kerja Non Fisik

Kajian lingkungan kerja non fisik bertujuan untuk membentuk sikap karyawan yang positif yang dapat mendukung kinerja karyawan. Wursanto (2009) berpendapat bahwa ada beberapa unsur penting dalam pembentukan sikap dan prilaku karyawan dalam lingkungan kerja non fisik, yaitu sebagai berikut:

1. Pengawasan yang dilakukan secara continue dengan menggunakan system pengawasan yang ketat.


(29)

2. Suasana kerja yang dapat memberikan dorongan dan semangat kerja yang tinggi.

3. Sistem pemberian imbalan (baik gaji maupun perangsang lain) yang menarik.

4. Perlakuan dengan baik, manusiawi, tidak disamakan dengan robot atau mesin.

5. Kesempatan untuk mengembangkan karir semaksimal mungkin sesuai dengan bataskemampuan masing-masing.

6. Ada rasa aman dari para anggota, baik dari dinas maupun dari luar dinas. 7. Hubungan yang berlaku secara serasi, lebih bersifat informal, penuh

kekeluargaan.

8. Para anggota mendapatkan perlakuan secara adil dan objektif.

3. Burnout

a. DefinisiBurnout

Menurut Poerwandari (2010) dalam Mizmir (2011) menyatakan bahwa burnout adalah kondisi seseorang yang terkuras habis dan kehilangan energi psikis maupun fisik. Biasanya burnoutdialami dalam bentuk kelelahan fisik, mental, dan emosional yang terus-menerus. Karena bersifat psikobiologis (beban psikologis berpindah ke tampilan fisik, misalnya mudah pusing, tidak dapat konsentrasi, gampang sakit) dan biasanya bersifat kumulatif, maka persoalan tidak demikian mudah diselesaikan.


(30)

John Izzo dalam Luthans (2011), mantan profesional sumber daya manusia di daerah pembangunan kerja, menunjukkan bahwa burnout may be the consequence of “losing a sense of the basic purpose and fulfillment of your work”.Yang bermakna burnoutmungkin konsekuensi dari “kehilangan rasa tujuan dasar dan pekerjaan seseorang yang berlebihan”.

Maslach dan Jacson dalam Kristen dkk. (2005) seperti yang dikutip kembali Hanafi (2012) menyatakan bahwa burnout adalah suatu sindrom kelelahan emosi (emotional exhaustion), kelelahan fisik (physical exhaustion), sikap kurang menghargai atau kurang memiliki pandangan positif terhadap orang lain (depersonalization) dan penurunan pencapaian prestasi diri (reduced personal accomplishment) yang ditandai dengan menurunnya kemampuan dalam menjalankan tugas-tugas rutin sebagai akibat dari adanya stres berkepanjangan.

Maharani dan Triyoga (2012) dalam Mahendra dan Mujiati (2015), menyatakanburnoutmerupakan gejala kelelahan emosional yang disebabkan oleh tingginya tuntutan pekerjaan, yang sering dialami individu yang bekerja pada situasi dimana ia harus melayani kebutuhan orang banyak. Burnout lebih banyak terjadi pada caregiver dengan pengalaman yang minim karena mereka cenderung memiliki kemampuan pertahanan diri yang kurang terhadap stress. Maslach (1997) dalam Low et al. (2001) yang dikutip


(31)

kembali oleh Maharani (2013) mengatakan bahwa burnout merupakan sindrome psikologis yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu:

1. Kelelahan emosional 2. Depersonalisasi

3. Low personal accomplishment

Dijelaskan bahwa pekerjaan yang berorientasi melayani orang lain dapat membentuk hubungan yang asimetrik antara pemberi dan penerima layanan. Seseorang yang bekerja pada bidang pelayanan akan memberikan perhatian, pelayanan, bantuan dan dukungan kepada klien, mahasiswa dan pasien.

b. Faktor Yang MempengaruhiBurnout

Moore (2000) dalam Maharani (2013), menyatakan beberapa penyebab yang mempengaruhi kelelahan kerja (burnout)antara lain:

1. Pekerjaan yang berlebihan dan kekurangan sumber daya manusia yang kompeten mengakibatkan pekerjaan menjadi menumpuk, yang seharusnya dikerjakan dengan jumlah karyawan yang lebih banyak. 2. Kekurangan waktu, batas waktu yang diberikan untuk menyelesaikan

suatu pekerjaan terkadang tidak masuk akal. Pada saat karyawan hendak mendiskusikan masalah tersebut kepada atasannya, akan tetapi kadang atasannya tidak memberi solusi namun seringkali memberikan tugas-tugas baru yang siap untuk dikerjakan.


(32)

3. Konflik peran, hal ini biasanya terjadi antar karyawan dengan jenjang posisi yang berbeda, yang seringkali disebabkan oleh otoritas yang dimiliki oleh peranan atau jabatan tersebut.

4. Ambiguitas peran, tidak jelasnya deskripsi tugas karyawan hal ini seringkali menyebabkan karyawan mengerjakan sesuatu pekerjaan yang seharusnya tidak dikerjakan oleh karyawan tersebut.

c. Gejala PadaBurnout

Gejala pada burnout adalah gejala yang tidak biasa dan sulit untuk dijelaskan Potter (2005) dalam Mizmir (2011).Burnout adalah hilangnya gairah dalam bekerja sehingga yang terkena burnout menjadi tidak sanggup bekerja. Burnout tidak terjadi dalam waktu singkat. Ini adalah proses kumulatif, dimulai dengan tanda peringatan kecil, yang ketika diabaikan bisa berkembang menjadi kondisi yang serius. Potter (2005) dalam Mizmir (2011) menjelaskan gejal-gejalaburnoutmeliputi :

1. Emosi negatif, terkadang perasaan marah, frustasi, depresi, ketidakpuasan dan kegelisahan merupakan bagian normal dari kehidupan dan bekerja. Akan tetapi pada orang yang terperangkap dalam siklus burnout emosi negatif ini lebih sering terjadi sehingga lama-kelamaan menjadi kronis. Dalam tahap-tahap selanjutnya terlihat kecemasan, rasa bersalah, ketakutan yang kemudian menjadi depresi. Kemurungan dan mudah marah merupakan tanda-tandaburnout.


(33)

2. Frustasi, perasaan frustasi di dunia kerja dalam sebagian besar waktu bekerja dan dalam melaksanakan tanggungjawab pekerjaan merupakan gejala awal burnout. Namun, banyak korban burnout menyalahkan diri sendiri dengan menunjukkan mereka frustasi atas kegagalan mereka sendiri.

3. Depresi, perasaan depresi mendalam hampir sama dengan kelelahan emosional dan spiritual dimana individu seperti kehabisan energi. Depresi terjadi sebagai respon terhadap situasi pekerjaan, hal itu bisa menjadi masalah dalam diri individu yang menyebabkan gangguan kesehatan yang memburuk dan penampilan kerja.

4. Masalah kesehatan, cadangan emosional korban burnout terkuras, dan kualitas hubungannya memburuk, ketahanan fisik mereka juga menurun. Mereka tampaknya dalam keadaan tegang dan stres kronis. Lebih sering terkena penyakit ringan, seperti pilek, sakit kepala, insomnia, gangguan kardiovaskular, dan gangguan pencernaan, serta masalah kesehatan serius lainnya.

5. Kinerja menurun, tingkat energi yang tinggi, kesehatan yang baik, dan kondisi prima yang diperlukan saat bekerja dengan kinerja tinggi semuanya bisa habis akibat burnout. Efisiensi dan kualitas kerja mengalami penurunan. Kinerja menurun menyebabkan bekerja menjadi lebih menyakitkan dan kurang menguntungkan, absensi juga akan


(34)

meningkat, selain itu korban burnout sering mengalami kondisi emosional. Tinggal menunggu waktu saja sampai terjadi penurunan yang cukup besar dalam kualitas kinerja. Hasinya adalah penurunan produktivitas.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penderita burnout mengalami emosi negatif sehingga mudah murung dan marah, frustasi dengan menyalahkan diri sendiri atas kegagalan. Depresi berupa kelelahan emosional dan spiritual dimana individu seperti kehabisan energi, masalah kesehatan seperti flu, insomnia, ganguan kardiovaskular dan gangguan pencernaan. Penurunan kinerja yang ahirnya dapat menurunkan produktivitas.

d. IndikatorBurnout

Indikator burnout menurut Yanuar dan Hary (2010) dalam Mahendra dan Mujiati (2015):

1. Kelelahan fisikketidak berdayaan menghadapi situasi kerja ditandai dengan rasa lelah akibat pekerjaan yang dijalani.

2. Kelelahan emosional, ketidak berdayaan mengendalikan emosi menghadapi situasi kerja yang mempengaruhi emosi seseorang ditandai dengan mudah marah karena terperangkap dalam pekerjaan.


(35)

3. Kelelahan mental, ketidakberdayaan menghadapi situasi kerja sebagai akibat adanya tekanan beban kerja yang mempengaruhi jiwa seseorang ditandai dengan depresi atau tertekan.

4. Rendahnya penghargaan diri, ditandai dengan individu tidak pernah merasa puas dengan hasil sendiri.

5. Depersonalisasi, ditandai dengan menjauhnya individu dari lingkungan sekitarnya.

B. Hipotesis

1. Lingkungan Kinerja Non Fisik

Nitisemito (2005)dalam Roring dkk.(2014) mendefinisikan lingkungan kinerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugasnya yang diembankan. Kondisi lingkungan kerja yang menyangkut psikis adalah segala sesuatu yang menyangkut segi psikis dan lingkungan kerja,Wursanto (2009). Lingkungan kerja baik secara fisik maupun psikologis yang mampu memberikan kenyamanan dan keamanan di lingkungan tempat bekerja tentu akan membuat seseorang yang bekerja menjadi merasa betah, dan senang dalam melakukan pekerjaannya, bahkan karyawan akan menganggap lingkungan tempatnya bekerja seperti rumahnya.

Bila seseorang yang bekerja di lingkungan kerja seperti ini maka akan memberikan dampak yang positif bagi pekerjaannya seperti ketenangan


(36)

dalam bekerja, semangat, dan fokus dalam bekerja sehingga akan meningkatkan performanya dalam bekerja yang akan berdampak dalam kinerjanya menjadi lebih baik. Namun hal yang sebaliknya akan terjadi apabila faktor lingkungan kerja tidak diperhatikan dengan benar

Hal ini didukung dengan beberapa penelitian dari Trisno dan Suwarti, 2004 yang dikutip oleh Arianto (2013), hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.

Potu (2013), adapengaruh positif lingkungan kerja secara parsial terhadap kinerja karyawan.

Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Dharmawan (2011) yang membuktikan bahwa lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap kinerja karyawan Hotel Nikki Denpasar dengan nilaistandardized direc effecsebesar 0,204.

H1: Lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan

2. Burnout

Menurut Maslach et al. (2001) dalam Mahendra dan Mujiati (2015),burnoutsebagai sindrom psikologis yang melibatkan respon yang berkepanjangan terhadap stressor interpersonalyang kronis dalam pekerjaannya.John Izzo dalam Luthans (2011), mantan profesional sumber daya manusia di daerah pembangunan kerja, menunjukkan bahwa burnout


(37)

may be the consequence of “losing a sense of the basic purpose and fulfillment of your work”.

Yang bermakna burnout mungkin konsekuensi dari “kehilangan rasa tujuan dasar dan pekerjaan seseorang yang berlebihan”.Kelelahan kerja baik secara fisik maupun psikologis yang konstan atau terus-menerus karena suatu pekerjaan tertentu akan membuat seseorang menjadi mudah lelah, lemas, tidak semangat, tidak fokus dan banyak melakukan kesalahan saat bekerja. Seseorang yang terus bekerja dalam keadaan seperti ini akan mempengaruhi performa kerjanya menjadi buruk dan akan menurunkan kinerjanya.

Hal tersebut didukung dengan penelitian Risambessy (2011) dalam Mahendra dan Mujiati(2015), membuktikan bahwa burnout berpengaruh sinifikan dan negatif, ini menunjukan bahwa tekanan kerja dan sulitnya suatu pekerjaan mempengaruhi tingkat kinerja yang dihasilkan.

Hasil ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Ahmad (2008) dalam Karatepe (2013) yang dikutip kembali oleh Poernomo (2015) menyatakan bahwa ketika kelelahan emosional yang dialami karyawan tinggi, maka kinerja karyawan rendah.

Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Putra (2010) menyatakan bahwa variabel burnoutmemiliki pengaruh yang negatif terhadap kinerja karyawan, yaitu jika variabel burnout naik satu satuan maka kinerja karyawan akan


(38)

turun sebesar 1,616 satuan pada karyawan bagian produksi PT. Tripilar Betonmas Salatiga.

H2: Burnout berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja

karyawan C. Model Penelitian

Berdasarkan hipotesis diatas, maka dapat digambarkan suatu bagan model penelitian mengenai Pengaruh Lingkungan Kerja Non Fisik dan Burnout Terhadap Kinerja Guru SLBN 1 Bantul Yogyakarta sebagai berikut:

Lingkungan Kerja Non Fisik (X1)

Burnout (X2)

Kinerja (Y) Gambar 2.1

Model Penelitian

H -H +


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Obyek/ Subyek Penelitian

1. Obyek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini adalah SLBN 01 Bantul Yogyakarta, mengukur adanya pengaruh lingkungan kerja non fisik dan burnout terhadap kinerja guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta.

2. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta dengan populasi seluruh guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta dengan total sampel yang berjumlah 67 responden.

B. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang bersumber pada data primer.Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber aslinya atau data yang didapat dari sumber pertama baik individu atau perorangan.Data primer pada penelitian ini adalah dari kuesioner dan dokumen SLBN 01 Bantul Yogyakarta.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini merupakan penelitian terhadap populasi.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta berjumlah


(40)

67.Diharapkan data dan hasil yang diperoleh bisa lebih akurat karena langsung meneliti seluruh guru SLBN 01 Bantul Yogyakrta.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan membagikan angket langsung kepada guru SLBN 01 Bantul Yogyakarta.Pembagian angket bertujuan untuk mengetahui pendapat responden mengenai kinerja, lingkungan kerja non fisik, danburnout.

Metode pengolahan data sebagai berikut: 1. Pengeditan (editing)

Pengeditan adalah proses yang bertujuan data yang dikumpulkan dapat memberikan kejelasan, mudah dibaca, konsisten dan lengkap.

2. Pemberian kode (coding)

Pemberian kode adalah cara untuk memberikan kode tertentu terhadap berbagai macam kuesioner untuk dikelompokkan dalam kategori yang sama. 3. Proses pemberian skor (scoring)

Setiap pihan jawaban responden diberikan skor atau bobot yang disusun secara bertingkat berdasarkan skala likert.

Untuk angket lingkungan kerja, burnout dan kinerja, skor yang diberikan adalah sebagai berikut:

a. Sangat Setuju (SS) = 5 yang artinya sangat baik.


(41)

c. Kurang Setuju (KS) = 3 yang artinya cukup.

d. Tidak Setuju (TS) = 2 yang artinya tidak baik.

e. Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 yang artinya sangat tidak baik.

E. Definisi Operasionel Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, oprasionalisasi menguraikan tentang indikator yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian, baik variabel independen maupun variabel dependen.

Variabel Dependen (Terikat)

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel Kinerja

Definisi Variabel Dimensi / Indikator Skala Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil

kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pergawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Mangkunegara (2013)

1. Kuantitas dan kualitas kerja 2. Efisiensi karyawan

3. Standar kualitas karyawan 4. Usaha karyawan

5. Pelaksanaan tugas 6. Pengetahuan karyawan 7. Tingkatkreativitas karyawan Jansen (2001) dalam Mas’ud (2004) yang dikutip kembali oleh Narani (2010).


(42)

Variabel Independen (Bebas)

Tabel 3.2

Definisi Operasional Variabel Lingkungan Kerja Non Fisik

Definisi Variabel Dimensi / Indikator Skala Lingkungan kerja non fisik adalah segala

sesuatu yang menyangkut segi psikis dari lingkungan kerja. Wursanto (2009)

1. Pengawasan 2. Suasana kerja 3. Pemberian 4. Perlakuan baik

5. Kesempatan untuk mengembangkan karir. 6. Ada rasa aman

7. Hubungan berlangsung secara serasi 8. Para anggota mendapat perlakuan adil Wursanto (2009), seperti dikutip oleh Dharmawan (2011)

Likert

Tabel 3.3

Definisi Operasional VariabelBurnout

Definisi Variabel Dimensi / Indikator Skala

Burnout merupakan sindrom psikologis yang melibatkan respon yang berkepanjangan terhadap stressor interpersonal yang kronis dalam pekerjaannya. Maslach et al. (2001), dalam Mahendra dan Mujiati (2015)

1. Kelelahan fisik 2. Kelelahan emosional 3. Kelelahan mental

4. Rendahnya penghargaan diri 5. Depersonalisasi

Maslach dalam Diaz (2007) seperti dikutip kembali oleh Hidayatullah (2016)


(43)

F. Uji Kualitas Instrumen dan Data

1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.Kriteria yang digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu data adalah jika r-hitung (koefisien korelasi) lebih besar dari r-tabel (nilai kritis) maka dapat dikatakan valid. Selain itu jika nilai sig < 0,05(α = 5%) maka pernyataan dapat dikatakan valid dan jika nilai sig > 0,05 (α = 5%), maka penyataan dikatakan tidakvalid. (Ghozali, 2011).

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menunjukkan sejauhmana tingkat stabilitas dan konsistensi dari jawaban seseorang atas kuesioner tersebut, sehingga memberikan hasil relatif konsisten jika pengukuran tersebut diulangi. Uji reliabilitas dapat dilakukan dengan dua cara:

a. Pengukuran ulang atau repeated measure, pada hal ini responden diberikan pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda dan kemudian dilihat apakah jawaban dari responden hasilnya tetap konsisten atau tidak.

b. Pengukuran sekali atau one shot, dalam hal ini pengukuran hanya dilakukan sekali saja dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan


(44)

pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Menurut Nunnally (1994) dalam Ghozali (2011) suatu variabel dikatakan reliabel apabila nilai cronbach alpha> 0,70. Pengukuran ini menggunakan SPSS dengan uji statistikcronbach alpha(α).

G. Uji Asumsi Klasik

1. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel residual memiliki distribusi normal.Dalam mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2011).

a. Analisis Grafik

Dalam analisis ini dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal.Selain melihat grafik histogram maka perlu melihat normalprobabilityplot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.

b. Analisis Statistik, uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilaikurtosisdanskewnessdari residual.

2. Uji multikolinieritas, bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi maka variabel-variabel ini tidak


(45)

orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol, Ghozali (2011). 3. Uji heteroskedastissitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residualsatu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan sebaliknya apabila berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas, Ghozali (2011).

H. Tehnik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Tehnik Analisis Data, tehnik analisis data yang digunakan yaitu, regresi linier berganda. Analisis regresi ganda digunakan oleh peneliti, bila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi analisis regresi ganda akan dilakukan bila jumlah variabel independennya minimal 2, menurut Sugiono (2015). Pengujian hipotesis dilakukan dengan persamaan regresi berganda dengan rumus:

Y = a + b1X1+b2X2

Keterangan: Y = kinerja a = konstanta


(46)

X2= burnout

a. Uji t (test), dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh secara parsial terhadap kinerja (variabel dependen) dengan:

1) Menentukan formulasi H0 dan Ha

Ho : b1 = 0, berarti tidak ada pengaruh dari masing-masing

variabel bebas (x) terhadap variabel terikat (y).

Ha : b2 ≠ 0, berarti ada pengaruh ada pengaruh dari

masing-masing variabel bebas (x) terhadap variabel terikat (y). 2) Menentukan drajat kepercayaan 95% (α= 0,05)

3) Menentukan signifikansi

Nilai signifikansi ( Pvalue ) ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Nilai signifikansi ( Pvalue ) > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

b. Uji f

1) Menentukan formulasi hipotesis

Ho : b1= 0, berarti tidak ada pengaruh dari masing-masing variabel

bebas (x) terhadap variabel terikat (y).

Ha : b2≠ 0, berarti ada pengaruh ada pengaruh dari masing-masing

variabel bebas (x) terhadap variabel terikat (y). 2) Menentukan drajat kepercayaan 95% (α= 0,05)


(47)

3) Menentukan signifikansi

Nilai signifikansi ( P value ) ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Nilai signifikansi ( P value ) > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

2. Pengujian Hipotesis

a. Uji t, untuk menguji signifikansi pengaruh variabel lingkungan kerja non fisik dan burnout terhadap kinerja karyawan. Cara melakukan uji t menurut Ghozali (2011) adalah sebagai berikut:

1) Quick look: bila jumlah degree of freedom (df) adalah ≥ 20 dan derajat kepercayaan sebesar 5%, maka H0 yang menyatakan bi = 0 dapat ditolak bila nilai t besar dari 2 (dalam nilai absolute). Dengan kata lain menerima hipotesis yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen. 2) Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel.

Apabila nilai statistik t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan nilai t tabel, maka menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen.


(48)

b. Uji F, untuk menguji ketepatan model dalam memprediksi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Cara melakukan uji F menurut Ghozali (2011) adalah sebagai berikut :

1) Quick look :apabila nilai F > 4, maka H0 dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%, dengan kata lain menerima hipotesis yang menyatakan bahwa suatu variabel independen serentak dan signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen.

2) Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel. Bila nilai F hitung > dari nilai F tabel, maka h0 ditolak dan menerima Ha.


(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Oyek Penelitian

1. Identitas Sekolah

a. Nama Sekolah : SLB Negeri 1 Bantul

(Eks. SLB Negeri 3 Yogyakarta)

b. Status Sekolah : Negeri

c. Jenis Pelayanan : Tunanetra (A) Tunarungu (B)

Tunagrahita Ringan (C) Tunagrahita Sedang (C1) Tunadaksa (D)

Tunadaksa Ringan (D1) Autis

d. Alamat lengkap : Jl. Wates 147, km. 3, Ngestiharjo

Kecamatan : Kasihan

Kabupaten : Bantul (kode pos: 55182)

Provinsi : Daerah Istimewa Yogyakarta

Nomer Telepon : (0274) 374410


(50)

E-mail :slbn1bantul@yahoo.co.id

Website :www.slbn1bantul.sch.id

e. NSS : 92.104.01.03.002

f. NPSN : 20400162

g. NPWP : 00.054.147.3.543.000

h. Izin Operasional :

1) SK. 106/0/1996 tentang pendirian SLB Negeri Bantul, tanggal 23 April 1996

2) SK. Gubernur No.126/2003 tentang perubahan nama dari SLB Negeri Bantul menjadi SLB Negeri 3 Yogyakarta, tanggal 1 Oktober 2003 3) SK. Gubernur No. 40 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan

gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta no. 36 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja UPTD dan UPLTD Prov DIY

i. Tanah dan Bangunan : Status tanah : Hak Pakai No. 00005 Nama Pemegang Hak : Pemerintah Prov DIY

Luas Tanah : 29.562 m2

Luas Bangunan : 11.440 m2

No. Sertifikat Tanah : 13.01.03.02.2.00005 Penerbitan Sertifikat : Bantul, 22-03-2006 j. Nama Kepala Sekolah : Muh. Basuni, S.Pd


(51)

k. SK. Kepala Sekolah : SK. Gubernur DIY. No. 273/Pem.D/UP/D.4, Tanggal 11 September 2013

l. Kondisi Sekolah : Baik (70%), Rusak ringan (20%), Rusak berat (10%)

2. Sejarah Singkat Sekolah

Tahun 1971 merupakan tahap rintisan. Alumni sekolah guru pendidikan luar biasa (SGPLB) merintis SLB A untuk tunetra dan SLB C untuk tunanetra, di kelas khusus lokal SD Klitren, Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta. Jumlah siswa tunanetra = 2, Tunagrahita = 13. Tahun 1972, perinntisan SLB untuk SLB B untuk tunarungu wicara dan SLB C untuk tunagrahita di kompleks SMEA Sutodirjan, Kecamatan Ngampilan, Yogyakarta (pada waktu itu SGPLB juga menempati komplek tersebut). Jumlah siswa tunarungu = 9 siswa dan tunagrahita = 18 siswa.

Tahun 1973, perintisan SLB D untuk tundaksa berjumlah = 9 siswa, menempati rumah Bapak Hadisudarmo, salah seorang wali siswa, yang beralamat di Condronegaran MD. 3/ 78 Kecamatan Mantrirejon, Yogyakarta. Tahun 1976, SLB B dan SLB C Sutodirjan pindah kejalan Bintaran Tengah No. 3, mengikuti SGPLB yang pada waktu itu juga menempati gedung tersebut. Tahun 1977, SLB A, B,C dan D pindah ke jalan Wates 147, Desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul mengukuti kepindahan SGPLB yang telah mempunyai gedung permanen.


(52)

Adapun perintis berdirinya SLB tersebut adalah: 1. Sukendra

2. Marsudi hadiwarsito 3. Siti rahayu Ds.

Kepala SLB Latihan dijabat oleh kepala SGPLB Negeri Yogyakarta. Tahun 1990-1996, dengan adanya perkembangan jumlah siswa, maka diatur adanya pengelola yang defnitip, dengan setatus guru (DPK) yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah, sbb:

SLB A (Tunanetra) Drs. Rustanto

SLB B (Tunarungu Wicara) Dra. Sukartinah

SLB C (Tunagrahita) Dra. Sri Sarwasih

SLB D (Tunadaksa) Drs. Marsudi Hadiwarsito

Setelah SGPLB alih fungsi, maka SLB latihan SGPLB menempati seluruh bangunan, kecuali asrama yang dikelola langsung oleh Kanwil P dan K Provinsi DIY. Tahun 1996, SLB A,B,C, dan D menjadi sekolah baru berstatus Negeri bernama “SLB Negeri Bantul” dengan SK. Mendikbud No. 106/O/1996. SLB tersebut menempati areal tanah eks. SGPLB di jalan Wates 147, km. 3 desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Propinsi DIY.

Luas areal tanah 29.562 m2. Layanan pendidikan untuk anak tunanetra (A) Tunarungu (B), Tunagrahita (C/C1), dan Tunadaksa (D). Tahun 2003, dengan adanya otonomi daerah, berdasarka SK Gubernur nomor 125/2003 tanggal 1


(53)

Oktober 2003, maka SLB Negeri Bantul berubah nama menjadi “SLB Negeri 3 Yogyakarta” yang secara resmi mulai digunakan pada tanggal 19 April 2004. Mulai tahun pelajaran 2003/2004 layanan pendampingan dan suporting system di sekolah penyelenggara pendidikan inklusi (SPPI) dalam rangka uji coba pendidikan inklusi. Selanjutnya dilaksanakan restrukturisasi dan revitalisasi dalam rangka optimalisasi fungsi sarana prasarana untuk klinik rehabilitasi dan Resouce Center Pendukung Inklusi (RC IX Propinsi DIY).

Mulai tahun pelajaran 2005/2006 dibuka layanan klinik rehabilitas, bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Gigi, RS Sardjito Yogyakarta, Fakulta Psikologi UGM/UAD, Puskesmas Kecamatas Kasihan Bantul, Akademi Fisioterapi Yogyakarta dan UNY sebagai peningkatan layanan sosiologis, psikologis, medis, dan vokasional bagi semua anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri 1 Bantul maupun SLB sekitarnya. Pada tahun ini pula, dirintis layanan pendidikan/ pelatihan anak autis.

Tahun 2010, dengan adanya perubahan struktur organisasi pemerintahan baik di pusat maupun di daerah maka berdasarka SK. Gubernur No. 40 Tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan Gubernur DIY No. 36 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja UPTD dan UPLTD Propinsi DIY maka SLB Negeri 3 Yogyakata berubah nama kembali menjadi “SLB Negeri 1 Bantul”.

Kepala Sekolah Luar Biasa Yang Pernah Menjabat adalah : 1. Drs. Susanto (Tahun 1996-2003)


(54)

2. Dra. Sri Suwarsih (Tahun 2003-2010) 3. Dwi Hidayat, SIP (Tahun 2010-2012)

4. Martina Tri Wantini, S.Pd. (Tahun 2012-2013) 5. Muh. Basuni, M.Pd (Tahun 2013-Sekarang)

3. Tugas Pokok Fungsi Sekolah Luar Biasa Negeri

1. Fungsi dan Tugas

Fungsi :SLB Negeri mempunyai fungsi penyelenggaraan pendidikan luar biasa.

Tugas :

a. Menyelenggarakan pelayanan pendidikan luar biasa dari tingkat Persiapan, Dasar, Lanjutan dan Menengah.

b. Menyelenggarakan rehabilitasi dan pelayanan khusus bagi anak-anak luar biasa

c. Melakukan publikasi yang menyangkut pendidikan luar biasa.

d. Menyelenggarakan pelatihan kerja bagi anak luar biasa dari berbagai jenis ketunaan.

e. Melaksanakan kegiatan ketatausahaan 2. Fasilitas Pendukung

Untuk menunjang fungsi Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul, didukung dengan:


(55)

b. UKS dan klinik rehabilitasi

c. Sanggar kerja terlindung (Shellter Workshop) d. Pusat informasi dan teknologi

e. Perpustakaan f. Asrama siswa

g. Fasilita olahraga dan tempat bermain h. Tempat ibadah

4. Visi, Misi, Tujuan dan Struktur Kelembagaan 1. Visi SLB Negeri 1 Bantul

a. Terwujudnya SLB Negeri 1 Bantul sebagai lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pelatihan ketrampilan yang berkualitas sesuai dengan kondisi, potensi, kemampuan, dan kebutuhan individu siswa.

b. Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pembelajaran serta layanan program khusus sesuai dengan kondisi, potensi, dan kemampuan, dan kebutuhan individu siswa.

2. Misi SLB Negeri Bantul

Untuk mencapai visi tersebut, SLB Negeri Bantul menetapkan misi sbb: a. Megembangkan pusat sumber pendukung penyelenggaraan sistem

pendidikan inklusi mulai dari jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.


(56)

b. Menyelenggarakan habilitasi dan rehabilitasi secara profesional dengan layanan medis, sosial, psikologi dan vokasional.

c. Meningkatkan profesionalitas tenaga pendidik, kependidikan, dan non kependidikan.

d. Memiliki sistem manajemen dan keuangan yang transparan, akuntabel, dan partisipatori.

e. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif, ramah, dan aksesibel untuk semua warga sekolah.

f. Menggunakan teknologi informasi yang handal.

g. Memperluas jaringan dan peran masyarakat dan dunia usaha dala layanan pendidikan, pelatihan dan penempatan siswa.

3. Tujuan SLB Negeri 1 Bantul, 4 tahun ke depan:

Untuk mencapai cita-cita lembaga, maka SLB Negeri 1 Bantul merasa perlu menetapkan tujuan dari rencana induk pengembangan sekolah yang ditetapkan sebagai program jangka menengah sebagai berikut:

Pada ahir tahun pelajaran 2015/2016 SLB N 1 Bantul telah:

a. Menyelenggarakan pembelajaran yang didasarkan pada kurikulum tingkat satuan pendidikan yang telah disesuaikan dengan kondisi, potensi, kemampuan, dan kebutuan individu siswa.


(57)

b. Menyelenggarakan pembelajaran yang menggunakan strategi, metode, media dan teknik evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi, potensi, kemampuan dan kebutuhan individu siswa.

c. Menyelenggarakan pendekatan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif efektif dan menyenangkan.

d. Menyelenggarakan sistem pembelajaran secara inklusisf melalui kerjasama dengan sekolah reguler.

e. Menyelenggarakan pelatihan ketrampilan yang berbasis kondisi, potensi, kemampuan dan kebutuhan individu siswa serta disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

f. Menyelenggarakan habilitasi dan rehabilitasi secara profesional dengan layanan medis, sosial, psiikologis dan vokasional bagi warga sekolah (termasuk sekolah inklusi) dan masyarakat di lingkungan sekolah yang membutuhkan.

g. Menyelenggarakan pemenuhan sarana dan prasarana yang diperlukan bagi kelancaran proses pembelajaran dan layanan siswa.

h. Menyelenggarakan dan mengikut sertakan para tenaga pendidik dan kependidikan dalam berbagai pelatihan, lanjutan studi, dan sertifikasi sehingga tenaga pendidikan dan kependidikan memenuhi standar nasional pendidikan.


(58)

i. Menyelenggarakan sistem manajemen berbasis sekolah (MBS) secara profesional, transparan, akuntabel dan partisipatorik.

j. Menyelenggarakan sistem keuangan secara profesional, transparan, akuntabel dan partisipatorik.

k. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusisf, ramah, aksesibel untuk semua warga sekolah.

l. Menggunakan teknologi informasi yang handal pada sistem manajemen, pembelajaran dan penyebarluasan informasi.

m. Melakukan penyebarluasan informasi keberadaan sekolah kepada masyarakat luas.

n. Membangun kerjasama dengan pihak terkait dalam mengakses sumber dana, tenaga ahli, sarna/prasarana, ilmu pengetahuan dan teknologi, kompetensi/kelanjutan studi tenaga pendidik / kependidikan/ non kependidikan, kelanjutan studi siswa, pengembangan sistem pendidikan inklusi dan perolehan kesempatan kerja alumni.


(59)

Gambar 4.1

Struktur Kelembagaan SLB N 01 Bantul

Sumber: SLBN 01 Bantul

WAKIL KEPALA SEKOLAH URUSAN

PENGAJARAN

URUSAN PEMBINAAN

KESISWAAN URUSAN SARANAPRASARANA URUSANHUMAS

KOORDINATOR JURUSAN

A B C C1 D D1 AUTIS

KEPALA DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN

KEPALA

KOMITE SEKOLAH

RESOURCECENTERIX

KLINIK REHABILITASI SANGGAR KERJA T.I DAN KOMUNIKASI

PERPUSTAKAAN LABORATORIUM MIPA

ASRAMA

TENAGA AHLI DAN KONSULTAN

KASUBAG TATA USAHA

URUSAN


(60)

B. Hasil Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dengan menyebar kuesioner secara langsung kepada responden, jumlah guru di SLB N 01 Bantul Yogyakarta sebanyak 85, 73 orang adalah guru tetap dan 4 orang adalah guru honorer. Data tersebut di dapat dari staf yang bekerja di SLB N 01 Bantul Yogyakarta bagian tata usaha (TU) tahun 2016. Dari 85 kuesioner yang di berikan yang di isi atau di kembalikan hanya 67 kuesioner, sehingga kuesioner yang dianalisis hanya 67 responden, dan di jawab dengan baik oleh responden.

C. Karakteristik responden

Karakteristik responden diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang disebarkan, hanya 67 orang responden yang menjawab kuesioner di SLB N 01 Bantul Yogyakarta. Dalam penelitian ini responden dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia, status, status perkawinan, pendidikan terahir, masa bekerja dan penghasilan. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini.


(61)

Tabel 4.1

Karakteristik Responden

No Keterangan Frekuensi Persentase (%)

1 Jenis Kelamin

Perempuan 50 75

Laki-laki 17 25

2 Usia

20-30 19 28,5

31-40 6 9

41-50 23 34

> 50 19 28,5

3 Pendidikan

SLTP 0 0

SLTA 0 0

Diploma/Sarjana 64 96

Lain-Lain 3 4

4 Golongan/Pangkat

IV a 16 24

IV b 1 1

III a 4 6

III b 11 16,5

III c 8 12

III d 9 13,5

(-)/tidak ada 18 27

5 Status Pernikahan

Belum Menikah 15 22,5

Menikah 49 73

Janda 3 4,5

Duda 0 0

6 Lama Bekerja

<1 th 14 21

1-2 th 3 4

>2 th 50 75

7 Penghasilan

<1 Jt 3 4

1-2 Jt 14 21

>2 Jt 50 75


(62)

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 67 orang responden penelitian, sebanyak 50 rensponden (75%) mayoritas berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 19 responden (28,5%) berusia 20-30 tahun dan >50 tahun. 64 responden (96%) berpendidikan diploma/sarjana, sebanyak 18 responden (27%) tidak mempunyai pangkat atau tidak memberikan keterangan. 49 responden (73%) berstatus menikah, sebanyak 50 responden (75%) telah bekerja di SLB N 01 Bantul Yogyakarta lebih dari 2 tahun dan dengan jumlah responden yang sama yaitu 75% berpenghasilan lebih dari 2 juta.

D. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif mendeskripsikan suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,kurtosis dan skewness atau kemencengan distribusi (Ghozali, 2011).Cara yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya interval kelas (i) adalah :

Range = angka terbesar-angka terkecil

Angka terbesar = 5 Angka terkecil = 1

Range = 5-1 = 4


(63)

1,0 – 1,8 = sangat rendah 1,9 – 2,7 = rendah 2,8 – 3,6 = cukup 3,7 – 4,5 = tinggi

4,6 – 5,0 = sangat tinggi

Variabel dalam penelitian ini adalah kinerja, lingkungan kerja non fisik, dan burnout. Statistik deskriptif dari vaiabel tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2

Statistik Deskriptif Variabel Kinerja Pernyataan

N Minimum Maximum Mean DeviationStd. Kuantitas dan

kualitas 67 3 5 4,13 0,548

Efisiensi

Karyawan 67 3 5 4,19 0,5

Standar kualitas

karyawan 67 3 5 4,15 0,53

Usaha

Karyawan 67 3 5 4,3 0,523

Pelaksanaan

tugas 67 3 5 4,07 0,437

Pengetahuan

karyawan 67 3 5 4,12 0,508

Kreativitas

karyawan 67 3 5 4,03 0,521

Valid N

(listwise) 67 4,14

Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 5.

Pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa statistik deskriptif responden dalam memberikan penilaian variabel kinerja, variabel kinerja menunjukkan jumlah


(64)

rata-rata 4,14yang artinya kinerja yang dimiliki tinggi. Skor minimum pada kreativitas karyawan, sedangkan skor maksimum yaitu dalam bekerja responden berusaha dengan lebih keras dari pada seharusnya.

Tabel 4.3

Statistik Deskriptif Variabel Lingkungan Kerja Non Fisik Pernyataan

N Minimum Maximum Mean DeviationStd.

Pengawasan 67 1 5 3,7 0,628

Rasa aman 67 1 5 3,79 0,64

Suasana

kerja 67 2 5 3,94 0,574

Pemberian

imbalan 67 1 5 3,9 0,581

Perlakuan

baik 67 2 5 3,99 0,59

Kesempatan pengembang

an karier 67 1 5 3,82 0,601

Perlakuan

adil 67 1 5 3,67 0,637

Hubungan

kerja 67 1 5 3,63 0,693

Valid N

(listwise) 67 3,8

Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 5.

Pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa statistik deskriptif responden dalam memberikan penilaian variabel lingkungan kerja non fisik , variabel lingkungan kerja non fisik menunjukkan jumlah rata-rata 3,8 yang artinya lingkungan kerja non fisik saat bekerja masuk dalam katergori tinggi atau baik. Skor minimum yaitu hubungan kerja kurang terjalin harmonis, informal dan penuh kekeluargaan


(65)

sedangkan skor maksimum yaitu responden mendapatkan pelakuan baik, tidak disamakan dengan robot.

Tabel 4.4

Statistik Deskriptif VariabelBurnout

Pernyataan

N Minimum Maximum Mean DeviationStd.

Merasa lelah 67 1 5 3,03 0,904

Sebelum bekerja

merasa kelelahan 67 1 5 2,87 0,886

Sukar berpikir 67 1 4 2,72 0,849

Lelah berbicara 67 1 4 2,7 0,759

Daya pikir

menurun 67 1 4 2,78 0,775

Tidak tenang 67 1 5 2,78 0,902

Merasa cemas 67 1 4 2,69 0,891

Merasa gugup 67 1 4 2,73 0,845

Tidak

berkonsentrasi 67 1 5 2,31 0,783

Bertindak lamban 67 1 3 2,31 0,722

Kurang percaya

diri 67 1 4 2,31 0,783

Tidak tekun 67 1 4 2,16 0,771

Enggan cekatan 67 1 3 2,19 0,743

Tidak perhatian 67 1 5 2,49 0,805

Enggan menatap

orang 67 1 4 2,34 0,827

Cenderung lupa 67 1 4 2,73 0,845

Valid N (listwise) 67 2,57

Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 5.

Pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa statistik deskriptif responden dalam memberikan penilaian variabel burnout, variabel burnout menunjukkan jumlah rata-rata 2,57yang artinya tingkat burnout yang dialami oleh guru atau tenaga


(66)

pengajar adalah cukup tinggi. Skor minimum yaitu responden tidak tekun sedangkan skor maksimum yaitu responden merasa lelah diseluruh tubuh.

E. Uji Kualitas Instrumen 1. Hasil Uji Validitas

Menurut Ghozali (2011) uji validitas merupakan pengujian yang menunjukkan valid atau tidaknya suatu kuesioner. Teknik pengukuran validitas dalam penelitian ini menggunakanPearson’s Correlation Product Moment dengan mengkorelasikan skor masing-masing item indikator pertanyaan dengan skor butir pertanyaan tersebut. Kriteria pengambilan keputusan untuk menyatakanvalidyaitu :

a. Jika nilai signifikasi < 0,05 (α = 5%), maka pernyataan dinyatakanvalid. b. Jika nilai signifikasi > 0,05 (α = 5%), maka pernyataan dinyatakan tidak

valid.

Hasil uji validitas terhadap indikator pertanyaan dari semua variabel ditunjukkan dalam tabel-tabel berikut:


(67)

Tabel 4.5

Hasil Uji Validitas Indikator Kinerja

Variabel Item Hasil UjiValiditas Keterangan

Kinerja

Kuantitas dan kualitas 0 VALID

Efisiensi Karyawan 0 VALID

Standar kualitas karyawan 0 VALID

Usaha Karyawan 0 VALID

Pelaksanaan tugas 0 VALID

Pengetahuan karyawan 0 VALID

Kreativitas karyawan 0 VALID

Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 6.

Berdasarkan tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa semua indikator pertanyaan dalam kuesioner tersebut dinyatakan valid, karena nilai signifikansi seluruh indikator variabel < 0,05 (α = 5%). Hal ini berarti semua pertanyaan dalam kuesioner tersebut mengungkapkan apa yang akan diukur oleh kuesioner tersebut dan indikator dalam pertanyaan kinerja tersebut layak digunakan untuk uji selanjutnya.


(68)

Tabel 4.6

Hasil Uji Validitas Lingkungan Kerja Non Fisik

Variabel Item Hasil UjiValiditas Keterangan

Lingkungan Kerja Non Fisik

Pengawasan 0 VALID

Rasa aman 0 VALID

Suasana kerja 0 VALID

Pemberian imbalan 0 VALID

Perlakuan baik 0 VALID

Kesempatan pengembangan karier 0 VALID

Perlakuan adil VALID

Hubungan kerja 0 VALID

Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 6.

Berdasarkan tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa semua indikator pertanyaan dalam kuesioner tersebut dinyatakan valid, karena nilai signifikansi seluruh indikator variabel < 0,05 (α = 5%). Hal ini berarti semua pertanyaan dalam kuesioner tersebut mengungkapkan apa yang akan diukur oleh kuesioner tersebut dan indikator dalam pertanyaan lingkungan kerja non fisik tersebut layak digunakan untuk uji selanjutnya.


(69)

Tabel .

Hasil Uji Validitas I dikatorBurnout

Variabel Item Hasil Uji Validitas Keterangan

Burnout

Merasa lelah 0 VALID

Sebelum bekerja merasa kelelahan 0 VALID

Sukar berpikir 0 VALID

Lelah berbicara 0 VALID

Daya pikir menurun 0 VALID

Tidak tenang 0 VALID

Merasa cemas 0 VALID

Merasa gugup 0 VALID

Tidak berkonsentrasi 0 VALID

Bertindak lamban 0 VALID

Kurang percaya diri 0 VALID

Tidak tekun 0 VALID

Enggan cekatan 0 VALID

Tidak perhatian 0 VALID

Enggan menatap orang 0 VALID

Cenderung lupa 0 VALID

Sumber: data diolah, 2017. Lampiran 6.

Berdasarkan tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa semua indikator pertanyaan dalam kuesioner tersebut dinyatakan valid, karena nilai signifikansi seluruh indikator variabel < 0,05 (α = 5%). Hal ini berarti semua pertanyaan dalam kuesioner tersebut mengungkapkan apa yang akan diukur oleh kuesioner tersebut dan indikator dalam pertanyaan burnout tersebut layak digunakan untuk uji selanjutnya.

2. Hasil Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menunjukkan sejauhmana tingkat stabilitas dan konsistensi dari jawaban seseorang atas kuesioner tersebut, sehingga memberikan hasil


(70)

relatif konsisten jika pengukuran tersebut diulangi. Menurut Nunnally (1994) dalam Ghozali (2011) suatu variabel dikatakan reliabel apabila nilai cronbach alpha> 0,70.

Tabel 4.8 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Koefisien Keterangan

Cronbach Alpha

Kinerja 0.857 Reliabel

Lingkungan Kerja Non Fisik 0.909 Reliabel

Burnout 0.904 Reliabel

Sumber: data diolah, lampiran 7.

Berdasarkan tabel 4.8 dapat disimpulkan bahwa hasil uji reliabilitas menunjukkan semua variabel dalam penelitian memiliki nilai koefisien cronbach alpha> 0,70, maka instrumen dalam setiap variabel penelitian dikatakan reliabel.

F. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel residual memiliki distribusi normal.Dalam mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistic (Ghozali, 2011).

a. Analisis Grafik

Dalam analisis ini dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati


(71)

distribusi normal.Selain melihat grafik histogram maka perlu melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.

b. Analisis Statistik, uji statistic sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan skewness dari residual.

Hasil uji normalitas dalam penelitian ini ditunjukkan oleh grafik dan tabel sebagai berikut:

Sumber: data diolah, lampiran 8.

Berdasarkan grafik 4.2 dapat di simpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal karena pada grafik tersebut memperlihatkan bahwa data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti pola diagonal atau simetris.

Gambar 4.2


(72)

Sumber: data diolah, lampiran 8.

Berdasarkan grafik 4.3 dapat disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal.dan pada grafik 2 memperlihatkan bahwa titik-titik menyebar disekitar garis diagonal.

Non Parametic Test

Tabel 4.9

Hasil uji Non Parametik Tes Unstandardized Residual

Signifikan 0, 200

Sumber: data diolah, lampiran 8.

Gambar 4.3


(73)

Berdasarkan tabel 4.9 pada uji non parametic testnilai signifikansinya adalah 0,200, hal ini berarti bahwa data tersebut adalah berdistribusi normal.

Karena nilai signifikansi > 0,005. Hasil dari non parametic test ini konsisten dengan hasil grafik yang sebelumnya yang menyatakan bahwa data tersebut berdistribusi normal.

2. Uji Multikolonieritas

Bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi maka variabel-variabel ini tidakorthogonal. Variabelorthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol, Ghozali (2011). Hasil uji multikolonieritas dapat dilihat dibawah ini :

Tabel 4.10

Hasil Uji Multikolonieritas

Sumber: data diolah, lampiran 8.

Va ia el Tole a e VIF Kete a ga

Li gku ga Ke ja No Fisik . . Tidak te jadi ultikoli ie itas

Burnout

. .


(74)

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa nilai tolerance value> 0,10 atau nilai VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan sebaliknya apabila berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas, Ghozali (2011). Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.11

Hasil Uji Heteroskedastisitas

mber: data diolah, lampiran 8.

Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa nilai probabilitas lebih besar dari 5%, dengan demikian variabel yang diajukan dalam penelitian tidak terjadi heteroskedasitas.

Va ia el Sig Batas Kete a ga

Li gku ga Ke ja No Fisik

. > ,

Tidak te jadi hete oskedasitas Bu out . > , Tidak te jadi hete oskedasitas


(75)

G. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis)

Tehnik analisis data yang digunakan yaitu, regresi linier berganda. Analisis regresi ganda digunakan oleh peneliti, bila peneliti bermaksudmeramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi analisis regresi ganda akan dilakukan bila jumlah variabel independennya minimal 2, menurut Sugiono (2015). Dalam model analisis regresi linier berganda akandiuji secarauji F maupun secara parsial (uji t).

Ringkasan hasil analisis regresi linier berganda yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.12

Hasil Uji Regresi linier Berganda

Va ia el B t hitu g Sig t Kete a ga

Co sta t ,

Li gku ga ke ja o fisik , , . Sig ifika

Burnout - , - , . Sig ifika

F hitu g ,

Sig F .

Adj R s ua e .


(76)

1. Uji F

Berdasarkan uji F, diperoleh nilai F-hitung sebesar 17,037dengan probabilitas (p) = 0,000. Berdasarkan ketentuan uji F dimana nilai probabilitas (p) < 0,05, dapat disimpulkan bahwa variabel lingkungan kerja non fisik danburnoutsecara berpengaruh signifikan terhadap kinerja.

2. Uji Regresi Parsial (uji t)

a. Lingkungan Kerja Non Fisik

Berdasarkan uji regresi parsial, diperoleh nilai t-hitung sebesar 5,287 koefisien regresi (beta) 0,545dengan probabilitas (p) = 0.000. Berdasarkan hasil olah data dimana nilai probabilitas (p) < 0,05 dapat disimpulkan bahwa H1 lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kinerja karyawan diterima. Ini menunjukkan semakin tinggi lingkungan kerja non fisik dari seseorang akan semakin tinggi juga kinerja yang dimiikinya.

b. Burnout

Berdasarkan uji regresi parsial, diperoleh nilai t-hitung sebesar -3,467

koefisien regresi (beta) -0,357 dengan probabilitas (p) = 0,001. Berdasarkan hasil olah data dimana nilai probabilitas (p) < 0,05 dapat disimpulkan bahwa H2burnoutberpengaruh negatif signifikan terhadap


(77)

kinerja karyawan diterima. Ini menunjukkan semakin tinggiburnoutdari seseorang maka akan semakin rendah kinerja yang dimilikinya.

c. Koefisien Determinasi (R2)

Besar pengaruh lingkungan kerja non fisik dan burnoutsecara simultan terhadap kinerja karyawan ditunjukkan oleh nilai Adjusted R Square sebesar 0.327. Artinya, 32,7% kinerja karyawan dipengaruhi oleh lingkungan kerja non fisik danburnout.

H. Hasil Penelitian dan Pembahasan (Interpretasi)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh lingkungan kerja non fisik danburnout terhadap kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta.Pengertian kinerja menurut Mangkunegara (2013) istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas. Selanjutnya pembahasan untuk masing-masing hipotesis penelitian dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengaruh positif lingkungan kerja non fisik terhadap kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa thitung sebesar 5,287 koefisien

regresi (beta) 0,545dengan probabilitas (p) = 0.000.Berdasarkan hasil olah data dimana nilai probabilitas (p) < 0,05 dapat disimpulkan bahwa dukunganlingkungan kerja non fisik berpengaruh positif dan signifikan


(78)

terhadap kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta. Hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh lingkungan kerja non fisik terhadap kinerja guru terbukti.Hal tersebut menunjukkan kenaikan lingkungan kerja non fisik di SLB N 01 Bantul Yogyakarta sebesar satu persen maka akan menaikkan kinerja karyawan sebesar 54,5%.

Hal ini menunjukkan bahwa pabila lingkungan kerja non fisik ditingkatkan atau lebih diperhatikan oleh pimpinan SLB N 01 Bantul Yogyakarta, maka akan mampu meningkatkan kinerja guru. Lingkungan kerja non fisik yang tinggi cenderung mendukung karyawannya untuk lebih semangat dalam menjalankan tugasnya, seperti memberikan dukungan moral kepada rekan kerja, maupun bawahannnya. Lingkungan kerja non fisik tinggi yang dimiliki oleh guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta ditunjukkan dengan jawaban responden yakni SLB N 01 Bantul Yogyakarta telah memberikan kesempatan pada karyawan untuk mengembangkan diri dan diperlakukan secara adil di lingkungan kerja.

Penelitian dari Dharmawan (2011) yang membuktikan bahwa lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap kinerja karyawan Hotel Nikki Denpasar dengan nilai standardized direc effecsebesar 0,204. Pengaruh positif menunjukkan bahwa semakin tinggi atau semakin baik lingkungan kerja non fisik maka akan kinerja karyawan juga akan semakin baik atau meningkat. Sebaliknya


(79)

semakin rendah lingkungan kerja non fisik yang ada maka kinerja karyawan juga akan semakin menurun atau rendah.

Lingkungan kerja non fisik merupakan kekuatan yang mendorong seseorang untuk lebih baik dalam menjalankan tugas yang diberikan. Tinggi rendahnya lingkungan kerja non fisik akan menentukan besar kecilnya kinerja seorang karyawan. Lingkungan kerja non fisik dapat memberikan semangat, aman, dan kenyamanan dalam bekerja, oleh karena itu lingkungan kerja non fisik karyawan berbanding lurus dengan kinerja suatu organisasi atau perusahaan. Terkadang karyawan yang memiliki kinerja yang rendah dikarenakan kurangnya kesadaran organisasi atau perusahaan untuk terus memenuhi kebutuhan lingkungan karyawan secara psikis. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatakan motivasi karyawan salah satunya adalah dengan evaluasi berkaitan manajemen dalam hal pemenuhan kebutuhan lingkungan karyawan secara psikis.

Hal tersebut dapat berupa Pengawasan yang dilakukan secara continue dengan menggunakan sistem pengawasan yang ketat.Suasana kerja yang dapat memberikan dorongan dan semangat kerja yang tinggi.Sistem pemberian imbalan (baik gaji maupun perangsang lain) yang menarik.Perlakuan dengan baik, manusiawi, tidak disamakan dengan robot atau mesin, diberikan kesempatan untuk mengembangkan karir semaksimal


(80)

mungkin sesuai dengan batas kemampuan masing-masing anggota dan lain-lain seperti yang di ungkapkan Wursanto (2009) pada bab dua.

2. Pengaruh negatif burnout terhadap kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji regresi parsial, diperoleh nilai t-hitungsebesar -3,467 koefisien regresi (beta) -0,357 dengan

probabilitas (p) = 0,001. Berdasarkan hasil olah data dimana nilai probabilitas (p) < 0,05 dapat disimpulkan bahwa burnout berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja karyawan.Ini menunjukkan semakin semakin tinggi burnout dari seseorang akan semakin rendah kinerja yang dimilikinya. Yang artinya hal tersebut menunjukkan kenaikan burnout di SLB N 01 Bantul Yogyakarta sebesar satu persen akan menurunkan kinerja karyawan sebesar -35,7%. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Risambessy (2011), dalam Mahendra dan Mujiati(2015), yang membuktikan bahwaburnout berpengaruh sinifikan dan negatif, ini menunjukan bahwa tekanan kerja dan sulitnya suatu pekerjaan mempengaruhi tingkat kinerja yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa apabila burnout lebih diperhatikan lagi maka akan meminimalisir kelelahan dalam bekerja dan kesalahan dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan kinerja menjadi lebih baik lagi. Semakin kecil tingakat burnoutyang dialami karyawan maka


(81)

akan semakin kecil tingkat kesalahan yang dilakukan, oleh karena itu perusahaan atau organisasi perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mengakibatkan burnout, seperti pekerjaan yang berlebihan, kekurangan waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, konflik peran dan ambiguitas peran.

Jika faktor-faktor tersebut terus diabaikan dalam jangka waktu yang lama maka akan menimbulkan dampak burnout yang serius sehingga performa dalam bekerja juga akan menurun, begitu pula dengan kinerja suatu perusahaan atau organisasi. Karyawan yang mengalami burnout cenderung diam dan terlihat tanpa daya, hal ini terjadi karena hilangnya semangat yang berakibat pada ketidakberdayaan.Tingkat energi yang tinggi, kesehatan yang baik dan kondisi prima yang diperlukan untuk bekerja pada kinerja yang tinggi bisa habis akibat burnout.Efisiensi dan kualitas kerja mengalami penurunan. Kinerja yang menurun mengakibatkan bekerja menjadi lebih menyakitkan dan kurang menguntungkan, absensi juga akan meningkat selain itu koban yang mengalami burnout akan mengalami kondisi yang emosional saat menjalankan tugasnya.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir tingkat burnoutadalah dengan melakukan sistem recrutment atau seleksi tenaga kerja yang berkompeten, sehingga tidak akan terjadi pekerjaan menumpuk, karena pekerjaan yang berlebihan namun kekurangan sumber daya manusia yang


(82)

berkompeten. Selain itu juga dapat dilakukan dengan melakukan pembagian tugas kerja yang jelas, sehingga tidak akan terjadi ambiguitas peran karena tidak jelasnya deskripsi tugas karyawan hal ini seringkali menyebabkan karyawan mengerjakan suatu pekerjaan yang seharusnya tidak dikerjakan oleh karyawan tersebut. Kedua hal tersebut adalah salah satu contoh kecil yang dapat menjadi bahan evaluasi bagi organisasi. Apabila kedua hal tersebut sudah dapat diterapkan dengan baik maka akan dapat menurunkan tingkat burnout atau kelelahan dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan kinerja menjadi lebih baik.


(83)

BAB V

SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Terdapat pengaruh positif lingkungan kerja non fisik terhadap kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta.

2. Terdapat pengaruh negatif burnout terhadap kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta.

3. Secara simultan lingkungan kerja non fisik dan burnout berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru SLB N 01 Bantul Yogyakarta.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan dan hasil penelitian yang dilakukan, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut :

1. Saran untuk SLB N 01 Bantul Yogyakarta adalah agar meningkatkan lingkungan kerja non fisik, walaupun lingkungan kerja non fisik sudah baik karena dapat meningkatkan kinerja guru, seorang pemimpin harus lebih memperhatingan lingkungan non fisik yang ada di lingkungan kerja untuk meningkatkan kinerja para guru serta memberikan apresiasi kepada guru yang berprestasi.


(84)

2. Bagi pihak SLB N 01 Bantul Yogyakarta, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan untuk mengatasi masalahburnout.

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini penneliti memiliki keterbatasan : 1. Objek penelitian hanya di SLB N 01 Bantul Yogyakarta.

2. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian hanya lingkungan kerja non fisik dan burnout. Pada peneliti yang akan datang sebaiknya menambahkan variabel-variabel lain yang mempengaruhi kinerja karyawan.


(1)

Lampiran 8

Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 67

Normal Parametersa,b Mean ,0000000

Std. Deviation 2,11868708

Most Extreme Differences Absolute ,086

Positive ,086

Negative -,069

Test Statistic ,086

Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.

d. This is a lower bound of the true significance.


(2)

Grafik 2

Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1,652 1,304 1,267 ,210

TLK ,023 ,040 ,073 ,576 ,567

TB -,015 ,018 -,105 -,830 ,409


(3)

Multikolinieritas

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 22,371 2,285 9,792 ,000

TLK ,369 ,070 ,545 5,287 ,000 ,961 1,040

TB -,112 ,032 -,357 -3,467 ,001 ,961 1,040

a. Dependent Variable: TK

Lampiran 9

Uji Regresi Linier Berganda

Va ia el B t hitu g Sig t Kete a ga

Co sta t ,

Li gku ga ke ja , , . Sig ifika

Burnout - , - , . Sig ifika

F hitu g ,

Sig F .

R s ua e .

Uji Regresi Simultan (uji F)

ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 157,737 2 78,868 17,037 ,000b

Residual 296,263 64 4,629

Total 454,000 66


(4)

b. Predictors: (Constant), TB, TLK

Uji Regresi Parsial (uji t)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 22,371 2,285 9,792 ,000

TLK ,369 ,070 ,545 5,287 ,000

TB -,112 ,032 -,357 -3,467 ,001

a. Dependent Variable: TK

Koefisien Determinasi (R

2

)

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,589a ,347 ,327 2,152


(5)

(6)