Latar Belakang Masalah Perbedaan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Sebelum Dan Sesudah Krisis Keuangan Global

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis keuangan global tahun 2008 lalu telah memberikan dampak buruk bagi perkembangan perekonomian dunia khususnya dunia perbankan. Krisis berawal dari Amerika Serikat ini membawa dampak luar biasa terhadap perekonomian dan sistem keuangan semua negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Krisis ini ditandai dengan bangkrutnya salah satu Bank Investasi terbesar Amerika Serikat yaitu Lehman Brothers tahun 2008. Krisis ini menimbulkan efek domino di seluruh dunia termasuk Indonesia. Penyebab efek domino dari kebangkrutan Lehman Brothers adalah Subprime Mortgage atau instrumen keuangan derivatif. Nasabah yang membeli properti dengan cara kredit, menjadikan properti tersebut sebagai hipotik atau jaminan hutang kepada kreditur Lehman Brothers. Untuk lebih bertumbuh, Lehman Brothers menjaminkan kembali hipotik tersebut kepada investor lain guna memperoleh pinjaman. Hutang Lehman Brothers kepada investor lain disebut turunan derivatif dari hipotik tersebut. Turunan hipotik tidak berhenti sampai di sini, Investor berikutnya juga menjaminkan turunan hipotik tersebut kepada pihak kreditur lainnya untuk memperoleh pinjaman, dan seterusnya. Pada saat nasabah yang telah membeli properti tidak sanggup membayar hutang kepada Lehman Brothers, maka Lehman Brohers pun tidak sanggup membayar hutang kepada investor lain, dan investor lain pun ternyata juga tidak sanggup membayar hutang Universitas Sumatera Utara kepada investor berikutnya, demikian seterusnya. Dampak default instrumen derivatif ini melibatkan berbagai pihak dari benua lain hasilnya adalah efek domino ke seluruh dunia. Menurut Amin 2007, setidaknya ada 3 tiga pilar dalam sistem keuangan saat ini. Pertama; Fiat Money atau uang kertas, kedua; Fractional Reserve Requirement,ketiga; interest bunga atau Riba. Ketiga pilar tersebut menimbulkan adanya kenaikan harga inflasi akibat pencetakan uang tidak sesuai dengan nilai sesungguhnya, akibat ketiga hal inilah sehingga tercipta transaksi derivatif di sektor keuangan yakni transaksi berbasis portofolio dan inilah yang menciptakan Bubble Economy sehingga memicu terjadinya krisis keuangan global. Dampak yang ditimbulkan dari krisis keuangan global terhadap Indonesia ialah dijualnya saham-saham di Bursa Efek Indonesia oleh para investor asing karena mereka membutuhkan uangnya di negaranya masing-masing, maka IHSG anjlok, uang rupiah hasil penjualannya dibelikan dollar yang mengakibatkan nilai rupiah semakin turun Kwik Kian Gie, 2008 . Imbas lainnya adalah Penutupan BEI selama dua hari yaitu tanggal 8 hingga tanggal 10 Oktober 2008 lalu. Selain itu laju pertumbuhan perekonomian nasional mengalami penurunan dari 6,3 persen pada tahun 2007 menjadi 6,0 persen pada tahun 2008, kemudian menurun kembali menjadi 4,5 persen pada tahun 2009. Pada periode yang sama terjadi juga penurunan laju pertumbuhan industri perbankan dari 8,0 persen menjadi 7,4 persen pada tahun 2008, kemudian menurun drastis menjadi 2,4 persen pada tahun 2009 Business News, 2010. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena menurunnya Universitas Sumatera Utara laju pertumbuhan industri perbankan nasional diduga ada kaitannya dengan dengan adanya goncangan terjadinya krisis keuangan global. Ditetapkannnya Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik serta hasil pemantauan Bank Indonesia memperlihatkan adanya 18 bank yang berpotensi mengalami kesulitan likuiditas dan 5 bank mirip seperti Bank Century menunjukkan bahwa kondisi kinerja perbankan nasional pada saat krisis global dapat dikatakan kurang baik. Namun kondisi kinerja keuangan seperti ini lebih banyak dirasakan oleh bank-bank yang menggunakan sistem ribawi bunga dalam menjalankan aktivitas operasional perusahaannya. Berbeda dengan Bank Syariah yang pada dasarnya tidak menggunakan sistem bunga dalam menjalankan aktivitas operasional. Kondisi seperti ini sebelumnya pernah dialami oleh perbankan syariah pada saat krisis ekonomi melanda Asia pada tahun 1997 lalu. Sejarah membuktikan Bank Syariah mampu bertahan melewati krisis tersebut dan tetap berdiri kokoh di saat bank-bank lain mengalami kebangkrutan dan terpaksa harus dilikuidasi. Ini dibuktikan dengan penelitian empiris dari Beni 2008, tentang Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah sebelum dan pada Masa Krisis Ekonomi, hasilnya adalah kinerja keuangan bank syariah memang mengalami penurunan pada saat krisis, tetapi penurunan tersebut secara statistik tidaklah signifikan. Ini menunjukkan bahwa meskipun bank syariah mengalami penurunan kinerja, Bank Syariah tetap mampu menjalankan aktivitas operasionalnya dengan baik dan mampu bertahan melewati krisis ekonomi tahun 1997-1998. Universitas Sumatera Utara Pada saat Krisis Keuangan Global melanda dunia, bank syariah kembali membuktikan kemampuannya bertahan menghadapi krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank syariah dan terbukti hingga saat ini belum ada bank syariah yang mengalami kasus kesulitan likuiditas. Sistem perbankan syariah melarang pinjaman dengan beban bunga karena dianggap sebagai riba, dan merupakan praktik terlarang dalam Islam, selain itu sistem keuangan Islam juga melarang spekulasi, sebagai gantinya diterapkan sistem bagi hasil, yaitu keuntungan dibagi dua antara bank dan nasabah dan resiko ditanggung bersama. Penambahan jumlah bank umum syariah dari 6 bank di tahun 2010 menjadi 11 bank pada tahun 2011 juga menggambarkan bahwa bank syariah telah diakui dan dipercaya sebagai pilar penyokong stabilitas keuangan nasional. Bank mempunyai fungsi sangat strategis dalam pembangunan nasional, mengingat fungsi utamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana, dengan tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Berdasarkan fungsi bank tersebut, sifat bisnis bank berbeda dengan perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa lainnya. Sebagian besar aktiva bank adalah aktiva likuid dan tingkat perputaran aktiva dan pasivanya sangat tinggi. Bisnis perbankan merupakan usaha yang sangat mengandalkan kepercayaan, yaitu kepercayaan masyarakat sebagai Universitas Sumatera Utara pengguna jasa perbankan. Sedikit saja ada isu berkaitan dengan kondisi bank yang tidak sehat, maka masyarakat akan berbondong-bondong menarik dananya dari bank, sehingga akan lebih memperburuk kondisi bank tersebut. Untuk mempertahankan dan memelihara sektor perbankan yang sehat dan dapat dipercaya guna menjaga kestabilan perekonomian di Indonesia, maka Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia semakin memperketat pengaturan dan pengawasan terhadap operasional perbankan nasional. BI tidak ingin terulang lagi peristiwa di awal krisis ekonomi pada tahun 1997-1998, sehingga banyak bank dilikuidasi karena kinerjanya tidak sehat, dan pada akhirnya merugikan masyarakat. Salah satu penilaian kinerja yang dapat dilakukan adalah dengan mengetahui tingkat kesehatan bank. Kinerja keuangan dapat menunjukkan kualitas bank melalui penghitungan rasio keuangannya. Untuk menghitung rasio keuangan dapat dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan bank yang dipublikasikan secara berkala di situs BI. Perbankan Syariah sebagai salah satu bagian dari perbankan nasional, dituntut untuk memiliki kinerja keuangan prima. Teknik untuk mengukur kinerja bank syariah salah satunya melalui Peraturan Bank Indonesia No. 91PBI2007 menggunakan pendekatan CAMELS Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity dan Sensitivity Market Risk. Ini merupakan alat ukur resmi yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk menghitung kesehatan bank syariah di Indonesia. Penelitian tentang kinerja keuangan bank telah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian Sumarti 2007 menganalisis kinerja keuangan pada Bank Syariah Universitas Sumatera Utara Mandiri di Jakarta tahun 2004, 2005, dan 2006. Hasilnya adalah secara keseluruhan kinerja keuangan bank dinyatakan baik kecuali ROA dan Cash Ratio di tahun 2006. Rindawati 2007 menganalisis perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dan perbankan konvensional, hasilnya secara keseluruhan kinerja keuangan perbankan syariah lebih baik daripada perbankan konvensional. Manalu 2002 menganalisis kinerja finansial perusahaan perbankan sebelum dan sesudah go publik, hasilnya kinerja keuangan perbankan lebih baik setelah go publik. Kusumo 2008 menganalisis kinerja keuangan bank syriah mandiri dengan pendekatan PBI No.91PBI2007, hasilnya adalah kinerja bank syariah mandiri buruk jika dilihat dari rasio sensitivitas terhadap resiko pasar. Selanjutnya, penelitian Surifah 2002 meneliti kinerja keuangan bank swasta nasional Indonesia sebelum dan sesudah krisis ekonomi dengan metode CAMEL, hasilnya kinerja keuangan setelah krisis lebih baik dibandingkan sebelum krisis ekonomi, kecuali pada rasio earnings. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menilai perbedaan kinerja keuangan perbankan syariah pada periode sebelum dan sesudah krisis keuangan global tahun 2008. Berdasarkan uraian diatas, peneliti termotivasi untuk mengkaji kembali kinerja bank syariah melalui penelitian empiris dengan menggunakan rasio keuangan bank sesuai dengan peraturan Bank Indonesia yaitu Rasio pemodalan Capital yang diwakili oleh rasio CAR Capital Adequacy Ratio,Rasio kualitas aktiva produktif Asset diwakili rasio NPL Non Performing Loan, Rasio rentablitas Earning diwakili oleh ROA Return on Asset, ROE Return on Equity dan BOPO, Serta Rasio Likuiditas Liquidity yang diwakili oleh LDR Universitas Sumatera Utara Loan to Deposit Ratio. Hasil penelitian atas kinerja perbankan syariah sebelum dan sesudah krisis keuangan global ini disajikan dalam bentuk skripsi dengan judul “Perbedaan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Sebelum dan Sesudah Krisis Keuangan Global”.

B. Batasan Penelitian