Implikasi Perjanjian TRIMs pada Negara Sedang Berkembang.

B. Implikasi Perjanjian TRIMs pada Negara Sedang Berkembang.

Karena hasil dari negosiasi Putaran Uruguay mengenai penanaman modal relatif singkat, namun implikasi dari perjanjian ini pun tampaknya kecil dan tidak terlalu membebani negara-negara

anggotanya secara signifikan. 6 Selain itu, perjanjian tidak secara signifikan menghambat kemampuan negara anggota khususnya negara berkembang untuk mengatur penanaman modal asing di dalam

wilayahnya. 7

Managing The World Economy: Fifty Years after the Bretton Woods (Washington D.C.: Institute for International Economic, 1994), hlm. 284.

6 UNCTAD, The Outcome of the Uruguay Round: An Initial Assessment (New York: UN, 1997), hlm. 144.

7 Penting pula untuk dinyatakan di sini, sebagaimana dinyatakan oleh Kirmani bahwa praktek menunjukkan bahwa penerapan TRIMs oleh negara-

negara pada umumnya sifatnya tidak memaksa tetapi suatu keleluasaan dari negara

Kirmani, et.al., International Trade Policies: The Uruguay Round and Beyond, vol. II: Background Papers (Washington: IMF, 1994), hlm. 13.

masing-masing

(discretionary).

(Naheed

Namun demikian, larangan persyaratan kandungan lokal (local content requirement) dan persyaratan neraca perdagangan (trade balancing requirement) telah memaksa negara sedang berkembang untuk secara bertahap memberhentikan pencantuman persyaratan terhadap penanaman modal asing untuk menggunakan kandungan atau komponen lokal. Hal ini merupakan implikasi negatif karena negara- negara ini acapkali menerapkan persyaratan-persyaratan ini untuk

memajukan industri dalam negeri dan pembangunan ekonominya. 8

Implikasi lainnya dari Perjanjian TRIMs adalah bahwa perjanjian tersebut membatasi kewenangan atau kontrol negara tuan rumah terhadap penanaman modal secara langsung. 9 Hal ini sebenarnya merupakan tantangan cukup besar terhadap kebijakan penanaman modal dari negara sedang berkembang. Negara berkembang pada umumnya memang kerapkali berupaya mengontrol penanaman modal asing.

Di samping itu, kewajiban notifikasi dan transparansi untuk negara sedang berkembang sehubungan dengan TRIMs tidaklah mudah bagi negara-negara ini. Suatu studi baru-baru ini menunjukkan bahwa banyak kesulitan dalam menaati kewajiban notifikasi dari

8 Lihat: John H. Jackson, The World Trading System (Cambridge: the MIT Press, 2 nd ed., 1997), hlm.317; Trade Policy Review Mechanism GATT pada

tahun 1991-1994 menunjukkan bahwa beberapa negara sedang berkembang ternyata

(local content requirements), khususnya di dalam sektor otomotif. Negara-negara ini adalah Bangladesh, Chile, Ghana, Indonesia, Mesir, Mexico, Nigeria, Peru, Philippina, Senegal, South Africa, Thailand, and Uruguay). (Naheed Kirmani, et.al., supra, note 7, hlm. 13.

9 Eric M. Burt, 'Developing Countries and the Framework for Negotiations on Foreign Direct Investment in the World Trade Organization,' 12:6 Am.

U.J.Int'l.L & Pol'y 1027 (1997).

upaya-upaya yang tidak sesuai dengan TRIMs kepada Sekretariat WTO. 10

Untuk mencegah atau meminimalisasi implikasi negatif untuk perundingan di masa depan di bidang penanaman modal bagi negara sedang berkembang, Mashayekhi dan Gibbs mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:

'If developing countries are to maintain influence over the future international trade agenda in the area of investment, consistent with their growing importance as import markets, they will have to exert considerable efforts to prepare technically sound initiatives reflecting the realities of globalization and liberalization for action in their favour,

i.e. 'positive agenda', and to form solid alliances and to counter proposals emanating from developed country ...' 11

Pendapat dua sarjana tesebut di atas secara singkat merekomendasikan negara sedang berkembang untuk:

(1) berupaya lebih keras untuk memasukkan atau memberi pengaruh dan inisiatif secara teknis tentang keinginan dan usulan negara-negara sedang berkemang ke dalam agenda-agenda perundingan mengenai TRIMs;

(2) negara-negara sedang berkembang untuk semakin giat membentuk blok-blok atau aliansi di antara mereka; dan

10 Thomas L. Brewer and Stephen Young, The Multilateral Investment System and Multinational Enterprises, (Oxford: Oxford U.P.,1998), hlm. 143.

11 Mina Mashayekhi and Murray Gibbs, 'Lessons from the Uruguay Round Negotiations on Investment,' 33:6 J.W.T. 12 (1999). Pendekatan aliansi

negara-negara sedang berkembang ini oleh beberapa sarjana dipandang sebagai dapat dipraktekkan hanya terhadap negara-negara yang memiliki kesadaran lebih baik mengenai aturan-aturan dan masalah-masalah yang sedang dinegosiasikan. Di samping itu, forum di mana sesuatu masalah dibicarakan juga mempunyai saham yang cukup besar. Masalah yang sangat penting untuk segera dibahas adalah bahwa semua negara, khususnya negara maju, perlu menyadari dan mempertimbangkan isu tujuan pembangunan (development objectives) dan kondisi-kondisi khusus negara sedang berkembang.

(3) mendesak negara berkembang untuk lebih proaktif dalam hal memberi proposal atau usulan tandingan terhadap proposal atau usulan negara maju.

Pendapat Mashayekhi dan Gibbs tersebut patut disambut positif. Pendapat tersebut juga penting mengingat dilihat dari kenyataannya dewasa ini, posisi negara sedang berkembang memang sangat lemah.