sama antara diantara penutur dan mitra tutur memunculkan implikatur khusus di dalam percakapan tersebut. Mitra tutur sudah dimungkinkan mengetahui arti
perkataan “diet” yaitu mengurangi atau tidak makan dengan tujuan menolak ajakan makan soto.
2.2.8 Pembatas Hedges
Ungkapan pembatas ini dipergunakan untuk membatasi asumsi yang terlalu jauh dengan pengalihan konteks lain namun percakapan tersebut tetap mengandung
prinsip kerja sama. Asumsi-asumsi yang terbangun dalam maksim-maksim percakapan tidak dinyatakan dalam percakapan. Asumsi timbul karena orang
ingin memberikan sejumlah informasi yang tepat, benar, relevan, dan mencoba menunjukkan kerja sama dengan mitra tuturnya.
Contoh: 6.
o : “Kemarin saya lihat dia bekerja di toko itu”.
p : “Ya , dia memang rajin. Dia rangking satu di kelasnya”.
Percakapan yang dipahami antara penutur dan mitra tutur dengan kesamaan pengetahuan yang sama mengenai “dia” sebagai pembatas antara kalimat pertama
sebagai pembuka dan kalimat kedua sebagai penutup. Adanya maksim kuantitas juga merupakan pengetahuan bersama ada hubungannya dengan ketepatan dari
pernyataan pertama Grice; 1975.
2.2.9 Kesantunan: Prinsip dan Maksim
Politeness atau Prinsip kesantunan merupakan komponen bahasa yang digunakan untuk menerangkan implikatur percakapan dengan lebih baik. Tujuan
komunikasi yang baik dapat dicapai dengan menjalin hubungan yang baik antara penutur dan mitra tutur dengan mempertimbangkan segi sopan santun dalam
berbahasa. Berkomunikasi dengan prinsip sopan santun merupakan usaha untuk menghindari konflik antara penutur dengan mitratutur. Kesopansantunan
merupakan penyesuaian hal-hal yang berhubungan dengan sosial, dan hasil pemilihan strategi komunikasi Brown and Levinson: 1987.
Contoh: 7.
r : “sudah jam 10 malam, pulanglah sekarang.”
s :”karena hari sudah larut, sebaiknya kita akhiri perjumpaan
ini”. Percakapan di atas dapat mengungkapkan status sosial antara penutur dengan
lawan tuturnya. Tuturan r diungkapkan dengan melihat status sosial lebih rendah atau sama dari lawan bicaranya, misalnya sesama teman, atasan kepada
anak buahnya atau pimpinan kepada pegawainya s mungkin diucapkan kepada orang yang secara sosial mempunyai kedekatan atau keakraban antara penutur
dan mitra tuturnya. Kesantunan berbahasa akan dipergunakan untuk memperlihatkan kedekatan dan tingkat sosial penutur. Kesan yang akan timbul
adalah adanya interaksi dan komunikasi antara mitratutur yang terdengar tidak santun Saragih, 2008:17. Faktor sosial dan konteks situasi dalam komunikasi
sangat berpengaruh dalam pengekspresian tuturan dengan bahasa yang digunakan oleh masing-masing penutur.
Untuk menutupi makna implikatur yang cenderung negatif, penutur berusaha membangun kerja sama dengan ucapan hormat, ucapan maaf dan
pengakuan atau kekuasaan seseorang. Kesantunan yang dilakukan dengan
orientasi ini disebut kesantunan negatif negative politeness. Pada masyarakat yang mempunyai tingkatan sosial tertentu akan menunjukkan adanya keunikan
atau kekuasaan seseorang, seperti umur, keturunan, status sosial, pengetahuan, seks, asal darah, dan lain-lain. Tindak penyelamatan muka atau marwah yang
berorientasi ke muka atau marwah positif menghasilkan ucapan solidaritas, kesamaan nasib dan tujuan, keakraban. Kesamaan atau solidaritas ini disebut
kesantunan positif positive politeness. Dalam praktek penggunaan bahasa dalam hal ini terjadi pada bahasa formal, dialek, penggunaan gelar, keterlibatan
kita, menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Untuk strategi kesantunan negatif dapat diketahui dari pemakaian ucapan slank, penggunaan gelar,
menghindari bahasa informal, nirpersona, keterlibatan orang ketiga, dan dinyatakan dengan tidak langsung Saragih, 2008: 17.
2.2.10 Konteks