2. Untuk tujuan perlindungan dan disipliner, untuk memberikan kewenangan dan
kekuasaan khusus, pada komandan pesawat udara, para anggota awak pesawat dan juga kepada para penumpang.
Konvensi Tokyo itu memuat ketentuan rinci yang berlaku terhadap tujuan dan memungkinkan komandan pesawat udara untuk menurunkan pelaku serta jika
perlu menyertakan kepada otoritas yang berwenang dari Negara peserta konvensi . namun ketentuan it tidak berlaku dalam ruang udara yang bersangkutan dan
berlaku terhadap penerbangan melintasi laut lepas di kawasan suatu Negara hanya : titik akhir landas dalam wilayah suatu Negara yang bukan Negara tempat
pendaftaran, atau pesawar udara selanjutnya terbang ke dalam ruang udara suatu Negara yang bukan tenpat pendaftarannya, dengan pelaku dalam pesawat.
Berkenaan dengan pembajakan peswat udara, cukuplah mengatakan bahwa konvessi Tokyo tidak menghadapi tindak pidana ini secara langsung, tetapi hanya
menanganinya dengan cara terbatas terhadap pelaku pembajakan, misalnya dengan memungkinkan para pembajak ditahan atau diamankan dengan cara yang
sama seperti terhadap pelaku-pelaku tindak pidana lain dan dengan pengembalian kontrol.
F. Status Yurisdiksi Ruang Udara
1. Wilayah Udara Nasional
Pasal 1 konvensi paris 1919 secara tegas menyatakan : Negara-negara pihak mengakui bahwa tiap-tiap Negara mempunyai kedaulatan penuh dan
eksklusif atas ruang udara ang terdapat di atas wilayah. Konvensi Chicago 1944
Universitas Sumatera Utara
mengambil secara integral prinsip yang terdapat dalam konvensi paris 1919. Kedua konvensi tersebut dengan sengaja menjelaskan bahwa wilayah Negara juga
terdiri dari laut wilayahnya yang berdekatan. Hal ini juga dinyatakan oleh Pasal 2 konvensi jenewa mengenai laut wilayah dan oleh Pasal 2 ayat 2 konvensi PBB
tentang hukum laut 1982. Ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadap navigasi udara, termasuk udara diatas laut wilayah, sama sekali berbeda dengan ketentuan-
ketentuan yang mengatur pelayaran maritime. Terutama tidak ada norma-norma hukum kebiasaan yang memperolehkan secara bebas lintas terbang diatas wilayah
Negara,yang dapat disamakan dengan prinsip hak lintas damai di perairan nasional suatu Negara.
Masalah pengawasan dan keamanan lalu lintas udara dan pengamatan atas pesawat-pesawat udara merupakan aspek sangat penting dalam pengaturan-
pengaturan hukum yang dibuat oleh Negara-negara. Demikianlah untuk memperkuat ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi, Negara-negara
sering membuat kesepakatan-kesepakatan bilateral atau regional di bidang kerja sama pengawasan ataupun keamanan.
2. Ruang Udara Internasional
Kedaulatan teritorial suatu Negara berhenti pada batas-batas luar dari laut wilayahnya. Kedaulatan ini tidak berlaku terhadap ruang udara yang terdapat
diatas laut lepas atau zona-zona dimana Negara-negara pantai hanya mempunyai hak-hak berdaulat seperti atas landas kontinen. Atas alasan keamanan, status
kebebasan yang berlaku dilaut lepas tidak pula mungkin bersifat absolute. Pasal 12 konvensi Chicago dengan alasan keamanan tersebut menyatakan bahwa diatas
Universitas Sumatera Utara
laut lepas ketentuan yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh ICAO sehubungan dengan penerbangan dan maneuver pesawat-pesawat yang
terdapat dalam annex dari konvensi. Namun internasionalisasi dinilai kurang lengkap. Pertama karena
kekuasaan pengaturan oleh ICAO terbatas pada penerbangan sipil dan tidak berlaku terhadap pesawat-pesawat udara public walaupun majelis dari ICAO talah
menyarankan kepada Negara-negara pihak untuk memasukkan dalam legislasi nasionalnya masing-masing ketentuan-ketentuan yang juga diberlakukan kepada
pesawat-pesawat public yaitu ketentuan-ketentuan udara seperti yang terdapat dalam annek II dari konvensi. ICAO tidak mempunyai wewenang pelaksanaan,
kepada masing-masing pihaklah diberikan wewenang untuk mengambil tindakan agar pesawat udara yang mempunyai kebangsaan dari Negara tersebut yang
berada diatas laut lepas atau zona eksklusif menyesuaikan diri dengan ketentuan- ketentuan dan peraturan-peraturan yang berlaku Pasal 12 konvensi.
95
Selain wilayah darat dan laut, sebuah negara juga memiliki yurisdiksi wilayah udara sebagai klaim teritorial atas ruang udara diatasnya. Dalam
hubungannya dengan ruang udara sebagai salah saatu unsur wilayah dalam suatu negara, Pasal 1 Konvensi Paris 1919 menyatakan “Negara-negara pihak
mengakui bahwa tiap-tiapo negara mempunyai kedaulatan penuh dan eksklusif atas ruang udara yang terdapat diatas wilayahnya“. Konvensi Chicago 1944
menghambil secara integral prinsip yang terdapat dalam Konvensi Paris 1919.
95
http:eezcyank.blogspot.com201101hukum ‐internasional‐hukum‐udara‐dan.html
, diakses
tanggal 1 Oktober 2013
Universitas Sumatera Utara
Kedua konvensi tersebut dengan sengaja menjelaskan bahwa wilayah negara juga terdiri dari laut wilayahnya yang berdekatan.
Hal ini juga dinyatakan dalam pasal 2 Konvensi Jenewa mengenai laut wilayah dan oleh pasal 2 ayat 2 Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982
sebagaimana telah disinggung didepan. Ketentuan-ketentuan yang berlaku tentang navigasi udara, termasuk udara diatas laut wilayah, sama sekali berbeda dengan
ketentuan-ketentuan yang mengatur pelayaran maritim. Terutama tidak ada norma-norma hukum kebiasaan yang memperbolehkan secara bebas lintas terbang
di atas wilayah negara, yang disamakan denagan prinsip hak lintas damai right of passage innocent di perairan nasional suatu negara. Satu-satunya pengecualian
adalah mengenai lintas udara diselat-selat internasional tertentu dan alur laut kepulauan. Sebagai akibatnya, kecuali kalau ada kesepakatan konvensional lain,
suatu negara bebas untuk mengatur dan bahkan melarang pesawat asing terbang diatas wilayahnya dan tiap-tiap penerbangan yang tidak diizinkan merupakan
pelanggaran terhadap kedaulatan teritorial negara yang berada dibawahnya hal ini sering terjadi diatas wilayah udara Indonesia bagian timer oleh pesawat-udara
asing terutama setelah bagian kedua tahun 1999.
96
Masalah penagwasan dan keamanan lalu lintas udara dan pengamanan atas pesawat-pewasat udara merupakan aspek sangat penting dalam pengaturan hukum
yang dibuat oleh negara-negara. Demikianlah, untuk memperkuat ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam konvensi, negaranegara sering membuat
kesepakatan-kesepakatan bilateral ataui regional dibidang kerjasama pengawasan
96
http:www.negarahukum.comhukumruang ‐udara.html
, diakses tanggal 1 Oktober
2013
Universitas Sumatera Utara
ataupun keamanan. Sebagai contoh kerjasama ini adalah Konvensi 13 Desember 1960 di mana sejumlah negara Eropa menyerahkan penanganan masalah-masalah
ini kepada Organisasi Eropa untuk Keamanan Navigasi Udara Eurocontrol yang direvisi pada tanggal 1981.
Disamping itu, dalam lalulintas udara internasional sering pula terjadi pelanggaran kedaulatan udara suatu negara oleh pesawat-pesawat sipil maupun
militer. Dalm hal ini negara yang kedaulatan udaranya dilanggar dapat menyergap pesawat asing tersebut dan diminta untuk mendarat. Sepanjang menyangkut
pesawat sipil, negara yang kedaulatannya telah dilanggar tidak dapat menggunakan tindakan balasan tanpa batas. Tindakan yang diambil harus
bersikap bijaksana dan tidak membahayakan nyawa para penumpang yang ada dalam pesawat. Ketentuan ini yang mengakomodasikan kedaulatan teritorial
negara dan konsiderasi-konsiderasi kemanusiaan yang mendasar dan harus berlaku bagi semua orang, diingatkan dan ditegaskan oleh Protokol Montreal
1983 yang memuat amandemen terhadap Pasal 3 Konvensi Chicago dan diterima pada tanggal 10 Mei 1984, sebagai akibat dari peristiwa penembakan pesawat
Boeing 747 Korean Airlines 1 September 1983
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN