Korelasi Kadar β-hCG Serum Terhadap Kadar TSH, T3, Dan T4 Pada Molahidatidosa Di RSUP.H.Adam Malik Dan RSUD dr. Pirngadi Medan Periode Tahun 2008 - 2012

(1)

KORELASI KADAR β

-hCG SERUM TERHADAP KADAR

TSH, T3, DAN T4 PADA MOLAHIDATIDOSA

DI RSUP.H.ADAM MALIK DAN RSUD dr. PINGADI MEDAN

PERIODE TAHUN 2008 - 2012

TESIS MAGISTER

OLEH :

NOVRIAL

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5

PEMBIMBING :

dr. Muhammad Rusda, M.Ked(OG), SpOG(K)

dr. Elida R. Sidabutar, SpOG

PEMBANDING :

Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG),

SpOG(K)

dr. Muslich Perangin Angin, SpOG

dr. Jenius L Tobing, SpOG

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi

salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Penelitian ini telah disetujui oleh TIM-5 :

PEMBIMBING :

dr. Muhammad Rusda, M.Ked(OG), SpOG(K)

...

Pembimbing I

Tgl :

dr. Elida R. Sidabutar, SpOG

...

Pembimbing II

Tgl :

PEMBANDING :

Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG(K) ...

Tgl :


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur saya sampaikan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan MasterKedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

KORELASI KADAR β-hCG SERUM TERHADAP KADAR TSH, T3, DAN T4 PADA MOLAHIDATIDOSA

DI RSUP.H.ADAM MALIK DAN RSUD dr.PINGADI MEDAN PERIODE TAHUN 2008 – 2012

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H (CTM&H), SpA (K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Gontar Alamsyah Si regar, SpPD (KGEH) yang tel ah me mberi kan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.


(5)

2. Prof.dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K), Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU; Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M. Ked (OG), SpOG (K), Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. Henry Salim Siregar, SpOG (K), Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. M. Rhiza Z. Tala, M. Ked (OG), SpOG (K), Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dan juga Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG (K); Prof. dr. Djafar Siddik, SpOG (K); Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG (K); Prof. Dr. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K); Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K); Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG (K); Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K); dan Prof. dr. Daul at H. Si buea, SpOG (K);Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K), yang secara bersama-sama tel ah berkenan meneri ma saya untuk mengikuti pendidikan dokter spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

3. dr. Muhammad Rusda, M.Ked(OG), SpOG(K)yang tel ah me mberi kan pengarahan kepada saya dalam melakukan penelitian ini sekaligus sebagai pembimbing utama saya bersama dengandr. Elida R. Sidabutar, SpOGyang telah meluangkan waktu yang sangatberharga untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

4. Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar M. Ked(OG), Sp.OG (K), dr. Muslich Perangin Angin, SpOG, dr. Jenius L. Tobing, SpOGselaku penguji dan narasumber yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.


(6)

5. dr. Henry Salim Siregar, SpOG (K) sel ak u Ba pa k An gk at s a y a sel a ma me n ja l ani ma s a pendidikan, yang telah banyak mengayomi , membi mbing dan memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.

6. dr. Surya Dharma, MPH yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

7. Seluruh Staf Pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan. Semoga Allah SWT membalas budi baik guru-guru saya.

8. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

9. Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

10. Kepala SMF Kebidanan dan Penyakit kandungan RSUD dr. Pirngadi Medan, dr. Syamsul Arifin Nasution, SpOG (K) beserta seluruh staf yang telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.

11. Ka RUMKIT Tk. II / Kesdam I BB Medan; Kepala SMF. Obstetri dan Ginekologi RUMKIT Mayor CKM dr. Gunawan Rusuldi, SpOG beserta staf yang telah memberi kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.


(7)

12. Direktur RSU. Sundari serta Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU. Sundari dr. M. Haidir, SpOG beserta staf yang telah memberi kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

13. Direktur RSU. Haji Medan serta Kepala SMF. Obstetri dan Ginekologi RSU. Haji Medan dr. Muslich Perangin-angin, SpOG beserta staf yang telah memberi kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

14. Kepada se ja wat seangkatan, sel uruh seni or serta juni or saya yang ti dak dapat saya sebutk an na manya sa tu persatu, dokter muda, bidan, paramedik, karyawan / karyawati di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU dan pasien yang telah ikut membantu dan bekerja sama dengan saya dalam menjalani pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWTdan Sembah sujud serta teri ma kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya yang sangat saya cintai H. Bagindo Syafri dan

Hj. Nuriani yang telah membesarkan, membi mbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang dari sejak kecil hingga kini.

Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak mertua H. Bagindo Faisal Nazirdan ibu mertua Hj. Farida Muktar, yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada saya.


(8)

Tiada kata yang bisa mengungkapkan rasa terima kasih kepadaIstri saya, Elfira Wahyuni Putri, SEdan teramat khusus untuk Buah hatiku tercinta, Rafif Atharial Fasyadan

Farisya Almeira Novri, teri ma k a si h ata s ka si h s ay a ng , semangat serta doanyadan diiringi permohonan maaf yang sebesar-besarnya karena kesibukan saya dalam menyelesaikan tugas-tugas pendidikan ini, sehingga tugas saya sebagai suami dan ayah sedikit terabaikan, tanpa pengorbanan, doa dan dukungan dari istri saya tercinta, tidak mungkin tugas-tugas ini dapat saya selesaikan. Semoga Allah SWT selalu memberikan kebahagiaan kepada keluarga kita.

Kepada: Adik – adikku, drg. Ivo Asfria, Ilham Syafri S.H, dan Fajrul Syafri, terima kasih atas dukungan kepada saya selama menjalani pendidikan.

Kepada seluruh Keluarga yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan doa, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Se mo g a Al l ah SW T s en an ti as a me mb e r i ka n ra h ma t -N y a ke p ad a ki ta semua.

Medan, Februari 2014


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ...…………...………vi

DAFTAR GAMBAR ...……...…...ix

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR SINGKATAN ………. xi

ABSTRAK ……….…… xii

ABSTRACT ………. xiii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ……... 1

1.2. Perumusan Masalah ……... 5

1.3. Hipotesis Penelitian ………... 5

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.4.1. Tujuan Umum …... 6

1.4.2. Tujuan Khusus ……... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...…………...7

2.1. Molahidatidsa …… ...7

2.1.1 Defenisi ………..………. 7

2.1.2 Insidensi ………...………..… 8

2.1.3 Patofisiologi …….……….…. 9

2.1.4 Diagnosis ……….……….…………..…. 10

2.1.5 Tatalaksana ……...………….………. 13

2.1.6 Follow Up β-Hcg Setelah Evakuasi Mola …………... 14


(10)

2.2.1. Karakteristik Kimia ………... 17

2.3. Hormon Tiroid ………...………...17

2.3.1 Fisiologi Hormon Tiroid ……….….….…... 18

2.4 Thyroid Stimulating Hormone………...…... 19

2.5. Uji Fungsi Tiroid ………... 21

2.5.1 Kondisi dimana TSH saja dapat menyesatkan (panel 1) ……….………..… 21

2.5.2 Kadar TSH rendah, kadar T3 atau T4 bebas meningkat (panel 2)………...…. 22

2.5.3 Kadar TSH rendah, kadar T3 atau T4 bebas normal (panel 3)………..……….………..…. 23

2.5.4 Kadar TSH normal atau rendah, kadar T3 atau T4 bebas rendah (panel 4)……….………. 24

2.5.5 Peningkatan kadar TSH, dengan kadar T3 atau T4bebasyangrendah(panel 5) ………...… 25 2.5.6 Peningkatan kadar TSH, kadar T3 atau T4 bebas normal (panel 6)……….………..……. 26

2.5.7 Kadar TSH yang normal atau meningkat, kadar T3 atau T4 bebas meningkat (panel7) ………. 26

2.6. Evaluasi Fungsi Tiroid Pada Kehamilan……….27

2.7. Hubungan β-hCG Terhadap fungsi Tiroi……….. 29

BAB III METODE PENELITIAN ...30

3.1. Rancangan Penelitian ………...30

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ………... 30

3.3. Subjek dan Sampel Penelitian ………... 30

3.4. Kriteria Penelitian ………... 30

3.4.1Kriteria Inklusi………...30

3.5 Alur Penelitian ………... 31

3.6Pengolahan Data dan Analisa Statistik ………...32

3.7Kerangka Konsep ………... 33


(11)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1Kesimpulan ………... 42

5.2Saran ...42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1Skema Kehamilan Normal...………...…9 Gambar 2 Skema Kehamilan Molahidatidosa Parsial...…... 9 Gambar 3 Skema Kehamilan Molahidatidosa Komplit...……... 10 Gambar 4. USG menunjukkan pola khas MHK. Tampak karakteristik

pola vesikel dari molahidatidosa ………... 12 Gambar 5Kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit-β paska


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian ……….. 35 Tabel 4.2 konsentrasi β-hCG, TSH, T3 dan T4 serum ……… 38 Tabel 4.3 korelasi kadar β-hCG serum dengan kadar TSH, T3 dan T4… 39


(14)

DAFTAR SINGKATAN

AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim AKI : Angka Kematian Ibu

Anti TPO : antithyroid peroxidase autoantibody

CG : Chorionic Gonadotropin

CT : Computed Tomography

FSH : Follicle Stimulating Hormone

FIGO : International Federation of Gynecology and Obstetric GTD : Gestational Trophoblastic Disease

hCG : Human Chorionic Gonadotropin

ICU : Intensive Care Unit

LH : Luteinizing Hormone

MDGs : Millenium Development Goals MHK : Molahidatidosa Komplit MHP : Molahidatidosa Parsial

MRI : Magnetic Resonance Imaging PTG : Penyakit Trofoblas Ganas

SDKI : Survei Domografi Kesehatan Indonesia T3 : Triiodotironin

T4 : Tiroksin

TBG : Thyroxin Binding Globulin THBR : Thyroid Hormone Binding Ratio TSH : Thyroid Stimulating Hormone TFU : Tinggi Fundus Uteri

USG : Ultrasonografi


(15)

KORELASI KADAR β-hCG SERUM TERHADAP KADAR TSH, T3, DAN T4 PADA MOLAHIDATIDOSA DI RSUP.H.ADAM MALIK DAN RSUD dr.

PINGADI MEDAN PERIODE TAHUN 2008 - 2012 Novrial

Siregar MFG, Perangin-angin M, Tobing JL , Rusda M, Sidabutar ER,

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas KedokteranUniversitas Sumatera Utara Abstrak.

Latar Belakang :Secara klinis bukti dari hipertiroidisme terdeteksi pada 7% pasien Molahidatidosa Komplit, tetapi, secara laboratorium lebih sering terjadi.Hiperfungsi tiroid pada kehamilan molahidatidosa dikaitkan dengan berlebihnya hCG, yang mempunyai aktivitas pemicu tiorid. Tingginya kadar hCG akan merangsang kelenjar tiroid dengan menekan pelepasan TSH dari kelenjar hipofisis sehingga akan mempengaruhi juga sekresi hormon T3 dan T4.

Tujuan :Menganalisa korelasi kadar β-hCG serum terhadap kadar TSH, T3 dan T4 pada molahidatidosa di RSUP. H. Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan periode tahun 2008 – 2012.

Metode : Penelitian ini bersifat analitik korelatif dengan studi retrospektif dan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis RSUP.H. Adam Malik dan RSUD. dr. Pirngadi Medan.

Hasil : Dari data rekam medis didapatkan 45 kasus molahidatidosa yang memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik pasien berdasarkan usia yang terbanyak adalah usia 31-35 tahun (20%), paritas < 3 sebanyak 28 kasus (62.2%), mayoritas keluhan yang paling sering adalah perdarahan pervaginam sebanyak 84.4%, usia kehamilan saat di diagnosa yang paling banyak pada usia kehamilan > 10 minggu pada 38 kasus, tinggi fundus uteri yang lebih besar dari usia kehamilan terdapat pada 29 kasus (64.4%), dan nilai rerata tekanan darah sistole dan diastole adalah 130.22 ± 20.50 mmHg dan 80.22 ± 11.58 mmHg. Nilai rerata β-hCG, TSH, T3 dan T4 masing-masing adalah 344561.07 ± 327135.07mIU/mL, 0.38 ± 0.60µIU/mL, 2.06 ± 1.53ng/dL, 13.76 ± 6.40 µg/mL. Korelasi antara β-hCG dengan TSH adalah dengan nilai r = -0.321 (p=0.031), β-hCG dengan T3 dengan nilai r=0.574 (p=0.0001), dan β-hCG dengan T4 dengan nilai r=0.606 (p=0.0001).

Kesimpulan : Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara β-hCG dengan TSH dengan kekuatan korelasi yang lemah serta korelasi positif

yang bermakna antara β-hCG dengan T3 dan antara β-hCG dengan T4dengan kekuatan korelasi sedang.


(16)

CORRELATION OF β-hCG SERUM LEVEL TO TSH, T3, AND T4 LEVEL IN HYDATIDIFORM MOLE AT ADAM MALIK AND dr. PINGADI

MEDAN HOSPITAL BETWEEN 2008 - 2012

Novrial

Siregar MFG, Perangin-angin M, Tobing JL , Rusda M, Sidabutar ER,

Department of Obstetricsand Gynecology Medical Faculty of University of North Sumatera

Abstract

Backroud : Clinically, proved of hyperthyroid detected in 7% of complete hydatidiform mole patients, but more often laboratorically. Thyroid hyperfunction in mole pregnancy related to excessive of hCG level that has thyroid stimulant activity. High level of hCG can stimulate thyroid gland with supress TSH released from pituitary and then can effect T3 and T4 hormone secretion.

Aim :To analyze correlation of β-hCG serum level to TSH, T3, and T4 levelin hydatidiform mole at Adam Malik anddr. Pingadi Medan hospital between 2008 - 2012

Method :This analitic correlative study was used retrospective approach with secunder data from medical record of Adam Malik and dr. Pirngadi Medan hospital.

Results : Frommedical record data, there was 45 hydatidiform mole cases that fulfill inclusion criteria. Patients characteristic based on age that the majority was 31-35 years old (20%), there was 28 of cases (62.2%) with parity < 3, the most often chief complain was vaginal bleeeding in 84.4% cases, majority of hydatidiform mole cases was diagnosed at > 10 weeks gestational age in 38 of cases, fundal height bigger than gestational age in 29 of cases (64.4%), and the mean of sistole and diastole blood presseure was 130.22 ± 20.50 mmHg and 80.22 ± 11.58 mmHg, respectively. Mean of β-hCG, TSH, T3 and T4 level was 344561.07 ± 327135.07mIU/mL, 0.38 ± 0.60µIU/mL, 2.06 ± 1.53ng/dL, 13.76 ± 6.40 µg/mL respectively. Correlation between β-hCG and TSH was with r = -0.321 (p=0.031), β-hCG and T3 with r=0.574 (p=0.0001), and β-hCG and T4 with r=0.606 (p=0.0001).

Conclusion : There was negative correlation between β-hCG and TSH significantlywith weak correlation and positive coorelation between β-hCG and T3, β-hCG and T4significantly with intermediete correlation, respectively.


(17)

KORELASI KADAR β-hCG SERUM TERHADAP KADAR TSH, T3, DAN T4 PADA MOLAHIDATIDOSA DI RSUP.H.ADAM MALIK DAN RSUD dr.

PINGADI MEDAN PERIODE TAHUN 2008 - 2012 Novrial

Siregar MFG, Perangin-angin M, Tobing JL , Rusda M, Sidabutar ER,

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas KedokteranUniversitas Sumatera Utara Abstrak.

Latar Belakang :Secara klinis bukti dari hipertiroidisme terdeteksi pada 7% pasien Molahidatidosa Komplit, tetapi, secara laboratorium lebih sering terjadi.Hiperfungsi tiroid pada kehamilan molahidatidosa dikaitkan dengan berlebihnya hCG, yang mempunyai aktivitas pemicu tiorid. Tingginya kadar hCG akan merangsang kelenjar tiroid dengan menekan pelepasan TSH dari kelenjar hipofisis sehingga akan mempengaruhi juga sekresi hormon T3 dan T4.

Tujuan :Menganalisa korelasi kadar β-hCG serum terhadap kadar TSH, T3 dan T4 pada molahidatidosa di RSUP. H. Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan periode tahun 2008 – 2012.

Metode : Penelitian ini bersifat analitik korelatif dengan studi retrospektif dan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis RSUP.H. Adam Malik dan RSUD. dr. Pirngadi Medan.

Hasil : Dari data rekam medis didapatkan 45 kasus molahidatidosa yang memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik pasien berdasarkan usia yang terbanyak adalah usia 31-35 tahun (20%), paritas < 3 sebanyak 28 kasus (62.2%), mayoritas keluhan yang paling sering adalah perdarahan pervaginam sebanyak 84.4%, usia kehamilan saat di diagnosa yang paling banyak pada usia kehamilan > 10 minggu pada 38 kasus, tinggi fundus uteri yang lebih besar dari usia kehamilan terdapat pada 29 kasus (64.4%), dan nilai rerata tekanan darah sistole dan diastole adalah 130.22 ± 20.50 mmHg dan 80.22 ± 11.58 mmHg. Nilai rerata β-hCG, TSH, T3 dan T4 masing-masing adalah 344561.07 ± 327135.07mIU/mL, 0.38 ± 0.60µIU/mL, 2.06 ± 1.53ng/dL, 13.76 ± 6.40 µg/mL. Korelasi antara β-hCG dengan TSH adalah dengan nilai r = -0.321 (p=0.031), β-hCG dengan T3 dengan nilai r=0.574 (p=0.0001), dan β-hCG dengan T4 dengan nilai r=0.606 (p=0.0001).

Kesimpulan : Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara β-hCG dengan TSH dengan kekuatan korelasi yang lemah serta korelasi positif

yang bermakna antara β-hCG dengan T3 dan antara β-hCG dengan T4dengan kekuatan korelasi sedang.


(18)

CORRELATION OF β-hCG SERUM LEVEL TO TSH, T3, AND T4 LEVEL IN HYDATIDIFORM MOLE AT ADAM MALIK AND dr. PINGADI

MEDAN HOSPITAL BETWEEN 2008 - 2012

Novrial

Siregar MFG, Perangin-angin M, Tobing JL , Rusda M, Sidabutar ER,

Department of Obstetricsand Gynecology Medical Faculty of University of North Sumatera

Abstract

Backroud : Clinically, proved of hyperthyroid detected in 7% of complete hydatidiform mole patients, but more often laboratorically. Thyroid hyperfunction in mole pregnancy related to excessive of hCG level that has thyroid stimulant activity. High level of hCG can stimulate thyroid gland with supress TSH released from pituitary and then can effect T3 and T4 hormone secretion.

Aim :To analyze correlation of β-hCG serum level to TSH, T3, and T4 levelin hydatidiform mole at Adam Malik anddr. Pingadi Medan hospital between 2008 - 2012

Method :This analitic correlative study was used retrospective approach with secunder data from medical record of Adam Malik and dr. Pirngadi Medan hospital.

Results : Frommedical record data, there was 45 hydatidiform mole cases that fulfill inclusion criteria. Patients characteristic based on age that the majority was 31-35 years old (20%), there was 28 of cases (62.2%) with parity < 3, the most often chief complain was vaginal bleeeding in 84.4% cases, majority of hydatidiform mole cases was diagnosed at > 10 weeks gestational age in 38 of cases, fundal height bigger than gestational age in 29 of cases (64.4%), and the mean of sistole and diastole blood presseure was 130.22 ± 20.50 mmHg and 80.22 ± 11.58 mmHg, respectively. Mean of β-hCG, TSH, T3 and T4 level was 344561.07 ± 327135.07mIU/mL, 0.38 ± 0.60µIU/mL, 2.06 ± 1.53ng/dL, 13.76 ± 6.40 µg/mL respectively. Correlation between β-hCG and TSH was with r = -0.321 (p=0.031), β-hCG and T3 with r=0.574 (p=0.0001), and β-hCG and T4 with r=0.606 (p=0.0001).

Conclusion : There was negative correlation between β-hCG and TSH significantlywith weak correlation and positive coorelation between β-hCG and T3, β-hCG and T4significantly with intermediete correlation, respectively.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) yang terakhir dilaksanakan pada tahun 2007, walaupun menunjukkan kecenderungan yang terus menurun (390 kematian/100.000 persalinan pada tahun 1991, menjadi 228 kematian/100.000 persalinan pada tahun 2007), Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong tinggi. Target dari Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia, pada tahun 2015 angka ini dapat ditekan menjadi 102 kematian/100.000 persalinan. World Health Organisation (WHO) memperkirakan 15 -20% wanita hamil di negara berkembang dan dunia ketiga akan mengalami komplikasi selama kehamilan dan atau persalinan.1

Hipertiroidisme merupakan kelainan endokrin terbanyak dalam kehamilan selain diabetes mellitus.Prevalensinya sekitar 0.05 sampai 0.2%.Penilaian klinisnya mungkin sulit karena banyak gejala dari hipertiroidisme juga berhubungan dengan kehamilan normal. Hipertiroidisme selama kehamilan paling sering disebabkan oleh penyakit

Graves.2

Selama awal kehamilan sekresi dari hormon Human Chorionic

Gonadotropin (hCG) plasenta mungkin menyebabkan hipertiroidisme

subklinis atau nyata. Karena penurunan dari kadar dan bioaktivitas hCG sejalan dengan berjalannya kehamilan, bentuk dari hipertiroidisme ini


(20)

biasanya sementara dan terbatas pada 3 – 4 bulan pertama kehamilan. Peningkatankadar hCG terutama nyata pada kehamilan kembar. Jarang hipertiroidisme disebabkan oleh tumor trofoblastik, molahidatidosa, dan koriokarsinoma yang mensekresikan hCG dalam jumlah yang besar.2

Human Chorionic Gonadotropin merupakan heterodimer yang

terdiri dari suatu subnit α, umumnya dari hormon glikoprotein (Luteinizing

Hormone (LH) / Chorinic Gonadotropin (CG), Folicle Stimulating Hormone

(FSH), Thytroid Stimulating Hormone (TSH)), dan suatu subunit β yang

homolog dengan β-TSH. Pada kadar yang tinggi, hCG berinteraksi tidak hanya dengan reseptor asalnya, tetapi juga dengan reseptor TSH, suatu reseptor transmembran pasangan protein G dengan homologi yang tinggi dengan reseptor LH/CG.2

Salah satu komplikasi selama kehamilan adalah molahidatidosa yang termasuk penyakit trofoblas gestasional. Molahidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang dengan tidak normal, dimana sebagian atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik berupa gelembung, terjadi hipertropi dan hiperplasia sel-sel trofoblas dan villi korionik yang menggembung dan berisi cairan jernih sehingga terlihat seperti susunan buah anggur atau mata ikan. Molahidatidosa merupakan penyakit wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun, kejadian molahidatidosa pada setiap negara bervariasi sekitar 0,5 – 8,3 per 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia sekitar 10,64 per 1000 kehamilan. Insidensi kehamilan molahidatidosa di Asia Tenggara, Mexico dan Filipina lebih tinggi 8 kali dibandingkan dengan wanita kaukasia di


(21)

Amerika Serikat. Insidensi molahidatidosa dengan janin hidup dinyatakan terjadi pada 1/20.000 – 1/100.000 kehamilan.3,4,5

Secara klinis bukti dari hipertiroidisme terdeteksi pada 7% pasien dengan Molahidatidosa Komplit (MHK), tetapi, secara laboratorium lebih sering.6 Hiperfungsi tiroid pada kehamilan molahidatidosa dikaitkan dengan berlebihnya hCG, yang mempunyai aktivitas pemicu tiorid intrinsik dan tirotropin molahidatidosa yang lemah, dimana berbeda dari hCG dengan ukuran molekul yang lebih besar dan aksi dengan durasi yang lebih lama.7 Galton dan rekan (dikutip dari kepustakaan 6) menilai tes fungsi tiroid pada 11 orang pasien dengan kehamilan molahidatidosa sebelum dan sesudah evakuasi. Sebelum evakuasi, semua pasien mengalami peningkatan untuk nilai ambilan I131 tiroid dan tiroksin bebas serum, tes fungsi tiroid kembali normal dengan cepat setelah evakuasi walaupunkadar hCG masih terdeteksi.6

Hipertiroidisme dapat terjadi pada pasien dengan kadar hCG yang sangat tinggi. Beberapa penulis telah mengajukan bahwa hCG adalah pemicu tiroid pada kehamilan molahidatidosa. Kenimer dan rekan (dikutip dari kepustakaan 6) malaporkan bahwa hCG yang dimurnikan mempunyai aktivitas pemicu tiroid intrinsik. Korelasi positif telah dilaporkan pada beberapa penelitian antara kadar hCG serum dan konsentrasi Tiroksin (T4) total serum atau Triiodotironin (T3). Namun, Nagataki dan rekan (dikutip dari kepustakaan 6) menemukan tidak ada hubungan antara kadar hCG serum dan T4 bebas pada 10 pasien dengan kehamilan molahidatidosa. Serupa dengan Amir dan rekan yang menilai tes fungsi


(22)

tiroid pada 47 pasien dengan MHK dan mengamati tidak ada korelasi yang bermakna antara kadar hCG serum dan nilai indeks T4 atau T3 bebas. Oleh karena itu identitas dari faktor tirotropik pada kehamilan molahidatidosa masih kontroversial.6

Tinggi nya kadar hCG merangsang kelenjar tiroid dengan menekan pelepasan TSH dari kelenjar hipofisis. Konsentrasi hCG serum diatas 200.000 mIU/mL akan menekan TSH (lebih rendah atau sama dengan 0.2 mIU/mL) pada 67% kasus, dan pada kadar diatas 400.000 mIU/mL meningkatkan penekanan pada 100% kasus. Produksi hCG tropoblastik tidak dihambat (negative feedback) dengan peningkatan kadar hormon tiroid.7

Penelitian oleh Walkington dan rekan (2011) menyatakan bahwa terdapat sekitar 7% (14 dari 196) pasien dengan penyakit tropoblas gestasional mempunyai hipertiroid secara biokimia dan 4 dari pasien-pasien ini (2%) dengan hipertiroidisme klinis. Kemudian pada 4 pasien-pasien ini diberikan kemoterapi dan fungsi tiroid kembali normal sejalan dengan penurunan kadar hCG.8

Menurut Salavatian dan rekan (1994) terdapat korelasi yang kuat antara kadar β-hCG serum yang tinggi dengan T4 dan indeks T4 bebas total serum (p=0.00 dan 0.002) serta T3 dan indeks T3 bebas total serum (p=0.026 dan 0.024). Namun penelitian tersebut menunjukkan korelasi

statistik yang lemah antara kadar β-hCG serum yang tinggi dan TSH serum yang rendah (P=0.044).9


(23)

Pasien dengan hipertiroidisme yang tidak diobati atau tidak terkontrol dapat berkembang menjadi badai tiroid pada saat induksi anastesi dan evakuasi.Badai tiroid ditandai dengan hipertermia, delirium, koma, fibrilasi atrial dan kolaps kardiovaskular.Sementara sampel darah diperiksa untuk konfirmasi laboratorium, diagnosis badai tiroid harus dibuat secara klinis, dengan demikian pengobatan dapat diberikan dengan

tepat. Pemberian agen penghambat β-adrenergik dapat mencegah atau secara cepat mengembalikan komplikasi kardiovaskular dan metabolik dari badai tiroid.6 Badai tiroid terjadi pada 2% sampai 4% wanita hamil dengan hipertiroidisme.10

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin melakukan

penelitian untuk mengetahui tentang korelasi kadar β-hCG serum terhadap kadar TSH, T3 dan T4 pada pasien-pasien molahidatidosa di RSUP. H. Adam Malik dan RSUD dr.Pirngadi Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang akan diteliti adalah apakah terdapat korelasi antara kadar

β-hCG serum dengan kadar TSH, T3 dan T4 pada molahidatidosa?

1.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah kadarβ-hCG serum mempunyai korelasi terhadap kadar TSH, T3 dan T4 pada molahidatidosa


(24)

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisa korelasi kadarβ-hCG serum terhadap kadar TSH, T3 dan T4 pada molahidatidosa.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui korelasi kadar β-hCG serum dengan kadar TSH pada molahidatidosa

2. Mengetahui korelasi kadar β-hCG serum dengan kadar T3 pada molahidatidosa

3. Mengetahui korelasi kadar β-hCG serum dengan kadar T4 pada molahidatidosa

1.5 Manfaat Peneltian

Dengan dilakukannya penelitian ini maka diharapkan akan menambah pengetahuan tentang korelasi kadar β-hCG serum terhadap kadar TSH, T3 dan T4 serta fungsi tiroid pada pasien-pasien molahidatidosa sehingga dapat melakukan penatalaksanaan pasien molahidatidosa dengan lebih efektif dan efisien.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Molahidatidosa 2.1.1 Defenisi

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik.11 Molahidatidosa merupakan bagian dari penyakit trofoblas gestasional / Gestational Thropoblatic

Disease (GTD) yaitu kelompok penyakit yang ditandai dengan proliferasi

abnormal trofoblas pada kehamilan dengan potensi keganasan.Spektrum keganasan dari GTD adalah dalam bentuk koriokarsinoma.Molahidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblas.Pada molahidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi patologik.12,13,14,15 Terapi yang optimal pada kelompok penyakit ini terletak pada diagnosis yang benar, menilai risiko keganasan, menggunakan sistem penilaian prognostik dan pemberian pengobatan yang tepat.Molahidatidosa diterapi dengan evakuasi mola atau histerektomi,sedangkanpengobatan pilihan untuk penyakit trofoblas ganas (PTG) adalah kemoterapi. Dengan pengobatan yang tepat, angka kesembuhan mendekati 100% pada kelompok dengan resiko rendah, dan 80% sampai 85% pada kelompok dengan resiko tinggi. 3,4,5


(26)

Prevalensi molahidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika Latin dibandingkan dengan negara-negara barat. Dinegara-negara barat dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan, dinegara-negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1:85 kehamilan, RS dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A Siregar (Medan) tahun 1982 : 11-16 per 1000 kehamilan; RS Soetomo (Surabaya) : 1:80 persalinan; Djamhoer Maradisoebrata (Bandung) : 9-21 per 1000 kehamilan. Biasanya lebih sering dijumpai pada usia reproduktif (15-45 tahun) dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas, kemungkinan untuk menderita molahidatidosa lebih besar.14

InsidensiGTD konstan sekitar 1 sampai 2 per 1.000 kelahiran di Amerika Serikat dan Eropa. Frekuensi yang sama dijumpai di Afrika Selatan dan Turki. Tingkat insidensi yang lebih tinggi telah dilaporkan di Asia.Berdasarkan populasi, penelitian di Korea Selatan baru-baru ini mencatat penurunan insidensi dari 40/1.000 kelahiran menjadi 2/1.000 kelahiran.Demikian pula, rumah sakit berbasis studi di Jepang dan Singapura telah menunjukkan penurunan kejadian mendekati angka di Amerika Serikat dan Eropa. Beberapa kelompok etnis, lebih berisiko mengalami penyakit trofoblas gestasional yaitu hispanik, penduduk asli Amerika dan kelompok populasi tertentu yang hidup di Asia Tenggara. Insidensi molahidatidosa dengan janin hidup terjadi pada 1/20.000 – 1/100.000 kehamilan. 3,4,5


(27)

Pada konsepsi normal, setiapsel tubuh manusiamengandung23pasang kromosom, dimana salah

satumasing-masing pasangandari ibudan yang lainnyadari

ayah.Dalamkonsepsinormal,spermatunggal dengan23 kromosommembuahisel telurdengan 23kromosom, sehingga akan

dihasilkan 46 kromosom. 3,4,16

.

Gambar 1.Skema Konsepsi Normal

Pada Molahidatidosa Parsial (MHP), dua sperma membuahi sel telur, menciptakan 69 kromosom, dibandingkan 46 kromosom pada konsepsi normal. Hal ini disebut triploid. Dengan materi genetik yang terlalu banyak, kehamilan akan berkembang secara abnormal, dengan plasenta tumbuh melampaui bayi. Janin dapat terbentuk pada kehamilan ini,akantetapi janin tumbuh secara abnormal dan tidak dapat bertahan hidup. 3,4,16

Gambar 2.Skema Kehamilan Molahidatidosa Parsial (MHP)

SuatuMHK atau lengkap ketika salah satu (atau bahkan dua) sperma membuahi sel telur yang tidak memiliki materi genetik. Bahkan jika kromosom ayah dilipat gandakan untuk menyusun 46 kromosom, materi genetik yang ada terlalu sedikit. Biasanya sel telur yang dibuahi mati pada


(28)

saat itu juga. Tetapi dalam kasus yang jarang sel tersebut terimplantasipada uterus.Jika hal itu terjadi, embrio tidak tumbuh, hanya sel trofoblas yang tumbuh untuk mengisi rahim dengan jaringan mola.3,4,16

Gambar 3.Skema Kehamilan Molahidatidosa Komplit (MHK)

2.1.4 Diagnosis

Pasien dengan kehamilan molahidatidosa biasanya datang dengan perdarahan pervaginam (89-97%) dan bila sudah berlangsung lama dapat menyebabkan anemia. Diagnosa molahidatidosa dapat ditegakkan dengan riwayat keluar jaringan vesikel hidatid yang mirip anggur. Hampir 80% pasien datang dengan ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan dengan ketiadaan denyut jantung janin. Pada 15-25% kasus MHK disertai dengan hiperemesis gravidarum yang berkaitan dengan

peningkatan kadar β-hCG dan besar uterus. Pada 12-27% MHK disertai dengan preeklampsia. Pada 2-7% pasien MHK terdapat hipertiroidisme yang tampak secara klinis. Insufisiensi paru terjadi pada 2% kasus MHK. Pada kasus-kasus seperti ini distres pernafasan akut dapat muncul setelah evakuasi molahidatidosa. Tanda dan gejala dari distres pernafasan akut adalah dispnea, takikardi, dan takipnea. Pada pemeriksaan fisik biasanya dijumpai ronki yang luas. Dan dibutuhkan rawatan ICU maupun ventilator. Dengan penanganan yang baik, distres pernafasan akan mereda dalam 2-3 hari. 3,4,5,17


(29)

Sekitar 27% pasien MHK mengalami toksemia ditandai oleh adanya hipertensi (tekanan darah >140/90 mm Hg), proteinuria (>300 mg/dl), dan edema. Hipertiroid pada molahidatidosa dapat disebabkan oleh peningkatan produksi hormon Tirotropin oleh jaringan mola dan sebagai efek dari peningkatan hormon Estrogen. Kadar T4 plasma yang meningkat pada molahidatidosa disebabkan oleh peningkatan kadar hormon hCG sehingga terjadi peningkatan ikatan molekul hCG pada tempat reseptor TSH, yang menyebabkan terjadinya hiperfungsi dari kelenjar tiroid sehingga terjadi peningkatan hormon T4 serum. 3,4,5,17

Keadaan hipertiroid ini ditandai oleh takikardia, kulit hangat, tremor, peningkatan kadar T4 dan T3 bebas. Setelah diagnosa molahidatidosa ditegakkan, maka sebaiknya diberikan terapi β-adrenergik sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola untuk mencegah terjadinya badai tiroid pada saat evakuasi jaringan mola dan pembiusan. Terapi anti tiroid diberikan untuk waktu yang singkat. Dosis anti tiroid yang dianjurkan 20-40 mg setiap 12 jam secara oral, dan dosis di titrasi sampai 5-10 mg perhari setelah evakuasi jaringan mola dilakukan untuk mempertahankan denyut jantung sekitar 100 denyutan/menit. 3,4,18

Pasien-pasien MHP bisanya tidak datang dengan gambaran klinis yang khas seperti MHK. Pada umumnya, pasien MHP datang dengan keluhan abortus inkomplit ataumised abortion dan jarang didiagnosa MHP sebelum evakuasi uterus dilakukan. Diagnosa MHP biasanya ditegakkan setelah pemeriksaan histologi. Gejala utamanya adalah pedarahan pervaginam (73%). Pembesaran uterus dan preeklampsia hanya muncul


(30)

pada 4-11% dan 1-4% kasus. Kista teka lutein, hiperemesis dan hipertiroid jarang muncul. Diperkirakan sekitar 8-20% pasien dengan MHK berkembang menjadi keganasan trofoblastik setelah evakuasi uterus. Molahidatidosa parsial menjadi persisten kurang dari 3% kasus.3,4,5,17

Ultrasonografi (USG) telah terbukti sebagai alat diagnostik yang akurat dan sensitif untuk menegakkan diagnosa molahidatidosa. Molahidatidosa komplit menunjukkan gambaran pola vesikuler oleh karena pembengkakkan dari vili korionik. Vili korionik pada trimester I MHK cenderung lebih kecil dan lebih sedikit kavitasi. Akan tetapi, mayoritas dari MHK pada trimester I tetap menunjukkan gambaran USG yang khas (pola

snow storm) yaitu pola kompleks, ekogenik massa intrauterin yang

mengandung banyak ruang kista kecil. Temuan USG yang bermakna untuk MHP adalah : ruang kistik pada plasenta dan rasio transversal dengan anteroposterior dari kantung kehamilan > 1,5. 3,4,18

Gambar 4.USGmenunjukkanpolakhasMHK.Tampak karakteristikpolavesikel dari molahidatidosa4


(31)

2.1.5 Tatalaksana

Penatalaksanaan molahidatidosa terdiri dari dua fase yaitu : evakuasi jaringan mola segera, dan follow up untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau perubahan keganasan. Evaluasi awal sebelum evakuasi atau histerektomi paling tidak mencakup pemeriksaan sepintas untuk mencari metastasis.Radiografi toraks harus dilakukan untuk mencari lesi paru berupa lesi koin. Pemeriksaan Computed Tomografi (CT) scan

dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk melihat metastase ke

hepar dan otak tidak dilakukan secara rutin. 3,4,5,17,19

Aspirasi vakum merupakan terapi pilihan untuk molahidatidosa, berapapun ukuran uterusnya.Untuk molahidatidosa yang besar, dipersiapkan darah yang sesuai dan apabila diperlukan dipasang sistem intravena untuk menyalurkan infus secara cepat. Dapat juga digunakan laminaria apabila serviks panjang, sangat padat dan tertutup. Dilatasi lebih lanjut dapat dilakukan dengan anestesi sampai tercapai diameter yang memadai untuk memasukkan kuret pengisap plastik. Setelah sebagian besar jaringan mola dikeluarkan melalui aspirasi, pasien diberikan oksitosin, dan jika miometrium telah berkontraksi, biasanya dilakukan kuretase yang menyeluruh secara hati-hati.4,5

Evakuasi semua isi jaringan mola yang besar tidak selalu mudah dilakukan, dan pemeriksaan USG intraoperasi mungkin bermanfaat untuk memastikan bahwa rongga uterus sudah kosong. Wajib tersedia fasilitas dan petugas untuk laparotomi darurat seandainya terjadi perdarahan yang tidak terkendali atau trauma serius pada uterus. 3,4,5


(32)

Apabila usia dan paritas sudah mencukupi sehingga pasien tidak lagi memerlukan kehamilan, maka histerektomi mungkin menjadi pilihan daripada aspirasi vakum. Histerektomi merupakan tindakan yang logis bagi wanita berusia 40 tahun atau lebih, karena frekuensi penyakit trofoblastik ganas pada kelompok usia ini cukup besar. Tow (1996) melaporkan bahwa 37 persen dari wanita berusia lebih dari 40 tahun dengan MHK akan menjadi tumor trofoblastik gestasional. Walaupun tidak menghilangkan tumor trofoblastik, histerektomi cukup banyak mengurangi kemungkinan kekambuhan penyakit.3,4,5,17,18

2.1.6 Follow Upβ-hCG setelah evakuasi molahidatidosa

Menurut FIGO tahun 2000 penanganan paska evakuasi molahidatidosa, meliputi : pemeriksaan β-hCG setiap minggu pada bulan pertama sampai tidak terdeteksi. Dikatakan tidak terdeteksi bila pada dua pemeriksaan selanjutnyadalam interval 1 minggu tetap tidak terdeteksi. Kemudian pemeriksaan dilanjutkan setiap dua minggu pada bulan kedua, setiap bulan selama 6 bulan dan setiap 6 bulan selama setahun. 17,18,20

Satu bulan pertama : 1 minggu sekali

Bulan kedua : 2 minggu sekali

Selama 6 bulan : sebulan sekali


(33)

Kehamilan dapat terjadi selama periode pengawasan dan menyebabkan produksi hCG yang dapat mengganggu deteksi dari progresi menjadi Penyakit Trofoblas Ganas (PTG). Karena alasan ini, wanita dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi yang efektif sampai titer β-hCG kurang dari 5 mIU/mL atau ambang dari penilaian individual.Pil kontrasepsi oral menurunkan kemungkinan kehamilan dibandingkan dengan kontrasepsi barrier yang kurang efektif dan tidak meningkatkan risiko PTG. Medroksiprogesteron asetat injeksi berguna jika kepatuhan pasien yang rendah. Sebaliknya, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) tidak dipakai sampai kadarβ-hCG tidak terdeteksi karena risiko perforasi uterus jika ada suatu molahidatidosa invasif. Kudelka dan Freedman menyatakan bahwa sekitar 80% pasien paska evakuasi molahidatidosa

tidak memerlukan intervensi. Kadar β-hCG pada sebagian besar kasus akan kembali normal dalam 8 minggu dan sebagian kecil lainnya akan kembali normal dalam 14-16 minggu setelah evakuasi. Sedangkan

menurut Berkowitz dan Goldstein kadar β-hCG pada pasien molahidatidosa biasanya akan kembali normal dalam 9-11 minggu setelah evakuasi.Tetapi apabila selama follow up tersebut dijumpai kadar β-hCG

yang meningkat atau plateu maka diagnosa PTG dapat


(34)

Gambar 5.Kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit-β paska mola

2.2 Human Chorionic Gonadotropin

Hormon ini disebut juga dengan hormon kehamilan, merupakan suatu glikoprotein dengan aktivitas biologi yang mirip dengan LH.Keduanya bekerja melalui reseptor LH-hCG membran plasma. Walaupun diproduksi hampir seluruhnya oleh plasenta, hCG juga dibentuk oleh ginjal janin, dan sejumlah jaringan janin lain juga menghasilkan

subunit β atau molekul utuh hCG.22

Berbagai keganasan juga memproduksi hCG, kadang-kadang dalam jumlah yang sangat besar, terutama neoplasma trofoblastik. Gonadotropin korionik diproduksi dalam jumlah yang sangat sedikit pada jaringan wanita yang tidak hamil dan laki-laki, terutama di kelenjar hipofisis anterior. Meskipun demikian, deteksi hCG pada darah atau urin hampir selalu menunjukkan suatu kehamilan.22


(35)

2.2.1 Karakteristik Kimia

Human Chorionic Gonadotropin merupakan suatu glikoprotein

dengan berat molekul 36.000–40.000 Da dan dengan kandungan karbohidrat yang paling tinggi dari hormon manusia–30%. Komponen karbohidrat, terutama asam sialat terminal, melindungi molekul hCG dari katabolisme. Waktu paruh hCGadalah 24 jam, lebih lama daripada waktu paruh LH yang hanya 2 jam. Molekul hCG terdiri dari dua subunit yang

tidak sama. Satu subunit α yang terdiri dari 92 asam amino, sedangkan

subunit β terdiri dari 145 asam amino.Kedua subunit ini disatukan dengan

ikatan non kovalen dan disatukan oleh gaya-gaya elektrostatik dan hidrofobik. Subunit yang dipisahkan tidak dapat berikatan dengan reseptor LH dan dengan demikian kehilangan aktivitas biologisnya.22

Hormon ini secara struktural berhubungan dengan tiga hormon glikoprotein yang lain–LH, FSH dan TSH. Urutan asam amino dari sub unit

α dari keempat hormon glikoprotein ini serupa. Sub unit β, walaupun

memberikan kemiripan tertentu, ditandai dengan urutan asam amino yang

berbeda. Rekombinasi dari sub unit α dan β pada keempat hormon glikoprotein ini menghasilkan molekul dangan karakteristik aktivitas

biologis dari hormon penghasil subunit β tersebut.22

2.3. Hormon Tiroid

Prevalensi gangguan hormon tiroid, hipotiroid dan hipertiroid sekitar 10% di Amerika Utara.Penyakit tiroid terjadi lebih sering 2 sampai 3 kali pada wanita daripada pria. Gangguan tiroid dapat memiliki presentasi


(36)

klinis yang bervariasi bergantung pada usia pasien, derajat gangguan, dan lamanya penyakit. Dengan demikian diagnosis klinisnya sering menjadi tantangan.Untungnya adanya gangguan tiroid dapat dengan mudah dikonfirmasi secara biokimia. Gambaran klinis, bersamaan dengan penggunaan sejumlah tes biokimia dan modalitas pencitraan yang terbatas, dapat dipakai untuk mendiagnosa sebagian besar penyakit tiroid yang dihadapi oleh dokter umum, dokter keluarga dan dokter kebidanan dan kandungan.23

2.3.1 Fisiologi Hormon Tiroid

Hormon tiroid, T4 dan bentuk yang lebih aktif, T3 bersirkulasi sebanyak 99.97% dan 99.5% dan berikatan dengan kelompok protein pengikat hormon tiroid yang di bentuk di hati, termasuk Thyroxin Binding Globulin (TBG), transthyretin (dikenal juga sebagai prealbumin), dan albumin. TBG mempunyai afinitas yang paling tinggi untuk ikatan hormon tiroid dan secara klinis merupakan anggota yang paling penting dari kelompok ini.Hormon tiroid yang berikatan dengan protein pembawa secara biologis tidak aktif.Hormon tiroid yang tidak berikatan dengan protein, T4 bebas dan T3 bebas aktif secara biologi. Jumlah kecil hormon tiroid yang bebas ini dapat memasuki sel dan berikatan dengan reseptor intranukleus untuk mempengaruhi ekspresi gen, yang pada akhirnya merubah fungsi selular dan menentukan status tiroid pasien. T3 berikatan dengan afinitas yang lebih tinggi dengan reseptor hormon tiroid dan kira-kira 15-20 kali lebih aktif secara biologis dari pada T4.T4 diproduksi oleh


(37)

kelenjar tiroid, sedangkan T3 diproduksi secara primer di jaringan perifer dengan deiodinasi dari T4 oleh sekelompok enzim yang disebut deiodinase. Aktivitas deiodinase dan hasil dari kadar T3 dapat dikurangi dengan hipertiroidisme, obat-obatan (β-blocker, ipodate, iopanoic acid, amiodaron), malnutrisi, dan keadaan penyakit berat. Sekitar 20% dari T3 harian yang diperlukan secara langsung dibentuk dan disekresikan oleh kelenjar tiroid.23

2.4 Tyhiroid Stimulating Hormone

Thyroid Stimulating Hormon merangsang pembentukan dan pengeluaran hormon tiroid dan pertumbuhan dari kelenjar tiroid.Sekresi TSH dari hipofisis anterior diatur berlawanan oleh konsentrasi hormon tiroid serum. Sebagai contoh, ketika kadar hormon tiroid dalam sirkulasi rendah, TSH meningkat untuk meningkatkan produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid untuk mengembalikan sistem ke fungsi normal. Hubungan antara TSH serum dan kadar hormon tiroid bebas adalah log-linear

terbalik, karena itu perubahan yang kecil pada kadar hormon tiroid bebas menghasilkan perubahan yang besar pada konsentrasi TSH serum. Walaupun kecil, tetapi perubahan yang bermakna pada fungsi tiroid pasien dapat saja tidak muncul secara klinis, dan juga tidak menghasilkan kadar hormon tiroid yang abnormal, akan di refleksikan pada konsentrasi TSH serum. Pemahaman dari hubungan ini dan adanya penilaian TSH generasi kedua dan ketiga mengarahkan pada kesimpulan universal bahwa penilaian TSH serum merupakan uji diagnostik skrining awal yang


(38)

disukai untuk evaluasi fungsi tiroid pada pasien rawat jalan. Pada situasi tertentu, dengan kecurigaan gangguan hipofisis atau hipotalamus, penyakit kritis, kelaparan, penggunaan obat-obatan tertentu (dopamin atau glukokortikoid dosis tinggi), dan sindrom resistensi hormon tiroid, penilaian TSH mungkin dapat membantu dan seharusnya tidak dipakai sendiri untuk menentukan fungsi tiroid. Untungnya kondisi ini secara klinis jelas atau sangat jarang sekali.Penilaian TSH telah mengalami perkembangan lebih dari 20 tahun. Rentang kadar TSH yang normal pada kebanyakan laboratorium sekitar 0.3–5.5 µU/mL, tetapi bergantung pada penilaian spesifik yang digunakan.23

Generasi pertama penilaian TSH adalah radioimmunoassay

dengan batas deteksi 1 µU/mL dimana tidak dapat untuk membedakan antara eutiroid dan status hipertiroid, karena batas bawah deteksi berada dalam rentang normal untuk TSH.Saat ini tersedia penilaian TSH imunometrik generasi kedua, yang memiliki batas deteksi 0.1 µU/mL, dapat untuk membedakan antara eutiroid dan status hipertiroid, tetapi tidak menunjukkan derajat hipertiroidisme.Penilaian TSH imunometrik generasi ketiga, yang menggunakan suatu sistem deteksi chemiluminesen

sensitif, mempunyai batas deteksi 0.01 µU/mL dan dapat menentukan derajat hipertiroidisme. Sebagian besar laboratorium memakai penilaian TSH generasi kedua, dimana tepat untuk uji rutin fungsi tiroid.23


(39)

2.5 Uji Fungsi Tiroid

Pilihan lini pertama uji fungsi tiroid bergantung pada protokol laboratorium lokal.Pada banyak laboratorium penilaian TSH yang sangat sensitif saja (generasi kedua atau ketiga dengan batas deteksi < 0.1 mU/L) digunakan untuk skrining.Karena biaya yang besar, penilaian TSH yang sensitif dapat dikombinasikan dengan pengukuran tunggal kadar hormon tiroid bebas atau total untuk mengatasi keterbatasan ini. Pada pemeriksaan T3 atau T4 saja sebagai skrining awal, kondisi disfungsi tiroid subklinis akan luput sehingga tidak dianjurkan. Jika kadar TSH abnormal, kadar T4 bebas harus diperiksa atau ketika TSH rendah, kadar T3 bebas harus diperiksa, dan pada kasus yang sulit dengan kecurigaan disfungsi tiroid, kombinasi dari ketiga tes (TSH, T3 bebas, T4 bebas) akan menghindarkan salah diagnosis. Akhirnya, penilaian hormon tiroid total masih dipakai pada beberapa laboratorium. Karena perubahan pada protein pengikat tiroid, uji ini dapat menyebabkan kebingungan diagnosa dan harus disertai dengan penanda protein pengikat seperti penilaian ambilan T3.24

2.5.1 Kondisi dimana TSH saja dapat menyesatkan (panel 1)

Penilaian TSH yang sensitif dipakai secara luas, namun pemeriksaan ini dapat menyesatkan ketika hipotiroid yang disebabkan oleh penyakit pituitari (TSH biasanya dalam kadar normal), hipotiroidisme yang berkembang dalam 12 bulan pengobatan tirotoksikosis (nilai TSH masih tertekan), tirotoksikoisis yang disebabkan oleh tumor pituitari yang mensekresi TSH, atau individu dengan resistensihormon tiroid (TSH


(40)

biasanya normal pada dua keadaan terakhir). Pada kasus ini uji hormon tiroid bebas direkomendasikan selain penilaian TSH.24

2.5.2 Kadar TSH rendah, kadar T3 atau T4 bebas meningkat (panel 2)

Kadar TSH yang rendah yang disertai dengan peningkatan kadar T3 atau T4 bebas menunjukkan hipertiroidisme, paling sering disebabkan oleh penyakit Graves’, goiter multinodular, atau nodular toksik. Pada kasus ini TSH tidak terdeteksi dan jaringan tiroid tidak nyeri.Kriteria klinik dapat membedakan ketiga penyebab hipertiroidisme, namun tidak ada tes yang defenitif untuk penyakit Graves’.Amiodaron dapat menyebabkan tirotoksikosis pada 10% individu yang diobati.Ketika riwayat gejala hipertiroid singkat (< 1 bulan), respon terhadap obat anti tiroid biasanya tidak cepat –seperti eutiroid dicapai dalam 2 minggu atau hipertiroid didiagnosa pada periode pasca melahirkan, tiroiditis sementara harus dicurigai (subakut, silent, atau pakca melahirkan).Nyeri pada kelenjar tiroid dan peningkatan sedimentasi eritrosit menunjukkan tiroiditis subakut

(postviral atau De Quervain’s) tetapi dapat juga mengindikasikan silent

tiroiditis.Silent tiroiditis dan tiroiditis paska melahirkan (terjadi dalam 9 bulan paska melahirkan) berhubungan dengan kondisi autoimun yang dapat meningkat dengan cepat.Penyebab tirotoksikosis dengan ambilan


(41)

radioiodine yang rendah adalah konsumsi tiroksin (terapeutik atau fraksi), jaringan tiroid ektopik (termasuk struma ovarii), terapi amiodaron, dan kelebihan konsumsi iodium. Selama kehamilan, hipertiroidisme yang menonjol biasanya disebabkan oleh penyakit Graves’, tetapi peningkatan yang ringan berhubungan dengan mual muntah pada trimester pertama dapat disebabkan oleh hiperstimulasi reseptor TSH oleh konsentrasi hCG yang sangat tinggi atau varian gonadotropik manusia (tirotoksikosis gestasional atau kehamilan molahidatidosa).24

2.5.3 Kadar TSH rendah, kadarT3 atau T4 bebas normal (panel 3)

Kadar TSH rendah dan kadar T3 atau T4 bebas yang normal biasanya tampak pada konsumsi tiroksin. Alternatif yang jarang adalah hipertiroidisme primer subklinis, umumnya tampak pada orang tua.Investigasi lebih lanjut normalnya menunjukkan goiter multinodular.Jika TSH tertekan, situasi ini memerlukan pengobatan karena


(42)

risiko atrial fibrilasi dan meningkatkan osteoporosis.Diantara pasien rawat inap, pemberian steroid dan infus dopamin dosis tinggi dapat menekan pelepasan TSH pituitari, atau harus dipertimbangkan penyakit non tiroid. Uji fungsi tiroid yang menunjukkan kembali ke kadar normal setelah pemulihan, mengkonfirmasi diagnosis ini.24

2.5.4 Kadar TSH normal atau rendah, kadarT3 atau T4 bebas rendah (panel 4)

Kadar TSH normal atau rendah dan kadar T3 atau T4 bebas yang rendah menunjukkan pola yang khas pada pasien yang tidak sehat dengan penyakit non tiroid, kombinasi yang paing sering adalah kadar T3 bebas yang rendah dengan kadar TSH pada rentang normal. Namun, pada individu tanpa penyakit konkomitan yang jelas, harus dipertimbangkan penyakit pituitari dengan hipotiroidisme sekunder. Penting untuk diperhatikan bahwa dalam 2-3 bulan pengobatan hipertiroidisme, konsentrasi TSH dapat tetap tertekan bahkan dengan adanya konsentrasi T3 atau T4 bebas yang rendah, memberikan pola yang serupa dengan penyakit pituitari.24


(43)

2.5.5 Peningkatan kadarTSH, dengan kadar T3 atau T4 bebas yang rendah (panel 5)

Kombinasi hasil seperti ini selalu menunjukkan adanya hipotiroidisme primer.Pada defisiensi iodium, hampir semua kasus karena terapi ablatif karena tirotoksikosis atau kanker tiroid (dengan radioiodium atau pembedahan) atau jika TSH meningkat secara spontan. Tioriditis autoimun (dengan manifestasi sebagai tiroiditis atropi atau penyakit


(44)

2.5.6 Peningkatan kadarTSH, kadar T3 atau T4 bebas normal (panel 6)

Ini merupakan pola dari fungsi tiroid secara normal terlihat dengan kegagalan tiroid ringan (hipotiroidisme subklinis).Hal ini sering pada populasi yang mempengaruhi 5-10% wanita dan kebanyakan kasus berhubungan dengan antibodi anti-TPO yang positif.Walaupun hipotiroid subklinis autoimun penyebab tersering dari pola ini, diagnosis alternatif harus dipertimbangkan pada situasi tertentu. Jika konsentrasi TSH meningkat pada kadar yang biasanya berhubungan dengan kadar T3 atau T4 bebas yang rendah, atau tidak kembali normal dengan terapi T4, kemungkinan adanya suatu heterofil-seperti immunoglobulin anti tikus- yang mempengaruhi penilaian TSH.24

2.5.7 Kadar TSH yang normal atau meningkat, kadar T3 atau T4 bebas meningkat (panel 7)

Kadar TSH yang normal atau meningkat dan peningkatan kadar T3 atau T4 bebas merupakan pola yang tidak biasa dari uji fungsi tiroid, dimana sering artifactual tetapi kadang-kadang tampak pada dua kondisi yang jarang, tetapi kondisi yang penting secara klinis. 24


(45)

2.6 Evaluasi Fungsi Tiroid Pada Kehamilan

Selama kehamilan, perubahan yang bermakna terjadi pada fisiologi tiroid yang mempengaruhi interpretasi dari tes fungsi tiroid. Khususnya ditandai dengan meningkatnya TBG selama kehamilan dan peningkatan kadar ikatan protein dari T4 dan T3. Perubahan ini menghasilkan peningkatan yang nyata dari T4, indeks T4 bebas, dan T3. Perubahan pada TBG karena pengaruh langsung estrogen pada hati, menyebabkan peningkatan pembentukan dan glikosilasi dari TBG dan menghasilkan kadar TBG yang bersirkulasi lebih tinggi. Ketepatan dari Thyroid Hormone

Binding Ratio (THBR) rendah selama kehamilan pada keadaan

peningkatan TBG yang sangat ekstrim. Oleh karena itu status tiroid dari wanita hamil harus dinilai dengan mengukur TSH serum dan kadar T4 dan T3 bebas yang di ukur dengan dialisis ekuilibrum. Meskipun terjadi peningkatan protein pengikat hormon tiroid selama kehamilan, T4 dan T3 aktif atau T4 dan T3 bebas tetap normal pada pasien yang eutiroid. Status eutiroid dari pasien ini dicerminkan oleh kadar TSH serum yang normal. Namun seperti yang didiskusikan, perhatian harus diberikan dengan kadar TSH yang rendah yang terdeteksi selama trimester pertama kehamilan.


(46)

Terdapat fluktuasi normal pada konsentrasi T4 bebas, T3 dan TSH selama kehamilan yang tidak bergantung pada perubahan pada protein pengikat. Selama trimester pertama, terdapat peningkatan T4 bebas, yang biasanya menetap pada rentang yang normal dengan penurunan pada TSH, dan dipercaya karena efek skunder dari tingginya kadar hCG, yang mempunyai aktifitas tirotropik yang lemah. Sampai 13% wanita selama trimester pertama kehamilan memiliki kadar TSH yang tidak dapat diukur (< 0.1 µU/mL) dan secara klinis adalah eutiroid. Kadar TSH dapat ditekan pada trimester pertama karena stimulasi silang reseptor TSH oleh hCG yang puncaknya kira-kira pada akhir trimester pertama dan kemudian menjadi lebih rendah pada trimester kedua dan ketiga. Setelah puncak hCG, kadar TSH biasanya akan kembali normal pada trimester kedua dan ketiga pada pasien yang eutiroid. Oleh karena itu pasien hamil trimester pertama dengan penekanan TSH dan kadar T4 bebas dan T3 bebas yang normal atau sedikit meningkat seharusnya tidak diobati karena hipertiroidnya. Uji tiroid harus diulang dalam 4 minggu untuk mengkonfirmasi normalisasi dari TSH.Jika T4 bebas atau T3 bebas meningkat, pasien merupakan tirotoksik dan harus mendapatkan pengobatan yang tepat.Jika TSH tetap tertekan setelah trimester pertama kehamilan, pasien harus dievaluasi oleh ahli endokrin untuk mengkonfirmasi hipertiroidisme. Pencitraan radionuklida dengan isotop apapun merupakan kontra indikasi pada kehamilan.23


(47)

2.7 Hubungan β-hCG Terhadap fungsi Tiroid

Pada wanita yang mengalami molahidatidosa atau koriokarsinoma, kadang-kadang dijumpai bukti hipertiroidisme secara biokimiawi atau klinis.Dahulu diangap bahwa pembentukkan tirotropin korionik oleh PTG merupakan penyebab gambaran mirip-hipertiroid pada wanita tersebut. Namun kemudian dibuktikan bahwa beberapa bentuk hCG berikatan dengan reseptor TSH sel tiroid. Pemberian hCG kepada pria normal meningkatkan aktivitas tiroid. Aktivitas stimulatorik tiroid dalam plasma wanita hamil trimester pertama cukup bervariasi dari satu sampel ke sampel lainnya. Modifikasi pada oligosakarida hCG tampaknya penting untuk membentuk kapasitas hCG untuk merangsang fungsi tiroid. Sebagian dari bentuk iso hCG yang bersifat asam merangsang aktivitas tiroid, dan beberapa bentuk yang lebih basa juga merangsang penyerapan iodium. Juga terdapat bukti awal bahwa reseptor LH/hCG diekspresikan di tiroid. Dengan demikian, terdapat kemungkinan bahwa hCG merangsang aktivitas tiroid melalui reseptor LH/hCG dan juga melalui reseptor TSH.22


(48)

BAB III

METODEPENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik korelatif dengan studi retrospektif dan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medisRSUP.H. Adam Malik dan RSUD. dr. Pirngadi Medan selama 5 tahun mulai Januari 2008 sampai Desember 2012

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Obsetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik dan RSUD.dr. Pirngadi Medan dan penelitian dimulai pada bulan September 2013.

3.3. Subjek dan Sampel Penelitian

Subjek dan sampel penelitian ini adalah data rekam medis dari seluruh pasien yang berobat di RSUP.H. Adam Malik dan RSUD. dr. Pirngadi Medandan didiagnosa dengan molahidatidosa dalam rentang Januari 2008 sampai Desember 2012 yang memenuhi kriteria inklusi

3.4. Kriteria Penelitian 3.4.1 Kriteria Inklusi

Pasien dengan diagnosa molahidatidosa yang dilakukan


(49)

mola, dalam rentang Januari 2008 sampai Desember 2012 serta tidak mempunyai riwayat penyakit tiroid.

3.5. Alur Penelitian

Teknis pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan mencari data pasien molahidatidosa yang berobat ke RSUP H. Adam malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan dalam rentang Januari 2008 sampai Desember 2012, setelah didapatkan nama dan nomor rekam medispasien tersebut, dilakukan pencarian status (data rekam medis) di bagian rekam medis RSUP H. Adam malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan. Kemudian dilakukan skrining terhadap data rekam medis pasien tersebut.Data pasien yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan sebagai data untuk penelitian

Data rekam medis pasien molahidatidosa

Kriteria Penelitian

Editing, coding, tabulasi

Analisa data

Interpretasi hasil korelasi


(50)

ini.Setelah itu semua data yang diperlukan untuk penelitian ini dimasukkan kedalam tabel induk, dianalisa dan dilakukan interpretasi.Pemeriksaan β -hCG dilakukan secara kuantitatif dengan prinsip Eklia dengan alat Cobas 6000, sedangkan pemeriksaan panel tiroid dilakukan dengan prinsip immunoturbidimetri dengan menggunakan alat Cobas 6000.

3.6. Pengolahan Data dan Analisa Statistik

Data-data yang telah dikumpulkan ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Untuk mengetahui hubungan antara variabel dilakukan uji korelasi pearson dengan menggunakan nilai “ r ” untuk melihat kuatnya hubungan antara variabel penelitian. Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi. Nilai r pada nilai korelasi menunjukkan kekuatan hubungan, makin mendekati 1 dan -1 berarti hubungannya semakin kuat, sedangkan bila r mendekati 0 berarti hubungannya makin lemah. Kekuatan korelasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

Nilai r 0 – 0.33 : Lemah Nilai r 0.34 – 0.66 : Sedang Nilai r 0.67 – 1 : Kuat


(51)

3.7. Kerangka Konsep

Variable bebas

Variabel tergantung

3.8. Batasan operasional β hCG

β-hCG merupakan hormon yang disebut juga dengan hormon kehamilan, yang merupakan suatu glikoprotein dengan berat molekul 36.000–40.000 Da. Nilai rujukan adalah 0 – 1 mIU/mL.

TSH

TSH adalah suatu hormon yang disekresikan kelenjar hipofisis anterior untuk merangsang pembentukan dan pengeluaran hormon tiroid dan pertumbuhan dari kelenjar tiroid.Nilai rujukan adalah 0.27 – 4.2 µIU/mL.

KADAR T4

KADAR TSH

KADAR T3


(52)

T4

Disebut juga Thyroxin, merupakan salah satu hormon utama yang disekresikan oleh kelenjar tiroid yang meningkatkan pemakaian segala jenis makanan untuk pembentukan energi dan meningkatkan sintesis protein pada sebagian besar jaringan tubuh.Nilai rujukan adalah 5 – 14 µg/mL.

T3

Disebut juga Triiodotironin, merupakan salah satu dari dua hormon utama yang disekresikan oleh kelenjar tiroid.Nlai rujukan adalah 0.8 – 2 ng/dL.

Molahidatidosa

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi korialisnya mengalami perbahan hidrofobik.


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelusuran data rekam medismulai tahun 2008 sampai tahun 2012, di dapatkan jumlah kasus molahidatidosa sebanyak 72 kasus di RSUP H. Adam Malik, dan yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 30 kasus, sedangkan di RSUD dr. Pirngadi jumlah kasusnya sebanyak 63 kasus, dan yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 15 kasus, sehingga terdapat total 45 kasus. Gambaran sebaran kasus molahidatidosa berdasarkan karakteristiknya dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik Jumlah (n) Total Persentase (%) Total

Usia (tahun)

• 16 – 20 5

45

11.1

100

• 21 – 25 8 17.8

• 26 – 30 6 13.3

• 31 – 35 9 20.0

• 36 – 40 5 11.1

• 41 – 45 7 15.6

• 46 – 50 5 11.1

Paritas

• < 3 28

45 62.2 100

• ≥ 3 17 37.8

Keluhan

• Perdarahan pervaginam

38

45

84.4

100

• Perut membesar 5 11.1

• Nyeri perut 2 4.4

Usia kehamilan (minggu)

• ≤ 10 7

45 15.6 100

• > 10 38 84.4

Hubungan TFU dengan Usia kehamilan

• Sesuai usia kehamilan 16

45 35.6 100

• > usia kehamilan 29 64.4

Tekanan darah Mean Standar deviasi

• Sistole (mmHg) 130.22 20.50


(54)

Berdasarkan karakteristik usia pasienmolahidatidosa didapatkan bahwa usianya cukup bervariasi, namun yang terbanyak adalah pada kelompok usia 31-35 tahun (20%) dan 21-25 tahun (17,8%) sedangkan yang paling sedikit pada kelompok usia 16-20 tahun, 36-40 tahun dan 46-50 tahun masing-masing 11,1%. Hal ini serupa dengan penelitian oleh Alaf dan Omer di Iraq tahun 2009, yang mendapatkan rata-rata usia pasien adalah 27 ± 8.66 tahun, dimana lebihdari setengah kasus (62.5%) berada pada kelompok usia 25-39 tahun.25Sementara Benjapijal dkk (2000) di Thailand mendapatkan pasien molahidatidosa berada dalam rentang usia 14-54 tahun dengan usia rata-rata 24.9 ± 6.9 tahun.26

Berdasarkan karakteristik paritas pasienmolahidatidosa didapatkan bahwa sebagian besar adalah dengan paritas lebih kecil dari 3 (tiga) (62,2%). Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian Alaf dan Omer (2009) yang mendapatkan bahwa sebanyak 52.5% kasus terjadi pada wanita dengan paritas 1 sampai 4.25 Temuan oleh Banjapijal (2000) adalah kehamilan molahidatidosa didiagnosa pada kehamilan yang pertama (pada primigravida) pada 47% kasus. 26

Berdasarkan keluhan yang dialami pasienmolahidatidosa menunjukkan bahwa keluhan yang paling sering ditampilkan adalah perdarahan pervaginam (84,4%). Hanya sedikit dengan keluhan nyeri perut (4,4%) dan perut membesar (11,1%). Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Benjapijal dkk (2000) serta Alaf dan Omer (2009) yang mendapatkan keluhan perdarahan pervaginam sebanyak 86.1% dan 87.5%.25,26 Bahkan penelitian di India oleh Somashekhar (2005)


(55)

menyatakan bahwa perdarahan pervaginam terjadi pada 100% kasus yang ditelitinya.27

Berdasarkan karakteristik usia kehamilan pasienmolahidatidosa didapatkan bahwa umumnya pasienmolahidatidosa datang mencari pertolongan pengobatan setelah usia kehamilan lebih dari 10 minggu (84,4%). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak pasien yang tidak mengetahui adanya kelainan kehamilan sehingga terlambat datang ke tenaga kesehatan. Benjapijal dkk (2000) mendapatkan usia kehamilan rata-rata pasien pada saat didagnosa adalah 15.3 ± 5.6 minggu dan 88.1% kasus pertama sekali terdiagnosa sebelum usia kehamilan 20 minggu.26Dari penelitian Alaf dan Omer (2009), mereka menemukan sebanyak 65% kasus pertama sekali terdiagnosa pada trimester pertama kehamilan.25

Dari penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar pasienmolahidatidosa mempunyai ukuran tinggi fundus uteri yang lebih besar dari usia kehamilan (64,4%), dimana temuan ini serupa dengan penelitian di Thailand, Iraq dan India yang mendapatkan bahwa tinggi fundus uteri yang lebih besar daripada usia kehamilan sebanyak 41%, 45% dan 40.7% kasus.25,26,27 Pada pasien dengan tinggi fundus uteri yang sesuai dengan usia kehamilan ditemukan pada 16 kasus (35.6%), dan yang yang paling banyak berada pada usia kehamilan antara 14-20 minggu (11 kasus).


(56)

Tabel 4.2.konsentrasi β-hCG, TSH, T3 dan T4 serum

Parameter Jumlah (n) Mean Standar deviasi Nilai rujukan

β-hCG (mIU/mL)

45

344561.07 327135.07 0 – 1

TSH (µIU/mL) 0.38 0.60 0.27 – 4.2

T3 (ng/dL) 2.06 1.53 0.8 – 2

T4 (µg/mL) 13.76 6.40 5 – 14

Tabel diatas menunjukkan bahwa pasienmolahidatidosa mempunyai kadar β-hCG dengan rerata yang relatif tinggi yaitu 344561,07 ± 327135,07 mIU/ml. Walaupun variasi kadarβ-hCGini cukup besar diantara pasien-pasien tersebut (mulai dari 10.000 mIU/ml sampai lebih dari 1.000.000 mIU/ml), terdapat sekitar 68.8% pasien yang memiliki nilai

β-hCGserum lebih dari 100.000 mIU/ml sebelum evakuasi.Benjapijal dkk (2000) mendapatkan kadar β-hCG sebelum evakuasi pada 103 pasien, yang menunjukkan bahwa mayoritaspasien mempunyai kadar β-hCGlebih dari 100.000 mIU/mlpada 70.9% kasus.26 Sementara Menczer dan Modan (dikutip dari kepustakaan 27) menyatakan bahwa 50% pasien molahidatidosa mempunyai kadar β-hCGsebelum evakuasi adalah lebih dari 100.000 mIU/ml.28

Nilai rerata kadar TSH adalah 0,38 ± 0,60 µlU/ml, T3 adalah 2,06 ± 1,53 ng/ml dan T4 adalah 13,76 ± 6,40 µg/dl. Walaupun nilai rerata dari parameter fungsi tiroid diatas tidak menunjukkan deviasi yang besar dari nilai normal, namun jika di telaah lebih lanjut akan menunjukkan kecendrungan untuk menurun atau meningkat dari nilai rujukannya.


(57)

Pada kadar TSH dengan nilai rerata 0,38 ± 0,60 µlU/ml (rentang nilai 0.22 – 0.98 µlU/ml) mempunyai kadar yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rujukannya (0.27 – 4.2 µlU/ml). Pada kadar T3 dengan nilai rerata 2,06 ± 1,53 ng/dl (rentang nilai 0.53 – 3.59 ng/dl) mempunyai kadar yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rujukannya (0.8 – 2 ng/dl). Begitu juga halnya dengan kadar T4 dengan nilai rerata 13,76 ± 6,40 µg/ml (rentang nilai 7.36 – 20.16 µg/ml) mempunyai kadar yang juga relatif tinggi jika dibandingkan dengan nilai rujukannya (5 – 14 µg/ml). Hasil ini sesuai dengan laporan oleh Bhat dan Maletkovic (2013) yang mendapatkan bahwa terjadi penurunan kadar TSH, peningkatan kadar T3 dan T4 pada pasien molahidatidosa.28

Tabel 4.3.korelasi kadar β-hCG serum dengan kadar TSH, T3 dan T4

Korelasi r * pvalue

β-hCG dengan TSH -0,321 0,031

β-hCG dengan T3 0,574 0,0001

β-hCG dengan T4 0,606 0,0001

*Uji korelasi Pearson

Berdasarkan uji korelasi Pearson didapatkan bahwa β-hCG dengan TSH mempunyai korelasi negatif yang bermakna (p=0.031), dengan kekuatan korelasi -0,321. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan β-hCG diikuti dengan penurunan kadar TSH dengan kekuatan korelasi yang lemah. β-hCG dengan T3 mempunyai korelasi positif yang bermakna (p=0.0001), dengan kekuatan korelasi 0,574. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan β-hCG diikuti dengan peningkatan kadar T3 dengan kekuatan korelasi sedang. Sedangkan β-hCG dengan T4 mempunyai korelasi positif yang bermakna (p=0.0001), dengan kekuatan korelasi 0,606. Hal ini


(58)

menunjukkan bahwa peningkatan β-hCG diikuti dengan peningkatan kadar T4 dengan kekuatan korelasisedang.

Salavatian dan rekan (1994) juga mendapatkan hal yang serupa dimana terdapat korelasi yang kuat antara kadarβ-hCG serum yang tinggi dengan kadar T3 dan T4 bebas serum, tetapi terdapat korelasi yang lemah antara kadar β-hCG serum yang tinggi dengan kadar TSH serum yang rendah.9

Hasil ini berbeda dengan penelitian Mujawar dkk (2010) pada wanita hamil yang menemukan korelasi positif yang bermakna (p< 0.001) yang diamati antara kadar hCG dan TSH, sementara terdapat korelasi yang tidak bermakna secara statistik antara kadar hCG dan T3 total, serta antara kadar hCG dan T4 total pada kelompok hamil normotensif.29Hal yang berbeda juga dilaporkan oleh Nagataki dkk serta oleh Amir dkk (dikutip dari kepustakaan 6) yang menyatakan bahwa tidak terdapat korelasi yang bermakna antara kadar β-hCG dan kadar T3 dan T4 serum.6

Seperti yang kita ketahui bahwa plasenta mensekresikan hCG, yaitu suatu hormon glikoprotein yang bersama-sama mendiami suatu

subunit α dengan TSH tetapi mempunyai subunit β yang unik.30Hormon ini berhubungan erat dengan TSH dan dapat berikatan secara lemah pada reseptor TSH di kelenjar tiroid. Ketika konsentrasi hCG sangat tinggi (seperti > 200.000mIU/ml), yang dapat terlihat pada kehamilan trimester pertama, hal ini dapat merangsang kelenjar tiroid dan menyebabkan kelenjar tiroid memproduksi hormonT3 dan T4 ekstra, yang pada akhirnya akan menyebabkan berkurangnya produksi hormon TSH dari kelenjar


(59)

hipofisis. Pada beberapa individu, hal ini dapat menyebabkan gejala dan tanda dari hipertiroidisme.31

Pada kehamilan molahidatidosa, terjadi peningkatan kadar hCG yang dapat menyebabkan stimulasi reseptor TSH dan terjadi hipertiroidisme sementara. Pada wanita ini jarang menimbulkan gejala, dan pengobatan dengan obat anti tiroksin tidak menunjukkan keuntungan. Kadar T4 bebas serum biasanya akan normal kembali sejalan dengan penurunan kadar hCG. Khususnya, kadar TSH mungkin tetap tertekan untuk beberapa minggu setelah kadar T4 kembali pada rentang yang normal.32


(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari penelitian ini didapatkan adanya korelasi antara kadar β-hCG serum dengan kadar TSH, T3 dan T4 dengan rincian sebagai berikut:

1. Adanya korelasi negatif yang bermakna antara β-hCG dengan TSH dengan kekuatan korelasi yang lemah (r = -0.321).

2. Adanya korelasi positif yang bermakna antara β-hCG dengan T3 dengan kekuatan korelasi sedang (r = 0.574).

3. Adanya korelasi positif yang bermakna antara β-hCG dengan T4 dengan kekuatan korelasi sedang (r = 0.606).

5.2 SARAN

Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan β-hCG dengan fungsi tiroid seperti mencari nilai cut off pointkadarβ-hCG yang dapat mempengaruhi fungsi hormon tiroid. Selain itu, hasil penelitian ini menganjurkan untuk tetap dilakukan pemeriksaan panel tiroid dalam penatalaksanaan molahidatidosa.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

1. Report on The Achievement of The Millenium Development Goals Indonesia 2010, published by: Ministry of National Development Planning, 2010

2. Meister LHF, Hauck PR, Graf H, Carvalho GA. Hyperthyroidism due to secretion of Human Chorionic Gonadothropin in a patient with metastatic choriocarcinoma. Arq Bras Endocrinol Metab 2005, 49(2): 319-322

3. Gestational Trophoblastic Disease in : Williams Gynecology, Sec.4, Chapt.37, The McGraw-Hill Companies, Inc, New York, 2008

4. Gestational Trophoblastic Disease in : Berek & Novak's Gynecology 14th ed. Chapt 37, Lippincott Williams & Wilkins, 2007 5. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Gangguan

Bersangkutan Dengan Konsepsi. Dalam : Ilmu Kandungan. Edisi II, Cetakan VI. PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 2008: Hal 247-266

6. Berkowitz RS, Goldstein DP. Presentation and Management of Molar Pregnancy. Chapter 9: 249-276.Access at February 28th 2014

fro

7. Almeida CED, Curi EF, Almeida CRD, Vieira DF. Thyrotoxic Crisis Associated with Gestational Trophoblatic Disease. Rev Bras Anatesiol 2011; 61(5): 604-609.

8. Hershman JM. Hyperthyroidism Due To Hcg Occurs In 2% Of Cases Of Gestational Trophoblastic Disease. Clinical Thyroidology August 2011; 23(8): 5-6

9. Salavatian F, Omrani GH, Andish MHK. The Correlation Between b-hCG and Thyroid Function Test in Molar Pregnancy. Shiraz University of Medical Sciences. May 1994.


(62)

10. Nandini D, Sarita F, Uday A, Hemalata I. Hydatidiform mole with hyperthyroidism – perioperative challenges. J Obstet Gynecol India. Case Report. 2009, 59(4): 356-357

11. Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta. 2001. Hal 265-267.

12. Cuninngham. F.G. dkk. Penyakit Trofoblas Gestasional. Dalam: Obstetri Williams. Edisi 23 vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2010; hal 271-78.

13. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan selaput Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2002 Hal 341-348.

14. Mochtar. R. Penyakit Trofoblast. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 1998. Hal 238-243.

15. Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Kelainan Telur, Plasenta, Air ketuban, Cacat, dan Gangguan Janin. Dalam: Ilmu Kandungan : Obstetri Patologi. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC Jakarta: 2005; Hal 28-33 16. Hydatidiform Mole (molar pregnancy) artcle published by : The

Miscarriage Association, England, 2009

17. Tidy J, Sheffield and BW Hancock, Sheffield.The Management of Gestational Trophoblastic Disease.Royal College of Obstetricians and Gynaecologists.2010;1-11

18. Shah D, Sekharan. The Management of Gestational Trophoblastic Disease. ICOG FOGSI Recommendations for Good Clinical Practice. Guideline, India, 2009

19. Lazovic B, Milenkovic V. Treatment of Gestational Trophoblastic Disease- Review of Literature. Acta Medica Medianae 2010. Vol.49(1)

20. Feltmate M et al. Human Chorionic Gonadotropin Follow-up in Patients With Molar Pregnancy: A Time for Reevaluation, The


(63)

American College of Obstetricians and Gynecologists. 2003. Vol.101(4)

21. Berkowitz R, Goldstein D. Clinical Practice : molar pregnancy. New England Journal Medicine, 2009.

22. Cuninngham. F.G. dkk. Implantasi, Embriogenesis, dan Perkembangan Plasenta. Dalam: Obstetri Williams. Edisi 23 vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2010; Hal 64-66

23. Pittas AG, Lee SL. Evaluation of Thyroid Function. In: Hall JE, Nieman LK, eds. Handbook Of Diagnostic Endocrinology. Humana Press Inc. Totowa, New Jersey; 2003:107-29

24. Dayan CM. Interpretation of thyroid function tests, Review. Lancet 2001; 357: 619–24

25. Alaf SK, Omer DI. Prevalence and clinical observations of Gestational Trophoblastic Diseases in Maternity Teaching Hospital in Erbil City. WSEAS TRANSACTIONS on BIOLOGY and BIOMEDICINE. 2010;7(3): 190-199

26. Benjapibal M, Boriboonhirunsarn D, Suphanit I, et al. Molar Pregnancy: Clinical Analysis of 151 Patients. Thai Journal of Obstetrics and Gynaecology. 2000; 12: 35-41

27. Somashekhar SS. Clino Pathological Study of Gestational Trophoblastic Diseases – A Three Years Study : Dissertation. Department of Pathology M.R. Medical College Gulbarga. 2005 28. Bhat S, Maletkovic J. A Hydatidiform Mole Can Cause Severe

Gestational Hyperthyroidism. Clin Thyroidol. 2013;25:298–300 29. Mujawar SA, Patil VW, Daver RG. Human Chorionic Gonadotropin

and Thyroid Hormones Status during Normotensive Pregnancy. JPBMS. 2010: 2(01): 1-4

30. Lazarus JH, Soldin OP, Evans C. Assessing Thyroid Function in Pregnancy. In: Thyroid Function Testing, Brent GA. Springer, London. 2010: 208-228


(64)

31. Braunstein G. High Serum HCG Concentrations Cause TSH Suppression But Do Not Lead To Symptoms Of Hyperthyroidism. Clinical Thyroidology. Sept 2009: 5-6

32. Casey BM, Leveno KJ. Thyroid Disease in Pregnancy. Obstet Gynecol 2006;108:1283–92

Lampiran 1. Ethical Clearance


(1)

American College of Obstetricians and Gynecologists. 2003.

Vol.101(4)

21. Berkowitz R, Goldstein D. Clinical Practice : molar pregnancy. New

England Journal Medicine, 2009.

22. Cuninngham. F.G. dkk. Implantasi, Embriogenesis, dan

Perkembangan Plasenta. Dalam: Obstetri Williams. Edisi 23 vol 1.

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2010; Hal 64-66

23. Pittas AG, Lee SL. Evaluation of Thyroid Function. In: Hall JE,

Nieman LK, eds. Handbook Of Diagnostic Endocrinology. Humana

Press Inc. Totowa, New Jersey; 2003:107-29

24. Dayan CM. Interpretation of thyroid function tests, Review. Lancet

2001; 357: 619–24

25. Alaf SK, Omer DI. Prevalence and clinical observations of

Gestational Trophoblastic Diseases in Maternity Teaching Hospital

in Erbil City. WSEAS TRANSACTIONS on BIOLOGY and

BIOMEDICINE. 2010;7(3): 190-199

26. Benjapibal M, Boriboonhirunsarn D, Suphanit I, et al. Molar

Pregnancy: Clinical Analysis of 151 Patients. Thai Journal of

Obstetrics and Gynaecology. 2000; 12: 35-41

27. Somashekhar SS. Clino Pathological Study of Gestational

Trophoblastic Diseases – A Three Years Study : Dissertation.

Department of Pathology M.R. Medical College Gulbarga. 2005

28. Bhat S, Maletkovic J. A Hydatidiform Mole Can Cause Severe

Gestational Hyperthyroidism. Clin Thyroidol. 2013;25:298–300

29. Mujawar SA, Patil VW, Daver RG. Human Chorionic Gonadotropin

and Thyroid Hormones Status during Normotensive Pregnancy.

JPBMS. 2010: 2(01): 1-4

30. Lazarus JH, Soldin OP, Evans C. Assessing Thyroid Function in

Pregnancy. In: Thyroid Function Testing, Brent GA. Springer,

London. 2010: 208-228


(2)

31. Braunstein G. High Serum HCG Concentrations Cause TSH

Suppression But Do Not Lead To Symptoms Of Hyperthyroidism.

Clinical Thyroidology. Sept 2009: 5-6

32. Casey BM, Leveno KJ. Thyroid Disease in Pregnancy. Obstet

Gynecol 2006;108:1283–92

Lampiran 1. Ethical Clearance


(3)

31. Braunstein G. High Serum HCG Concentrations Cause TSH

Suppression But Do Not Lead To Symptoms Of Hyperthyroidism.

Clinical Thyroidology. Sept 2009: 5-6

32. Casey BM, Leveno KJ. Thyroid Disease in Pregnancy. Obstet

Gynecol 2006;108:1283–92

Lampiran 1. Ethical Clearance


(4)

Lampiran 3. Uji Statistik

Usia Usia kehamilan TDS TDD Tinggi Fundus β-hCG T3 T4 TSH hubungan TFU (tahun) G P A (minggu) (mmHg) (mmHg) Uteri (TFU) (mIU/mL) (ng/dL) (µg/mL)µIU/mL) dan usia kehamilan 1 Melda 85.37.83 32 SMA IRT 3 2 0 (12-14) p/v 130 80 2 jr b.pusat 707312 3.72 24 0.32 lebih besar 2 Ratna 81.33.14 32 SMA IRT 4 3 0 (14-16) p/v 120 60 stgh pst-simf 192028 0.93 6.8 0.57 sesuai 3 Darnaliani 81.01.97 34 SMA IRT 2 1 0 (14-16) p/v 160 100 sttg pusat 551220 2.38 19.27 0.28 lebih besar 4 Komariah 79.21.10 37 SMA IRT 1 0 0 (18-20) p/v 110 80 2 jr b.pusat 616580 5.28 23.82 0.24 sesuai 5 Sri Wahyuni 80.45.54 31 SMA IRT 3 2 0 (12-14) p/v 130 80 2 jr b.pusat 589210 1.26 16.16 0.12 lebih besar 6 yosmanidar 79.64.76 41 SMA IRT 5 3 1 (8-10) p/v 100 70 2 jr a.simf 60040 0.75 5.28 0.94 lebih besar 7 Sri Dewi 69.86.34 30 SMA IRT 2 1 0 (16-18) p/v 120 70 2 jr b.pusat 662035 1.56 12.7 0.17 sesuai 8 Ristiani 83.47.14 31 SMA IRT 2 1 0 (16-18) p/v 160 100 sttg pusat 225000 2.02 20.11 0.004 lebih besar 9 Anna R 81.00.71 43 SMA IRT 7 6 0 (10-12) p/v 130 80 sttg pusat 750000 3.94 24 0.64 lebih besar 10 Syaibah 80.07.39 23 SMA IRT 1 0 0 (18-20) p/v 140 80 2 jr b.pusat 88220 0.93 10.47 0.9 sesuai 11 Putri H 82.13.82 20 SMA IRT 3 0 2 (10-12) p/v 100 80 1 jr a.pusat 150000 4.44 24.86 0.05 lebih besar 12 Mita Ria L 75.37.68 23 SMA IRT 1 0 0 (12-14) p/v 110 80 3 jr b.pusat 99351 1.26 8.19 1.345 lebih besar 13 Suryani 79.62.67 24 SMA IRT 2 1 0 (14-16) p/v 130 80 sttg pusat 750000 6.01 17.41 0.26 lebih besar 14 Mariati 78.78.47 40 SMA IRT 3 2 0 (14-16) p/v 110 80 1 jr b.pusat 55622 1.67 12.77 0.14 lebih besar 15 Sisca W 80.39.42 25 SMA IRT 1 0 0 (16-18) p/v 140 80 2 jr b.pusat 164463 1.68 11.61 0.09 sesuai 16 Klara Roma 54.17.48 39 SMP Petani 5 4 0 (16-18) p/v 140 90 3 jr b.pusat 10000 0.68 8.07 0.005 sesuai 17 Irma H 48.83.01 33 SMA IRT 6 5 0 (8-10) p/v 120 70 sttg pusat 842635 6.09 24.86 0.005 lebih besar 18 Masyitah 41.24.27 50 SMP IRT 5 2 2 (10-12) p/v 170 110 3 jr b.pusat 825346 1.92 14.3 0.005 lebih besar 19 Misnawati 40.92.73 40 SMA IRT 5 4 0 (12-14) perut membesar 130 70 3 jr a.pusat 1000000 4.55 21.7 0.005 lebih besar 20 Indriani 40.15.36 30 SMA IRT 2 1 0 (10-12) p/v 120 80 1 jr b.pusat 1061198 1.33 17.63 0.06 lebih besar 21 Fitriani 49.87.13 21 SMP IRT 3 2 0 (14-16) p/v 120 80 3 jr a.simf 11900 0.6 4.62 0.25 sesuai 22 Sari Decta 52.48.82 17 SMA IRT 1 0 0 (14-16) nyeri perut 140 80 3 jr a.pusat 1000000 3.6 19.93 0.014 lebih besar 23 Uti 49.94.15 47 SD Petani 4 3 0 (8-10) perut membesar 130 70 1 jr a.pusat 24124 0.78 8.63 0.02 lebih besar 24 Samsiah 46.49.01 27 SMP IRT 4 2 1 (14-16) perut membesar 120 70 3 jr a.pusat 320409 0.88 11.44 0.01 lebih besar 25 Ersalina 49.00.04 26 SMA IRT 3 2 0 (14-16) nyeri perut 130 80 stgh pst-simf 93687 0.95 5.61 1.75 sesuai 26 Bibah 50.56.41 46 SMA IRT 9 7 1 (20-22) p/v 180 90 1 jr a.pusat 32781 2.05 15.99 1.01 sesuai 27 Risma 40.85.39 35 SMP IRT 5 4 0 (16-18) p/v 120 80 1 jr a.pusat 78380 0.77 6.31 0.008 lebih besar 28 Sudiarni 41.48.29 44 SMA IRT 5 4 0 (14-16) perut membesar 190 100 1 jr b.pusat 158150 4.9 24.9 0.005 lebih besar 29 Suaini 43.62.47 38 SMA IRT 3 2 0 (20-22) p/v 140 80 sttg pusat 77630 1.17 10.64 1.13 sesuai 30 M Sinaga 43.85.82 43 SMP IRT 6 4 1 (16-18) p/v 170 120 3 jr a.pusat 1000000 2.45 19.72 0.005 lebih besar 31 Sapiah 40.56.55 45 SMP IRT 9 7 1 (16-18) p/v 90 60 2 jr a.pusat 221615 0.6 5.58 0.07 lebih besar 32 Misriani 38.18.57 23 SMA IRT 2 1 0 (12-14) p/v 130 70 2 jr a.simf 38296 1.12 8.8 0.69 susuai 33 Siti Aisyah 53.01.32 28 SMP IRT 5 4 0 (8-10) perut membesar 110 70 1 jr b.pusat 10000 0.66 7.89 0.006 lebih besar 34 Nitip 39.09.48 49 SMA IRT 5 4 0 (6-8) p/v 120 70 4 jr a.simf 250866 0.4 5.3 0.005 lebih besar 35 Rani Junita 30.09.80 19 SMP IRT 1 0 0 (8-10) p/v 130 80 2 jr a.simf 112215 1.05 6.76 0.086 lebih besar 36 Rosminta 51.31.08 33 SMA IRT 5 4 0 (12-14) p/v 110 80 2 jr asimf 210348 3.15 18.87 0.005 sesuai 37 Aprah Meina 42.67.00 20 SMP IRT 1 0 0 (12-14) p/v 110 80 2 jr asimf 135476 0.87 6.51 2.98 sesuai 38 Sri R 39.44.50 26 SMA Petani 1 0 0 (16-18) p/v 130 70 sttg pusat 127720 1.09 8.86 1.34 lebih besar 39 Sri Ani S 41.21.49 41 SMP IRT 8 7 0 (14-16) p/v 140 80 stgh pst-simf 364992 2.23 16.4 0.008 sesuai 40 Mintasari 51.29.02 48 SMA IRT 1 0 0 (10-12) p/v 130 80 3 jr b.pusat 125097 1.18 10.46 1.158 lebih besar 41 Yeanne 40.01.96 21 SMA IRT 1 0 0 (12-14) p/v 130 80 2 jr b.pusat 596207 2.41 11.35 0.005 lebih besar 42 Supiyah 51.06.53 32 SMA IRT 2 1 0 (18-20) p/v 140 80 sttg pusat 44729 1.09 14.73 0.009 sesuai 43 Hariyani 43.49.59 20 SMP IRT 1 0 0 (18-20) p/v 120 70 sttg pusat 252031 1.46 11.8 0.188 sesuai 44 Cinta Ulina 48.82.66 44 SMP IRT 6 3 2 (12-14) p/v 130 80 2 jr b.pusat 315867 2.38 20.91 0.005 lebih besar 45 Nurhalima 51.96.60 22 SD IRT 3 2 0 (6-8) p/v 130 90 2 jr b.pusat 502468 2.39 13.07 0.031 lebih besar

keluhan Utama Paritas

No Nama No RM


(5)

Statistics

TDSis TDDias

N Valid 45 45

Missing 0 0

Mean 130,22 80,22

Std. Deviation 20,504 11,578

Statistics

T3 T4 TSH

β

-hCG

N Valid 45 45 45 45

Missing 0 0 0 0

Mean 2,0584 13,7576 ,376387 344561,07

Std. Deviation 1,53147 6,40589 ,6069688 327135,077

Hasil uji Korelasi.

Correlations

β

-hCG

T3 T4 TSH

β

-hCG

Pearson Correlation 1 ,574** ,606** -,321*

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,031

N 45 45 45 45

T3 Pearson Correlation ,574** 1 ,845** -,260

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,084

N 45 45 45 45

T4 Pearson Correlation ,606** ,845** 1 -,361*

Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,015

N 45 45 45 45

TSH Pearson Correlation -,321* -,260 -,361* 1 Sig. (2-tailed) ,031 ,084 ,015

N 45 45 45 45

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(6)

DATA SUBJEK PASIEN MOLAHIDATIDOSA

Nama

:

Nomor Rekam Medis

:

Rumah Sakit

:

H. Adam Malik / dr. Pirngadi

Umur

:

Tahun

Pendidikan

:

Pekerjaan

:

Paritas

:

G

P

A

Haid terakhir

:

Tangal berobat

:

Usia kehamilan

:

Keluhan utama

:

Tekanan darah sistole

:

Tekanan darah diastole :

Tinggi fundus uteri

:

Kadar β

-hCG (mIU/mL) :

Kadar T3 (ng/dL)

:

Kadar T4 (µg/mL)

:

Kadar TSH (µIU/mL)

: